Anda di halaman 1dari 20

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik

: Mengenali dan Mencegah Penyakit Tidak Menular (Hipertensi, Stroke dan

Diabetes)
Sasaran

: Masyarakat Dukuh Ngentak, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman

Tempat: 4 Rumah warga Dusun Ngentak


Hari, tanggal : Kamis, 10 Desember 2015 dan 22 Desember 2015
Waktu
I.

: 16.30-17.00 WIB

Tujuan instruksional umum


Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan masyarakat mampu mengenali dan
mencegah penyakit tidak menular (hipertensi, stroke dan diabetes).

II.

Tujuan instruksional khusus


1. Masyarakat mampu mengenali dan memahami pengertian Hipertensi, Stroke dan
Diabetes
2. Masyarakat mampu mengenali dan memahami penyebab Hipertensi, Stroke dan
Diabetes
3. Masyarakat mampu mengenali dan memahami gejala Hipertensi, Stroke dan Diabetes
4. Masyarakat mampu mengenali pencegahan Hipertensi, Stroke dan Diabetes
5.
Kisi-kisi materi

III.

Pengertian Penyakit Tidak Menular

Pengertian Hipertensi, Stroke dan Diabetes

Faktor penyebab Hipertensi, Stroke dan Diabetes

Tanda dan gejala Hipertensi, Stroke dan Diabetes

Pencegahan Hipertensi, Stroke dan Diabetes

IV.

Pendekatan
Deduktif

V.

Metode

VI.

Ceramah

Media
Leaflet

VII.

Proses Pelaksanaan Kegiatan


No

Kegiatan

1.

Pembukaan

2.

Respon Keluarga

Memberi salam

Menjawab salam

Memperkenalkan diri

Mendengarkan

Menyampaikan pokok bahasan

Mendengarkan

Menyampaikan tujuan

Mendengarkan

Waktu

5 menit

Isi

Memberikan penyuluhan meliputi:

Pengertian penyakit tidak menular


Pengertian

Hipertensi,

Stroke

20 menit
Mendengarkan
dan Mendengarkan

Diabetes
Faktor penyebab Hipertensi, Stroke dan Mendengarkan
Diabetes
Tanda dan gejala Hipertensi, Stroke dan Mendengarkan
Diabetes
Pencegahan Hipertensi, Stroke dan Mendengarkan
Diabetes

3.

Memberikan kesempatan untuk bertanya Mengajukan pertanyaan

dan diskusi
Penutup

Kesimpulan

Mendengarkan

Evaluasi

Menjawab

5 menit
pertanyaan

dengan benar

Memberikan reinforcement positif

Mendengarkan

Memberikan salam penutup

Menjawab salam

VIII. Evaluasi
1. Jelaskan pengertian penyakit tidak menular

2.
3.
4.
5.
IX.

Jelaskan pengertian hipertensi dan stroke


Jelaskan tanda dan gejala stroke dan diabetes
Jelaskan faktor penyebab hipertensi dan diabetes
Jelaskan cara pencegahan hipertensi, stroke dan diabetes

Materi
Penyakit Tidak Menular
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh

proses infeksi (tidak infeksius) dan tidak dapat berpindah dari satu orang ke orang lain.
Faktor risiko penyakit tidak menular dipengaruhi oleh kemajuan era globalisasi yang telah
mengubah cara pandang penduduk dunia dan melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru yang
tidak sesuai dengan gaya hidup sehat (Maryani dan Rizki, 2010). WHO membagi NCD
menjadi 4 Jenis, yaitu:
1. Penyakit kardiovaskular (berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah)
2. Penyakit pernapasan kronis (berhubungan dengan paru-paru dan semua bagian sistem
pernapasan)
3. Kanker
4. Diabetes
A. Hipertensi
1 Pengertian hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg
(Smeltzer & Bure, 2002).
2. Klasifikasi hipertensi
a. Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu
1) Hipertensi primer (esensial)
Adalah

suatu

peningkatan

persisten

tekanan

arteri

yang

dihasilkan

oleh

ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak diketahui


penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi (Wibowo, 1999).
2) Hipertensi sekunder
Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi
ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi. (Wibowo,
1999).
b. Berdasarkan bentuk hipertensi, yaitu
1) Hipertensi diastolik (diastolic hypertension)

Peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan
pada anak-anak dan dewasa muda.
2) Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi)
Peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol.
3) Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension)
Peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya
ditemukan pada usia lanjut.
(Ismudiati, 2003)
3. Kategori hipertensi
WHO membagi hipertensi sebagai berikut:
Tabel 1
Klasifikasi Tekanan Darah Menurut WHO
Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Normal

140

90

Borderline

140-159

90-94

Hipertensi definitif

160

95

Hipertensi ringan

160-179

95-140

JNC/ DETH membuat klasifikasi sebagai berikut:


Tabel 2.2
Klasifikasi Tekanan Darah Usia >18 Tahun
Kategori

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Normal

<130

<85

Normal tinggi

130-139

85-89

Hipertensi:

140-159

90-99

Stadium 1

160-179

100-109

Stadium 2

180-209

110-119

Stadium 3

>210

>120

Stadium 4

4.Faktor-faktor penyebab hipertensi


a. Usia
Angka kejadian hipertensi semakin meningkat diiringi dengan meningkatnya usia. Ini
sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung,
pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan
menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Tambayong, 2000).
Penyakit hipertensi akan meningkat sejalan bertambahnya usia, dari 5% pada usia 20 menjadi
45% pada usia 70 tahun. (Stein, 2001).
Diperkirakan 2/3 dari pasien hipertensi yang berumur lebih dari 60 tahun akan
mengalami payah jantung kongestif, infark miokard, stroke diseksi aorta dalam lima tahun
bila hipertensinya tidak diobati (Tjokronegoro, 2001). Satu dari lima pria berusia diantara 3540 tahun memiliki tekanan darah yang tinggi. Angka prevalensi tersebut menjadi dua kali
lipat pada usia antara 45-54 tahun. Sebagian dari mereka yang berusia 5564 tahun
mengidap penyakit ini. Pada usia 65-74 tahun prevalensinya menjadi lebih tinggi lagi sekitar
60% menderita hipertensi (Vitahealth, 2004).
b. Jenis kelamin
Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada usia
pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita akan meningkat, sehingga pada usia diatas 65
tahun, insiden pada wanita lebih tinggi (Tambayong, 2000). Perbandingan antara pria dan
wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan sugiri di Jawa
Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari
Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan
Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan
Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita (Tjokronegoro, 2001).
c. Obesitas
Obesitas adalah ketidak seimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi
yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan sub kutan tirai usus, organ vital jantung, paru
dan hati) yang menyebabkan jaringan lemak in aktif sehingga beban kerja jantung meningkat.
Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan sebesar 20% atau lebih dari berat
badan ideal. Obesitas adalah penumpukan jaringan lemak tubuh yang berlebihan dengan
perhitungan IMT > 27.0. pada orang yang menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya
dipaksa untuk bekerja lebih berat, oleh sebab itu pada waktunya lebih cepat gerah dan capai.
Akibat dari obesitas, para penderita cenderung menderita penyakit kardiovaskuler, hipertensi
dan diabetes mellitus (Notoatmodjo: 2003).

Bukti mengenai hubungan yang langsung, erat dan taat asas antara berat badan dan
tekanan darah muncul dari kejadian pengamatan secara lintas bagian dan prospektif. Pada
kebanyakan kajian, kelebihan berat badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan risiko
mendapat hipertensi. Pada populasi barat, jumlah kasus hipertensi yang disebabkan oleh
obesitas diperkirakan 30-36% dari data pengamatan tekanan darah menunjukkan kenakan
tekanan darah sistolik 2-3 mmHg dan tekanan darah diastolik1-3 mmHg untuk setiap
kenaikan 10 kg berat (Padmawinata, 2001).
Prevalensi obesitas menunjukan peningkatan sesuai dengan pertambahan usia pada
umumnya berat badan laki-laki mencapai puncaknya pada usia 35-65 tahun dan pada wanita
antara 55-65 tahun. Selanjutnya berat badan akan menurun baik pada laki-laki maupun
perempuan. Berat badan normal terjadi pada saat dewasa dan meningkat secara cepat pada
usia 50 tahun. Tingkat metabolik basal dan pengeluaran energi untuk aktivitas fisik menurun
saat memasuki usia dewasa sehingga kalori hanya dibutuhkan untuk mempertahankan
keseimbangan energi. Namun pada usia pertengahan ( + 50 tahun ) dan dewasa lanjut asupan
kalori sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu
sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok
lansia karena dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan
pembuluh darah, hipertensi serta diabetes mellitus tipe 2 (Wirakusumah, 2000).
Berat badan berlebih akan meningkatkan detak jantung dan tingkat insulin dalam
darah. Meningkatnya insulin menyebabkan tubuh anda meningkat sodium dan air. Semakin
besar massa tubuh, semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan
nutrisi kepada jantung. Berarti volume darah yang diedarkan melalui pembuluh darah
meningkat menciptakan kekuatan tambahan pada dinding arteri (Sheps, 2000). Penyelidikan
epidemiologi membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien
hipertensi. Juga dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya
hipertensi dikemudian hari. Belum diketahui mekanisme yang pasti yang dapat menjelaskan
yang dapat menjelaskan hubungan obesitas dengan hipertensi primer. Pada penyelidikan
dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi
lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal dengan
tekanan darah yang setara. Pada obesitas tahanan perifer berkurabf atau normal, sedangkan
aktivitas saraf simpatis meningkat dengan aktivitas renin plasma yang rendah (Tjokronegoro,
2001).
d. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang menunjukkan adanya tekanan darah yang meninggi


merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi dimasa
yang akan datang. Tekanan darah kerabat dewasa tingkat pertama (orang tua saudara
kandung) yang dikoreksi terhadap umur dan jenis kelamin tampak ada pada semua tingkat
tekanan darah (Padmawinata, 2001). Faktor bawaan dari orang tua penting dalam
menentukan apakah akan menderita tekanan darah tinggi atau tidak. Kemungkinan menderita
tekanan darah tinggi atau tidak. Kemungkinan menderita tekanan darah tinggi kurang lebih
1:3 jika salah satu orang tua menderita tekanan darah tinggi atau pernah mendapar stroke
sebelum usia 70 tahun. Risiko ini meningkat menjadi 3 : 5 jika kedua orang tua
mengalaminya (Sample, 1997).
Peran faktor genetik terhadap hipertensi primer dibuktikan dengan berbagai faktor
yang dijumpai. Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien
kembar monozigot dari pada heterozigot. Jika salah satu diantaranya menderita hipertensi.
Menyokong pendapat bahwa genetik mempunyai pengaruh terhadap timbulnya hipertensi
(Tjokronegoro, 2001). Keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi, mempunyai
kecenderungan yang besar bagi keturunannya menderita hipertensi. Sebanyak 60% penderita
hipertensi didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarganya, walaupun hal ini belum dapat
memastikan diagnosa hipertensi. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua,
maka dugaan hipertensi lebih besar (Tjokronegoro, 2001).
Tekanan darah tinggi cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah seorang
dari orang tua anda ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka anda akan mempunyai
peluang sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup anda. Jika kedua orang tua
mempunyai tekanan darah tingi maka peluang anda untuk terkena penyakit ini akan
meningkat menjadi 60% (Sheps, 2000).
Para peneliti percaya bahwa beberapa orang yang mengidap tekanan darah tinggi, gen
yang menentukan reproduksi dan pelepasan angiotensin dalam tubuh mugkin mengalami
kerusakan yang menyebabkan tubuh orang-orang tersebut memproduksi angiotensin terlalu
banyak. Pada 70-80% kasus hipertensi primer didapat riwayat hipertensi didalam keluarga
meskipun hal ini belum dapat memastikan diagnosis. Jika didapatkan riwayat hipertensi pada
kedua orang tua dugaan terhadap hipertensi primer makin kuat (Tjokronegoro, 2001).
e. Konsumsi garam dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi
hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal.
Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan

garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh
asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma,
curah jantung dan tekanan darah (Tjokronegoro, 2001).
Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka sodium lebih
mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah
(Sheps, 2000).
Garam berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh
darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika
asupan garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi presentasinya rendah, tetapi
jika

asupan garam

5-15 gram perhari,

akan

meningkat

prevalensinya

15-20%

(Wiryowidagdo, 2004).
Garam mempunyai sifat menahan air. Mengkonsumsi garam lebih atau makanmakanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah. Hindari
pemakaian garam yang berkebih atau makanan yang diasinkan. Hal ini tidak berarti
menghentikan pemakaian garam sama sekali dalan makanan. Sebaliknya jumlah garam yang
dikonsumsi batasi (Wijayakusuma, 2003).
f. Merokok
Departemen of Healt and Human Services, USA (1989) menyatakan bahwa setiap
batang rokok terdapat kurang lebih 4000 unsur kimia, diantaranya tar, nikotin, gas CO, N2,
amonia dan asetaldehida serta unsur-unsur karsinogen. Nikotin, penyebab ketagihan merokok
akan merangsang jantung, saraf, otak dan bagian tubuh lainnya bekerja tidak normal. Nikotin
juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi,
dan tekanan kontraksi otot jantung. Selain itu, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung dan
dapat menyababkan gangguan irama jantung (aritmia) serta berbagai kerusakan lainnya
(Wijayakusuma, 2003).
Peningkatan tekanan darah ditunjang oleh pemekatan darah dan penyempitan
pembuluh darah perifer akibat dari kandungan bahan kimia, terutama gas karbon monoksida
dan nikotin serta zat kimia lain yang terdapat didalam rokok (Sitepoe, 1997).
Merokok akan mempengaruhi sistem kardiovaskuler seperti pemberian nikotin, misalnya
denyut nadi naik, juga cardiac out put, tekanan darah dan tekanan perifer sehingga jantung
harus lebih keras memompa darah untuk mensuplai oksigen. Zat kimia di dalam tembakau
merusak jantung pada dinding arteri membuatnya lebih rentan terhadap akumulasi plak.
Nikotin dalam tembakau juga membuat jantung keberja lebih keras karena menghambat
pembuluh darah dan menaikan detak jantung dan tekanan darah. Efek ini terjadi akibat

meningkatnya produksi hormon selana penggunaan tembakau termasuk peningkatan hormon


efinefrin (adrenalin). Selain itu karbonmonoksida didalam asap rokok menggantikan oksigen
didalam darah. Ini dapat meningkatkan tekanan darah karena jantung dipaksa bekerja lebih
keras untuk memasuk oksigen yang memadai organ-organ dan jaringan-jaringan tubuh
(Sheps, 2000).
g. Olah raga
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olah raga
isotonik dengan teratur akan menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah. Olah raga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi kurang melakukan
olah raga akan menaikan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga
bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi (Tjokronegoro, 2001). Bentuk latihan
yang paling tepat untuk penderita hipertensi adalah jalan kaki, bersepeda, senam, berenang
dan aerobik. Olah raga yang bersifat kompetisi dan meningkatkan kekuatan tidak dibolehkan
bagi penderita hipertensi karena akan memacu emosi sehingga akan mempercepat
peningkatan tekanan darah (Kuswandi, 2007).
Arus sungai dapat disamakan dengan aliran darah didalam pembuluh, jika
pembuluhnya mengecil maka tekanannya akan meningkat, sebaliknya jika pembuluhnya
melebar maka tekanan akan menurun. Salah satu hasil latihan fisik yang teratur adalah
pelebaran pembuluh darah sehingga tekanan darah yang tinggi akan turun.
Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko
untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung
lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin
keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri
(Sheps, 2000).
Latihan fisik berupa berjalan kaki selama 30-60 menit setiap hari sangat bermanfaat
untuk menjaga jantung dan peredaran darah. Bagi penderita tekanan darah tinggi, jantung
atau masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak menggunakan beban waktu jalan. Riset
di Oregon Health Science kelompok laki-laki dengan wanita yang kurang aktivitas fisik
dengan kelompok yang beraktifitas fisik dapat menurunkan sekitar 6,5% kolesterol LDL
(Low Density Lipoprotein) faktor penting penyebab pergeseran arteri (Wirakusumah, 2002).
h. Stress
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis
peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress
yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini

belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami
kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Novianty, 2006).
Perubahan mental dalam memasuki masa lansia akan memberikan kontribusi pada
kesehatan seseorang. Sikap hidup, cara hidup, perasaan atau emosi akan mempengaruhi
perubahan mental lansia. Tipe kepribadian yang ambisi, merasa dikejar-kejar oleh tugas dan
selalu berambisi harus lebih maju, umumnya saat memasuki masa lansia cenderung gelisah,
mudah stress, was-was, mudah frustasi, merasa diremehkan, tidak siap untuk hidup di rumah
saja dan sebagainya. Sebaiknya mereka yang berkepribadian tenang, keinginan untuk maju
diimbangi dengan usaha berdasarkan pemikiran yang tenang pada umumnya tidak
menunjukan perubahan mental yang negatif (Wirakusumah, 2002).
6. Tanda dan gejala hipertensi
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai
bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi
yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.
Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi
pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin].
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien
yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan
tajam penglihatan (Smeltzer, Bore, 2002).
Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan
tekanan darah intrakranial,
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka
merah, sakit kepala, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Novianti, 2006).
B. Stroke
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja

dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan
obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering
ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a.

Stroke Hemoragi,

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh


pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1)

Perdarahan intraserebral

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan


darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena
hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2)

Perdarahan subaraknoid

Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini
berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar
parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b.

Stroke Non Hemoragi

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik.
2.

Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:

a.

TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama

beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan
dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.

Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan

neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau
beberapa hari.
c.

Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen

. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1.

Thrombosis Cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini
dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah
trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a.

Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan
arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin,
2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:

Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.


Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus

(embolus).
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.

b.

Hyperkoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan


aliran darah serebral.
c.

Arteritis( radang pada arteri )

d.

Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
a.

Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).

b.

Myokard infark

c.

Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel

sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d.

Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-

gumpalan pada endocardium.


2.

Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid


atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan
otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3.

Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:


a.

Hipertensi yang parah.

b.

Cardiac Pulmonary Arrest

c.

Cardiac output turun akibat aritmia

4.

Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:


a.

Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.

b.

Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.


Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah

mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.
1.

Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)

2.

Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang

timbul mendadak.

3.

Tonus otot lemah atau kaku

4.

Menurun atau hilangnya rasa

5.

Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia

6.

Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)

7.

Disartria (bicara pelo atau cadel)

8.

Gangguan persepsi

9.

Gangguan status mental

10.

Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.


Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini

dapat dikelompokan berdasarkan:


1.

Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,

konstipasi dan thromboflebitis.


2.

Berhubungan dengan paralisis

nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,

deformitas dan terjatuh


3.

Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.

4.

Hidrocephalus

Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan
atau kardiovaskuler dapat meninggal.
Pencegahan Stroke
Stroke merupakan penyakit neurologi yang paling sering mengakibatkan cacat dan
kematian, upaya penanggulangan stroke harus dilakukan secara menyeluruh, serentak,
berkelanjutan, dan melibatkan bukan hanya para ahli dibidang penyakit syaraf, tetapi juga
para ahli dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan penanganan stroke. Berbagai penilitian
epidemologi telah banyak membantu untuk mengidentifikasi dan menentukan faktor-faktor
resiko. Pencegahan stroke stroke merupakan tindakan yang paling efektif untuk menghindari
kematian, disabilitas, dan penderitaan. Di samping itu suatu strategi pencegahan yang
berhasil akan mengurangi atau bahkan mungkin meniadakan perawatan rumah sakit,
rehabilitas dan biaya ekonomi akibat hilangnya produktivitas penderita. Orang yang pernah
terkena stroke memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalaminya kembali, terutama dalam
satu tahun pertama setelah stroke.
Tindakan untuk mencegah agar stroke tidak berulang, sama dengan menghindari
serangan

jantung,

yakni

mempertahankan

kesehatan

sistem

kardiovaskuler

dan

mempertahankan aliran darah ke otak. Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah
mengontrol penyakitpenyakit yang berhubungan dengan terjadinya aterosklerosis. Secara

umum, pengontrolan dapat dilakukan dengan menerapkan pola diet yang tepat dan olahraga
yang teratur untuk mempertahankan kesehatan otak dan sistem saraf.
Faktor-faktor pencegahan stroke saling berkaitan satu sama lain dan saling
mendukung mencegah stroke berulang (Sustrani, 2006):
1) Kendalikan tekanan darah
Hipertensi merupakan faktor tunggal yang paling penting dalam hal resiko stroke.
Mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg dapat mengurangu resiko stroke
hingga 75-85 persen. Pada pasien stroke disarankan untuk memeriksakan tekanan darah
maksimal satu bulan sekali.
2) Kendalikan diabetes
Diabetes mellitus meningkatkan resiko stroke hingga 300 persen. Orang dengan tingkat gula
darah yang tinggi, seringkali mengalami stroke yang lebih parah dan meninggalkan cacat
yang menetap. Pengendalian diabetes adalah faktor penting untuk mengurangi faktor stroke.
3) Miliki jantung sehat
Penyakit jantung, secara signifikan meningkatkan resiko stroke. Bahkan, stroke kadangkala
disebut sebagai serangan otak karena adanya persamaan biologis antara serangan jantung
dan stroke. Kurangilah faktor resiko penyakit stroke seperti tekanan darah tinggi, merokok,
kolesterol tinggi, kurang olahraga, kadar gula darah tinggi, dan berat badan berlebih.
4) Kendalikan kadar kolesterol Kadar kolesterol tinggi berperan dalam mengembangkan
aterosklerosis karotid, yaitu bahan lemak tertimbun di dalam pembuluh karotid, yaitu
pembuluh darah yang memasok darah ke otak. Penyempitan pembuluhpembuluh inilah yang
dapat meningkatkan resiko stroke. Menurut analisa dari 16 penelitian di Brigham and
Womens Hospital di Boston, bila kadar kolesterol diturunkan hingga 25 persen maka dapat
mengurangi resiko stroke sampai 29 persen.
5) Berhenti merokok
Perokok memiliki resiko 60 persen lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak merokok.
Merokok dapat meningkatkan resiko tekanan darah tinggi dan cenderung untuk membentuk
gumpalan darah, dua faktor yang berkaitan erat dengan stroke. Berbagai resiko stroke yang
terkait dengan merokok dapat ditiadakan dalam dua hingga tiga tahun setelah berhenti
merokok.
American Heart Associaton (AHA) mengeluarkan beberapa rekomendasi preventif
primer maupun sekunder diantaranya:
1 Preventif Stroke pada Hipertensi
Hipertensi harus dikendalikan untuk mencegah terjadinya stroke (preventif primer) dan
pengendalian pada pasien hipertensi yang pernah mengalami TIA atau stroke dapat
mengurangi atau mencegah resiko terjadinya stroke berulang (preventif sekunder)
Pengendalian hipertensi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pengendalian gaya

hidup (lifestyle) dan pemberian obat anti hipertensi. Pengendalian gaya hidup untuk masalah
hipertensi menurut Bethesda stroke center (2007) adalah:
a. Mempertahankan berat badan normal untuk dewasa dengan perhitungan indeks masa tubuh
20-25kg/m2 .
b. Mengurangi asupan garam, kurang dari 6 gram dapur atau kurang dari 2,4 gr Na+/hari.
c. Olahraga 30 menit/hari, jalan cepat lebih baik dari pada angkat besi
d. Makan buah dan sayur.
e. Mengurangi konsumsi lemak baik yang jenuh maupun tidak jenuh.
2. Preventif Stroke pada Diabetes Mellitus
Penderita DM rentan terhadap komplikasi vaskuler termasuk stroke. DM merupakan suatu
faktor resiko untuk stroke iskemik dan pasien DM beresiko tinggi untuk terkena stroke pada
pembuluh darah besar atau kecil Kontrol DM yang ketat terbukti mencegah komplikasi
vaskuler yang lain dan dapat menurunkan resiko stroke, juga selain itu perbaikan Kontrol
DM akan mengurangi progresi pembentukan atherosclerosis. Pengendalian glukosa
direkomendasikan sampai kadar yang hampir normoglikemik pada pasien diabetes
mikrovaskular. ACE-1 Dan ARB lebih efektif dalam menurunkan progresivitas penyakit
hipertensi dan ginjal dan direkomendasikan sebagai pilihan pertama untuk pasien diabetes
mellitus (Siswanto, 2005).
3. Preventif Stroke pada Gaya Hidup Sehat
Jika kita menjalankan pola hidup yang sehat, maka berbagai penyakit akan jauh dari
kita. Gaya hidup atau pola hidup utama yang tidak sehat sangat erat kaitannya dengan faktor
resiko stroke penyakit pembuluh darah. Upaya merubah gaya hidup yang tidak benar
menjadi gaya hidup yang sehat sangat diperlukan untuk upaya mendukung prevensi
sekunder. Usia merupakan salah satu faktor resiko stroke, namun kini stroke mulai
mengancam usia-usia produktif dikarenakan perubahan pola hidup yang tidak sehat seperti
banyak mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat akan kolesterol, merokok, minuman
keras, kurangnya berolahraga dan stress. Karena gaya hidup sehat meliputi pengaturan gizi
yang seimbang, olah raga secara teratur, berhenti merokok, dan mengurangi alcohol
(Siswanto, 2005).
C. Diabetes Melitus
a. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan

insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). Diabetes Mellitus adalah keadaan
hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
(Mansjoer dkk,1999).
Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu
sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat
suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau
keduanya. Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit
metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria,
disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar,
2000). Diabetes Melitus adalah merupakan penyakit metabolik kronik yang terjadi akibat
kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak (Brunner & Suddarth, 1998).
Diabetes Melitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan gangguan heterogen yang
secara klinis ditandai dengan ketidaknormalan dalam keseimbangan kadar glukosa yaitu
hiperglikemia (Lewis, 2000). Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara
genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat.

Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat

disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan
penggunaan insulin (Engram, 1999). Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang
komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Long, 1996).
b. Penyebab
Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a.

Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu

presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan


genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA(Human Leucocyte

Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.
b.

Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan

respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.

Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil

penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.
2.

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.


Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar
yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995).
Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa,
tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan
dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a.

Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

b.

Obesitas

c.

Riwayat keluarga

d.

Kelompok etni

c. Tanda dan gejala

Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
a) Gejala awal pada penderita DM adalah
1.

Poliuria (peningkatan volume urine)

2.

Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya

air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel
karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran
ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3.

Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih, penderita

mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali
merasa lapar yang luar biasa.
4.

Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama,

katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan
glukosa sebagai energi.
b) Gejala lain yang muncul:
1.

Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan

antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan
penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
2.

Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit

seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.


3.

Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama

candida.
4.

Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat

kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf
rusak terutama bagian perifer.
5.

Kelemahan tubuh

6.

Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak

dapat berlangsung secara optimal.


7.

Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama

dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak
mengalami gangguan.
8.

Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena

kerusakan hormon testosteron.

9.

Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh

hiperglikemia.
d. Pencegahan diabetes
Cek terhadap kesehatan, enyahkan asap rokok, rajin berolahraga, diet dengan kalori
seimbang, istirahat yang cukup, serta kelola stres, untuk mencegah terjadinya diabetes
melitus.

Anda mungkin juga menyukai