Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh Kelompok Islam di Filipina Selatan Terhadap

Peningkatan Teror Kejahatan Bersenjata di Indonesia

Pendahuluan
Permasalahan terorisme di Indonesia bukanlah semata hanya permasalahan idiologi.
Serangkaian dari kompleksitas isu tidak terlepas dari permasalahan peredaran dan jual beli
senjata illegal. Hingga kini, permasalahan ini masih belum terseleseikan dan menjadi
permasalahan yang pelik bagi aparat dan pemerintah. Mengkaji secara mendalam dari beragam
kasus yang sudah terjdi ternyata terdapat kompleksitas masalah yang saling berkaitan satu
dengan yang lain. Ini menjadi hypothesis apakah hanya semata pengaruh kelompok Islam di
Filipina Selatan terhadap peningkatan teror kejahatan bersenjata di Indonesia.
Bagi teroris, senjata api merupakan tool penting dalam menjalankan aksi teror di
lapangan. Tanpa senjata, seakan aksi teror tidak mempunyai gigi dalam memberikan efek teror
bagi targetnya. Setelah meninggalnya para gembong teroris seperti Dr. Azhari dan Noordin MT
dan tertangkapnya beberapa tokoh pimpinan teroris yang terlibat pada Bom Bali I, kemampuan
perakitan bom kelompok teror Al Jamaah Al Islamiyah (JI) berangsur-angsur melemah. Kondisi
ini berdampak bagi teroris baru yang akan mengunakan bom dan bahan peledak sebagai tool
dalam melakukan aksi terornya. Ternyata, mereka masih membutuhkan waktu, memerlukan
tingkat ketrampilan yang tinggi dan tidaklah sederhana mengaplikasikannya. Terdapat resiko
besar ketika salah dalam meracik bahan peledak. Malahan yang pasti akan membahayakan
dirinya sendiri. Contohnya seperti kasus peldakan salah meracik bom di Beji Depok pada tanggal
8 Nopember 2012.
Pada sisi lain, kencendrungan serangan teror akhir-akhir ini lebih banyak mengunakan
bom yang mempunyai daya ledak kecil daripada bom yang mempunyai daya ledak tinggi seperti
bom bali maupun kuningan. Kecendrungan yang muncul malahan pengunaan senjata api dalam
aksi teror begitu meningkat akhir-akhir ini. Bila disimpulkan ternyata ada pola yang berubah
dalam serangan teror, yakni perubahan pola dari penggunaan bom atau bahan peledak ke senjata
api. Pengunaan senjata api dipandang sebagai alternative penganti bom daya ledak tinggi.

Pengunaan senjata api di nilai lebih praktis, tidak beresiko terjadi kesalahan dalam pengunaan,
dan tidak membutuhkan keahlian ketrampilan khusus seperti meracik bom.
Peredaran dan jual beli senjata illegal inilah yang menjadi biang permasalahan.
Mengetahui darimana senjata api terorisme berasal, menjadi pertanyaan menarik dalam
mengungkap tabir kasus teror yang selama ini terjadi. Memunculkan banyak spekulasi dalam
menjawab pertanyaan ini. Apakah benar senjata api yang dimiliki oleh teroris berasal dari
Filipina Selatan. Lebih dalam lagi apakah ada pengaruh kelompok Islam di Filipina Selatan
terhadap peningkatan teror kejahatan bersenjata di Indonesia.
Demografi Filipina Selatan
Filipina Selatan yang lebih dikenal dengan Mindanao, terletak dibagian utara Pulau
Sulawesi dan Kalimantan. Melihat letak geografisnya tersebut, Mindanao memiliki nilai
strategis. Ini diterjemahkan dari posisinya yang terletak diantara tiga negara yakni Filipina,
Indonesia dan Malaysia. Konsekuensi dari posisi tersebut menjadikan Mindano menjadi jalur
perdagangan dan lalu lintas barang dan manusia yang menghubungkan tiga negara tersebut.
Secara demografi, jumlah penduduk Mindanao 21.582.540 dengan tingkat kepadatan
221.3/km2. Komposisi penduduk Mindanao terdiri dari beberapa etnis yaitu Bajao, Visayan
(Butuanon, Surigaonon), Lumad (Kamayo, Manobo, Tasaday, T'boli), Moro (Maguindanao,
Maranao), Zamboangueo Latino.
Secara etnis, penduduk asli Mindanao berasal dari 1).Suku Negritos (aetos) menetap di
empat Propinsi (surigao del norte, surigao del sur, agusan del norte dan agusan del sur), 2).Suku
Proto Monobo (terbesar), 3).Suku Non Monobo (suku Tboli, Bla-an, Tiruray, Iranun, Maranao,
Subanen, Mandaya, Mansaka dan Bogobo). Di Mindanao terdapat 27 suku yang dikelompokan
dalam 3 kelompok yaitu :A).Etnik Moro terdiri dari Suku Marano (lanao del norte dan lanao del
sur), Suku Maguindanao (maguindanao, sultan kudarat, saranggani, south cotabato, north
cotabato) dan Suku Tausuk (basilan, sulu dan tawi-tawi),

B). Etnik Lumad (agamanya

animinsme dan mendiami seluruh daratan Mindanao), C). Etnik Dumagat (visayas dan Luzon).
Ketika menghubungkan dengan pengaruh kelompok Islam yang berada di Mindanao
dengan aksi teror di Indonesia, bagi pandangan umum yang belum mengetahui Mindanao akan
2

memiliki prsepsi bahwa Mayoritas penduduk Mindanao adalah Muslim sehingga memiliki
hubungan yang kuat antara mayoritas dengan kelompok. Ternyata melalui data di lapangan
menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Mindanao adalah beragama Kristen sebesar 71 %
sedangkan presentase populasi Islam hanya 19 % dan Aliran Kepercayaan sebesar 10 %. Ini
berkebalikan dengan sensus penduduk pada tahun 1960 yang menunjukkan populasi Islam
sebesar 42% kemudian berangsur-angsur menurun pada tahun 1970 populasi Islam menjadi
39.8%. Pergeseran populasi ini terjadi akibat dari kebijakan pemerintah pusat yang mengirim
populasi penduduk dari utara yang lebih banyak beragama Kristen. Kebijakan inilah salah satu
yang menjadi sumber konflik permasalahan di Mindanao hingga saat ini.
Kelompok-Kelompok Bersenjata Filipina Selatan
Ternyata di Mindanao tidak hanya kelompok-kelompok Islam semata yang menjadi
permasalahan bagi pemerintah Filipina seperti yang dijelaskan pada gambar 1. Setidaknya
terdapat dua kelompok besar yang berpengaruh yakni kelompok Islam dan Kelompok Sosialis
China. Kedua kelompok tersebutlah yang berupaya menginginkan disintegrasi dan selalu kontra
dengan kebijakan pemerintah Pusat. Selain dua kelompok besar tersebut

juga terdapat

kelompok-kelompok bersenjata yakni backing keamanan bagi politikus local, geng bersenjata
dan kegiatan kriminal yang dilakukan oleh perorangan dan kelompok.

Gambar 1. Peta kelompok bersenjata di Filipina Selatan


3

Kelompok Islam
Kelompok bersenjata bangsa Moro pertama kali adalah MLF (Moro Liberation Front).
Selain pertama kali sebagi front bersenjata MLF juga sebagai induk dari perjuangan Bangsa
Moro yang pada akhirnya terpecah. Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan
Nurulhaj Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front
(MILF) pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam
dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan. Kelompok MNLF mempunyai misi
untuk mendirikan negara bangsa Moro yang berada di sebagian Filipina Selatan dan beberapa
daerah yang berada di kawasan milik Malaysia. Misi yang digulirkan oleh Nur Misuari adalah
misi nasionalisme yang tidak bercermin pada idiologi Islam sebagai representasi dari bangsa
Moro yang beragama Islam, sehingga muncul kelompok baru yang berbeda pandangan dengan
MNLF. MILF merupakan kelompok baru wujud dari perpecahan akibat perbedaan pandangan
perjuangan bangsa Moro tersebut. Hingga saat ini, meski secara internasional MNLF lebih
populer, namun secara de facto MILF lah yang memegang kendali kekuatan muslim Moro.

Gambar 2. Peta Perpecahan kelompok Bersenjata Islam di Mindanao

Dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami perpecahan


kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato pada tahun 1981 dan
kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani pada tahun 1993. Tentu saja perpecahan
ini memperlemah perjuangan Bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi
pemerintah Filipina dalam menghadapi Bangsa Moro. Sedangkan dalam perjalanan waktu MILF
juga muncul konflik internal perbedaan pandangan dalam perjuangan. Munculnya kelompok
baru dengan sebutan Bangsamoro Islamic Freedom Front (BIFF) menambah jumlah kelompokkelompok bersenjata yang bermain di Mindanao. Ameril Umbra Kato sebagai komandan dari
kelompok perjuangan ini menyebutkan, alasannya memisahkan diri karena kecewa terhadap
kelompok lamanya MILF yang lebih memilih bernegosiasi dalam kerangka perluasan otonomi,
daripada berperang demi kemerdekaan tanah bagi warga Muslim Filipina.
Kelompok Kiri Sosialis China
New Peoples Army atau NPA merupakan sayap militer dari Partai Komunis di Filipina.
Kelompok ini lebih dekat dengan ajaran Mao, tokoh perjuangan komunis di China. NPA bercitacita ingin mendirikan gerakan komunis di Filipina. Awal perjuangan dari pimpinan NPA sama
dengan pimpinan MNLF merasa senasib dengan sepanangungan dengan bagsa Moro. Kedua
tokoh pimpinan kelompok bersenjata tersebut merupakan satu perguruan. Dalam perjalanan
perjuangan mereka selama ini belum terjadi koflik. Mereka lebih menghargai dan menghormati
perjuangan dan batas wilayah mereka masing-masing.
Politikus Lokal
Tidak ada jaminan keamanan dari pemerintah di daerah Mindanao secara umum
membuat para elit politik setempat berusaha untuk mempersenjatai diri. Stabilitas politik yang
tidak menentu dan kompetisi antar elit politik

menambah runyam permasalahan dan

memberikan konsekuensi logis bahwa keberadaan senjata api merupakan sesuatu yang sangat
penting bagi keamanan elit kelompok politik lokal. Dari latar belakang itulah mendorong
keberadaan senjata api bagi masyarakat sipil yang mau tidak mau sudah menjadi kebutuhan
dasar .

Geng Senjata
Situasi keamanan yang tidak menentu memunculkan jasa pengamanan yang marak di
Filipina. Hal ini memunculkan geng-geng bersenjata yang siap di sewa untuk melakukan aksi
kekerasan dengan mengunakan senjata api. Konsekuensi dari masalah tersebut memunculkan
kebutuhan dan ketergantungan atas senjata api begitu tinggi. Akibatnya mendorong kebutuhan
produksi senjata api yang tinggi pula di Filipina Selatan.
Kriminal
Permasalahan pengunaan senjata api illegal selain sebagai kebutuhan mensuplay untuk
kelompok-kelompok bersenjata untuk melawan pemerintah, kebutuhan keamanan para elit
politik dan geng bersenjata, juga digunakan oleh baik perorangan maupun kelompok untuk
melakukan tindak kriminal. Patut dibedakan kebutuhan atas senjata api yang digunakan oleh
-kelompok senjata yang melawan pemerintah dan backing keamanan elit politik lokal - yang
cenderung bersifat politis, bagi masyrakat local Filipina Selatan digunakan sebagai modus
kejahatan.
Peredaran Senjata di Filipina Selatan
Ketika melihat permasalahan peredaran dan jual beli senjata illegal di Filipina Selatan
ternyata sesuatu yang begitu kompleks. Hal ini terjadi akibat dari peran negara yang lemah
dalam control keamanan maupun memberikan rasa keadilan dan kesejahteraan bagi bagsa Moro.
Ketika satu permasalahan tidak terseleseikan dengan tuntas atau apa yang dijanjikan oleh
pemerintah pusat tidak kongkrit maka akan menimbulkan kekecewaan. Ketika kekecewaan
tersebut berulang terus menerus beriring dengan pergantian rezim demi rezim maka akan
membuat kemarahan dan ketidak-percayaan. Dua hal yakni kemarahan dan ketidak percayaan
inilah yang mendorong terganggunya stabilitas keamanan yang merembet pada sisi ekonomi dan
sosial di masyrakat.
Terkadang bisa jadi wajar ketika suatu daerah terasa tidak aman maka konsekuensi logis
masyarakatnya mencoba mencari keamanan bagi dirinya sendiri. Ketika negara tidak
memberikan jaminan keamanan dan apalagi masuk dalam pusaran konflik maka salah satu jalan
adalah mereka mencari kekuatan lain atau membentuk kekuatan alternatif agar tercipta
6

keamanan. Hal itu sudah menjadi rahasia umum terjadi di negara atau daerah yang tidak aman
atau daerah yang sedang berkonflik. Namun ada sesuatu yang unik pada bangsa Moro. Selain
mereka membuat kelompok-kelompok untuk memberikan jaminan rasa aman dan sekaligus
sebagai wadah mewujudkan aspirasinya, bangsa Moro berusaha berdikari membuat senjata api.
Kemampuan membuat senjata api semakin hari semakin terasah akibat permintaan pasar senjata
yang tidak pernah sepi. Berawal dari kebutuhan dan kondisi, beriring selanjutnya menjadi nilai
bisnis yang sangat potensial.
Tidaklah mengejutkan apabila di sebagian besar daerah di Mindanao, produksi senjata api
begitu marak. Di lapangan didapati begitu banyak industry rumahan yang juga turut andil dalam
mensuport industry senjata yang legal. Apalagi, pasar juga mendukung dalam membantu
menjualkan senjata-senjata buatan rumahan maupun industry. Di Filipina Selatan banyak ditemui
pasar senjata baik dipasar maupun mal-mal. Customer disuguhi banyak pilihan jenis senjata yang
mereka inginkan, baik dari bermacaam-macam type maupun dari jenis kualitasnya.
Hal inilah yang menjadi pusat bagi baik perorangan maupun kelompok yang ingin
mencari senjata. Melihat kondisi dan realitas tersebut tidaklah berlebihan kalau si penjual tidak
melihat latar belakang para pembeli dari mana mereka berasal dan untuk kepentingan apa
mereka membeli senjata. Di dalam pasar senjata tersebut yang ada hanya nilai transaksi
penjualan semata. Akhirnya, Filipina Selatan menjadi surga bagi para pencari senjata.
Kesimpulan
Melihat begitu miris realitas peredaran dan jual beli senjata di Filipina Selatan, isu
perbatasan menjadi isu penting dalam menghambat masuknya senjata ke dalam negri. Ketika ada
kemampuan pemerintah Indonesia memproteksi perbatasan tersebut maka bisa dipastikan akan
memutus aliran senjata dari Mindanao ke dalam negri. Namun patut disayangkan kepedulian dan
perhatian pusat dalam mengurusi perbatasan ini masing kurang. Tak jarang sering kebobolan
terjadi penyelundupan senjata yang melahirkan aksi kekerasan dan teror di wilayah Indonesia.
Untuk menjawab pertanyaan apakah ada pengaruh kelompok Islam di Filipina Selatan
terhadap peningkatan teror kejahatan bersenjata di Indonesia terdapat banyak variabel. Walaupun
bisa dikatakan memang terdapa pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun
pengaruh kelompok Islam bukanlah faktor tunggal atau sebagai satu-satunya penyebabnya.
7

Melalui ulasan dan kajian tentang Mindanao ternyata adan bayak hal, pertama pengaruh
lemahnya pemerintahan Filipina dalam mengkontrol kelompok-kelompok senjata dan peredaran
senjata di Filipina, kuatnya kultur bangsa moro sebagai pengerajin senjata api, nilai bisnis
senjata api yang begitu mengiurkan, lemahnya moral aparat keamanan Filipina, kasus korupsi
yang meraja rela di Filipina, rendahnya kepedulian dalam mengurusi perbatasan kedua belah
pihak antara pemerintah Indonesia dan Filipina dan tidak ada intevensi dunia internasional untuk
menyelseikan peredaran senjata di Filipina Selatan. Variabel-variabel tersebutlah banyak
mempengaruhi peredaran senjata yang berdampak pada peningkatan aksi teror di wilayah
Indonesia.
Kasus Mindanao merupakan kasus sangat berarti sebagi pelajaran untuk pemerintah
Indonesia. Penyeleseian konflik tidaklah semata dilakukan dengan pendekatan kekerasan atau
mengunakan hard power semata. Perlu juga mengiringinya dengan kekuatan non kekerasan atau
soft power. Perlu dilakukan dua kombinasi dalam pendekatan penyeleseian konflik. Hal-hal yang
terpenting adalah memberikan kepercayaan bahwa negara mampu sebagai solusi konflik, mampu
memberikan keadilan yang tidak padang bulu dan kesejahteraan bagi seluruh masyrakat tanpa
melihat status dan golongan.
Kajian Intelijen tidaklah melihat permasalahan dalam satu prespektif semata, dalam hal
ini adalah permasalahan keamanan. Namun bagaimana intelijen melihat sisi-sisi lain yang
berinteraksi dan saling terkait dengan permasalahan senjata. Permasalahan ekonomi, idiologi,
sosial dan studi secara menyeluruh terhadap suatu permasalahan akan memberikan rujukan
intelijen bagi pembuat kebijakan secara komprehensif. Sehingga rujukan intelijen sebagai bahan
membuat produk kebijakan melahirkan kebijakan yang benar-benar efektif dan tidak melahirkan
permasalahan baru.

---ooo0ooo--

Anda mungkin juga menyukai