Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

Sejak tahun 1950-an, stem cell mulai menarik minat peneliti di seluruh
dunia, yaitu sejak ditemukannya sel yang menyusun sumsum tulang yang dapat
membentuk semua jenis sel darah pada manusia yang selanjutnya disebut stem
cell hematopoietic. Stem cell itulah yang berperan sebagai awal mula
pertumbuhan sel dalam menyusun tubuh manusia secara keseluruhan. 2 Stem cell
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi sel punca yang berarti awal mula.
Penyakit jantung merupakan masalah kesehatan endemik terbesar di dunia.
Terlepas dari pertimbangan klinis dan usaha yang besar pada dekade terakhir ini
dan perkembangan obat-obatan baru dan terapi bedah, mortalitas dan morbiditas
tetap sangat tinggi. Karena keterbatasan potensial sel miokard untuk memperbaiki
dan memperbarui dirinya sendiri, maka sejumlah proporsi otot jantung secara
signifikan kehilangan kemampuannya untuk bekerja, dan kehilangan ini mungkin
menjadi faktor terpenting pada kejadian gagal jantung yang timbul pada pasien
dengan penyakit coronary artery dan dilatasi kardiomiopati.1
Penyakit jantung, termasuk infark miokard dan iskemi merupakan
penyakit yang berhubungan dengan kehilangan yang permanen dari kardiomiosit
dan vaskuler, baik dengan cara apoptosis ataupun nekrosis. Kemampuan alami
tubuh untuk memperbaki dan memperbarui jaringan miokard tidak efektif seperti
yang terjadi pada terapi yang saat ini dipergunakan untuk mencegah remodeling
dari ventrikel kiri. Transplantasi sel, yang secara langsung bertujuan untuk
mempopulasikan jaringan memberikan metode terapi yang dapat digunakan untuk
memperbaiki jaringan miokard yang rusak.2
Sampai akhir-akhir ini, metode reperfusi untuk iskemik miokard
merupakan satu-satunya intervensi yang tersedia untuk mengganti beragam fungsi
selular yang terimbas oleh iskemi miokard, termasuk mencegah kematian sel
karena proses nekrosis atau apoptosis. Metode reperfusi menghasilkan kerusakan

miokard yang luas, termasuk miokard stunning, dan pemulihan jantung dapat
muncul hanya setelah periode disfungsi kontraktile yang dapat memakan waktu
berjam-jam sampai beberapa hari. Hal ini merupakan bukti bahwa keterbatasan
kapasitas regenerasi dan proliferasi dari kardiomiosit manusia tidak dapat
mencegah pembentukan formasi scar yang mengikuti infark miokard maupun
kehilangan dari fungsi jantung yang muncul pada pasien dengan gagal jantung
dan kardiomiopati. Fungsi penggantian dan regenarasi otot jantung merupakan
tujuan akhir yang sangat penting, yang dapat didapatkan baik dengan menstimulus
autologous kardiomiosit resident atau dengan trasplantasi sel allogenic ( contoh :
stem sel embrionik, sel mesenchym sumsum tulang, atau myoblast tulang).1
Miokardium, yang terdiri atas banyak kardiomiosit, merupakan jenis sel
yang sudah tidak dapat berdiferensiasi lagi. Respons sel tersebut terhadap cedera
berupa Studi terbaru menyatakan bahwa terdapat sistem perbaikan alamiah dari
miosit yang mengalami kerusakan, akan tetapi mekanisme itu tidak bekerja pada
kerusakan sel yang lebih lanjut.6 Dengan demikian potensi terapi stem cell dalam
mengatasi kerusakan sangat menjanjikan walaupun, penggunaannya sangatlah
rumit. Dalam mengatasi defisit miosit terkait dengan kerusakan yang terjadi, tidak
hanya diperlukan regenerasi sel dalam skala besar, tetapi diperlukan kontraksi
yang sinkron secara elektromekanis dari sel-sel yang telah diregenerasi.hipertrofi
namun tidak mengalami hiperplasia. Studi terbaru menyatakan bahwa terdapat
sistem perbaikan alamiah dari miosit yang mengalami kerusakan, akan tetapi
mekanisme itu tidak bekerja pada kerusakan sel yang lebih lanjut. 6 Dengan
demikian potensi terapi stem cell dalam mengatasi kerusakan sangat menjanjikan
walaupun, penggunaannya sangatlah rumit. Dalam mengatasi defisit miosit terkait
dengan kerusakan yang terjadi, tidak hanya diperlukan regenerasi sel dalam skala
besar, tetapi diperlukan kontraksi yang sinkron secara elektromekanis dari sel-sel
yang telah diregenerasi.
Penyakit degeneratif mengakibatkan kerusakan di tingkat sel yang bersifat
irreversible, sehingga terapi konvensional tidak dapat mengatasinya secara
sempurna. Selama ini terapi hanya berperan dalam memperlambat maupun
mencegah kerusakan jaringan/organ yang lebih luas.2 Dengan demikian melalui

aplikasi stem cell secara klinis, diharapkan dapat menjadi jawaban dalam
mengatasi kerusakan sel yang irreversible.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infark Miokard


2.1.1 Definisi
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal,
disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus
atau embolus. Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena
trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh
embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat
disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan
oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vasokonstriksi pembuluh darah dapat
disebabkan obat-obatan seperti kokain.1
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.2 Klinis
sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria
35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan.
Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri
koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri
koroner kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri
sirkumfleks

kiri. Arteri

desendens

anterior

kiri

berjalan

pada

sulkus

interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada


sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri
koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah .

Gambar 2.1 Anatomi Pembuluh Darah Koroner


2.1.2 Epidemiologi
Di dunia, terdapat sekitar 50 juta kematian akibat penyakit kardiovaskular
setiap tahunnya, dengan 39 juta di antaranya berasal dari negara berkembang.
WHO memprediksi pada tahun 2030 kematian akibat penyakit jantung akan terus
meningkat serta menempati peringkat pertama penyebab kematian di dunia
sebesar 14,2%.3 Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
2010, penyakit kardiovaskular menempati peringkat pertama dari sepuluh
penyakit terbanyak di Indonesia. Infark miokard tercatat sebagai salah satu
penyakit kardiovaskuler yang sering terjadi. Selain itu, infark miokard juga
tercatat sebagai penyebab utama gagal jantung kongestif dan kematian.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, ditemukan bahwa kematian akibat
infark miokard 5,1%.3

Infark miokard akut merupakan sindrom klinis dengan dua dari tiga
kombinasi karakteristik yaitu gejala tipikal infark miokard (nyeri maupun
ketidaknyamanan dada), peningkatan kadar enzim jantung, dan perubahan
gambaran elektrokardiogram yang mendeskripsikan suatu infark termasuk
gambaran Q patologis.4 Semua karakteristik itu menggambarkan daerah infark di
jantung (miokard) akibat berkurangnya suplai darah ke area tersebut. Akibatnya,
akan terjadi kerusakan miokard secara progresif dan irreversible, yang dapat
menyebabkan gagal jantung hingga kematian.5
2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau
diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan
oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal
tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal
ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4. a. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya
troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous
coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5. Infark miokard tipe 5

Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah,
yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner
meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum
usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik.2 Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas
kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial,
konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik. 3
Wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih
lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan
dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki
ketika berusia muda. Wanita agaknya relative kebal terhadap penyakit ini sampai
menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga
karena adanya efek perlindungan estrogen Abnormalitas kadar lipid serum yang
merupakan

faktor

resiko

adalah

hiperlipidemia.

Hiperlipidemia

adalah

peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The
National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL
sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary
Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga
menurunkan mortalitas akibat infark miokard.3
2.1.4 Patogenesis
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis
ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lamakelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen
menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat
penyumbatan terjadi. 5
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan
aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury

bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi
molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator,
anti-trombotik

dan

anti-proliferasi.

Sebaliknya,

disfungsi

endotel

justru

meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang


berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.5
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.
Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di
sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol
LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel
busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot
polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini
mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi
ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit
ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau
ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma
menyebabkan oklusi arteri .5
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi
plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark
miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan
keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri
koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.5
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan
miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis,
biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung
menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang
disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan
kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.5
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,
fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa
menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam

lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel
menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi
membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.
Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20
menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark
miokard.5
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri
koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).
Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena
dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan
kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat.5
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur
plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi
menyeluruh lumen arteri koroner.5
Infark

miokard

dapat

bersifat

transmural

dan

subendokardial

(nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner


yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot
jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark
miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian
nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda.
2.1.5 Gejala Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi
lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
ataupun pemberian nitrogliserin.8 Angina pektoris adalah jeritan otot jantung
yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen
miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang
dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor

10

pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan
terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan
peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika
pasien sedang beristirahat.5
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat
dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal
ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun
tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya
terasa dingin.7
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat (Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan
stroke volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi
cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat.
Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal
selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah
kembali normal.5
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang
melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar
pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung.
Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara
jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi
ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction
rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI.6
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu :
1. Adanya nyeri dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian
nitrat biasa.
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan

11

elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak
terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen
ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.7
3. Peningkatan petanda biokimia.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran
limfatik.5 Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan
protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut
antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine
kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CAIII),
myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT).
7

Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark

miokard.6

12

Tabel 2.1. Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG


2.2 Stem Cell/ Sel Punca
Sel Punca atau stem cell adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi dan
mempunyai kemampuan/potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel-sel
yang spesifik yang membentuk berbagai jaringan tubuh. Agar dapat disebut
sebagai stem cell, terdapat karakteristik yang mesti dipenuhi yaitu belum
berdiferensiasi, mampu memperbanyak diri, dan dapat berdiferensiasi menjadi
lebih dari satu jenis sel (multipoten/pluripotent). Sel tersebut tidak hanya berasal
dari embrio maupun fetus, tetapi dapat berasal dari berbagai bagian tubuh. Stem

13

cell diklasifikasikan berdasarkan asalnya, jenis organ/jaringan asal, penanda


permukaan, dan hasil akhir diferensiasi.2

Gambar 2. 1 Sifat/karakter sel punca yaitu differentiate dan self regenerate/renew


Sel Punca mempunyai 2 sifat yang khas yaitu:
1.Differentiate yaitu kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi sel lain. Sel
Punca mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel yang khas (spesifik)
misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel pankreas dan lain-lain
2.Self regenerate/self renew yaitu kemampuan untuk memperbaharui atau
meregenerasi dirinya sendiri. Stem cells mampu membuat salinan sel yang persis
sama dengan dirinya melalui pembelahan sel.
Berdasarkan pada kemampuannya untuk berdifferensiasi sel punca
dikelompokkan menjadi:
1.Totipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi semua jenis sel.
Yang termasuk dalam sel punca totipoten adalah zigot dan morula. Sel-sel ini
merupakan sel embrionik awal yang mempunyai kemampuan untuk membentuk
berbagai jenis sel termasuk sel-sel yang menyusun plasenta dan tali pusat.

14

Karenanya sel punca kelompok ini mempunyai kemampuan untuk membentuk


satu individu yang utuh.
2.Pluripoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi 3 lapisan
germinal (ektoderm, mesoderm, dan endoderm) tetapi tidak dapat menjadi
jaringan ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk sel punca
pluripoten adalah sel punca embrionik (embryonic stem cells).
3.Multipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai jenis
sel misalnya sel punca hemopoetik (hemopoetic stem cells) yang terdapat pada
sumsum tulang yang mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi
berbagai jenis sel yang terdapat di dalam darah seperti eritrosit, lekosit dan
trombosit. Contoh lainnya adalah sel punca saraf (neural stem cells) yang
mempunyai kemampuan berdifferensiasi menjadi sel saraf dan sel glia.
4.Unipotent yaitu sel punca yang hanya dapat berdifferensiasi menjadi 1 jenis sel.
Berbeda dengan non sel punca, sel punca mempunyai sifat masih dapat
memperbaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/self renew) Contohnya
erythroid progenitor cells hanya mampu berdifferensiasi menjadi sel darah merah.
Adapun jenis-jenis stem cell yang mempunyai potensi berperan pada
terapi sel jantung, yaitu:
1. Stem Cell Embrionik
Merupakan stem cell yang diperoleh dari massa sel dalam (inner cell mass)
dari embrio mamalia pada tahap blastosis. Massa sel dalam tersebut terbentuk saat
embrio berusia 3-5 hari, yaitu saat pembentukan blastosis dan akan terimplantasi
ke
2. Stem Cell Dewasa
Stem cell dewasa merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan kadangkadang ditemukan dalam keadaan inaktif, di jaringan dengan fungsi spesifik
dalam tubuh.2 Stem cell tersebut memiliki kapasitas diferensiasi terbatas bila
dibandingkan
dengan stem cell embrional. Sel tersebut hanya dapat berdiferensiasi menjadi
beberapa jenis sel yang umumnya segolongan seperti stem cell hematopoietik,
jantung, jaringan saraf, mesenkimal (osteosit, kondrosit, adiposit, dan berbagai

15

jenis sel penyusun jaringan ikat), kulit, dan sebagainya. Walaupun demikian, pada
beberapa golongan, dapat terjadi transdiferensiasi, yaitu diferensiasi di luar
golongan tersebut.9 Sebagai contoh, sel dari derivate jaringan adiposa dapat
mengalami transdiferensiasi menjadi sel dengan karakteristik menyerupai
kardiomiosit. Teknik isolasi stem cell dewasa juga sulit karena konsentrasinya
sangat rendah dibandingkan
dengan sel-sel di sekitarnya yang telah matur sehingga dapat menurunkan
kemampuan multiplikasi stem cell.11 Meskipun demikian, stem cell jenis ini
memiliki risiko yang jauh lebih kecil dalam mengalami diferensiasi menjadi
keganasan bila dibandingkan dengan stem cell embrionik. Hal tersebut menjadi
tantangan tersendiri dalam mengembangkan stem cell dengan gabungan kelebihan
dari masing-masing karakteristik stem cell embrionik dan dewasa.
2.3 Aplikasi Stem Cell Pada Infark Miokard
Tujuan utama dalam aplikasi stem cell ialah untuk regenerasi sel yang
telah rusak yaitu untuk menggantikan kardiomiosit. Untuk mencapai hasil yang
optimal, tentunya harus dapat menjawab pertanyaan mendasar seperti jenis stem
cell, jumlah yang dipakai, metode isolasi dan penyimpanan sel yang tepat, rute
administrasi, serta waktu yang tepat.
Jenis stem cell yang dipilih adalah stem cell derivat sumsum tulang yang
diisolasi dari aspirat sumsum tulang paling banyak digunakan karena tingkat
aplikabilitasnya yang tinggi, tidak membutuhkan ekspansi secara in vitro, dan
yang paling penting yaitu mampu berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel.

10

Stem cell mesenkimal juga cukup menjanjikan karena berpotensi mengalami


transdiferensiasi menjadi kardiomiosit serta lebih ditoleransi oleh sistem imun
sehingga risiko penolakan transplantasi sangat rendah.
Miokard terdiri atas sekitar 20 juta kardiomiosit per gram per jaringan. 43
Rerata ventrikel kiri mempunyai berat kurang lebih 200 gram, sehingga jumlah
kardiomiositnya mencapai kira-kira 4 milyar. Agar infark dapat mengakibatkan
gagal jantung, diperlukan kematian sekitar 25% dari ventrikel, 4 sehingga defisit
miosit oleh infark yang dapat mengakibatkan gagal jantung berjumlah sekitar 1
milyar kardiomiosit. Oleh karena itu diperlukan jumlah sel yang sama disertai

16

sinkronisasi elektromekanik dari jantung inang.


Pada 48 jam pertama pasca-infark miokard, akan terjadi debridemen dan
pembentukan matriks fibrin sebelum fase penyembuhan dimulai. 45 Setelah 3-4
hari pertama sel infark mengalami adhesi, molekul konsentrasi akan lebih
menstimulasi stem cell yang ditransplan, ke dalam proses inflamasi dibandingkan
pembentukan miokardium yang fungsional.6 Tujuh hari setelah infark miokard,
konsentrasi VEGF mencapai puncaknya, sementara molekul konsentrasi adhesi
akan menurun. Setelah 2 minggu pembentukan jejas terkait infark, manfaat stem
cell dalam regenerasi akan menurun, sehingga waktu aplikasi stem cell yang
paling tepat ialah antara 7-14 hari pasca-infark miokard. 7 Hal tersebut sesuai
dengan studi REPAIR-AMI, bahwa pasien yang ditransplantasikan stem cell
sampai hari ke-4 pasca-infark miokard, tidak menghasilkan manfaat. 3 Sementara
pada pasien yang ditransplantasikan pada hari ke 4-8 menunjukkan peningkatan
ejeksi fraksi. Meskipun demikian, masih diperlukan studi yang lebih lanjut terkait
hal ini.
Untuk pemrosesan sel diperlukan standardisasi protokol isolasi stem cell
yang merupakan bagian dari faktor mayor dalam mendukung optimalisasi terapi
stem cell. Pada studi ASTAMI yang menggunakan protokol dengan teknik
penyimpanan menggunakan NaCl + plasma, ditemukan bahwa terdapat penurunan
jumlah total sel, colony-forming units (CFU), dan kapasitas stem cell yang
bermigrasi terkait stimulasi SDF, bila dibandingkan studi REPAIR yang
menggunakan protokol Ficoll dan teknik penyimpanan dalam 10 medium X-vivo
+ serum.48 Berdasarkan hal itu, masih diperlukan pengkajian lebih lanjut untuk
menemukan protokol yang terbaik dalam optimalisasi terapi stem cell.
Metode aplikasi stem cell yang umum digunakan ialah melalui pendekatan
transvaskuler yang cocok untuk terapi infark yang akan mengantarkan jumlah sel
dalam jumlah besar menuju area jejas. Sel diantarkan menuju lumen sentral
melalui inflasi balon kateter dalam memaksimalkan waktu kontak antara sel
dengan sistem mikrosirkulasi arteri yang terkait area infark. Teknik itu mudah
dilakukan dalam waktu kurang dari sejam dan dapat membuat sel bertahan di area
infark. Metode aplikasi stem cell dengan injeksi langsung ke area infark sulit
dilakukan karena memerlukan operasi terbuka di dada.9

17

Metode aplikasi intravena lebih efektif karena dapat mencapai jaringan


dan pembuluh di sekitar area infark. Sel tidak hanya mencapai area infark saja,
namun menjangkau area yang mengalami jejas sebelumnya dan tidak terdeteksi
radiografi, sehingga dapat mencegah masalah yang mungkin timbul di masa depan
di area tersebut.
2.4 Mekanisme Perbaikan Miokard dengan Stem Cell
Mekanisme perbaikan jaringan rusak melalui aplikasi stem cell terdiri atas
dua jenis, yaitu diferensiasi stem cell dan produksi faktor pertumbuhan stem cell.2
Telah banyak studi yang membuktikan bahwa transplantasi stem cell seperti stem
cell sumsum tulang dalam penanganan infark miokard mampu meningkatkan
fungsi ventrikel dan mengurangi area infark sehingga dapat menghambat
remodeling. Meskipun demikian, masih menjadi kontroversi apakah hal itu terjadi
sebagai efek langsung dari diferensiasi atau karena penggabungan sel dengan
kardiomiosit. Hal tersebut karena diperlukan sekitar 1 milyar kardiomiosit dalam
mengatasi defisit miosit akibat infark yang dapat menginduksi gagal jantung. Di
sisi lainnya, peningkatan fungsi ventrikel terjadi hanya dalam waktu 72 jam
setelah transplantasi, terjadi sangat dini dalam proses regenerasi. 4 Oleh karena itu,
masih perlu pengkajian lebih dalam mengenai hal ini.
Mekanisme perbaikan jaringan yang kedua yaitu melalui produksi faktor
pertumbuhan sel terkait dengan masih adanya stem cell yang berada di jantung
setelah 2 minggu implantasi. Hal itu mengarahkan pada hipotesis adanya peran
sekresi sitokin dan faktor pertumbuhan dari stem cell dalam proses regenerasi
jaringan. Melalui komunikasi sel parakrin, sitokin, dan faktor pertumbuhan yang
telah disekresikan stem cell, berperan dalam melindungi kardiomiosit dari
apoptosis sel, menginduksi proliferasi kardiomiosit, dan merekrut stem cell
kardiak yang telah ada sebelumnya.4 Sitokin dan faktor pertumbuhan tersebut
seperti IL-3, IL-8, stem cell factor (SCF), granulocyte-macrophage-colony
stimulating factor (GM-CSF), dan flt3 ligan (FL). 4 Melalui kedua mekanisme
perbaikan jantung tersebut, stem cell terbukti berperan dalam meningkatkan serta
memperbaiki fungsi jantung.

18

BAB III
KESIMPULAN

19

Penanganan infark miokard akut tidak hanya terbatas pada terapi


konvensional dalam melakukan reperfusi namun regenerasi miokard yang telah
mengalami kerusakan irreversibel. Regenerasi miokard dilakukan untuk
mencegah gagal jantung dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas hidup
pasien. Usaha tersebut dicapai melalui aplikasi stem cell.
Jenis stem cell yang paling banyak digunakan pada terapi infark miokard
ialah stem cell derivat sumsum tulang karena aplikabilitasnya yang tinggi, tidak
membutuhkan ekspansi secara in vitro, dan mampu berdiferensiasi menjadi
berbagai jenis sel. Metode aplikasi yang paling sesuai ialah melalui pendekatan
transvaskuler. Meskipun demikian, masih perlu dilakukan studi yang mendalam
terkait optimalisasi terapi stem cell di masa yang akan datang.

Daftar Pustaka

20

1. Bongso A, Richard M. History and perspective of stem cell. Best practice and
research clinical obstetrics and gynaecology. 2004;18(6):827-42.
2. Halim D, Murti H, Sandra F, Boediono A, Djuwantono T, Setiawan B. Stem
cell-dasar teori & aplikasi klinis. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2010.
3. Atsari AG. Potensi human adult mesenchymal stem cells sebagai terapi
pencegahan remodeling pada stadium pemulihan infark miokard. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kedokteran Indonesia. 2012;I:24-5.
4. Ferguson JL, Beckett GJ, Stoddart M, Walker SW, Fox KAA. Myocardial
infarction redefined: the new ACC/ASC definition, based on cardiac troponin,
increases the apparent incidence of infarction. Heart. 2002;88(4):343-7.
5. Roger VL. Epidemiology of myocardial infarction. Med Clin North Am.
2007;91:537.
6. Perin EC. Stem cell therapy for cardiovascular disease. Tex Heart Inst J.
2006;33(2):204-8.
7. Tany J. Recent progressions in Stem cell research: breakthroughs achieved and
challenge faced. Acta Med Indones. 2009;41(1):30-1.
8. Parmacek MS. Cardiac stem cells and progenitors: developmental biology and
therapeutic challenges. Transactions of The American Clinical and Climatological
Association. 2006;117:239-40.
9.Gersh BJ, Simari RD, Behfar A, Terzic CM, Terzic A. Cardiac cell repair
therapy: a clinical perspective. Mayo Clin Proc. 2009;84(10):876-92.
10. Shah VK, Shalia KK. Stem cell therapy in acute myocardial infarction: a pot
of gold or pandoras box. Stem Cells International. 2011:1-20.
11. Kim YJ. Culture of umbilical cord and cord blood derived stem cells. Dalam
Freshney RI, Stacey GN, Auerbach JM (editor). Culture of Human Stem Cells.
Wiley Interscience; 2007.
12. Oh H, Bradfute SB, Gallardo TD, Nakamura T, Gaussin V, Mishina Y.
Cardiac progenitor cells from adult myocardium: homing, differentiation, and
fusion after infarction. Proc Natl Acad Sci USA. 2003;100:12313-8.

21

13. Beltrami AP, Barluchi L, Torella D. Adult cardiac stem cells are multipotent
and support myocardial regeneration. Cell 2003;114(6):763-76.
14. Messina E, De Angelis L, Frati G. Isolation and expansion of adult cardiac
stem cells from human and murine heart.Circulation Research. 2004;95(9):91121.
15. Wang X, Hu Q, Nakamura Y. The role of the Sca- 1/CD31 cardiac progenitor
cell population in postinfarction left ventricular remodeling. Stem Cells.
2006;24(7):1779-88.
16. Buckingham M, Montarras D. Skeletal muscle stem cells. Current opinion in
genetics and development. 2008;18(4):330-6.
17. Menasch P, Hagge AA, Vilquin JT. Autologous skeletal myo- blast
transplantation for severe postinfarction left ventricular dysfunction. J Am Coll
Cardiol. 2003;41(7):1078-83.
18. Dib N, Dinsmore J, Lababidi Z, et al. One-year follow-up of feasibility and
safety of the first US, randomized, controlled study using 3-dimensional guided
catheter-based delivery of autologous skeletal myoblasts for ischemic
cardiomyopathy (CAuSMIC study). JACC Cardiovasc Interv. 2009;2(1):9-16.
19. Menasche P. Skeletal myoblasts and cardiac repair. Journal of Molecular and
Cellular Cardiology. 2008;45(4):545-53.
20. Kern S, Eichler H, Stoeve J, Kluter H, Bieback K. Comparative analysis of
mesenchymal stem cells from bone marrow, umbilical cord blood, or adipose
tissue. Stem Cells. 2006;24:1294-301.
21. Schuleri KH, Amado LC, Boyle AJ. Early improvement in cardiac tissue
perfusion due to mesenchymal stem cells. Am J Physiol Heart Circ Physiol.
2008;294(5):2002-11.
22. Sardjono CT, Frisca, Prawiro W, Setiawan B, Sandra F. The secrets of Stem
cell therapy for myocardial infarction. CDK 2009;36:177-9.
23. Peichev M, Naiyer AJ, Pereira D. Expression of VEGFR-2 and AC133 by
circulating human CD34 (+) cells identifies a population of functional endothelial
precursors. Blood 2000;95(3):952-8.

22

24. Young PP, Vaughan DE, Hatzopoulos K. Biologic properties of endothelial


progenitor cells and their potential for cell therapy. Progress in Cardiovascular
Diseases. 2007;49(6):421-49.
25. Jujo K, Ii M, Losordo DW. Endothelial progenitor cells in neovascularization
of infarcted myocardium. Journal of Molecular and Cellular Cardiology
2008;45(4):530-44.
26. Kim BO, Tian H, Prasongsukarn K. Cell transplantation improves ventricular
function after a myocardial infarction: a preclinical study of human unrestricted
somatic stem cells in a porcine model. Circulation. 2005;112(9) (suppl):I96-I104.

Anda mungkin juga menyukai