Anda di halaman 1dari 42

PRESENTASI KASUS KECIL

CHF NYHA IV

Pembimbing:
dr. Abraham Avicenna, Sp.JP

Disusun oleh :
M. Haris Yoga G4A015028
M. Benni Kadapih G4A015188
Agnesya Ria M. G4A015190

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
PURWOKERTO

2016

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS KECIL


CHF NYHA IV

Diajukan untuk memenuhi syarat


mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto
telah disetujui dan dipresentasikan
pada tanggal, Juli 2016

Disusun oleh:
M. Haris Yoga G4A015028
M. Benni Kadapih G4A015188
Agnesya Ria M. G4A015190

Purwokerto,

Juli 2016

Pembimbing,

dr. Abraham Avicenna, Sp.JP

I. LAPORAN KASUS

I IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
Tgl. Masuk RS

:
:
:
:
:
:
:

Tn. A
79 tahun
Laki laki
Bantarsoka
Pensiunan Wiraswasta
Islam
18 Juli 2016

TglPeriksa

21 Juli 2016

II ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis)


1

Keluhan utama :
Sesak nafas

Keluhan tambahan :
Pasien juga mengeluhkan kedua kaki bengkak, buang air besar cair,
lendir(-), darah(-) dan perut membesar.

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak nafas sejak 3

hari yang lalu, sesak nafas timbul dan semakin memberat ketika
melakukan aktivitas kecil, seperti bangun dari tidur, sesak nafas membaik
ketika pasien istirahat. Sesak nafas yang dirasakan seperti ditindih, muncul
ketika melakukan aktivitas ringan.
Pasien juga mengalami diare, BAB sebanyak 7 kali selama
semalam sebelum dibawa ke IGD. Konsistensi feses cair, tidak ada lendir
dan tidak ada darah. Pasien juga mengeluhkan kedua kakinya membesar
dan perutnya membesar.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat keluhan serupa

: disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi

: diakui

Riwayat penyakit jantung

: diakui

Riwayat kencing manis

: disangkal

Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

Riwayat stroke

: disangkal

Riwayat alegi

: disangkal

Riwayat mondok

: diakui

Riwayat operasi

: disangkal

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat keluhan serupa di keluarga

: disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi

: disangkal

Riwayat kencing manis

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

Riwayat penyakit hati

: disangkal

Riwayat penyakit stroke

: disangkal

Riwayat penyakit asma

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

6
a

Riwayat social dan exposure


Community
Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk. Rumah satu
dengan yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga
dan keluarga dekat baik. Pasien aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.

Home
Pasien tinggal satu rumah bersama istri dan anak-anaknya.

Occupational
Pasien merupakan pensiunan dari wiraswasta

Personal habit

Pasien memiliki kebiasaan merokok, pasien tidak minum minuman


beralkohol. Pasien setiap harinya makan secara teratur 3 kali sehari
dengan lauk dan sayur.

III

IV

OBYEKTIF
a

Keadaan Umum : Tampak sakit.

Kesadaran

Tanda Vital

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

Nadi

Pernapasan

Suhu (Peraksiller)

: 72x/menit
: 20 x/menit
: 37,8 C

PEMERIKSAAN FISIK
a

Pemeriksaan kepala
1

Bentuk kepala

: Simetris, mesocephal

Rambut

: Distribusi merata

Venektasi temporal : tidak ada

Pemeriksaan mata
1

Konjungtiva

: Anemis (-/-)

Sklera

: Ikterik (-/-)

Palpebra

: Oedem (-/-)

Reflek cahaya langsung/ tidak langsung

: (+/+) / (+/+)

Pemeriksaan telinga
1

Simetris

Kelainan bentuk

: (-)

Discharge

: (-)

Pemeriksaan Hidung
1

Discharge

: (-)

Nafas Cuping Hidung

: (-)

Pemeriksaan mulut

Bibir sianosis

: (-)

Lidah sianosis

: (-)

Lidah kotor

: (-)

Trismus

: (-)

Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk (-)
Palpasi : JVP 5+ 2cm

PemeriksaanThorax
1

Pulmo
Inspeksi

2) Palpasi

: Simetris kanan kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak


(-)
: Vokal fremitus lobus superior kanan sama dengan
kiri.
Vokal fremitus lobus inferior kanan sama dengan
kiri.

Perkusi

: Sonor di seluruh lapangan paru, batas paru hepar


di SIC V linea midclavikula dekstra.

Auskultasi

: Suara dasar

: vesikuler (+/+)
Suara tambahan

: wheezing (-/-), RBH (-/-),


RBK(-/-)

Jantung
1 Inspeksi

: Ictus cordis tampak di SIC V 2 jari medial

LMCS, pulsasi epigastrium


2

Palpasi

(-).

: Ictus cordis teraba di SIC VI LMC sinistra dan

tidak kuat angkat


3

4
h

Perkusi

Auskultasi

: Batas atas kanan

: SIC II LPSD

Batas atas kiri

: SIC II LPSS

Batas bawah kanan

: SIC IV LPSD

Batas bawah kiri

: SIC VI, 2 jari medial LMCS

: M1>M2, T1>T2, P1<P2, A1<A2, reguler,


murmur (+), gallop (-).

Pemeriksaan Abdomen
1 Inspeksi
(+)

: Datar, jaringan parut (-), tampak tegang, ascites

2 Auskultasi

: Bising usus (+) normal.

3 Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), undulasi (+)

Perkusi

: Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Pemeriksaan Ekstremitas
Pemeriksaan
Edema (pitting)
Sianosis
Kuku kuning (ikterik)
Akral

Ekstremitas superior
Dextra
Sinistra
Hangat
Hangat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

PemeriksaanLaboratorium 18 Juli 2016


Hemoglobin

: 10,9 g/dL (L)

Leukosit

: 8.940 /U/L

Hematorkit

: 35 g (L)

Eritrosit

: 3,6 /uL (L)

Trombosit

: 200.000/uL (L)

Ureum

: 50,6 (H)

Kreatinin darah

: 2,37 (H)

GDS

: 99

Kalium

: 4,6

Natrium

: 146 (H)

Klorida

: 108 (H)

Asam urat

: 12,1 (H)

EKG

Ekstremitas inferior
Dextra
Sinistra
+
+
Hangat
hangat

VI

DIAGNOSIS KERJA
Obs. Dyspneu e.c CHF NYHA IV
IHD
Diare akut
VII

TERAPI
a

Non Farmakologis
1

Bed rest

Diet Cair TKRP

Diet rendah garam dan minum jangan terlalu banyak

Evaluasi jumlah urin

Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi,


komplikasi penyakit, prognosis penyakit

Farmakologi
1 O2 4lpm
2 Inj. Furosemide 2x1 A
3 ISDN 3x5 mg
4 Miniaspi 1x80 mg
5 Loperamide 3x1 tab
6 Digoxin 1x1/2 tab

VIII

PROGNOSIS
a

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: ad bonam

Ad sanationam

: ad bonam

II. PEMBAHASAN

A. Definisi

Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa


kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya
ada

jika

disertai

dengan

peninggian

volume

diastolik

secara

abnormal. Gagal jantung kongestif biasanya disertai dengan kergagalan pada


jantung kiri dan jantung kanan (Sudoyo, 2009).
B. Etiologi
Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang
paling sering menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan
atau berkurangnya kontraktilitas otot jantung, iskemik akut atau kronik,
meningkatnya resistensi vaskuler dengan hipertensi, atau adanya takiaritmia
seperti atrial fibrilasi (AF) (Sudoyo, 2009).
Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan
penyakit miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing
-masing 10% dari penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi
gagal jantung juga (Sudoyo, 2009).
Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal
jantung kiri atau gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output
(Sudoyo, 2009).

Tabel 1. Penyebab gagal jantung


Jantung kiri primer

Jantung kanan primer

Penyakit jantung iskemik

Gagal jantung kiri

Penyakit jantung hipertensi

Penyakit pulmonari kronik

Penyakit katup aorta

Stenosis katup pulmonal

Penyakit katup mitral

Penyakit katup trikuspid

Miokarditis

Penyakit

Kardiomiopati

Amyloidosis jantung 7

jantung

kongenital

(VSD,PDA)

Gagal output rendah

Hipertensi pulmonal

Embolisme paru masif7

Gagal output tinggi

Kelainan miokardium

Inkompetensi katup

Penyakit jantung iskemik

Anemia

Kardiomiopati

Malformasi arteriovenous

Amyloidosis

Overload volume plasma

Aritmia

Peningkatan

tekanan

pengisian

Hipertensi sistemik

Stenosis katup

Semua menyebabkan gagal


ventrikel kanan disebabkan

penyakit paru sekunder


Sumber: Concise Pathology 3rd Edition
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh (Sudoyo, 2009):

1.

Kelainan otot jantung


Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

2.

Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.

3.

Hipertensi sistemik atau pulmonal


Meningkatkan

beban

kerja

jantung

dan

pada

gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung (peningkatan afterload),


mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi
miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas
jantung, karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi
secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.
4.

Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif,


berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5.

Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang


sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load.
6.

Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal :
demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung

C. Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association
(NYHA) .
Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA
Klasifikasi Fungsional NYHA
(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari hari tidak
Kelas II

menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.


Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi
aktivitas sehari hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas

Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang

III

dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari

Kelas

hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.


Tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa adanya kelelahan.

IV

Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan
akan semakin meningkat.

Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan American College of


Cardiology dan American Heart Association.
Tabel 3. Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA
(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)
Tahap A
Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai
abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.
Tahap B

Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat


dengan perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.

Tahap C

Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural

Tahap D

jantung.
Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala
gagal jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.

Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal


jantung akut dan gagal jantung kronik (Sudoyo, 2009).

1. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya penyakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa
disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Irama jantung yang abnormal,
atau ketidakseimbangan preload dan afterload dan memerlukan pengobatan
segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan
jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.
2. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks
yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam
keadaan istirahat atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya
disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.

D. Patofisiologi
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu (Sylvia, 2005):
(1) gangguan kontraktilitas ventrikel,
(2) meningkatnya afterload, atau
(3) gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel
(karena gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi
sistolik, sedangkan gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas
relaksasi diastol atau pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik (Sylvia,
2005).
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan
gagal jantung diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya

volume, gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada


gagal jantung sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu
memenuhi kebutuhan tubuh secara adekuat. Sementara itu gagal jantung
diastolik dikarenakan meningkatnya kekakuan pada dinding ventrikel (Sylvia,
2005).
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
menurunkan

kontraktilitas

miokardium.

Keadaan-keadaan

yang

meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum


ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokardium dan kardiomiopati (Sylvia, 2005).
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik
dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif
terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja
terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga
terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung (Sylvia, 2005).
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu
ventrikel (Sylvia, 2005).

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap


peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang
terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana
akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema (Sylvia, 2005).
Jantung

mengkompensasi

dengan

cara

meningkatkan

kekuatan

kontraksi, meningkatkan ukuran, memompa lebih kuat, dan menstimulasi


ginjal untuk mengambil natrium dan air. Penggunaan sistem secara berlebihan
untuk mengkompensasi tersebut menyebabkan kerusakkan pada ventrikel dan
terjadi remodeling (Sylvia, 2005).
Pada pasien CHF terjadi peningkatan level norefinefrine, angiotengsin
II, aldosteron, endotelin, dan vasopressin. Kesemuanya ini adalah faktor
neurohormonal yang meningkatkan stres hemodinamik pada ventrikel yang
menyebabkan retensi natrium dan vasokonstriksi periferal. Simptom yang
ketiga terjadi kelelahan, nafas pendek, dan retensi air. Nafas pendek
(dyspnea) menjadi lebih parah dan terjadi saat istirahat (orthopnea) atau pada
malam hari (proxymal nocturnal dyspnea). Retensi air terjadi pada paru-paru
(kongesti) atau odema periferal (Sylvia, 2005).
Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal
jantung untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk
memompakan darah ke organ organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1)
mekanisme Frank-Straling, (2) neurohormonal, dan (3) remodeling dan
hipertrofi ventrikular (Sylvia, 2005).

1. Mekanisme Frank-Starling
Meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan volume
ventricular end-diastolik.

Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik,

berarti ada peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal
pada filamen aktin dan miosin, dan resultannya meningkatkan tekanan
pada kontraksi berikutnya. Pada keadaan normal, mekanisme FrankStarling mencocokan output dari dua ventrikel.
Pada

gagal

jantung,

mekanisme

Frank-Starling

membantu

mendukung cardiac output. Cardiac output mungkin akan normal pada


penderita gagal jantung yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya
peningkatan volume ventricular end-diastolic dan mekanisme FrankStarling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika jantung mengalami
pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan yang
berlebihan
Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah
ketegangan dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan
menurunkan ketebalan dinding pembuluh darah dan meningkatkan
ketegangan dinding pembuluh darah. Peningkatan ketegangan dinding
pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung yang
menyebabkan iskemia dan lebih lanjut lagi adanya gangguan fungsi
jantung.
2. Neurohumeral

a. Sistem saraf adrenergik


Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung
dikenali oleh baroreseptor di sinus caroticus dan arcusaorta, kemudian
dihantarkan

ke

medulla

melalui

nervus

IX

dan

X, kemudian

mengaktivasi sistem saraf simpatis, aktivasi sistem saraf simpatis ini akan
menaikkan kadar norepinefrin (NE). Hal iniakan meningkatkan frekuensi
denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriksi
arteri dan vena sistemik.
b. Sistem renin angiotensin aldosteron
Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasi
renin- angiotensin

sistem

aldosteron berkurangnya natrium terfiltrasi yang

mencapai makula densa tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi


simpatis ginjal, memicu peningkatan pelepasan renin dari apparatus
juxtaglomerular.
angiotensinogen

Renin
I,

dan

memecah
Angiotensin

empat

asam

-converting

amino

dari

enzyme

akan

melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi angiotensin II.


Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin tipe 1,
aktivasi reseptor angiotensin I akan mengakibatkan vasokonstriksi,
pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan pelepasan katekolamin,
sementara

AT2

akan

menyebabkan

vasodilatasi,

pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.

inhibisi

Gambar sistem renin-angiostensin-aldosteron

c. Stres oksidatif
Pada

pasien

gagal

jantung

terdapat

peningkatan

kadar

reactive oxygen species (ROS).Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh


rangsangan dari ketegangan miokardium,

stimulasi

neurohormonal

(angiotensin II, aldosteron, agonis alfa adrenergik, endothelin-1) maupun


sitokin inflamasi (tumor necrosis factor, interleukin-1). Efek ROS ini
memicu stimulasi hipertrofi miosit, proliferasi fibroblast dan sintesis
collagen. ROS juga akan

mempengaruhi sirkulasi perifer dengan cara

menurunkan bioavailabilitas NO.


3. Remodelling dan hipertrofi ventrikular
Model neurohormonal yang telah dijelaskan diatas gagal
menjelaskan progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri

yang progresif berhubungan langsung dengan bertambah buruknya


kemampuan ventrikel

kiri

di

kemudian

hari.

Proses

remodeling

mempunyai efek penting pada miosit jantung, perubahan volume


miosit dan komponen nonmiosit pada miokard serta geometri dan
arsitektur ruangan ventrikel kiri.
Remodeling

berawal

dari

beban

jantung

pada

otot

jantung.

Keadaan jantung yang overload dengan tekanan yang tinggi,

misalnya

mengakibatkan meningkatkan

adanya

rangsangan

yang

pada hipertensi atau stenosis aorta, mengakibatkan peningkatan tekanan


sistolik

yang secara parallel menigkatkan tekanan pada sarkomer dan

pelebaran pada miosit jantung,

yang

menghasilkan

hipertrofi

konsentrik.
Jika beban jantung didominasi dengan peningkatan volume
ventrikel, sehingga meningkatkan tekanan

pada

kemudian

dan

secara

seri

pada

sarkomer

diastolik,
kemudian

yang
terjadi

pemanjangan pada miosit jantung dan dilatasi ventrikel kiri yang


mengakibatkan hipertrofi eksentrik. Homeostasis
hal

yang

penting

dalam perkembangan

kalsium

merupakan

gagal jantung. Hal ini

diperlukan dalam kontraksi dan relaksasi jantung.

Gambar pola remodeling ventrikel (Medscape.com)

E. Gambaran klinis
Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat (Dickstain, 2008):
1. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena
adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah
jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastolik dalam
ventrikel kiri dan volume akhir diastolik dalam ventrikel kiri meningkat.

Tanda dan gejala (Dickstain, 2008):

Dispnea: akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu


pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan
yang minimal atau sedang.

Ortopnea: kesulitan bernapas saat berbaring

Paroximal nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama


dengan posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat
tidur)

Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum


berbusa dalam jumlah banyak kadang disertai banyak darah.

Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat


cairan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan
sisa hasil katabolisme.

Kegelisahan: akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat


kesakitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik.

2. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan


Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya
pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun
tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri.

Tanda dan gejala (Dickstain, 2008):

Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.

Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena
didalam rongga abdomen.

Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi
renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.

Lemah: akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan


pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari
jaringan.

Bendungan pada vena perifer (jugularis)

Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea) dan


asites.

Perasaan tidak enak pada epigastrium.

Gagal Jantung Kongestif


Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam
keadaan gagal jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa
sehingga terjadi bendungan sistemik bersama dengan bendungan paru.

Tanda dan gejala:


Kumpulan gejala gagal jantung kiri dan kanan.

F. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang (Dickstain, 2008).
1. Anamnesis
Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah
digunakan

secara

luas.

Diagnosis

gagal

jantung

kongestif

mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor


disertai dua kriteria minor, kriteria minor dapat diterima jika kriteria
minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain
seperti hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.

Kriteria mayor
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular

Kriteria minor
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea deffort

4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi (>120/menit)

2. Pemeriksaan Fisik
A. Tekanan darah dan Nadi
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan,
namun biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV
berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan
adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda
nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik.
Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian
perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas
adrenergik berlebih. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh
berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2.
Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial
dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah
arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan
hiperventilasi

dan

hipokapnia,

diikuti

rekurensi

fase

apnea.

Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien


sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara

B. Jugular Vein Pressure


Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai
tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika
pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 300. Tekanan vena
jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan
memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal.
Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada
waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring
dengan peningkatan tekanan abdomen (abdominojugular reflux
positif). Gelombang v besar mengindikasikan keberadaan regurgitasi
trikuspid.
C. Ictus cordis
Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak
memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan.
Jika kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah
lokasi dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari
midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari
apex.
D. Suara jantung tambahan
Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S 3) dapat terdengar
dan dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy
ventrikel

kanan

dapat

memiliki

denyut

Parasternal

yang

berkepanjangan meluas hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop)


paling sering ditemukan pada pasien dengan volume overload yang

juga mengalami takikardi dan takipneu, dan seringkali menandakan


gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan indicator
spesifik namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi
diastolic. Bising pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan
pada pasien.
E. Pemeriksaan paru
Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari
transudasi cairan dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada
pasien dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas pada kedua
lapangan paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi
(cardiac asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki
penyakit paru sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk CHF. Perlu
diketahui bahwa rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan
CHF kronis, bahkan dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang
meningkat, hal ini disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik
dari cairan alveolar. Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan
tekanan kapiler pleura dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam
rongga pleura. Karena vena pleura mengalir ke vena sistemik dan
pulmoner, efusi pleura paling sering terjadi dengan kegagalan
biventrikuler. Walaupun pada efusi pleura seringkali bilateral, namun
pada efusi pleura unilateral yang sering terkena adalah rongga pleura
kanan.
F. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux

Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika


ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat
berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites
sebagai tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan
pada vena hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga
merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari gangguan fungsi
hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait
dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.

G. Edema tungkai
Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF,
namun namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada
pasien yang diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik
dan dependen pada CHF dan terjadi terutama pada daerah Achilles
dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang
melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral
(edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat
menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada kulit.
H. Cardiac Cachexia
Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan
penurunan berat badan dan cachexia yang bermakna. Walaupun
mekanisme dari cachexia pada HF tidak diketahui, sepertinya
melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan resting metabolic

rate; anorexia, nausea, dan muntah akibat hepatomegali kongestif dan


perasaan penuh pada perut; peningkatan konsentrasi sitokin yang
bersirkulasi seperti TNF, dan gangguan absorbsi intestinal akibat
kongesti pada vena di usus. Jika ditemukan, cachexia menandakan
prognosis keseluruhan yang buruk.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh
mana gagal jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti
: hati, ginjal dan lain-lain. Pemeriksaan hitung darah dapat
menunjukan anemia, karena anemia ini merupakan suatu penyebab
gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk
bentuk disfungsi jantung lainnya.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi/Rontgen.
Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan
bayangan hilus paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke
pinggir berkurang, lapangan paru bercak-bercak karena edema paru,
pembesaran jantung, cardio-thoragic ratio (CTR) meningkat, distensi
vena paru.
b. Pemeriksaan EKG.

Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer


jantung ( iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tandatanda faktor pencetus akut ( infark miocard, emboli paru ).
c. Ekhokardiografi.
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta
anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung

G. Penatalaksanaan gagal jantung kongestif


A. Terapi non farmakologi (Dickstain, 2008).
a. Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau
obesitas harus diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah,
lipid darah, dan berat badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi
2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai
berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari hanya untuk gagal
jantung berat.
b. Merokok : Harus dihentikan.
c. Aktivitas fisik olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda
dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas IIIII) dengan intensitas yang nyaman bagi pasien.

d. Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.


e. Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang
sangat panas atau lembab

B. Terapi farmakologi
a. Algoritme (Dickstain, 2008).

Tabel 4. Terapi Obat menurut status fungsional pasien


Tabel teraTabel 5. Terapi obat menurut NYHA

b.
Jenis

dan tempat obat (Katzung, 2001)


1. Diuretik
KELAS DAN CONTOH:
THIAZIDES:

KEUNTUNGAN
KERUGIAN
Perananannya
telah Dihubungkan

dengan

Hydrochlorothiazide

dikembangkan

Indapamide

pengobatan hipertensi, hyperuricaemia ,

Chlorthalidone

dalam hypomagnes-aemia,

khususnya pada orang- glycemia,


tua.

LOOP DIURETICS:

Furosemide

Ethacrynic acid

Bumetamide

hyperatau

hyperlipidaemia.

Mempunyai efek yang Dapat


kuat, onset cepat

menyebabkan

hypokalemia

atau

hypomagnesaemia
dihubung-kan

dengan

kekurang

patuhan

POTASSIUM-SPARING

pemakaian obat.
Hasil positif terhadap Dapat
menyebabkan

DIURETICS:

survival tampak pada hyperkalemia dan azotemia,

Spironolactone

pemakaian

Amiloride

lactone;

Triamterene

kehilangan

spirono- khususnya jika pasien juga


menghindari memakai ACE-inhibitor.
potassium

dan magnesium

Mekanisme kerja:

Gambar 13. Mekanisme kerja diuretik

2. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors


ACE-Inhibitors sekarang dipakai sebagai dasar (cornerstone) terapi
untuk penderita dis-fungsi sistolik, dengan tidak memandang beratnya
gejala.Tetapi,dengan pertimbangkan side effects seperti simtomatik
hipotensi, perburukan fungsi ginjal, batuk dan angioedema, maka terdapat
hambatan pada pemakaiannya baik underprescribing maupun underdosing
obat tersebut, khususnya pada orang-orang tua. Pada penelitian klinik
menunjukkan bahwa hal yang menimbulkan ketakutan-ketakutan tersebut
tidak ditemui, dikarenakan obat tersebut diberikan dengan dosis yang
rendah dan dititrasi pelahan sampai mencapai dosis target memberi hasil
yang efektif sehingga ACE-inhibitor umumnya dapat ditolerir dengan
baik.

ACE inhibitor diindikasikan pada semua pasien gagal jantung sistolik, tanpa

memandang beratnya simptom.

Awali pengobatan dengan dosis yang rendah dan dititrasi sampai dosis
maksimum yang dapat ditoleris dalam 3-4 minggu.

Nasehati pasien yang sedang memakai ACE inhibitor, bahwa mungkin


mengalami batuk-batuk; keadaan ini terjadi pada 15% sampai 20% pasien yang
memakai ACE inhibitors.

Sebelum mengawali pengobatan dan selama serta setelah titrasi, periksa


Natrium ,Kalium dan Creatinine serum.

Waspada terhadap dapat terjadinya first-dose hypotension pada hiponatremia,


dosis diuretika yang tinggi, hipotensi (tekanan darah sistolik <100 mmHg)
sebelum meng-awali terapi ACE inhibitor.
Tabel 7. Pemakaian ACE inhibitor pada Pasien CHF

3. Angiotensin Receptor Blockers


Indikasi pemakaian angiotensin II receptor antagonists (ARAs)
pada CHF yang telah diterima saat ini adalah pada pasien-pasien yang
intolerans terhadap ACE inhibitor yang menyebabkan batuk. Manfaat
ARAs pada populasi ini telah dikembangkan CHARM-Alternative study
(Candesartan in Heart failure Assessment of reduction in Mortality and
Morbidity- Alternative study). Pada penelitian ini , ARA candesartan
secara

signifikan

menurunkan

combined

endpoint

kematian

kardiovaskular ataupun hospitalisasi pasien-pasien CHF yang sebelumnya


diketahui intolerans terhadap ACE inhibitor.

Dua perbandingan langsung antara ARA dan ACE inhibitor yang


dilaksanakan pada pasien CHF. Penelitian yang lebih besar , ELITE II (the
Evaluation of Losartan in the Elderly II) melaporkan bahwa tidak
ditemukan perbedaan antara pemakaian losartan dan captopril, tetapi
survival curve menunjukkan kecenderungan survival yang lebih baik
pada pemakaian ACE inhibitor. Penelitian yang di-design serupa pada
pasien gagal jantung setelah miokard infark akut OPTIMAAL (the
Optimal Trial in Myocardial Infarction with the Angiotensin II Antagonist
Losartan) melaporkan outcome yang serupa.
VALIANT (the Valsartan in Acute Myocardial Infarction Trial),
salah satu penelitian besar pada pasien Gagal Jantung post-AMI
melaporkan terdapat

survival outcome yang identik antar 3 group

pengobatan :Valsartan (suatu ARA) dosis tinggi, Captopril dosis tinggi


dan Kombinasi keduanya.
Dua penelitian besar lain (the CHARM Added Trial

and the

Valsartan Heart Failure Trial [Val-Heft]) meneliti impact penambahan


suatu ARA pada ACE inhibitor pada pasien CHF. Kedua penelitian
tersebut menunjukkan bahwa penambahan suatu ARA dengan signifikan
menurunkan risiko hospitalisasi CHF selanjutnya; tetapi impact-nya pada
mortality tidak tegas.
Kesimpulan

dari

penelitian-penelitian

diatas

bersama-sama,

menunjukkan bahwa ARAs dan ACE inhibitor bilamana dipakai dengan


dosis yang ekuivalent, akan memberi outcome yang sama, bila dipakai
sebagai terapi alternatif pada pasien CHF. Manfaat utama yang didapat

dengan penggabungan terapi ini pada pasien CHF tampaknya dalam


penurunan hospitalisasi

4. Receptor Blockers
Hampir semua pengobatan standard penderita gagal jantung,
mempunyai

mekanisme

kerja

memperbaiki

hemodinamika

dan

simptomatik secara akut. Efek segera dari -bloker sebaliknya dapat


memperburuk hemodinamik, kadang-kadang menyebabkan peburukan
gejala yang berat, makanya sudah sejak lama pemakaian obat ini dikontra-indikasikan pada pasien-pasien CHF. Meskipun demikian, buktibukti bahwa pemberian secara kronik dari -bloker memperbaiki fungsi
jantung

dan menurunkan morbiditas serta mortalitas pasien CHF.

Sesungguhnya bukti-bukti pemakaian -bloker pada pasien CHF yang


ditunjukkan pada banyak randomized controlled trials jauh lebih banyak
daripada dengan trial-trial ACE inhibitor.
Tiga -bloker yang akhir-akhir ini di-approved untuk pengobatan
gagal jantung di Australia, yaitu bisoprolol, carvedilol dan slow-release
metoprolol succinate. Setiap jenis obat tersebut telah menunjukkan
penurunan mortalitas dan hospitalisasi pasien CHF seperti ditunjukkan
pada suatu trial besar placebo-controlled. Manfaat seperti ini tidak selalu
ditampakkan pada pemakaian -bloker lain. Cardevilol atau Metoprolol
European Trial (COMET), membandingkan carvedilol dan standardrelease metoprolol tartrate, didapat hasil survival yang lebih baik pada
pasien-pasien yang mendapat carvedilol.

5. Additional Therapies

Digitalis
Faktor keamanan dan efektifitas digoxin yang telah dipakai
dalam pengobatan gagal jantung selama 300 tahun, baru akhirakhir

ini

diketahui. Penelitian The Digitalis Investigation

Group (DIG) menunjukkan bahwa digoxin secara signifikan


menurunkan hospitalisasi pada pasien CHF yang sinus rhythm
sejak awalnya dan pada pasien-pasien CHF yang telah dengan
maintenans ACE inhibitor dan diuretik. Pada penelitian ini
Digoxin mempunyai efek netral(tidak mempengaruhi) terhadap
mortalitas.Maka penelitian berdasarkan evidence based mengindikasikan pemakaian digoxin pada pasien CHF

adalah

sebagai pereda simptom-simptom yang masih tetap ada walau


sudah memakai ACE inhibitor dan diuretika.
Dosis median harian adalah 0,25 mg/hari dan trough blood
level digoxin pada DIG study adalah 0,9 ng/mL. Terdapat bukti
bahwa peningkatan risiko intiksikasi digoxin (termasuk
kematian) meningkat dengan cepat bilamana dosis harian ratarata melebihi 0,25 mg/hari atau bila trough serum digoxin
level melebihi 1,0 ng/mL. Pemakaian dosis maintenans digoxin
yang rendah (0,125 sampai 0,25 mg/hari) kususnya penting
pada pasien wanita dan pasien usia lanjut, dikarenakan
terdapatnya penurunan fungsi ginjal semakin bertambahnya

umur.Hal ini menjadi penting dikarenakan pada praktek klinik


pasien populasi gagal jantung usia lanjut

merupakan porsi

yang terbesar.Selain itu, intoksikasi digoxin pada usia lanjut


sukar dikenali. Adanya obat-obat lain yang dipakai bersamaan
(misal amiodarone, verapamil) yang dapat meningkatkan kadar
serum digoxin menyebabkan perlunya penurunan dosis
maintenans.
Digoxin dapat juga dipakai untuk meng-kontrol atrial fibrillasi,
yang terdapat pada sampai sepertiga pasien CHF. Perlunya
pemakaian digoxin untuk meng-kontrol heart rate pada pasienpasien atrial fibrilasi telah dipertanyakan sejak ditemukannya
b-bloker; tetapi pada penelitian pada pasien CHF dan atrial
fibrilasi kronis baru-baru ini menunjukkan outcome yang lebih
baik didapat pada pemakaian digoxin bersama carvedilol
dibandingkan dengan terapi obat tersebut sendiri-sendiri.

H. Komplikasi
Komplikasi kardiovaskuler umumnya jarang terjadi, namun ini merupakan
jenis komplikasi yang sangat serius. Komplikasi yang paling serius adalah
kematian tiba-tiba (sudden death). Kematian tiba-tiba selama latihan biasanya
berhubungan dengan penyakit jantung struktural dan mekanisme yang paling
umum adalah fibrilasi ventrikel. Kebanyakan kematian karena latihan pada pasien
jantung terjadi pada saat aktivitas yang melebihi latihan normal karena kurangnya
perhatian akan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh latihan (Sudoyo, 2009).

I. Prognosis

CLASS

SYMPTOMS

I
II

MORTALITY*
None, asymptomatic left ventricular dysfunction
5%
Dyspnoea or fatigue on moderate physical 10 %

III
IV

1-YEAR

exertion
Dyspneoea or fatigue on normal daily activities
Dyspnoea or fatigue at rest
Tabel 8. New York Heart Association Classification

10 % - 20 %
40 % - 50 %.

Daftar Pustaka
Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. 2008. Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure . European heart journal.
http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview . Di akses 23
Juli 2012
Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik. Salemba Medika. 2001
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, PhD. 2005.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai

  • ASTENOPIA
    ASTENOPIA
    Dokumen12 halaman
    ASTENOPIA
    Andita Delifauzan Syabana
    Belum ada peringkat
  • P 5
    P 5
    Dokumen3 halaman
    P 5
    Andita Delifauzan Syabana
    Belum ada peringkat
  • Referat Fotofobia
    Referat Fotofobia
    Dokumen10 halaman
    Referat Fotofobia
    Andita Delifauzan Syabana
    100% (1)
  • Motlet
    Motlet
    Dokumen1 halaman
    Motlet
    Andita Delifauzan Syabana
    Belum ada peringkat
  • CV Daftar
    CV Daftar
    Dokumen2 halaman
    CV Daftar
    Andita Delifauzan Syabana
    Belum ada peringkat