Anda di halaman 1dari 16

Tuberkulosis Paru Akibat Putus Obat

Kelompok B2
Arista Juliani Walay (102010274), Anthony Djohary (102012031), Khariza Agatha
(102012302), Windy Tovania (102013134), Andreas Anindito Hermawan (102014172), Dhea
N. Puspita (102014060), Nur Latifah Kurnia Fachrudin (102014134), Dicky Febrian
(102014162), Esa Claudia Haning (102014171)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Abstract
Tuberculosis (TB) is ainfectious diseases and a health problem worldwide. The
disease is caused by bacteria Mycobacterium tuberculosis. Currently the treatment for TB
patients conducted in a relatively long time. To support and accelerate the healing process,
the patient must be obedient in taking these drugs. However, due to certain factors such as
laziness, forgotten, or the price of expensive drugs, patients often do not comply taking these
drugs. This can lead to the onset of immunity or resistance to the drug so that the drug is
initially efekifbe not effective at all in the patient's body. If this has happened, then it can
affect the success of treatment and subsequent therapy.
Keywords : Tuberculosis, mycobacterium tuberculosis, resistance
Abstrak
Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit menular dan merupakan masalah
kesehatan seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri M.ycobacterium tuberculosis.
Saat ini pengobatan untuk penderita TB dilakukan dalam waktu yang relatif lama. Untuk
menunjang dan mempercepat proses penyembuhan, maka pasien harus patuh dalam
mengonsumsi obat-obatan tersebut. Namun karena faktor-faktor tertentu seperti malas, lupa,
ataupun harga obat yang mahal , pasien seringkali tidak patuh mengonsumsi obat-obatan
tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan timbulnya kekebalan atau resistensi terhadap obat
tersebut sehingga obat yang awalnya efekif menjadi tidak efektif sama sekali dalam tubuh
pasien. Jika hal ini telah terjadi, maka dapat mempengaruhi terapi dan juga keberhasilan
terapi selanjutnya.
1

Kata kunci : Tuberkulosis, mycobacterium tuberculosis, resistensi

Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) paru merupakan merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat dunia saat ini. TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat
kaitannya dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. Penyakit ini disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan melalui udara yaitu droplet, bersin, dan
batuk. Penyakit TB biasanya menyerang paru akan tetapi dapat menyerah organ tubuh lain.
Penyakit TB paru banyak menyerang kelompok usia produktif. Kebanyakan berasal dari
kelompok sosial ekonomi rendah dan tingkat pendidikan rendah. Saat ini, masih terdapat
berbagai tantangan dalam penanggulangan TB di Indonesia. Minimnya kesadaran
masyarakat, ketersediaan informasi tentang penyakit TB, pelayanan TB yang berkualitas dan
mudah dijangkau masyarakat, dan masalah ekonomi menyebabkan masih terdapat pasien
yang putus dari pengobatan OAT. Oleh karena itu, makalah ini akan menjelaskan lebih lanjut
mengenai TB paru putus obat dan penatalaksanaanya, cara mencegahnya.
Anamnesis
Anamnesis adalah pengkajian dalam rangka mendapat data tentang pasien melalui
pengajuan pertanyaan-pertanyaan. Anamnesis dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu auto
anamnesis dan allo anamnesis. Auto anamnesis adalah anamesis yang dilakukan kepada
pasien langsung. Jadi data yang diperoleh adalah data primer, karena langsung dari
sumbernya. Sedangkan allo anamnesis adalah anamnesis yang dilakukan kepada keluarga
pasien untuk memperoleh data tentang pasien. Ini dilakukan pada keadaan darurat ketika
pasien tidak memungkinkan lagi untuk memberikan data yang akurat dan kepada pasien anak
atau neonatus. Anamnesis pada umumnya menanyakan identitas seperti nama, umur,
pekerjaan kemudian dilanjutkan dengankeluhanutamadaripasientersebut.1
Keluhan yang disampaikan sesegera mungkin ditentukan dengan jelas. Untuk setiap
keluhan, waktu munculnya gejala, cara berkembang penyakit, derajat keparahan, waktu
munculnya gejala, hasil pemeriksaan sebelumnya, dan efek pengobatan dapat berhubungan
satu sama lain. Sebuah keputusan harus dibuat pada tahap awal pengambialan anamnesis,
yaitu yang disampaikan sudah jelas tergabung dalam suatu rangkaian keluhan yang sederhana
atau timbul terpisah dan tidak berhubungan dengan pengambilan anamnesis berikutnya.
2

Fleksibilitas dalam pengambilan anamnesis diperlukan karena hal tersebut dapat semakin
jelas ketika keluhan-keluan yang pada awalnya tampak tidak berhubungan, sebebnarnya
berhubungan.1
Riwayat penyakit dahulu ditanyakan mengenai sakit sebelumnya. Ditanyakan apakah
pasien pernah mengalami hal seperti yang dialaminya sekarang pada masa lampau.
Pertanyaan yang biasa ditanyakan mencakup demam rheuma, diabetes, dan tuberkulosis,
namun sebagian besar pasien lebih relevan bila ditanyakan tentang adanya penyakit jantung,
paru, pencernaan, sistem perkemihan, saraf(berkaitan dengan gangguan neurologis dan
mental). Pengobatan sebelumnya, ditanyakan mengenai perincian operasi, perawatan rumah
sakit, atau kecelakaan ynag dialami sebelumnya yang harus diketahui. Tanyakan juga tentang
obat-obatan yang sedang diminum, termasuk obat yang dibeli snendiri, dan kemudian
memastikan kebenaranyya apakah mereka sedang meminum obat-obatan tersebut. Penelitian
menunjukan bahwa hanya sepertiga jumlah pasien dokter umum yang meminum obat resep.
Hal yang berguna untuk ditanyakan kepada pasien adalah apakah mereka mengalami
kesulitan dalam mengonsumsi obat, hal ini memungkinkan dokter untuk mendapatkan
pengakuan dari pasien tentang ketidakpatuhannya dalam meminum obat. Selalu tanyakan
pada setiap wanita (usai subur) apakah mereka sedang menggunakan pil kontrasepsi oral.
Sebagian besar wanita menganggap pil tersebut bukan obat. Pasien harus ditanyakan
mengenai alergi atau reksi yang timbul pada dirinya terhadap segala sesuatu, termasuk obatobatan.1
Riwayat keluarga, ditanyakan apakah pasien masih sendiri, sudah menikah, berpisah,
atau bercerai. Pada riwayat keluarga penting ditanyakan penyakit yang serupa pada keluarga
serta riwayat penyakit kronis.1
Berdasarkan penampilan, isi, dan cara berbicara pasien, dapat ditemukan latar
belakang sosialnya, tetapi beberapa pertanyaan yang lebih spesifik mungkin harus ditanyakan
bila relevan. Hal yang ditanyakan antara lain pekerjaan berkaitan dengan ada tidaknya
insidens stres mental dan kelainan fisik pada pasien yang tidak bekerja. Selain itu, pekerjaanpekerjaan tertentu dapat mengakibatkan gangguan-gangguan spesifik. Tanyakan dimana
pasien tinggak dan ada tidaknya masalah keuangan atau sosial yang berhubungan dengan
keadaan rumah tangga mereka. Kegemaran tertentu dapat memiliki resiko kesehatan.
Perjalanan, terutama ke negara-negara tropis mungkin ada hubungannya dengan penyakit
yang diderita. Asupan alkohol, apakah pasien sering atau mengonsumsi alkohol. Penting
untuk menanyakan kepada pasien tentang penyalahgunaan obat-obatan. Ucapkan kata maaf
sebelumnya bila akan menayakan tentang pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi dan
3

perlu juga untuk menjelaskan tentang mengapa hal-hal tersebut perlu ditanyakan. Kemudiaan
tanyakan aktivitas seksual pasien jika pasien memiliki sifat seksual aktif.1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan fisik umum dari kepala hingga kaki,
serta dinilai kesadaran, keadaan umum dan tanda-tanda vital. Berdasarkan kasus, pemeiksaan
fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik paru.
Pemeriksaan fisik paru meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi
dilakukan dengan mengamati poal sesak napas dan frekuensi napas, serta warna tubuh pasien.
Sianosis adalah warna kebiru-biruan yang dapat bersifat sentral atau perifer dalam hal
distribusinya. Sianosis sentral paling baik diidentifikasi dengan mengamati lidah dalam
keadaan sentral dan hangat, tidak dapat terjadi pada sianosis perifer. Sianosis dapat terjadi
jika saturasi oksigen darah yang meninggalkan paru sekitar 75% atau kurang. Sebaliknya,
sianosis perifer(tanpa sianosis sentral) menunjukan kegagalan sirkulasi perifer, yaitu ketika
hemoglobin didalam sel darah merah yang bersirkulasi lambat secara bermakna mengalami
deoksigenasi lebih besar daripada keadaan normal sehingga menyababkan sianosis. Penyebab
sianosis perifer lebih sering ditimbulkan kegagalan sirkulasi ketimbang akibat penyakit
pernapasan. Penyebab sianosis sentral (akibat darah terdenaturasi yang didistribusikan
melalui sistem arteri), antara lain asfiksia, hipoventilasi, gangguan hantaran oksigen melalui
paru pirau vena ke arteri. Kedalaman, frekuensi (normalnya antara 15-20 kali per menit), dan
karakter pernapasan. Hal-hal tersebut perlu diperhatikan apakah pasien menggunanak otototot pernapasan yang tidak lazim misalnya otot sternomastoid untuk memperthankan ventilasi
pernapasan yang adekuat, atau apakah terdapat ekspansi dinding dada yang abnormal yang
menunjukan bahwa otot-otot perut harus digunakan untuk bernapas. Perhatikan juga bentuk
dada, apakah simetris atau tidak, apakah ada retraksi iga ataupun sel iga, dan apakah terdapat
masa, benjolan, ataupun bekas luka/operasi. Tanda lain yang harus dilihat antara lain, jari
tabuh(clubing)atau pembesaran kelenjar getah bening dan sindrom Horner yang merupakan
tanda adanya keganasan yang menginvasi dan mengganggu saraf simpatis yang mempersarafi
mata.1
Palpasi yaitu mode meraba dan merasakan, dimana palpasi ringan digunakan untuk
menilai kulit dan struktur permukaan, variasi dari suhu permukaan, kelembaban, serta
kekeringan. Palpasi dilakukan di organ-organ visera, seperti pada abdomen. Palpasi trakea,
4

adanya pergeseran trakea menunjukkan (meskipun tidak spesifik) penyakit dari lobus atas
paru. Pada TB paru yang disertai efusi pleura massif dan pneumotoraks akan mendorong
posisi trakea ke arah berlawanan dari sisi yang sakit. Gerakan dinding toraks anterior. TB
paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya
normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan biasanya
terjadi pada pasien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas. Vocal fremitus.
Adanya penurunan vocal fremitus pada pasien TB paru biasanya ditemukan pada klien yang
disertai komplikasi efusi pleura massif, sehingga hantaran suara menurun karena transmisi
getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi di rongga pleura.Perkusi merupaka
metode pemeriksaan keadaan jaringan dibawahnya melalui kualitas suara yang dihasilkan.
Dada harus diperkusi secara sistematis dan simetris. Jangan lupa melakukan perkusi pada
fossa supraklavikular dan klavikula yang merupakan tempat presdisposisi terbentuknya
tuberkulosis sekunder. Dilakukan juga pemeriksaan difragma terutama pada pasien yang
kurus.1,2
Auskultasi

juga

penting

dilakukan

dengan

menggunakan

stetoskop

untuk

mendengarkan napas dan suara pernapasan pasien. Suara tertentu mengindikasikan keadaan
patologis tertentu. Pada pemeriksaan fisik tuberkulosis paru, pemeriksaan pertama terhadap
keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena
anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus, atau berat badan turun.1,2
Pada pemerikasaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun
terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik. Demikian
juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan
fisis, karena hantaran gerakan/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit
dibedakan dengan pneumonia biasa.3
Tempat kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi
suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan
auskultasi memberikan suara amforik.3
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi
dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi
5

mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan
fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi
pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan
didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal jantung seperti takipnea, takikardia,
sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang
mengeras, tekanan vena jugularis yang menungkatm hepatomegali, asites, dan edema.3
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit
terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan
klinis TB pari sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya
kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin uji tuberkulin yang positif.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif)
akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi.
Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.4
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1) Anemia ringan dengan gambaran
normokrom dan normositer; 2) Gamma globulin meningkat; kadar natrium darah menurun.
Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.4
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahasi. Pemeriksaan ini
dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di
Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angkaangka positif palsu dan negatif palsunya masih besar. Belakangan ini terdapat pemeriksaan
serologis yang banyak juga dipakai yakni Peroksidasi Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh
beberapa peneliti mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%),
tetapi beberapa peneliti lain meragukan karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah.
Sungguhpun begitu PAP-TB ini masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila
digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah
menentukan adanya antibodi IgG yang spesifik terhadap antigen M. tuberculose. Sebagai
6

antigen dipakai polimer sitoplasma M. tuberculin var bovis BCG yang dihancurkan secara
ultrasonik dan dipisahkan secara ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila
pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu kadang-kadang
masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan, dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.3,4
Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan uji PAPTB adalah uji Mycodot. Di sini dipakai antigen LAM (Lipoarabinomannan) yang dilekatkan
pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi
spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang
intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi.4
Pemeriksaan Radiologi
Pada tuberkulosis primer, hal-hal berikut dapat terlihat pada sinar-X dada, yaitu
daerah konsolidasi pneumonik perifer (fokus Gohn) dengan pembesaran kelenjar hilus
mediastinum. Keadaan ini biasanya dapat sembuh dengan gambaran kalsifikasi. Daerah
konsolidasi yang dapat berukuran kecil, lobaris, atau lebih luas hingga seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura
(pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam
radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks).4,5

Gambar 1. Konsolidasi kavitasi pada lobus atas kiri, tuberkulosis aktif.5


Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukan kuman BTA, diagnosis
TB sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah
untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk non produktif. Dalam
hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air
sebanyak +2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan
tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik
selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi
7

diambil dengan brushing dan bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA
dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada
anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa
hendaknya sesegar mungkin.4
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman
baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat prosis penyakit ini terbuka ke luar, sehingga
sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat
50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka.4
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL
sputum. Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan
selain sputum dapat juga diambild ari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura,
cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin, dan tinja.4
Diagnosis Kerja
TBC paru karena putus obat. Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru
karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis termasuk dalam pneumonia,
yaitu pneumonia yang disebabkan oleh M.tuberculosis. Berdasarkan kasus yang ada, kita
dapat mengambil diagnosis kerjanya adalah TB paru putus obat karena adanya riwayat TB
paru dan pengobatan yang tidak teratur atau berhenti di tengah jalan. TB putus obat memiliki
resiko yang lebih tinggi. Infeksi kuman M.tuberculosis akan bangun dan menjadi lebih ganas.
Sering kali, pasien datang dengan keluhan yang lebih berat bahkan sampai tidak dapat diatasi
dengan obat utama karena kuman sudah menjadi resisten.6
Diagnosis Deferensial
Multi drug resistance TB (MDR TB) disebabkan oleh organisme yang resisten
terhadap obat anti tuberkulosis yang paling efektif, yaitu isoniazid dan rifampisin. MDR TB
merupakan hasil dari infeksi dari organisme yang sudah resisten terhadap obat atau timbul
saat pasien sedang terapi, namun terhenti. Fluorokuinolon merupakan golongan paling kuat di
antara obat-obat lini kedua untuk terapi MDR-TB. Pasien MDR-TB yang disertai resistensi
terhadap golongan fluorokuinolon memiliki manifestasi klinik yang lebih serius
dibandingkan dengan yang tidak. Penyakit ini lebih susah diterapi, dan lebih berisiko untuk
menjadi XDR-TB, dan memungkinkan resistensi terhadap obat-obat lini kedua yang lain.6
Extensive drugs resistance, XDR TB merupakan bentuk TB yang resisten terhadap
setidaknya empat obat inti anti TBC. XDR TB mencakup resistensi terhadap dua obat anti
8

tuberkulosis yang paling efektif, isoniazid dan rifampisin, sama seperti MDR TB, ditambah
dengan resistensi terhadap golongan fluorokuinolon (seperti ofloxacin atau moxifloxacin),
dan terhadap satu dari tiga obat second-line therapy (amikacin, capreomycin, atau
kanamycin). MDR TB dan XDR TB membutuhkan terapi lebih banyak dibandingkan dengan
TB yang tidak resisten, dan membutuhkan kegunaan dari obat second-line therapy yang lebih
mahal dan mempunyai efek samping yang lebih banyak dari first-line therapy.6
Total drugs resistance, penyakit TB ini bisa disebut juga TB yang resisten terhadap
OAT total, baik lini pertama (INH, rifampisin, ethambutol, dan streptomycin) dan lini kedua
(seperti: kanamisin, amikasin, dan lain sebagainya). Resisten terhadap rifampisin bisa
dideteksi menggunakan metode fenotipik dan genotipik, dengan atau tanpa resistensi
terhadap OAT lain. Resistensi rifampisin, apapun variasinya, termasuk dalam katogeri, baik
monoresisten, poliresisten, resisten obat ganda, atau resisten total OAT.6
Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis merupakan anggota ordo
Actinomisetales dan family Mycobactericeae. Basil tuberkel adalah batang lengkung, gram
positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, tidak berspora, panjang sekitar 2-4um.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, yang tumbuh pada media sintesis yang
mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen.
Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-410C, menghasilkan niasin dan tidak ada
pigmentasi. Dinding sel kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi
dan komplemen. Tanda semua mikobakteria adalah ketahan asamnyakapasitas membentuk
kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan arilmetan seperti kristal violet, karbolfukhsin,
auramin, dan rodamin.7
Mikobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukannya adalah 12-24 jam. Isolasi
dari specimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu, dan
uji kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat dideteksi
dalam 1-3 minggu pada medium cairan selektif dengan menggunakan nutrient radiolabel, dan
kerentanan obat dapat ditentukan dalam 3-5 hari tambahan. Adanya M. tuberculosis dalam
specimen klinik dapat dideteksi dalam beberapa jam dengan menggunakan reaksi rantai
polymerase (RRP) yang menggunakan probe DNA yang merupakan pelengkap terhadap
DNA atau RNA mikobakteria.7
Epidemiologi

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global helath emergency. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia.
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara- negara
yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49
tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% kasuskasus.8
TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia. Alasan utama munculnya
dan meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan karena kemiskinan pada
berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang berkembang tetapi juga pada
penduduk perkotaan tertentu di negara maju, adanya perubahan demografik dengan
meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup,
perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan
terutama di negara-negara miskin, tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para
dokter, terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik, dan pengawasan kasus
TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat, adanya epidemi HIV
terutama di Afrika dan Asia Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di
dunia setelah China dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan
Indonsia berturut-turut 1.828.000, 1.414.000, 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di
sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan
rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3
sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru
diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relatif terlepas dari
angka pandemi infeksi HIV karena masih relatif rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin
akan berubah di masa datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun
ke tahun.8
Manifestasi Klinis
Demam, biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas badan mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembut sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini,
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini
10

sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberculosis yang masuk.9
Batuk/batuk berdarah, gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus, batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang yang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan baru menjadi produktif (batuk dengan sputum).
Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.9
Sesak napas, pada penyakit yang ringan (baru tunbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.9
Nyeri dada, agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya.9
Malaise, penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam hari, dan lain sebagainya. Gejala ini makin lama akan makin berat dan dapat hilang
timbul secara tidak teratur.9
Patofisiologi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan basil Mycobacterium
tuberculosis, atau basil tuberkel, yang tahan asam. Bila seseorang yang belum pernah
terpapar pada TB, menghirup cukup banyak basil tuberkuler ke dalam alveoli, maka
terjadilah infeksi tuberculosis. Reaksi tubuh terhadap basil tuberkel tergantung pada
kerentanan orang tersebut, besarnya dosis yang masuk, dan virulensi organisme. Peradangan
terjadi di dalam alveoli (parenkim) paru, dan pertahanan tubuh alami berusaha melawan
infeksi itu. Makrofag menangkap organisme itu, lalu dibawa ke sel T. proses radang dan
reaksi sel menghasilkan nodul pucat kecil yang disebut tuberkel primer. Di bagian tengah
nodul terdapat basil tuberkel. Bagian luarnya mengalami fibrosis, bagian tengahnya
kekurangan makanan, mengalami nekrosis. Proses terakhir ini dikenal sebagai perkijuan.
Bagian nekrotik tengah ini dapat mengapur (kalsifikasi), atau mencair. Materi cair ini dapat
11

dibatukkan keluar, meninggalkan rongga (kaverne) dalam parenkim paru (tampak pada foto
toraks). Bila pada foto toraks hanya tampak nodul yang telah mengalami perkapuran, maka
nodul ini dikenal dengan tuberkel Ghon. Adanya tuberkel Ghon disertai pembesaran kelenjar
limfe di hilus paru bersama-sama disebut sebagai kompleks primer. Orang dengan kompleks
primer telah dibuat peka terhadap basil tuberkel. Bila orang ini diberi tes tuberculin, akan
memberi reaksi positif. Tes tuberkulis positif tidak berarti bahwa orang yang bersangkutan
telah mengidap TB. Orang dengan tes tuberculin positif dan minum INH secara profilaktik
untuk 3-6 bulan, akan memberi hasil negatif. Perlindungan ini dikatakan untuk seumur hidup.
Berbeda dengan infeksi lain, pasien yang pernah terinfeksi TB akan memilikinya seumur
hidup, kecuali pernah mendapat pengobatan profilaksis dengan INH. Basil tuberkel ini
menetap dalam paru dalam keadaan terbungkus; dikatakan dalam keadaan tenang. Bila
seseorang menghadapi stress fisik atau emosi, basil ini dapat menjadi aktif kembali dan
berkembang biak. Jika pertahanan tubuh rendah, maka timbul TB aktif. Bila Tb timbul
beberapa tahun setelah infeksi primer, dikenal sebagai TB reaktivasi.10
Tatalaksana
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan
tambahan. Obat anti tuberculosis yang dipakai, yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Etambutol, yang merupakan lini pertama/obat utama. Sedangkan untuk
obat tambahannya, yaitu Kanamisin, Amikasin, Kuinolon, dan lain sebagainya.11
Pengobatan TB yang efektif , merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan
pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi
DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union
Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk
menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB
primer pada tahun 1998. Keuntungan kombinasi dosis tetap, yaitu penatalaksanaan sederhana
dengan kesalahan pembuatan resep minimal, peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien
dengan penurunan kesalahan, pengobatan yang tidak disengaja, peningkatan kepatuhan
tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar, perbaikan manajemen
obat karena jenis obat lebih sedikit, dan menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan
MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi.11
Untuk pasien TB paru putus obat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
kriteria sebagai berikut; berobat lebih dari 4 bulan dengan BTA (-), klinis dan radiologi tidak
12

aktif atau tidak ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi
aktif,

lakukan

analisis

lebih

lanjut

untuk

memastikan

diagnosis

TB

dengan

mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru yang lain. Bila terbukti TB maka
pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama. Jika BTA (+), pengobatan dimulai dari awal dengan panduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu yang lebih lama. Berobat kurang dari 4 bulan dengan
BTA (+), pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu yang lebih lama. Jika BTA (-), gambaran foto toraks positif TB, maka OAT harus
diteruskan. Jika memungkinkan seharusnya dilakukan uji resistensi terhadap OAT.11
Macam-macam obat Tuberculosis yaitu isoniasid (H), dikenal dengan INH, bersifat
bakterisid, dapat membunuh 90 % populasikuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.
Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang
sedang berkembang.

Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB. Obat ini
memiliki efek samping hepatotoksik. Rifampisin (R) bersifat bakterisid dapat membunuh
kuman semi dormant ( persister )yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB
diberikan samauntuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu. Efek
sampinganoreksia, mual, nyeri perut, hepatotoksik, anemia hemolitik, urin berwarna merah.
Pirazinamid (Z) bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam seldengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25mg/kg BB ,sedangkanuntuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kgBB. Efek samping nyeri sendi,
hepatotoksik, anoreksia, nausea, gastritis. Streptomisin (S) bersifat bakterisid . Dosis harian
yang dianjurkan 15 mg/kg BBsedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
digunakan dosis yangsama penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75gr/hari
sedangkan unuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50gr/hari. Namun sudah jarang
digunakan. Etambutol (E) bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15
mg/kgBB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis30
mg/kg/BB. Efek samping hepatotoksik, penurunan visus.11
Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini
yaitu pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, Poncets arthropathy. Komplikasi lanjutnya
seperti obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan
13

parenkim berat fibrosis paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB
milier dan kavitas TB.12
Prognosis
Tanpa pengobatan yang adekuat, tuberkulosis bisa menjadi fatal. Penyakit aktif yang
tidak diobati ini biasanya menyerang paru-paru, namun dapat menyebar ke bagian tubuh lain
melalui aliran darah, seperti tulang, otak, hati atau ginjal, jantung, dan rongga abdomen,
sehingga prognosisnya bisa lebih buruk, apalagi pada pasien dengan resistensi obat.
Pencegahan
Program-program kesehatan masyarakat sengaja dirancang untuk deteksi dini dan
pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini. Menurut hukum, semua orang dengan TB
tingkat 3 atau tingkat 5 harus dilaporkan ke departemen kesehatan. Penapisan kelompok
berisiko tinggi adalah tugas penting departemen kesehatan lokal. Tujuan deteksi dini
seseorang dengan infeksi TB adalah untuk mengidentifikasikan siapa saja yang memperoleh
keuntungan dari terapi pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara
klinis. Program pencegahan ini memberikan keuntungan tidak saja untuk seseorang yang
telah terinfeksi namun juga untuk masyarakat pada umumnya. Karena itu, penduduk yang
sangat berisiko terkena TB harus dapat diidentifikasi dan prioritas untuk menentukan
program terapi obat harus menjelaskan risiko versus manfaat terapi.12
Pemberian vaksin BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberculosis yang virulen. Imunitas timbul 6-8 minggu setelah pemberian BCG. Imunitas
yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin terjadi superinfeksi meskipun
biasanya tidak progresif dan menimbulkan komplikasi yang berat.12
Kemoprofilaksis biasanya dipakai INH dengan dosis 10mg/kgBB/- hari selama 1
tahun. Kemoprofilaksis primer diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pada anak
dengan kontak tuberculosis dan uji tuberculin masih negative yang berarti masih belum
terkena infeksi atau masih dalam masa inkubasi. Kemoprofilaksis sekunder diberikan untuk
mencegah berkembangnya infeksi menjadi penyakit, misalnya pada anak berumur kurang
dari 5 tahun dengan uji tuberculin positif tanpa kelainan radiologis paru dan pada anak
dengan konversi uji tuberculin tanpa kelainan radiologis paru. Selain itu juga diberikan pada
anak dengan uji tuberculin positif tanpa kelainan radiologis paru atau yang telah sembuh dari
tuberculosis tetapi mendapat pengobatan dengan kortikisteroid yang lama, menderita
penyakit morbili dan pertusis, mendapat vaksin virus misalnya vaksin morbili atau pada masa
14

akhir balik (adolesen). Selanjutnya juga diberikan pada konversi uji tuberculin dari negative
menjadi positif dalam 12 bulan terakhir tanpa kelainan klinis dan radiologis.12
Pada dewasa, beberapa peneliti pada IUAT (International Union Against Tuberculosis)
menyatakan bahwa profilaksis dengan INH diberikan selama 1 tahun, dapat menurunkan
insidens tuberkulosis sampai 55-83%, dan yang kepatuhan minum obatnya cukup baik dapat
mencapai penurunan 90%. Pada pasien yang tidak teratur minum obat (intermittent),
efekvitasnya masih cukup baik. Lama profilaksis yang optimal belum diketahui, tetapi
banyak peneliti menganjurkan waktu antara 6-12 bulan terhadap tersangka dengan hasil uji
tuberkulin yang diametemya lebih dari 5-10 mm. Sedangkan yang mendapat profilaksis 12
bulan adalah pasien HIV positif dan pasien dengan kelainan radiologis dada. Kontak
tuberkulosis dan lain sebagainya cukup melakukan kemoprofilaksis selama 6 bulan saja. Pada
negara-negara dengan populasi tuberkulosis tinggi sebaiknya profilaksis diberikan terhadap
semua pasien HIV positif dan pasien yang mendapat terapi imunosupresi.12
Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, pasien lakilaki 35 tahun didiagnosis menderita TB paru putus obat. Hal ini ditegakan dengan adanya
riwayat putus obat dimana hanya dikonsumsi dalam 2 bulan, hasil BTA +++, serta bunyi
ronkhi basah halus di apeks paru kanan. TB paru putus obat ini memiliki resiko yang lebih
tinggi dan dapat terjadi resistensi. Dengan penatalaksanaan yang adekuat serta kepatuhan
pasien dalam mengonsumsi obat maka prognosis akan menjadi baik. Dan sebaliknya maka
prognosis akan menjadi buruk. Pencegahan juga harus dilakukan agar orang lain disekitar
tidak tertular dan terhindar dari penyakit tersebut.
Daftar Pustaka
1. Welsby, PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2010. h. 2-21, 56-74
2. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.
h.155,191
3. Houghton AR. Gray D. Chamberlains gejala dan tanda dalam kedokteran klinis.
Jakarta: EGC; 2012,h.103-7.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, etall. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
InternaPublishing; 2009. h.2196-9,2231-8,2256-7.
5. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006. h.32-9.
6. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC; 545-9.
7. WHO. Tb/hiv a clinical manual. Geneva: WHO; 2008
15

8. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2004.h.13


9. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid 2.
Jakarta: Percetakan Infomedika Jakarta; 2007.h. 573-83.
10. Starke JR. Nelson: ilmu kesehatan anak. Ed 15. Jakarta: EGC;2012.h. 1028-37.
11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, etall. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius; 2008.h.473-6.
12. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed6.

Jakarta: EGC; 2006. h.852-61.

16

Anda mungkin juga menyukai