Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan 2
BAB II. Tinjauan Pustaka
Definisi. ...4
Etiologi. ...4
Epidemiologi5
Patofisiologi.6
Gejala Klinis8
Diagnosa Banding..11
Komplikasi.....12
Penatalaksanaan ... 13
Prognosis....... 13
Pencegahan........14
BAB III Kesimpulan 22
Daftar Pustaka ...23

BAB I
PENDAHULUAN

Morbili (disebut juga rubeola, campak, red measles atau hard measles,)
merupakan penyakit virus menular dan menimbulkan dampak yang serius.
Seseorang yang tidak mendapat vaksin virus ini memiliki risiko lebih tinggi
terkena morbili. Morbili lebih sering terjadi pada seseorang yang rentan (mereka
yang tidak pernah terkena penyakit ini sebelumnya atau yang tidak mendapat
vaksin) yang melakukan perjalanan. Morbili menular melalui kontak langsung
melalui droplet infeksi maupun penyebaran udara. Transmisi juga terjadi melalui
kontak maupun sentuhan dengan bahan yang terkontaminasi dan kemudian
tersentuh mata, hidung, dan/atau mulut. Transmisi morbili mulai dari 4 hari
sebelum sampai 4 hari sesudah ruam kemerahan muncul, maksimal terjadi mulai
dari onset prodromal (atau gejala pertama) yaitu 3-4 hari setelah ruam kemerahan
muncul.1
Morbili memiliki karakteristik berupa gejala prodromal selama 2-4 hari
(rata-rata 1-7 hari) yang ditandai dengan demam tinggi, gatal, mata berair dan flu.
Dua atau tiga hari setelah gejala prodromal muncul, maka akan timbul bercak
koplik atau bercak tipis putih dengan pusat berwarna kebiruan-putih ditengahnya
(Kopliks spot/tiny white with bluish-white centers) di mulut. Kemudian akan
muncul ruam kemerahan 3-5 hari setelah gejala prodromal, biasanya dimulai dari
wajah ( di belakang rambut), menyebar ke bawah (badan) kemudian lengan dan
kaki. Setelah ruam kemerahan muncul, biasanya akan muncul demam.1
Morbili merupakan penyakit yang sangat menular, diperkirakan 30%
dengan kasus morbili memiliki satu atau lebih komplikasi. Risiko berupa
komplikasi hebat sampai kematian lebih tinggi terjadi pada anak-anak 5 kali lebih
besar dibandingkan orang dewasa berusia 20 tahun maupun lansia. Komplikasi
yang berat termasuk diantaranya diare (8%), otitis media (7%), dan pneumonia
(6%) yang disebabkan oleh virus kebanyakan mengakibatkan kematian (60%).1

Morbili endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk


menjadi epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau
belum mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan masyarakat yang lebih kecil,
epidemi cenderung terjadi lebih luas dan lebih berat. Setiap orang yang telah
terkena campak akan memiliki imunitas seumur hidup.

Penyakit campak dapat

terjadi dimana saja kecuali di daerah yang sangat terpencil. Vaksinasi telah
menurunkan insiden morbili tetapi upaya eradikasi belum dapat direalisasikan. Di
Amerika Serikat pernah ada peningkatan insidensi campak pada tahun 1989-1991.
Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi,
termasuk anak-anak di bawah umur 15 bulan. Di Afrika dan Asia, campak masih
dapat menginfeksi sekitar 30 juta orang setiap tahunnya dengan tingkat kefatalan
900.000 kematian. Berdasarkan data yang dilaporkan ke WHO, terdapat sekitar
1.141 kasus campak di Afganistan pada tahun 2007. Di Myanmar tercatat
sebanyak 735 kasus campak pada tahun 2006.2
Morbili merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, sehingga
penularan penyakit ini dapat dicegah atau dikurangi. Tujuannya untuk mencegah
komplikasi dan atau mengurangi angka kematian.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Morbili merupakan penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 4
stadium, yaitu stadium inkubasi, prodromal ( kataral ), stadium eksantematosa dan
stadium penyembuhan, yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan
bercak koplik.1,2
Morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin), yang kemudian dalam
bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia dikenal
dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris, dan dalam bahasa
Indonesia penyakit ini disebut dengan penyakit campak. Morbili merupakan
penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan gejalagejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran
pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang
berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.1,2,3
2.2. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh golongan paramyxovirus (Anonim), yaitu
virus RNA dari famili Paramixofiridae, genus Morbillivirus. Hanya satu tipe
antigen yang diketahui. Selama masa prodromal dan selama waktu singkat
sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin.
Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia. Perubahan sitopatik,
tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi
intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.2,3,4

Penyebaran virus maksimal adalah dengan tetes semprotan selama masa


prodromal (stadium kataral). Penularan terhadap kontak rentan sering terjadi
sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada
hari ke 9-10 sesudah pemajanan (mulai fase prodromal), pada beberapa keadaan
awal hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.2,3

Gambar 2.1. Virus Morbili


2.3. EPIDEMIOLOGI
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita
morbili akan mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur
4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan berkurang sehingga si bayi
dapat menderita morbili. Bila sang ibu belum pernah menderita menderita morbili
ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus,
bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia
mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak
dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati anak yang kemudian meninggal
sebelum usia 1 tahun.2,3

2.4. PATOFISIOLOGI
Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan
proliferasi sel mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus disekitar kapiler.
Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan
konjungtiva. Penularannya secara droplet terutama selama stadium kataralis.
Umumnya menyerang pada usia 6 bulan sampai 5 tahun.1,2,3,4
Di kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel
rambut. Bercak koplik terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa
dengan bercak pada lesi kulit. Reaksi radang menyeluruh pada mukosa bukal dan
faring meluas kedalam jaringan limfoid dan membrana mukosa trakeobronkial.
Pneumonitis interstisial akibat dari virus campak mengambil bentuk pneumonia
sel raksasa Hecht. Bronkopneumoni dapat disebabkan oleh infeksi bakteri
sekunder.2,3,4

Gambar 2.2. Patofisiologi Morbili

Penelitian terbaru mengenai morbili, virus yang menjadi agen penyebab


diantaranya measles virus (MV), canine distemper virus (CDV), rinderpest virus
(RPV), Peste des petits ruminants virus (PPRV). Virus ini melakukan replikasi
pada organ limfoid yang kemudian menekan sistem imun yang ditandai dengan
limpopenia. CD46 merupakan molekul pertama yang ditemukan sebagai reseptor
morbili, CD46 juga sebagai reseptor in vivo. Virus ini kemudian memberi signal
ke limfosit yang selanjutnya akan mengaktivasi SLAM, yang diketahui juga
sebagai CD150 yang merupakan reseptor selular dari virus-virus ini. Protein
SLAM tidak hanya berfungsi sebagai co-reseptor untuk aktivasi limfosit dan/atau
adhesi, tetapi juga memiliki fungsi sebagai reseptor selular untuk jalan masuk
virus morbili (cellular entry receptors).4
2.5. GEJALA KLINIS1,2,3,5
Masa inkubasi sekitar 10-12 hari jika gejala-gejala prodromal pertama
dipilih sebagai waktu mulai, atau sekitar 14 hari jika munculnya ruam yang
dipilih, jarang masa inkubasi dapat sependek 6-10 hari. Kenaikan ringan pada
suhu dapat terjadi 9-10 hari dari hari infeksi dan kemudian menurun selama
sekitar 24 jam. Penyakit ini dibagi dalam 4 stadium, yaitu :
1. Masa Inkubasi
2. Stadium Kataral (Prodromal).
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas (38,5
C), malaise, batuk, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang
akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik
yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema.
Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang
ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula
halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi
ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai
influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang

besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan
penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.

Gambar 2.3. Kopliks Spot


3. Stadium Eksantematosa.
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di
palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik.

Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu


badan. Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul di
belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa
gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan
menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah
bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit
splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan
muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah black measles, yaitu morbili
yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

Gambar 2.4. Ruam Kemerahan (rash)


4. Stadium penyembuhan.
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi)

yang

lama-kelamaan

akan

hilang

sendiri.

Selain

hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik.
Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada
penyakit-penyakit lain dengan eritema dan eksantema ruam kulit menghilang
tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada
komplikasi.

10

Gambar 2.5. Stadium Konvalesensi (ruam hiperpigmentasi)

2.6. DIAGNOSIS BANDING2,5,6


1. German Measles.
Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar
di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.
2. Eksantema Subitum.
Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubeola infantum
(eksantema subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum
tampak ketika demam menghilang. Ruam rubella dan infeksi enterovirus
cenderung untuk kurang mencolok daripada ruam campak, sebagaimana tingkat
demam dan keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada banyak infeksi
ricketsia, ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas terlibat.
Tidak adanya batuk atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya
membantu mengenali penyakit serum atau ruam karena obat. Meningokoksemia
dapat disertai dengan ruam yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk

11

dan konjungtivitis biasanya tidak ada. Pada meningokoksemia akut ruam khas
purpura petekie. Ruam papuler halus difus pada demam skarlet dengan susunan
daging angsa di atas dasar eritematosa relatif mudah dibedakan.
2.7. KOMPLIKASI
Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai
akibat replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain2,3,4,6,7:

Otitis Media Akut : Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder.

Ensefalitis
Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita

campak atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus
campak hidup, pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif
dan sebagai Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE). Angka kejadian
ensefalitis setelah infeksi campak adalah 1 : 1.000 kasus, sedangkan ensefalitis
setelah vaksinasi dengan virus campak hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
SSPE jarang terjadi hanya sekitar 1 per 100.000 dan terjadi beberapa tahun setelah
infeksi dimana lebih dari 50% kasus-kasus SSPE pernah menderita campak pada
2 tahun pertama umur kehidupan. Penyebabnya tidak jelas tetapi ada bukti-bukti
bahwa virus campak memegang peranan dalam patogenesisnya. SSPE yang
terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.

Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus morbilia atau oleh Pneuomococcus,

Streptococcus, Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan


kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita
penyakit menahun misalnya tuberkulosis, leukemia dan lain-lain.

Kebutaan
Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi vitamin A

yang akhirnya dapat menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan.

Aktivasi tuberkulosis laten.

12

Lain-lain (jarang) : ensefalitis, miokarditis, tromboflebitis, sindrom GuillainBarre, dan lain-lain.

2.8. PENATALAKSANAAN2,3,7
Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk, dan
memperbaiki keadaan umum. Tindakan yang lain ialah pengobatan segera
terhadap komplikasi yang timbul:
1. Istirahat.
2. Pemberian makanan atau cairan yang cukup dan bergizi..
3. Medikamentosa :
- Antipiretik : parasetamol 7,5 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8jam.
- Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 100 mg tiap 2-6
jam, dosis maksimum 600 mg/hari.
- Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu,narcotic
antitussive (codein) tidak boleh digunakan.
- Mukolitik bila perlu.
- Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral
sangat bermanfaat.

2.9. PROGNOSIS2
Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk
bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila
ada komplikasi.

13

2.10 PENCEGAHAN
1. Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)
Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang
masih

dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat

dilakukan dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan


makanan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.4
2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah
seseorang terkena penyakit campak, yaitu :

Memberi

pelaksanaan imunisasi campak untuk semua bayi.


Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan

penyuluhan

kepada

pada semua anak berumur

masyarakat

mengenai

pentingnya

9 bulan sangat dianjurkan karena dapat

melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun.


3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini
mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian
pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat
progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan
kecatatan, yaitu :

Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk


sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak
pada ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan
melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari
pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat
mengurangi keterpajanan pasien

dengan

risiko tinggi lainnya.4

14

Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita


yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk.
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah

komplikasi.4
Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi
terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia,
ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel.

4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada
pencegahan tertier yaitu :

Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak


Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun
secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan
imunitas mereka.

IMUNISASI CAMPAK
a. Definisi
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit
tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah
suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi.
.Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya
menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakityang
serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman.
Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada
efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak
penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang
ditemukan.

15

Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan terhadap penyakit


campak sampai seumur hidup. Penyakit campak yang disebabkan oleh virus
yang ganas ini dapat dicegah jika seseorang mendapatkan imunisasi
campak,minimal dua kali yakni semasa usia 9 bulan - 59 bulan dan masa SD
(6 - 12tahun).
Upaya imunisasi campak tambahan yang dilakukan bersama dengan
imunisasi rutin terbukti dapat menurunkan kematian karena penyakit
campak sampai 48%. Tanpa imunisasi, penyakit ini dapat menyerang setiap
anak, dan mampu menyebabkan cacat dan kematian karena komplikasinya
seperti radang paru (pneumonia); diare, radang telinga (otitis media) dan
radang otak (ensefalitis) terutama pada anak dengan gizi buruk. Hingga kini
penyakitcampak masih menjadi penyebab utama kematian anak di bawah
umur 1 tahun dan Balita umur 1 - 4 tahun di Indonesia. Diperkirakan lebih
dari 30.000anak/tahun meninggal karena komplikasi campak. Selain itu,
campak berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) atau wabah.
Imunisasi adalah jalan utama untuk mencegah dan menurunkan angka
kematian anak-anak akibat campak.
Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi
aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau
dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibody
sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak.
Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi,
sehingga

kadar

antibodi

dalamtubuh

meningkat.

Contohnya

adalah

penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka
kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir
dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui
darah placenta selama masa kandungan,misalnya antibodi terhadap campak.

b. Jenis vaksin campak

16

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap


dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain
CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu
erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan
hanya dengan pelarut steril yang tersediasecara terpisah untuk tujuan
tersebut. Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.

Gambar 2. Vaksin MMR


Vaksin Campak beku-kering harus disimpan pada suhu dibawah 8C
(kalau memungkinkan di bawah 0 C) sampai ketika vaksin akandigunakan.
Tingkat stabilitas akan lebih baik jika vaksin (bukan pelarut)disimpan pada
suhu -20 C. Pelarut tidak boleh dibekukan tetapidisimpan pada kondisi sejuk
sampai dengan ketika akan digunakan.Vaksin harus terlindung dari sinar
matahari.
Jumlah pemberian imunisasi campak diberikan sebanyak 2 kali; 1kali di
usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1
sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan,
penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan
belum mendapatkan imunisasi campak,maka pada usia 12 bulan harus
diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella). Vakin ini diberikan secara
intramuscular. Lokasi penyuntikannya sebaiknya pada daerah paha anak.
Vaksin campak yang telah dilarutkan hanya dapat bertahan selama 3 jam,
setelah itu tidak dapat digunakan lagi.
Efek samping dari vaksinasi ini , yaitu demam ringan dan kemerahan
selama 3 hari yang dapat terjadi 8 - 12 hari setelah vaksinasi. Terjadinya

17

Encephalitis setelah vaksinasi pernah dilaporkan yaitu dengan perbandingan


1 kasus per 1 juta dosis yang diberikan.
Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin
campak. Walaupun berlawanan penting untuk mengimunisas ianak yang
mengalami malnutrisi. Demam ringan, infeksi ringan pada saluran nafas atau
diare, dan beberapa penyakit ringan lainnya jangan dikategorikan sebagai
kontraindikasi. Kontraindikasi terjadi bagi individu yang diketahui alergi
berat terhadap kanamycin dan erithromycin. Karena efek vaksin virus
campak hidup terhadap janin belum diketahui, maka wanita hamil termasuk
kontraindikasi. Vaksin Campak kontraindikasi terhadap individu-individu
yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga
menderita gangguan respon imun karena leukimia, lymphoma atau
generalized malignancy. Bagaimanapun penderita HIV, baik yang disertai
gejala ataupun tanpa gejala harus diimunisasi vaksin campak sesuai jadwal
yang ditentukan.
KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KNPP
KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1
bulan setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat
mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan 42
hari (infeksi virus campak vaccine- strain pada pasien imunodefisiensi pasca
vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain pada
resipien nonimunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang
(adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung
vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek
samping (side-effects), interaksi obat,intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi
alergi yang umumnya secaraklinis sulit dibedakan. Efek farmakologi, efek
samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri,

18

sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap unsure


vaksindengan latar belakang genetic. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein
telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan
preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat
dibagimenjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi
lainnya.Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya. Gejala
lokal antara lain Abses pada tempat suntikan, Limfadenitis, reaksi lokal lain yang
berat, misalnya selulitis. Gejala sistemik seperti kelumpuhan akut, enfalopati,
ensefalitis, kejang, dan meningitis, urtikaria, dermatitis, edema, reaksi anafilaksis,
Syok anafilaksis, artralgia, demam tinggi >38,5C, episode hipotensifhiporesponsif, osteomielitis, sindrom syok septis.

JADWAL IMUNISASI 2010


REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA (IDAI)

19

20

21

BAB V
KESIMPULAN

Penyakit campak disebabkan oleh virus morbilli. Tanda khasnya berupa


Koplik spot di selaput lendir pipi, dan rash kulit yang muncul pada hari ke 14
setelah terpapar virus campak.Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan
terhadap penyakit campak sampai seumur hidup. Penyakit campak yang
disebabkan oleh virus yang ganas ini dapat dicegah jika seseorang mendapatkan
imunisasi campak. Jumlah pemberian imunisasi campak diberikan sebanyak 2
kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak
ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan,
penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan
belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus
diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella).

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Marcdante K, et al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke enam.


Campak (RUBEOLA). Singapore: Elsevier, 2011. P.402-407.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak,
Edisi I. Jakarta: IDAI, 2004.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar Penyakit Infeksi Tropis. Jakarta:
IDAI, 2004.
4. Sannat C, Chandel BS, Chauhan HC, dadawala AI. Morbilli virus and
SLAM/CD 150 Receptors. International Journal of Pharmaceutical Research
and Bio-science.Volume 1 (4) : 19-41, 2012.
5. Penyakit Tropik dan Infeksi Anak. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III Jilid
FKUI 2000.
6. Atom. Campak. http://www.Medlinux.blogspot.com. [diakses 22 Juli 2016]
7. Haryowidjojo. Demam Campak. Http://www.Pediatrik.com. [diakses 22 Juli
2016]

23

Anda mungkin juga menyukai