Supervisor
ABSTRAK
. Anemia defisiensi besi merupakan permasalahan klinis yang sering dijumpai. Anemia
defisiensi besi memiliki prevalensi 2-5 % pada laki-laki dewasa dan wanita pasca menopause di
negara berkembang. Gastritis merupakan salah satu penyebab yang dapat menyebabkan anemia
defisiensi besi, dengan kemungkinan perdarahan samar, perdarahan nyata yang kronis dan gangguan
absorpsi.
Dilaporkan kasus seorang laki-laki 32 tahun yang didiagnosa dengan anemia defisiensi besi
dan gastritis, kemungkinan anemia defisiensi besi pada pasien ini yang dapat dikorelasikan dengan
gastritis adalah perdarahan kronis atau infeksi Helicobacter pylori. Penatalaksanaan berupa pemberian
terapi besi secara oral dan parenteral, dan juga transfusi sel darah merah. Diperlukan evaluasi bulanan
selama 6 bulan untuk mengatasi anemia dan memastikan cadangan besi yang cukup pada pasien.
Kasus ini diajukan sebagai pembelajaran bagaimana penatalaksanaan
anemia defisiensi besi secara umum serta korelasinya dengan gastritis.
PENDAHULUAN
1
Anemia defisiensi besi merupakan permasalahan klinis yang sering dijumpai. Anemia
defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kurangnya cadangan besi di dalam tubuh (depleted
iron store) sehingga asupan besi untuk eritropoiesis berkurang, yang pada akhirnya menyebabkan
berkurangnya pembentukan hemoglobin. Kelainan ini ditandai dengan ditemukannya sel darah merah
yang mikrositik hipokromik, serum besi menurun, TIBC (total iron-binding capacity) meningkat,
saturasi transferin menurun, serum feritin menurun, dan adanya respon terhadap pengobatan dengan
preparat besi.1
Menurut British Society of Gastroenterology pada tahun 2005, anemia defisiensi besi
memiliki prevalensi 2-5 % pada laki-laki dewasa dan wanita pasca menopause di negara berkembang
dan merupakan penyebab yang umum untuk mendapatkan rujukan ke ahli gastroenterologi. 2
Kehilangan darah saat menstruasi dan selama proses kehamilan merupakan penyebab tersering pada
wanita pra menopause, sementara kehilangan darah dari gastrointestinal (GI) merupakan penyebab
tersering pada laki-laki dewasa dan wanita pasca menopause. 3
Penyebab anemia defisiensi besi secara garis besar dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu
peningkatan kebutuhan tubuh terhadap zat besi (masa pertumbuhan, kehamilan, menyusui),
penurunan asupan zat besi (sosioekonomi rendah, asupan gizi kurang, vegetarian, alkoholisme, usia
tua), peningkatan pengeluaran zat besi (menstruasi, perdarahan gastrointestinal, donor darah, pasca
operasi, hemoglobinuria, infeksi parasit, hemolisis intravaskular) dan gangguan absorpsi (faktor
makanan, celiac disease, chrons disease, obat-obatan yang menganggu absorpsi besi, gastrektomi,
gagal ginjal kronis, gangguan absorpsi gastrointestinal)
Gastritis merupakan salah satu penyebab yang dapat menyebabkan anemia defisiensi besi,
dengan kemungkinan perdarahan samar, perdarahan nyata yang kronis dan gangguan absorpsi. 3
Gastritis didefinisikan sebagai inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung, secara histopatologi
dapat dibuktikan dengan terdapatnya infiltrasi sel sel radang pada daerah yang terkena. Gastritis erosif
adalah gastritis yang telah menyebabkan erosi pada mukosa dan submukosa lambung, yang dapat
menyebabkan perdarahan pada lambung.5
Hubungan antara gastritis dan anemia defisiensi besi biasanya sebagai akibat dari perdarahan
yang kronis pada mukosa lambung atau menurunnya absorpi besi akibat dari koloni Helicobacter
pylori pada permukaan mukosa.6
Kasus ini diajukan sebagai pembelajaran bagaimana penatalaksanaan anemia defisiensi besi
secara umum serta korelasi antara anemia defisiensi besi dan gastritis.
KASUS
Seorang laki-laki 32 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA)
Banda Aceh pada tanggal 03 November 2014 dengan keluhan mual muntah sejak 2 minggu SMRS,
muntah sekitar 4-5 kali setiap hari, muntah hitam / darah disangkal, mual dan muntah disertai dengan
nyeri di daerah epigastrium, nyeri epigastrium dirasakan memberat sesaat setelah pasien
mengkonsumsi makanan. BAB hitam / darah disangkal. Demam, batuk, sesak nafas tidak ada
keluhan. Riwayat penggunaan obat-obat anti nyeri disangkal. Pasien memiliki riwayat makan tidak
teratur, serta suka mengkonsumsi makanan yang asam dan pedas.
Pada bulan Februari 2014 pasien pernah dirawat di RSUDZA dengan keluhan pucat dan nyeri
di epigastrium, pasien saat itu dicurigai menderita Trait Thalasemia, namun setelah dilakukan
pemeriksaan hemoglobin elektroforesis tidak ditemukan tanda tanda menderita thalasemia, pasien
pada saat itu di berikan transfuse packed red cell (PRC) sebanyak 4 kantong. Pasien juga dilakukan
pemeriksaan endoskopi dengan kesimpulan gastritis erosif ringan dan esofagitis sedang, hasil biopsi
mukosa lambung dengan kesimpulan proses radang kronik non spesifik.
Pada bulan September 2014 pasien kembali dirawat di RSUDZA masih dengan keluhan yang
pucat dan disertai dengan nyeri di epigastrium dan mual muntah, dari hasil morfologi darah tepi
ditemukan eritrosit yang mikrositik hipokromik, hemoglobin 5,6 g/dL, hematokrit 19%, eritrosit 3,4 x
106 /ul, leukosit 5,0 x 106 /ul, trombosit 631.000 /ul, MCV 55 fl, MCH 16 pg, MCHC 29%, serum
feritin 28 g/dL, serum besi 6 g/dL, total iron-binding capacity 368 g/dL, pasien diterapi dengan
pemberian drip venofer (iron sucrose) 500mg, transfusi PRC 4 kantong, pada saat pulang pasien
diberikan sulfas ferosus 2 x 1 tablet.
Pemeriksaan fisik saat masuk RSUDZA pada tanggal 03 November 2014, didapatkan vital
sign dan hemodinamik dalam kondisi stabil. Pemeriksaan kepala, leher, thorax dan jantung tidak
dijumpai kelainan. Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan pada regio epigastrium. Pada
pemeriksaan ekstremitas dijumpai koilonychia (spoon nail). Dari pemeriksaan laboratorium darah dan
urin tidak dijumpai kelainan, hemoglobin 13,2 g/dl, hematokrit 40%, eritrosit 5,5 x 10 6 /ul, leukosit
10,6 x 106 /ul, trombosit 562.000 /ul. Dilakukan pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi dengan
hasil esofagitis grade B dan gastritis erosif di corpus gaster.
DISKUSI
Anemia adalah suatu kondisi di mana jumlah sel darah merah tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Kebutuhan fisiologis tertentu pada setiap orang bervariasi
sesuai dengan usia, jenis kelamin, ketinggian habitat di atas permukaan laut, merokok dan berbagai
tahap kehamilan. Anemia defisiensi besi diperkirakan menjadi penyebab paling umum dari anemia
secara global, tetapi kekurangan gizi (termasuk asam folat, vitamin B12, dan vitamin A), peradangan
akut dan kronis, infeksi parasit, dan kelainan bawaan atau diperoleh juga dapat mempengaruhi sintesis
hemoglobin, produksi sel darah merah atau kelangsungan hidup sel darah merah. 7
3
Pada tahun 1989, WHO telah membagi tingkat keparahan anemia berdasarkan jumlah
hemoglobin, usia, jenis kelamin dan kehamilan.8
Usia
Anemia (g/dL)
Non Anemia
(g/dL)
Ringan
Sedang
Berat
6 59 Bulan
11
10 10,9
7 9,9
<7
5 11 Tahun
11,5
11 11,4
8 10,9
<8
12 14 Tahun
12
11 11,9
8 10,9
<8
12
11 11,9
8 10,9
<8
11
10 10,9
70 9,9
<7
13
11 12,9
8 10,9
<8
di duodenum. Fase Mukosal, proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses
aktif. Fase corporeal meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang
memerlukan, dan penyimpanan besi di dalam tubuh.14
Anemia defisiensi besi merupkan kondisi dimana terdapat anemia dengan bukti nyata
kekurangan zat besi didalam tubuh, progresi anemia defisiensi besi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan. 15
1. Keseimbangan Besi Negatif
Yaitu kebutuhan tubuh akan besi melebihi kemampuan tubuh untuk menyerap zat besi dari
makanan. Tahap ini merupakan hasil dari sejumlah mekanisme fisiologis, termasuk
kehilangan darah, kehamilan, pertumbuhan yang cepat pada remaja tersebut, atau asupan zat
besi yang tidak memadai. Kehilangan darah lebih dari 10-20 ml sel darah merah per hari lebih
besar dari jumlah besi yang dapat diserap usus dapat menyerap dari makanan. Dalam tahap
ini, serum besi dan total iron-binding capacity (TIBC) tetap dalam batas normal. Morfologi
sel darah merah normal.
2. Eritropoiesis Defisiensi Besi
Ketika simpanan besi menjadi habis, besi serum mulai turun, perlahan TIBC akan meningkat,
simpanan besi pada sumsum tulang habis ketika tingkat serum feritin < 15 mg/L. Ketika
saturasi transferrin jatuh ke 15-20 %, sintesis hemoglobin menjadi terganggu. Evaluasi yang
cermat terhadap hapusan darah tepi memperlihatkan sel darah merah yang mikrositik, juga
akan ditemukan retikulosit yang hipokromik dalam sirkulasi.
3. Anemia Defisiensi Besi
Secara bertahap, hemoglobin dan hematokrit akan turun, mencerminkan anemia kekurangan
zat besi. Saturasi transferin pada saat ini berkisar 10-15 %. Dengan anemia yang lebih berat
(hemoglobin < 7-8 g / dL ), hipokromik dan mikrositosis menjadi lebih menonjol, sel target
dan sel darah merah yang tidak normal (poikilocytes) akan terlihat pada hapusan darah
Kondisi klinis tertentu membawa kemungkinan kekurangan zat besi. Kehamilan, remaja
dengan periode pertumbuhan yang cepat, dan riwayat kehilangan darah harus diwaspadai untuk
kemungkinan besi defisiensi. Tanda terkait dengan kekurangan zat besi tergantung pada tingkat
keparahan dan kronisitas dari anemia, di samping tanda-tanda yang biasa didapatkan pada anemia
yaitu kelelahan, pucat, dan kapasitas latihan berkurang. Cheilosis (celah di sudut mulut) dan
koilonychias (kuku sendok) adalah tanda-tanda kekurangan zat besi. Diagnosis kekurangan zat besi
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. 1
Secara laboratorium untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai
kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kiteria Kerlin et al) yaitu apabila didapatkan
anemia hipokrom mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31% dengan
salah satu dari hal di bawah ini : 14
5
c. Pengecatan sumsum tulang dengan menggunakan pewarnaan biru prusia (Perls stain)
menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosidrin) yang negatif.
d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau dengan preparat besi lain
yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dL.
Keseimbangan Besi
Eritropoiesis
Anemia
Negatif
defisiensi besi
Defisiensi Besi
1-3+
0-1+
50-200
< 20
< 15
< 15
300-360
> 360
> 380
> 400
50-150
Normal
< 50
< 30
30-50
Normal
< 20
< 10
40-60
Normal
< 10
< 10
30-50
Normal
> 100
> 200
Normal
Normal
Normal
Besi sumsung
tulang
Serum Ferritin
(g/L)
TIBC
(g/dL)
Serum Besi
(g/dL)
Saturasi
Transferrin (%)
Sideroblast (%)
Protoporfirin
(g/dL)
Morfologi
Normositik
Eritrosit
Normokrom
Mikrositik
Hipokromik
Serum Ferritin
Besi yang bersirkulasi bebas merupakan racun bagi sel, dan tubuh telah membentuk
mekanisme pelindung untuk mengikat besi dalam berbagai kompartemen jaringan. Dalam sel, besi
disimpan dengan cara berikatan dengan protein yang dikenal sebagai feritin. Dalam kondisi normal
tingkat ferritin serum berkorelasi dengan jumlah simpanan besi tubuh, sehingga tingkat serum feritin
adalah uji laboratorium yang paling akurat untuk memperkirakan jumlah simpanan besi di dalam
tubuh. Nilai normal ferritin bervariasi sesuai dengan umur dan jenis kelamin. Pria dewasa memiliki
nilai serum ferritin rata-rata sekitar 50 100 mg/L, sedangkan wanita dewasa memiliki nilai ferritin
rata-rata 30 mg/L. Jika simpanan besi mulai menurun dan nilai ferritin < 15 mg/L, hal ini
menunjukkan diagnostik akan hilangnya simpanan besi di dalam tubuh dengan sensitivitas 95% dan
spesifisitas 98%.15
hapusan sumsum tulang diwarnai untuk besi, 20-40 % menghasilkan eritroblast -disebut sideroblastyang terlihat memiliki butiran feritin di dalam sitoplasmanya. 15
Sel Merah Protoporfirin
Protoporfirin adalah perantara dalam jalur sintesis heme. Dalam kondisi di mana sintesis
heme terganggu, protoporfirin akan terakumulasi dalam sel merah. Ini mencerminkan suplai besi
untuk prekursor eritroid yang tidak adekuat untuk mendukung sintesis hemoglobin. Nilai normal
adalah < 30 mg / dL dari sel darah merah. Dalam kekurangan zat besi, akan terlihat peningkatan
hingga > 100 mg / dL.15
Serum Transferrin Receptor Protein
Karena sel-sel eritroid memiliki jumlah tertinggi reseptor transferrin pada permukaannya dari
setiap sel manapun dalam tubuh, dan karena transferrin receptor protein ( TRP ) dilepaskan oleh selsel ke dalam sirkulasi, maka kadar serum TRP mencerminkan total massa eritroid pada sumsum
tulang, kadar TRP yang tinggi adalah mutlak kekurangan zat besi. Nilai normal 4-9 mg / L dapat
ditentukan melalui pemeriksaan immunoassay.15
Selain defisiensi besi, hanya ada tiga kondisi yang dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding anemia mikrositik hipokromik.15
1. Thalasemia.
Thalasemia dibedakan dari defisiensi besi berdasarkan serum besi, level serum besi dan
saturasi transferrin yang meningkat merupakan perbedaan yang mendasar pada keduanya.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan hemoglobin elektrophoresis untuk melihat pola
hemoglobin yang abnormal.
2. Anemia pada penyakit kronis.
Anemia pada penyakit kronis dengan hantaran besi yang tidak adekuat ke eritroid sumsum
tulang, perbedaan utama pada kedua jenis anemia ini adalah nilai ferritin serum yang normal
atau meningkat pada anemia penyakit kronis, saturasi transferrin dan nilai TIBC biasanya di
bawah normal.
3. Sindrom Myelodisplastik
Penderita sindrom myelodisplastik memiliki gangguan sistesis hemoglobin dengan disfungsi
mitokondria, yang mengakibatkan gangguan hantaran besi pada heme. Perbedaan kedua
anemia ini adalah nilai cadangan besi yang normal dan suplai besi ke sumsum tulang yang
adekuat.
Tes
Anemia
Anemia
Defisiensi Besi
Penyakit Kronis
< 30
< 50
Normal, Tinggi
Normal, Tinggi
> 360
< 300
Normal
Normal
Thalasemia
Anemia
Sideroblastik
Serum Besi
(g/dL)
TIBC
(g/dL)
Saturasi
Transferrin
Serum Ferritin
(g/dL)
Pola Hb
< 10
10 20
30 80
30 80
< 15
30 - 200
50 300
50 300
Normal
Normal
Abnormal
Normal
2.
3.
4.
Kekurangan asupan
Penurunan Absorbsi
Masa pertumbuhan
Kehamilan
Menyusui
Sosioekonomi rendah
Vegetarian
Alkoholisme
Usia tua
Perdarahan gastrointestinal
Donor darah
Pasca operasi
Hemoglobinuria
Infeksi parasit
Hemolisis intravaskular
Faktor diet
Celiac disease
Chrons disease
Obat-obatan
Gastrektomi
9
defisiensi besi cenderung memiliki gastritis pada bagian korpus dibandingkan pada penderita infeksi
Helicobacter pylori tanpa anemia. Gastritis kronis pada korpus lambung mengakibatkan menurunnya
sekresi asam klorida dan meningkatkan pH intragastrik yang dapat mengganggu absorpsi besi. Sekresi
asam klorida kembali ke nilai normal setelah eradikasi Helicobacter pylori.20
Efek penting lainnya dari gastritis akibat infeksi Helicobacter pylori yang dapat menyebabkan
penyerapan zat besi berkurang adalah penurunan konsentrasi asam askorbat pada lambung. Asam
askorbat memfasilitasi penyerapan zat besi dengan mereduksi bentuk besi menjadi bentuk ferrous
yang lebih mudah diabsorbsi. Asam askorbat disekresikan yang menjadi salah satu komponen cairan
lambung, dan telah menunjukkan bahwa kadar asam askorbat pada cairan lambung secara signifikan
lebih rendah pada penderita yang terinfeksi Helicobacter pylori. Nilai asam askorbat pada cairan
lambung kembali normal setelah dilakukan eradikasi Helicobacter pylori.20
Hipotesis mengenai mekanisme yang dapat menjelaskan penurunan penyerapan zat besi
terkait dengan infeksi Helicobacter pylori adalah meningkatnya produksi hepcidin oleh hepatosit
sebagai respon terhadap produksi InterLeukin-6 (IL-6) yang diasosiasikan dengan gastritis. Penderita
gastritis akibat infeksi Helicobacter pylori telah terbukti memiliki penyerapan zat besi oral menurun
dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi.20
Hipotesis lain yang menjelaskan suatu hubungan antara infeksi Helicobacter pylori dan
menurunnya absorbs besi adalah penyerapan zat besi oleh koloni Helicobacter pylori. Seperti banyak
bakteri, Helicobacter pylori membutuhkan zat besi untuk pertumbuhan.19
Sebuah penelitian oleh Lun-Hua Chen dan He-Sheng Luo di Cina yang dilakukan pada tahun
2002 2005, membagi 86 orang yang telah didiagnosa anemia defisiensi besi yang positif terinfeksi
Helicobacter pylori menjadi dua grup masing masing 43 orang. Pada grup A diberikan terapi Sulfas
Ferosus 200 mg 3 x sehari ditambahkan dengan terapi eradikasi Helycobacer pylori, sedangkan grup
B hanya mendapatkan terapi sulfas ferosus 200 mg 3 x sehari. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukan perbedaan yang nyata terhadap serum besi antara kedua grup setelah 56 hari pemberian
terapi.6
Penelitian lain pernah dilakukan di Iran pada tahun 2007 yang menghubungkan antara
defisiensi besi, gastritis dan infeksi Helicobacter pylori, hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
dari total 184 pasien dengan keluhan sindrom dyspepsia dengan usia rata rata 43,3 tahun, ternyata
143 pasien (77,8%) terinfeksi Helicobacter pylori, dan 32 pasien (17,6%) menderita defisiensi besi
dengan hasil ferritin serum < 15g/L.21
Penatalaksanaan anemia defisiensi besi mempunyai tujuan mengembalikan kadar hemoglobin
dan eritsrosit kembali normal, dan mengganti cadangan besi dalam tubuh. Jika hal ini tidak bisa
dicapai, diperlukan evaluasi ulang terhadap keadaan penyakit yang mendasari terjadinya anemia
defisiensi besi.22
Pasien yang menderita defisiensi besi harus mendapatkan suplemen besi baik untuk
memperbaiki anemia dan juga untuk mengisi cadangan besi dalam tubuh. Pasien asimptomatik yang
11
menderita anemia defisiensi besi, pengobatan dengan zat besi oral biasanya adekuat, banyak sediaan
yang tersedia, mulai dari garam besi sederhana hingga senyawa besi kompleks. Meskipun berbagai
sediaan mengandung jumlah besi yang berbeda, pada umumnya semua dapat diserap dengan baik dan
efektif dalam pengobatan. Untuk terapi pengganti besi, suplemen besi dapat diberikan hinggan 300
mg per hari, dengan pemberian dosis dibagi tiga atau empat kali sehari. Idealnya, konsumsi zat besi
oral sebaiknya diminum pada saat sebelum makan, karena makanan dapat menghambat penyerapan
zat besi.15
Anemia Defisiensi
Besi
Atasi penyakit
dasar
Mulai terapi besi
Intoleransi
Ya
Tidak
Pemeriksaan darah
normal?
Ya
Tidak
Hentikan
evaluasi
12
Pada pasien ini diberikan drip intra vena iron sucrose 400 mg pada saat masuk di bulan
September 2014, dilanjukan dengan pemberian sulfas ferosus tablet 2 x 200mg.
Komplikasi yang sering terjadi pada terapi besi oral adalah gangguan gastrointestinal (15-20
%). Nyeri perut, mual, muntah dan konstipasi dapat menyebabkan ketidakpatuhan pasien untuk
meminum obat. Efek samping ini adalah hambatan utama dan membuat terapi menjadi tidak efektif
pada sejumlah pasien.15
Tablet (kandungan besi)
(mg)
(mg / 5 ml)
325 (65)
300 (60)
195 (39)
90 (18)
525 (105)
Nama Generik
Ferrous sulfate
Extended release
325 (107)
Ferrous fumarate
100 (33)
195 (64)
Ferrous gluconate
325 (39)
300 (35)
150 (150)
Polysaccharide iron
100 (100)
50 (50)
Tabel 5. Preparat Besi Oral.15
Respon terhadap terapi besi bervariasi, tergantung pada stimulasi eritropoietin (EPO) dan
tingkat penyerapan. Biasanya, jumlah retikulosit akan mulai meningkat dalam waktu 4-7 hari setelah
memulai terapi dan puncaknya pada 1,5 minggu. Kurangnya respon terhadap terapi besi mungkin
karena penyerapan yang buruk, ketidakpatuhan meminum obat, atau diagnosis yang membingungkan.
Sebuah tes yang berguna untuk menentuka n kemampuan pasien untuk menyerap besi adalah tes
toleransi besi. Dua tablet besi diberikan kepada pasien pada waktu perut kosong, dan besi serum
diukur secara serial setelah 2 jam. Penyerapan normal akan mengakibatkan peningkatan serum besi
minimal 100 mg / dL. Jika terjadi defisiensi yang menetap meskipun dengan pengobatan yang
adekuat, perlu dipikirkan untuk beralih ke terapi besi parenteral. 15
Keamanan parenteral besi telah menjadi perhatian. Efek samping yang serius pada pemberian
dekstran parenteral diperkirakan 0,7 % dari kasus. Pada saat ini beberapa sediaan kompleks besi yang
baru telah tersedia, seperti natrium besi glukonat dan besi sukrosa yang memiliki tingkat efek samping
yang lebih rendah.15
13
23
KESIMPULAN
14
Dilaporkan kasus seorang laki-laki 32 tahun yang didiagnosa dengan anemia defisiensi
besi dan gastritis, kemungkinan anemia defisiensi besi pada pasien ini yang dapat dikorelasikan
dengan gastritis adalah perdarahan kronis atau infeksi Helicobacter pylori. Penatalaksanaan berupa
pemberian terapi besi secara oral dan parenteral, dan juga transfusi sel darah merah. Pemberian terapi
besi oral dan parenteral terbukti menunjukkan perbaikan pada pasien berdasarkan hasil pemeriksaan
darah. Diperlukan evaluasi bulanan selama 6 bulan untuk mengatasi anemia dan memastikan
cadangan besi yang cukup pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakta IM. Hematologi Klinik. Jakarta; EGC 2007. 26-39.
2. McIntyre AS & Long RG. Prospective survey of investigations in outpatients referred with
iron deficiency anaemia. Gut 1993;34:11021107.
3. Goddard AF et al. Guidelines for Management of Iron Deficiency Anaemia. British Society of
Gastroenterology. 2005
4. Guidelines & Protocols Iron Deficieny Investigation and Management. British Columbia
edical Association. 2010
5. Gastritis. US Departement of Health and Human Services. NIH. 2010
6. Chen LH. Luo HS. Effects of H. pylori therapy on erythrocytic and iron parameters in iron
deficiency anemia patients with H pylori -positive chronic gastristis. World Journal of
Gastroenterology. 2007; 13(40) : 5380-5383
7. Assessing the iron status of populations: report of a joint World Health Organization / Centers
for Disease Control and Prevention technical consultation on the assessment of iron status at
the population level, 2nd ed. Geneva, World Health Organization, 2007. Available at
http://www.who.int/nutrition/publications/micronutrients/anaemia_iron_deficiency/97892415
96107.pdf
8. Haemoglobin Concentration for the diagnosis of anaemia and assessment of severity. World
Health Organization. 2011.
9. Iron Deficiency Anaemia Assesment, Prevention and Control. World Health Organization.
2001
10. Cielsa B. Hematology in Practice. Philadelphia. FA Davis Company. 2007
11. Jones NCH. Wickramasinghe SN. Catatan Kuliah Hematologi. Jakarta: EGC. 2000. 67-83.
12. Sacher RA. MC Pherson RA. Widmans Clinical Interpretation of Laboratory Tests.
Philadelphia. FA Davis Company. 2000. 68-70.
13. Worwood M. Hoffbrand AV. Iron Metabolism, Iron Deficiency and Disorders of Haem
Synthesis. Postgraduate Haematology 5th Edition. 2005. 26-26
14. Bakta I. Suega K. Dharmayuda TG. Anemia Defisiensi Besi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 5. Jakarta. Interna Publishing. 2011. 1127-1136
15. Adamson JW. Iron Deficiency and other Hypoproliferative Anemias. Harrisons Hematology
and Oncology. McGraw-Hill Companies. 2010. 70-80.
16. Hirlan. Gastritis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta. Interna Publishing. 2011.
509-512
17. Albertus J, Rani AA, Simadibrata M, Abdullah M, Syam AF. Helicobacter pylori Infection in
Superficial Gastritis, Erosive Gastritis and Gastric Ulcer. The Indonesian Journal of
Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy. 2012; 74-79
18. Abdullah M, Ohtsuka H, Rani AA, Sato T, Syam AF, Fujino MA. Helicobacter pylori
infection and gastropathy: A comparison between Indonesian and Japanese patients. World
Journal of Gastroenterology. 2009. 4928-4931.
15
19. Perez GI, Israel DA. Role of iron in Helicobacter pylori: Its influence in outer membrane
protein expression and in pathogenicity. Eur J Gastroenterol Hepatol 2000; 12: 1263-1265.
20. Kearney DJ. Helicobacter pylori infection and iron deficiency anemia: accumulating evidence
in support of a real association. Indian Journal of Gastroenterology. 2005. 147-150.
21. Keramati MR, Siadat Z, Mahmoudi M. The Correlation Between H. Pylori Infection with
Serum Ferritin Concentration and Iron Deficiency Anemia. International Journal of
Hematology and Oncology. 2007; 16-20
22. Short MW, Domagalski MJ. Iron Deficiency Anemia: Evaluation and Management. American
Family Physician. Madigan Healthcare System, Tacoma, Washington. 2013.
23.Mehnaz S, Afzal S, Khalil S, Khan Z. Impact of Iron, Folate & Vitamin C Supplementation
on The Prevalence of Iron Deficiency Anemia In Non-pregnant Females of Peri Urban Areas
of Aligarh. Indian Journal of Community Medicine Vol. 31. 2006. 201-203
16