Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PRESENTASI KASUS

1.

Tinjauan Teori
a.

Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1998).
Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain.
Resiko perilaku kekerasan adalah adanya

kemungkinan seseorang

melakukan tindakan yang dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat
ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif (CMHN, 2006).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai
marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan
masih terkontol (Yosep, 2007).
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif - mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut (Keliat, 1997) :
1.

Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan


orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.

2.

Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.

3.

Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan


perasaan yang dialami.

4.

Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat


dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain.

5.

Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai


kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain.
Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif

b. Faktor Yang Mempengaruhi


1.

Faktor Predisposisi :
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan

menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan
oleh (Towsend 1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a.

Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif:

sistem

limbik,

lobus

frontal

dan

hypothalamus.

Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau


menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku
kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak
sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis
mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif.
Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.

2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau
flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang
sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan
perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
b.

Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak
kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan
citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap
rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.

Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru


pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika
masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan
anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku
kekerasan setelah dewasa.
c.

Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum
menerima

perilaku

kekerasan

sebagai

cara

untuk

menyelesaikan

masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan,


apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak
dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan
lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya
keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2.

Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali

berkaitan dengan (Yosep, 2009):


a.

Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas


seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.

b.

Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial


ekonomi.

c.

Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak


membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

d.

Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan


dirinya sebagai seorang yang dewasa.

e.

Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan


alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.

f.

Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,


perubahan tahap.

c.

Manifestasi Klinik
Secara klinis manifestasi dari perilaku kekerasan adalah :
1.

Data Subyektif :
a.

Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

b.

Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika


sedang kesal atau marah.

c.
2.

Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Obyektif :
a.

Mata merah, wajah agak merah.

b.

Nada suara tinggi dan keras, bicara mengusai.

c.

Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

d.

Merusak dan melempar barang-barang.

d. Psikopatologi
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk

Core Problem

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


e.

Diagnosa Keperawatan
1.

f.

Resiko perilaku kekerasan

Penatalaksanaan
1.

Medis
Menurut Yosep ( 2007 ) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien
dengan marah atau perilaku kekerasan adalah :

a.

Antianxiety

dan

sedative

hipnotics.

Obat-obatan

ini

dapat

mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam


dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk
menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan
untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan
kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom
depresi.
b.

Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku


kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.

c.

Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan


perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline

dan

Trazodone,

menghilangkan

agresifitas

yang

berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik

2.

d.

Lithium efektif untuk agresif karena manik

e.

Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.

Keperawatan
Menurut Yosep ( 2007 ) perawat dapat mengimplementasikan berbagai
cara untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui rentang
intervensi keperawatan :
Strategi preventif

Kesadaran diri
Pendidikan klien
Latihan asertif

Strategi antisipatif

Komunikasi
Perubahan
lingkungan tindakan
perilaku

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa


a. Strategi preventif
1) Kesadaran diri

Strategi pengurungan

Managemen krisis
Seclusion Restrains
Psikofarmakologi

Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya


dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah
pribadi dan masalah klien.
2) Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan
cara mengekspresikan marah yang tepat.
3) Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :
Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang. Mengatakan
tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan. Sanggup melakukan
komplain. Mengekspresikan penghargaan dengan tepat
b. Strategi antisipatif
1) Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif : bersikap
tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara mengahakimi,
bicara netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa hormat,
hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara
mengontrol situasi, fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan
klien, jangan terburu-buru menginterpretasikan dan jangan buat
janji yang tidak bisa ditepati.
2) Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas
seperti : membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku
klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.
3) Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai
perilaku yang dapat diterina dan tidak dapat diterima serta
konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.
c. Strategi pengurungan
1) Managemen krisis

2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan


menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat
keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain.
3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat
manual untuk membatasi gerakan fisik pasien menggunakan
manset, sprei pengekang.
g.

Fokus Intervensi
Diagnosa I : Resiko Perilaku Kekerasan
TujuanUmum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1.

Klien dapat membina hubungan saling percaya.


Tindakan:
a.

Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama


perawat dan jelaskan tujuan interaksi.

2.

b.

Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

c.

Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:
a.

Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

b.

Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.

c.

Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien


dengan sikap tenang.

3.

Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


Tindakan :
a.

Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat


jengkel/kesal.

b.

Observasi tanda perilaku kekerasan.

c.

Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami


klien.

4.

Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


Tindakan:

a.

Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

b.

Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa


dilakukan.

c.
5.

Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"

Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan:

6.

a.

Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.

b.

Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

c.

Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap


kemarahan.
Tindakan :
a.

Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.

b.

Diskusikan cara lain yang sehat, secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.

c.

Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /


tersinggung

d.

Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk


diberi kesabaran.

7.

Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan:
a.

Bantu memilih cara yang paling tepat.

b.

Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.

c.

Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.

d.

Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam


simulasi.

e.
8.

Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.

Klien mendapat dukungan dari keluarga.


Tindakan :
a.

Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui


pertemuan keluarga.

b.
9.

Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).


Tindakan:
a.

Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping).

b.

Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,


obat, dosis, cara dan waktu).

c.

Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang


dirasakan.

2.

Tinjauan Kasus
a.

Pengkajian
PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA
Ruang : Wisma Harjuna
Tanggal : 28 Juni 2016
I.

Identitas Klien
Inisial

: Tn. B

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 25 th

Alamat

: Ambarawa

Tanggal pengkajian : 28 Juni 2016


No RM

: 136361

Informan

: Perawat

II. Alasan Masuk


Klien diantar oleh keluaranya ke IGD RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang
tanggal 22 Juni 2016 dengan keluhan klien mengamuk dirumah, memukul
orang tua, teriak-teriak sejak 5 hari yang lalu. Klien sulit tidur, mudah

tersinggung, klien mudah bingung, hambatan perilaku 1 bulan yang lalu,


stresssor diduga karena diputus cinta oleh pacarnya.
III. Faktor Presdisposisi
Klien sebelumnya tidak memiliki riwayat gangguan jiwa/ pernah
mondok di RSJ. Klien pernah menjadi pelaku penganiayaan saat umur 25 th,
dimana klien melakukan tindakan penganiayaan fisik dan verbal kepada
kedua orang tuany. Sempat memberi penolakan dan menyerang ssaat diberi
tahu )masukkan) dari orang tua, klien baru pertama melakukan tindakan
kekerasan dalam keluarga, tidak pernah melakukan tindakan kriminal.
Masalah Keperawatan
1.

: Perilaku Kekerasan

Riwayat Anggota Keluarga Mengalami Gangguan Jiwa


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riawata gangguan jiwa.
Masalah Keperawatan : -

2.

Pengalaman Masa Lalu Yang Tidak Menyenangkan


Klien diberhentikan kerja sementara oleh pihak atasan tempat klien
bekerja, klien mengatakan bahwa ia rajin bekerja, dan bisa melakukan
oekerjaan apapun tetapi mengapa diberhentikan kerja sehingga merasa
kesal.
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

IV. Pemeriksaan Fisik


1.

Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg

2.

3.

Nadi

: 82 x/mnt

Suhu

:-

RR

: 22 x/mnt

Ukur
Tinggi Badan

: 179 cm

Berat Badan

: 62 kg

Keluhan Fisik

Klien

mengatakan

tidak

mempunyai

keluhan

mengenai

kesehatannya.
Masalah Keperawtan : V. Psikososial
1.

Genogram

Keterangan :
: Laki - laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien
: Garis keterunan
: Tinggal satu rumah
Klien tinggal anak pertama dari dua bersaudara, tinggal satu rumah
dengan kedua orang tuanya dn adik peremuan. Tidak ada anggota
keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa.
VI. Status Mental
1.

Pembicaraan
Klien mampu memulai pembicaraan dengan teman/ perawat yang
bertugas, intonasi nada tinggi dan keras.

Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan


2.

Aktifitas Motorik
Klien tampak agitasi, tampak gelisah.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

3.

Alam Perasaan
Klien mengatakan perasaanya sedang kesal dan ingin marah.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

4.

Afek
Klien tampak labul, terkadang tidak kooeratif dimana emosi klien
cepat berubah-ubah.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

5.

Interksi Selama Wawancara


Klien tampak tidak kooperatif, saat diajak berinteraksi ada sikap
bermusuhan dan defentif, mudah tersinggung, merasa curiga dibohongi
oleh perawat.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

6.

Persepsi
Klien merasa mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya.
Mendengar suara-suara tidak menentukan kapan datangnya, sebanyak
3x dalam sehari.
Masalah keperawatan : Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
Pendengaran

7.

Kemapuan Penilaian
Klien mengalami gangguaan bermakna, dimana klien monarmandir, berkata kasar kepada teman dan perawat, melawan atau ingin
menghamtam orang.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

VII. Aspek Medis


Diagnosa medis : Psikotik Akut
Terapi medik
1.

Oral frimania 400 ml/ 12 jam

2.

Oral clozapin 100 ml/ 24 jam

3.

Oral olanzapim 10 ml/ 24 jam

4.

Oral thriheksipenidile 2 ml/ 12 jam

b. Analisa Data
Hari

Data Fokus

Masalah Keperawatan

/tgl
Rabu

Data Subyektif :

1. Klien mengatakan pernah melakukan Kekerasan

29

tindakan kekerasan

Juni

2. Informasi didapatkan daari buku RM

2016

klien berdasarkan informasi dari keluarga


3. Klien

merasa

Resiko

mencurigai/

Perilaku

tidak

percaya kepada orang lain


4. Perasaan kesal ingin marah
Data Obyektif :
1. Ada jejas atau tanda perilaku kekerasan
pada anggota tubuhnya
2. Klien

tampak

agitasi,

afek

labil,

Rabu

tampak bermusahan, tatan tajam


Data Subeyketif :

1. Klien mengatakan bingung, merasa

29

asing dengan dirinya sendiri

Juni

Data Obyektif :

2016

1. Klien tampak agitasi, intonasi nada

Perilaku Kekerasan

meninggi dan keras


Rabu

2. Mata memerah
Data Subeyketif :

1. Klien mengatakan mendengar suara Persepsi

29

yang tidak ada wujudnya. Mendengar Pendengaran

Juni

suara-suara

2016

datangnya, sebanyak 3x dalam sehari

tidak

Gangguan

menentukan

kapan

Sensori
:

Halusinasi

TTD

Data Obyektif :
1. Klien tampak agitasi, logorrhoe
c.

Diagnosa Keperawatan
1.

Resiko Perilaku Kekerasan

2.

Perilaku Kekerasan

3.

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran

d. Rencana Keperawatan
Hari/

Diagnosa

Tujuan &

tgl

Rencana Tindakan

Kriteria Hasil

Kami Resiko

Tindakan
Setelah dilakukan SP 1 melatih teknik

s / 29 Perilaku

tindakan

Juni
2016

nafas dalam

Kekerasan keperawatan
selama

1. Bantu

diharapkan

klien 1. Mampu

x identifikasi rasa marah

pertemuan

2. Latih

cara

klien nafas

dapat mengontrol (pengertian,


perilaku
kriteria

tujuan, 2. Mampu
berperan

aktif

klien didalam kegiatan

hasil memasukkan kegiatan sehinga


dalam jadwal harian

dapat

mengeluarkan

dapat 4. Libatkan klien dalam marahnya secara

mengidentifik

TAK

asi penyebab 5. Kolaborasi


perilaku
2.

dan

dalam ketengan fisik

cara, alat, hasil)

sebagai berikut :
Klien

menurunkan

teknik kecemasan

kekerasan, dengan 3. Bantu

1.

Rasional

sesuai anfis dokter

konstruktif
obat 3. Mampu patuh
minum

obat,

kekerasan.

menstabilkan

Klien

neurotransmilter

dapat

mengontrol

dopamin

perilaku

serotonin

kekerasan

sehingga

dan

menurunkan
ketegangan
SP 2 5 benar minum 1. Mencegah
obat

kekambuhan dan

1. Bantu

klien perilaku

identifikasi cara teknik kekerasan


nafas

dalam

yang kembali

sudah diajarkan

2. Mampu

2. Latih cara 5 benar berperan


minum

aktif

obat didalam kegiatan

(pengertian,

tujuan, sehinga

cara, alat, hasil)

dapat

mengeluarkan

3. Bantu

klien marahnya secara

memasukkan kegiatan konstruktif


dalam jadwal harian

3. Mampu patuh

4. Libatkan klien dalam minum


TAK

obat,

menstabilkan

5. Kolaborasi

obat neurotransmilter

sesuai anfis dokter

dopamin

dan

serotonin
sehingga
menurunkan
ketegangan
SP 3 Melatih Kontrol 1. Mampu
Marah Secara Verbal
1. Bantu

klien rasa marah yang

identifikasi
benar

mengungkapkan

cara

minum

5 dialami
obat 2. Mampu

yang sudah diajarkan

berperan

aktif

2. Latih cara kontrol didalam kegiatan


marah

secara

(pengertian,

verbal sehinga

dapat

tujuan, mengeluarkan

cara, alat, hasil)

marahnya secara

3. Bantu

klien konstruktif

memasukkan kegiatan 3. Mampu patuh


dalam jadwal harian

minum

obat,

4. Libatkan klien dalam menstabilkan


TAK

neurotransmilter

5. Kolaborasi

obat dopamin

sesuai anfis dokter

dan

serotonin
sehingga
menurunkan

ketegangan
SP 4 Melatih Secara 1. Mampu
Spiritual

melakukan

1. Bantu

klien aktivitas

yang

identifikasi cara latih dapat


mengontrol

marah mengurangi

secara verbal

ketegangan

2. Latih cara kontrol pikiran


marah secara spiritual 2. Mampu
(pengertian,

tujuan, berperan

cara, alat, hasil)


3. Bantu

aktif

didalam kegiatan
klien sehinga

dapat

memasukkan kegiatan mengeluarkan


dalam jadwal harian

marahnya secara

4. Libatkan klien dalam konstruktif


TAK
5. Kolaborasi
sesuai anfis dokter

3. Mampu patuh
obat minum

obat,

menstabilkan
neurotransmilter
dopamin
serotonin

dan

sehingga
menurunkan
ketegangan
e.

Implementasi

Hari

Diagnosa

Implemntasi

Evaluasi

TTD

/ tgl
jam
Juma

Resiko

t/ 30 Perilaku
Juni

SP 1 melatih teknik nafas S : klien mengatakan


dalam

masih merasa kesal tetapi

Kekerasan 1. Membantu

klien lebih mendingan

2016

identifikasi rasa mara

11.00

2. Melatih

cara

: nada suara masih

teknik tinggi,

tampak

tegang

nafas dalam (pengertian, saat berinteraksi, nada


tujuan, cara, alat, hasil)
3. Membantu
memasukkan

suara keras, logorrhoe,

klien tampak

tidak

mau

kegiatan mengikuti TAK

dalam jadwal harian

Resiko

Perilaku

4. Melibatkan klien dalam Kekerasan (+)


TAK

P : Membimbing latihan

5. Mengkolaborasi

obat SP 2

sesuai anfis dokter

minum

a.

obat,

benar
libatkan

Oral frimania 400 ml/ dalam TAK, kolaborasi


12 jam

b.

yaitu

obat sesuai anfis dokter

Oral thriheksipenidile 1.

Oral frimania 400

2 ml/ 12 jam

ml/ 12 jam
2.

Oral clozapin 100


ml/ 24 jam

3.

Oral olanzapim 10
ml/ 24 jam

4.

Oral
thriheksipenidile

ml/ 12 jam
Sabtu Resiko

SP 2 5 benar minum obat

1. Membantu

1 Perilaku

Juli

S : klien mengatakan ada

klien yang

beda

dengan

Kekerasan identifikasi cara teknik perasaannya

2016

nafas dalam yang sudah O

09.00

diajarkan

: mata memerah,

bicara

kasar,

2. Melatih cara 5 benar tinggi,

intonasi

menyerang

minum obat (pengertian, petugas perawat, tampak


tujuan, cara, alat, hasil)
3. Membantu
memasukkan

tidak

mau

klien TAK,

mengikuti

tidak

dapat

kegiatan dikendalikan

dalam jadwal harian

Resiko

Perilaku

4. Melibatkan klien dalam Kekerasan (+)


TAK
5. Mengkolaborasi

P :

obat restrain,

sesuai anfis dokter


a.

membimbing

latihan SP 2 yaitu 5 benar

Oral frimania 400 ml/ minum


12 jam

b.

Lakukan tindakan

obat,

libatkan

dalam TAK, kolaborasi

Oral thriheksipenidile obat sesuai anfis dokter


2 ml/ 12 jam

1.

Oral frimania 400


ml/ 12 jam

2.

Oral clozapin 100


ml/ 24 jam

3.

Oral olanzapim 10
ml/ 24 jam

4.

Oral
thriheksipenidile

ml/ 12 jam
Senin Resiko

SP 2 5 benar minum obat

1. Membantu

11 Perilaku

S : klien mengatakan

klien bingung,

ingin

cepat

Juli
2016

Kekerasan identifikasi cara teknik pulang


nafas dalam yang sudah O : klien tampak agitasi,
diajarkan

logorrhoe,

mata

2. Melatih cara 5 benar memerah,

tampak

minum obat (pengertian, bingung, tampak tidak


tujuan, cara, alat, hasil)
3. Membantu
memasukkan

mau mengikuti TAK

klien A

Resiko

Perilaku

kegiatan Kekerasan (+)

dalam jadwal harian

P : Membimbing latihan

4. Melibatkan klien dalam SP 3 yaitu melatih secara


TAK
5. Mengkolaborasi
sesuai anfis dokter
a.
b.

verbal, libatkan dalam


obat TAK,

kolaborasi

obat

sesuai anfis dokter

Oral frimania 400 ml/ 1.

Oral frimania 400

12 jam

ml/ 12 jam

Oral thriheksipenidile 2.

Oral clozapin 100

2 ml/ 12 jam

ml/ 24 jam
3.

Oral olanzapim 10
ml/ 24 jam

4.

Oral
thriheksipenidile

ml/ 12 jam

3.

PEMBAHASAN (5 W + 1 H)
a.

Kesesuaian antara kasus dengan teori


Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan menunjukkan bahwa data
yang diperoleh untuk merumuskan masalah keperawatan sesuai dengan teori
yang ada, masalah menjadi core problem dalam kasus ini adalah masalah
keperawatan resiko perilaku kekerasan, dimana data-data yang menunjang untuk

mengangkat diagnosa resiko perilaku kekerasan sudah sesuai dengan teori yang
ada. Untuk implementasi yang dilakuakan kepada klien sudah sesuai standar
asuhan keperawatan di RSJ Soerojo Magelang. Pada klien Tn.B mengalami
resiko perilaku kekerasan, sehingga tindakan keperawatan dan implementasi
keperawatan yang diberikan adalah bagaimana membuat klien menjadi
ketegangan fisiknya dapat menurun.
b.

Kekuatan atau kemudahan yang ditemukan selama pemberian asuhan


keperawatan
Kemudahan yang didapatkan ketika melakukan asuhan keperawatan pada
kasus ini adalah klien sudah percaya dan kenal.

c.

Kelemahan atau kesulitan dalam mengatasi diagnosa keperawatan terutama saat


melakukan implementasi
Kesulitan yang didapatkan ketika melakukan asuhan keperawatan pada
kasus ini adalah klien emosinya labil sehingga pemberian asuhan keperawatan
tidak maksimal.

4.

IMPLIKASI KEPERAWATAN
a.

Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa kita ambil dalam kasus kelolaan ini adalah klien
sudah mampu melakukan SP 2 yaitu 5 benar minum obat walaupun sempat
terputus pemberian asuhan keperawatan karena klien dipindahkan ke UPIP
karena tidak dapat dikendalikan dibangsal. Akan tetapi setelah klien dipindahkan
kembali ke wisma harjuna klien cukup bisa diarahkan, sehingga SP 2 diulang
selama 2 kali pertemuan. Untuk SP 2 klien mampu menyebutkan nama obat,
warna, dan manfaat meminum obat.

b.

Saran
Untuk kasus seperti Tn.B, diharapkan kita sebagai tenaga perawat tidak
boleh terlalu memaksakan untuk terus berinteraksi karena klien memiliki waham
curiga terhadap seseorang, namun klien harus dibimbing dan kita memberikan
asuhan keperawatan tidak usah mengharapkan hasil yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi Anna, 1997, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran
EGC ; Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit :
Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku


Kedokteran, EGC ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai