Anda di halaman 1dari 31

Case Report Session

Meningitis Tuberculosa

Oleh :
Rezi Amalia Putri
1110312003

Preseptor :
dr. Gustina Lubis, Sp.A (K)

Bagian Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Unand
RSUP dr. M. Djamil
Padang
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Salah satu penyakit penyebab kematian utama yang disebabkan oleh

infeksi, adalah Tuberkulosis (TB). TB merupakan ancaman bagi penduduk


Indonesia. Pada tahun 2004, sebanyak seperempat juta orang penderita baru dan
sekitar 140.000 kematian setiap tahunnya. Sebagian besar penderita TB adalah
penduduk yang berusia produktif antara 15-55 tahun, dan penyakit ini merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan
akut pada seluruh kalangan usia.1
Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB telah melakukan
berbagai upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan strategi DOTS (Directly
Observed

Treatment

Shortcourse).

World

Health

Organization

(WHO)

merekomendasikan 5 komponen strategi DOTS yakni :


Tanggung jawab politis dari para pengambil keputusan (termasuk

dukungan dana).
Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek

dengan pengawasan langsung Pengawas Menelan Obat (PMO).


Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan
dan evaluasi program penanggulangan TB.
Walaupun di Indonesia telah banyak kemajuan yang diperoleh, yakni

pencapaian penemuan kasus baru 51,6 % dari target global 70 % dibandingkan


pencapaian 20 % pada tahun 2002 dan 37 % pada tahun 2003, juga penyediaan
obat-obat anti TB yang dijamin oleh pemerintah untuk sarana pelayanan
kesehatan pemerintah mencukupi kebutuhan prakiraan kasus di seluruh Indonesia,
TB tetap belum dapat diberantas, bahkan diperkirakan jumlah penderita TB terus
meningkat. Peningkatan jumlah penderita TB disebabkan oleh berbagai faktor,
yakni kurangnya tingkat kepatuhan penderita untuk berobat dan meminum obat,
harga obat yang mahal, timbulnya resistensi ganda, kurangnya daya tahan hospes
terhadap mikobakteria, berkurangnya daya bakterisid obat yang ada,
meningkatnya kasus HIV/AIDS dan krisis ekonomi. Meskipun berbagai upaya
dilakukan oleh pemerintah, namun tanpa peran serta masyarakat tentunya tidak
akan dicapai hasil yang optimal karena TB tidak hanya masalah kesehatan namun
2

juga merupakan masalah sosial. Keberhasilan penanggulangan TB sangat


bergantung pada tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu
perlu keterlibatan berbagai pihak dan sektor dalam masyarakat, kalangan swasta,
organisasi profesi dan organisasi sosial serta LSM, Instalasi Farmasi Rumah Sakit
maupun tempat lain yang melayani masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya
akan obat TB.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi dan Fisiologi Meningen


Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang

belakang, melindungi struktur halus yang membawa pembuluh darah dan cairan
3

sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen


terdiri dari 3 lapisan, yaitu durameter, arakhnoid, dan piameter. 2

Gambar 2.1. Anatomi Meningen 2

1. Durameter
Lapisan paling luar, menutup otak dan medula spinalis. Sifat dari
durameter yaitu tebal, tidak elastis, berupa serabut, dan berwarna abu-abu. Bagian
pemisah dura : falx serebri yang memisahkan kedua hemisfer dibagian
longitudinal dan tentorium yang merupakan lipatan dari dura yang membentuk
jaring- jaring membran yang kuat. Jaring ini mendukung hemisfer dan
memisahkan hemisfer dengan bagian bawah otak (fossa posterir). 2
2. Arakhnoid
Merupakan membran bagian tengah, yaitu membran yang bersifat tipis dan
lembut yang menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut arakhnoid.
Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding arakhnoid
terdapat

flexus

khoroid

yang

bertanggung

jawab

memproduksi

cairan

serebrospinal (CSS). Membran ini mempunyai bentuk seperti jari tangan yang
disebut arakhnoid vili, yang mengabsorbsi CSS. 2
3. Piameter
Merupakan membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis,
transparan, yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.
Piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur jaringan ikat yang
disebut trabekel. Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan
otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura- fisura,

juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal
sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. 2
2.2

Definisi Meningitis Tuberkulosis


Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya

adalah peradangan pada selaput otak, yang sering disebut meningitis. Meningitis
merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang.
Bayi, anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai
resiko tinggi untuk terkena meningitis. 3
Pengetahuan yang benar mengenai meningitis tuberkulosis dapat
membantu untuk mengurangi angka kematian penderita akibat meningitis,
mengingat bahwa insiden kematian akibat meningitis masih cukup tinggi. 4
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak
(meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit
ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit
tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara
limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru-paru, seperti
perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. 3
2.3

Etiologi Meningitis Tuberkulosis


Mycobacterium tuberkulosis merupakan

bakteri

berbentuk

batang

pleomorfik gram positif, berukuran 0,4-3m mempunyai sifat tahan asam, dapat
hidup

selama

berminggu-minggu

dalam

keadaan

kering,

serta

lambat

bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis
bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada hewan dan manusia. Selain
Mycobacterium tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan
tuberkulosis

adalah

Mycobacterium

bovis,

Mycobacterium

africanum,

Mycobacterium microti. 4

Gambar 2.2. Mycobacterium tuberculosis secara mikroskopis 4

2.4

Epidemiologi Meningitis Tuberkulosis


Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam

tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya


sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa
meningitis tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara
endemis tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus
tuberkulosis. 5
Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena
morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja
menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah
yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan
sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan,
hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis
tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak
diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%.
Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali
normal secara neurologis dan intelektual. 6

2.5

Patofisiologi Meningitis Tuberkulosis


Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran

tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat
juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak
6

ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke
sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat
menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan
beberapa fokus metastase yang biasanya tenang. 7
Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun
1951. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di
otak, selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara
hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan
tuberkulosis kronik walaupun jarang. 6 Bila penyebaran hematogen terjadi dalam
jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer
seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat
merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu
pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma kepala. 6
Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel.
Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang
reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi
radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang
menyeluruh akan berkembang.
Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis
tuberkulosis:
1. Araknoiditis proliferatif
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan
massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus
pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai dengan
adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis otak. Secara
mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis
perkijuan.
Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan
mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis
yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena
adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala
diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma
optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa
buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial
7

VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen.


6,7

2. Vaskulitis
Vaskulitis yang terjadi disertai dengan dengan trombosis dan infark
pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau
berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang
obstruksi

dan

selanjutnya

infark

serebri.

Kelainan

inilah

yang

meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark


terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna,
maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi
quadriparesis.
Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena, ditemukan adanya
perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia ditemukan
adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis
perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel
yang ringan dan kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima
berupa infiltrasi subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan
perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior
serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat
mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan
trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis
tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel
mononuklear dan perubahan fibrin. 6,7
3. Hidrosefalus Komunikans

Hidrosefalus komunikans terjadi akibat perluasan inflamasi ke


sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan
serebrospinalis. 6,7
Adapun perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis
akan menyebabkan spinal block dan paraplegia. 4 Gambaran patologi yang terjadi
pada meningitis tuberkulosis ada 4 tipe, yaitu:
1. Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier.
2. Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan
meningitis yang difus.
3. Acute inflammatory caseous meningitis.
8

Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya di korteks.


Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid.
4. Meningitis proliferatif.
Terlokalisasi, pada selaput otak.
Difus dengan gambaran tidak jelas.
Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan
pada setiap pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu umur, berat dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon
pengobatan yang diberikan, virulensi dan jumlah kuman juga merupakan faktor
yang mempengaruhi. 6,7
Patogenesis terjadinya meningitis tuberkulosis secara skematis, dapat
diamati sebagai berikut:
BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi


Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / fokus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain

Bila daya tahan tubuh menurun

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS TUBERKULOSA
2.6

Manifestasi Klinis Meningitis Tuberkulosis


Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberkulosis dapat

dikelompokkan dalam tiga stadium, yaitu:


1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)
Prodromal berlangsung 1 - 3 minggu.
Biasanya gejalanya tidak khas.
Timbul perlahan-lahan.
9

Tanpa kelainan neurologis.


Gejala yang biasa muncul:
Demam (tidak terlalu tinggi).
Rasa lemah.
Nafsu makan menurun (anorexia).
Nyeri perut.
Sakit kepala.
Tidur terganggu.
Mual.
Muntah.
Konstipasi.
Apatis.
Irritable.
Pada bayi, irritable dan ubun-ubun menonjol merupakan manifestasi yang
sering ditemukan, sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan
suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin
saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum
dan didapatkan sekitar 10-15%.
Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I
akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke
stadium III.
2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen. Ditandai
oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung
serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski I dan II (+)
kecuali pada bayi.

Gambar 2.3. Kaku kuduk pada penderita meningitis

10

Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu)


di dasar otak menyebabkan gangguan otak / batang otak. Pada fase ini, eksudat
yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan
hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di
koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla
spinalis.

Hemiparesis

yang

timbul

disebabkan

karena

infark/

iskemia,

quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat.
Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala
utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang
lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin
menurun.
Gejala yang dapat muncul, yaitu antara lain:
Akibat rangsang meningen sakit kepala berat dan muntah (keluhan

utama).
Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak, antara lain:
o disorientasi
o bingung
o kejang
o tremor
o hemibalismus / hemikorea
o hemiparesis / quadriparesis
o penurunan kesadaran
o Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial: saraf kranial

yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII
- strabismus
- diplopia
- ptosis
- reaksi pupil lambat
- gangguan penglihatan kabur
3. Stadium III (koma / fase paralitik)
Terjadi percepatan penyakit, berlangsung selama 2-3 minggu. Pada
stadium ini gangguan fungsi otak semakin tampak jelas. Hal ini terjadi akibat
infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat yang
mengalami organisasi. Gejala-gejala yang dapat timbul, antara lain:
pernapasan irregular
demam tinggi
edema papil
hiperglikemia
kesadaran makin menurun
irritable dan apatik
11

mengantuk
stupor
koma
otot ekstensor menjadi kaku dan spasme
opistotonus
pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali
nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
hiperpireksia
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu

dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu
sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebut berlangsung
selama 1 minggu.
Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang
penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. 6,7,8
2.7

Kriteria Diagnosis Meningitis Tuberkulosis


Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat kejang atau penurunan

kesadaran (tergantung stadium penyakit), adanya riwayat kontak dengan pasien


tuberkulosis (baik yang menunjukkan gejala, maupun yang asimptomatik), adanya
gambaran klinis yang ditemukan pada penderita (sesuai dengan stadium
meningitis tuberkulosis). Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis dan dapat
menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum, letargi, distress pernafasan, ikterus,
muntah, diare, hipotermia, kejang (pada 40% kasus), dan ubun-ubun besar
menonjol (pada 33,3% kasus).9
Dari pemeriksaan fisik dilihat berdasarkan stadium penyakit. Tanda
rangsang meningen seperti kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak
berusia kurang dari 2 tahun. 9
Tabel 2.1. Sistem skoring gejala dan pemeriksaan TB

12

Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif. Pada
anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan screening tuberkulosis yang paling
bermanfaat. Penelitian menunjukkan bahwa efektivitas uji tuberkulin pada anak
dapat mencapai 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, tetapi hingga
saat ini cara mantoux lebih sering dilakukan. Pada uji mantoux, dilakukan
penyuntikan PPD (Purified Protein Derivative) dari kuman Mycobacterium
tuberculosis. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas
lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian
uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi. 9
Berikut ini adalah interpretasi hasil uji mantoux :
1. Pembengkakan (indurasi)
: 0-4 mm uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosa.
2. Pembengkakan (indurasi)
: 3-9 mm uji mantoux meragukan.

13

Arti klinis : hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan
Mycobacterium atypic atau setelah vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (indurasi)
: 10 mm uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosa.
Bila dalam penyuntikan vaksin BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari)
berupa kemerahan dan indurasi 5 mm, maka anak dicurigai telah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis.
Dari pemeriksaan laboratorium biasa disapatkan anemia ringan dan
peningkatan laju endap darah pada 80% kasus.
Pada pemeriksaan cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis
(dengan cara pungsi lumbal) didapatkan:
Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batangbatang. Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah

berlangsung lama dan ada hambatan di medulla spinalis.


Jumlah sel: 100 500 sel / l. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan
limfosit

sama

banyak

jumlahnya,

atau

kadang-kadang

sel

polimorfonuklear lebih banyak (pleositosis mononuklear). Kadang

kadang, jumlah sel pada fase akut dapat mencapai 1000 / mm3.
Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm 3). Hal ini
menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan
pada permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang

menunjukkan tingginya kadar fibrinogen.


Kadar glukosa: biasanya menurun (liquor cerebrospinalis dikenal sebagai
hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor cerebrospinalis

adalah 60% dari kadar glukosa darah.


Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun.
Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis dapat ditemukan
kuman.
Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan pungsi
lumbal selama 3 hari berturut-turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa

menunggu hasil pemeriksaan pungsi lumbal kedua dan ketiga.


Dari pemeriksaan radiologi:

Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.

Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan

kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal.
CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di
daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.
14

Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI (Magnetic


Resonance Imaging) kepala pada pasien meningitis tuberkulosis
adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya
penyakit, gambaran yang sering ditemukan adalah enhancement di
daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai
dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini.
Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent, biasanya
di daerah korteks serebri atau talamus.

2.8

Pemeriksaan Penunjang Meningitis Tuberkulosis


Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
Darah lengkap
Uji tuberculin
Radiologi
Pungsi cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis (dengan
cara pungsi lumbal)

2.9

Pengobatan Meningitis Tuberkulosis


Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk

kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan
tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada
kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis.

6,7,8,9

Terapi diberikan sesuai

dengan konsep baku tuberkulosis yakni:


Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis,
yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Terapi
dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga
12 bulan.
Terapi untuk meningitis terbagi menjadi terapi umum dan terapi khusus,
yaitu:
Terapi Umum
Istirahat mutlak, bila perlu diberikan perawatan intensif
Pemberian gizi tinggi kalori tinggi protein
Posisi penderita dijaga agar tidak terjadi dekubitus.
Keseimbangan cairan tubuh
Perawatan kandung kemih dan defekasi
Mengatasi gejala demam, kejang.
Terapi Khusus
a. Penatalaksanaan meningitis serosa meliputi:
Rejimen terapi : 2RHZE - 7RH
15

Untuk 2 bulan pertama.


INH
: 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin
: 1 x 600 mg/hari, oral
Pirazinamid : 15-30 mg/kgBB/hari, oral
Etambutol
:15-20 mg/kgBB/hari, oral
Untuk 7-12 bulan selanjutnya.
INH
: 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin
: 1 x 600 mg/hari, oral
Steroid, diberikan untuk :
Menghambat reaksi inflamasi
Mencegah komplikasi infeksi
Menurunkan edem cerebri
Mencegah perlengketan arachnoid dan otak
Mencegah arteritis/ infark otak
Indikasi :
Kesadaran menurun
Defisit neurologi fokal
Dosis : Dosis Dexametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4-5 mg
intravena selama 2-3 minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1
bulan.
b. Penatalaksanaan meningitis Purulenta
Pemberian antibiotika harus cepat dan tepat sesuai dengan bakteri
penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil
biakan sebaiknya diberikan antibiotika dengan spektrum luas. Antibiotika
diberikan selama 10-14 hari atau sekurang-kurangnya 7 hari setelah bebas

demam.
Penisilin G dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam untuk infeksi Pneumococcus,

Streptococcus, Meningiococcus.
Kloramphenicol dosis 4 x 1 g/hari atau ampisilin 4 x 3 g/hari untuk infeksi

Haemophilus.
Gentamisin untuk infeksi E.coli. Klebsiella, Proteus, dan kuman-kuman
gram negatif.

16

Karakteristik Obat
Isoniazid
Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel
dan ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh,
termasuk liquor cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan
memiliki adverse reaction yang rendah. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis
harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg
/ hari dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya
dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml.
Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor cerebrospinalis dapat dicapai
dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid
terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar
darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik
dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak
terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan
bertambahnya usia. Untuk mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan
piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap
100 mg isoniazid.7
Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki
semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem
gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum
17

puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan
dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per hari dengan dosis
satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis
rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/
kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh,
termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke dalam liquor
cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami
peradangan daripada keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan
warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata menjadi warma oranye
kemerahan. Efek samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan
trombositopenia. Rifampisin umumya tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300
mg, dan 450 mg.
Pirazinamid
Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada
jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat
bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran
cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg / kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram /
hari. Kadar serum puncak 45 g / ml tercapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid
diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat
suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Efek
samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan
hiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet
500 mg. 7
Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman
ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk
membunuh kuman intraselular. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam
pengobatan tuberkulosis, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan fase
intensif meningitis tuberkulosis dan MDR-TB (multi drug resistent-tuberculosis).
Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari,
maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak 45-50 g /ml dalam waktu 1-2 jam.
Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat
melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik
18

pada jaringan dan cairan pleura dan diekskresi melalui ginjal. Penggunaan
utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap
isoniazid atau jika anak menderita tuberkulosis berat. Toksisitas utama
streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan
pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing.
Streptomisin dapat menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam
menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merudak saraf pendengaran
janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat. 7
Steroid
Bukti klinis mendukung penggunaan steroid pada meningitis tuberkulosis
sebagai terapi ajuvan. Penggunaan steroid selain sebagai anti inflamasi, juga dapat
menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak. Steroid yang dipakai
adalah prednison dengan dosis 1-2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah
itu dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu
sesuai dengan lamanya pemberian regimen.
Pada bulan pertama pengobatan, pasien harus tirah baring total.
Steroid diberikan untuk:
Menghambat reaksi inflamasi
Mencegah komplikasi infeksi
Menurunkan edema serebri
Mencegah perlekatan
Mencegah arteritis/infark otak
Indikasi Steroid :

Kesadaran menurun
Defisit neurologist fokal

Ethambutol
Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid
jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu,
berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap
obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25
gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 g dalam waktu 24 jam.
Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi
dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu
atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada
19

keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis


optik dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunaannya dihindari
pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya. Penelitian di FKUI
menunjukkan bahwa pemberian etambutol dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari
tidak menimbulkan kejadian neuritis optika pada pasien yang dipantau hingga 10
tahun pasca pengobatan. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan
tuberkulosis pada anak, etambutol dianjurkan penggunaannya pada anak dengan
dosis 15-25 mg / kgBB / hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB
berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau
tidak dapat digunakan. 7
Tabel 2.2. Efek samping ringan obat dan penatalaksanaannya.

Tabel 2.3. Efek samping berat obat dan penatalaksanaanya.

2.10

Komplikasi Meningitis Tuberkulosis


20

Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah


gejala sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang,
paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa
kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan
spastisitas. Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi optik dan kebutaan.
Gangguan pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau
oleh penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien
yang hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang
berhubungan dengan kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental
subnormal. Kalsifikasi intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh.
Seperlima pasien yang sembuh mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan
hipotalamus, dan akan terjadi prekoks seksual, hiperprolaktinemia, dan defisiensi
ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin. 6
2.11

Prognosis Meningitis Tuberkulosis


Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien

didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk


prognosisnya. Apabila tidak diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis
dapat meninggal dunia. Prognosis juga tergantung pada umur pasien. Pasien yang
berumur kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada
pasien yang lebih tua usianya. 6

BAB II
ILUSTRASI KASUS
Nama

: An. C

Umur

: 13 tahun 11 bulan 19 hari

21

Jenis kelamin : Laki-Laki


Suku bangsa : Minang
Alamat

: Tangah Longiah Sungai Rimbang Suliki

No. MR

: 95 14 68

Tanggal Masuk : 20 Juli 2016

Alloanamnesis :
Pasien rujukan dari RSUD Suliki, laki-laki usia 13 tahun dibawa oleh orang tua ke
IGD dengan
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Nyeri kepala sejak 1 tahun yang lalu, hilang timbul, tidak dipengaruhi oleh
aktivitas
- Badan lemah lesu sejak 3 bulan yang lalu
- Nafsu makan menurun sejak 2 bulan yang lalu, frekuensi 1-2 kali sehari 3-4
sendok makan.
- Penurunan berat badan sejak 2 bulan yang lalu
- Demam 3 minggu yang lalu, tidak tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, tidak
berkeringat
- Kejang berulang 2 minggu yang lalu, kejang kaki dan tangan, kadang hanya
sentakan kaki dan tangan kanan, lama kejang + 1 menit, frekuensi 4 kali/hari
- Muntah 2 minggu yang lalu, 2-3 kali, jumlah gelas, berisi sisa makanan,
-

tidak menyemprot
Penurunan kesadaran 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Batuk tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Riwayat trauma kepala tidak ada
Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada
Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama tidak ada

22

- Pasien telah dikenal menderita epilepsi sejak 1 bulan yang lalu dan telah di
EEG dan CT Scan di RSAM Bukittinggi dan mendapat dapaken 3x3 sendok,
pil warna putih 3x 2,5 tablet dan 3x 1 tablet 4 bulan yang lalu. Anak hanya
makan 2-3 sdm/hari, 2-3 kali perhari 2 minggu yang lalu
- Buang air kecil jumlah sedikit, warna agak pekat
- Buang air besar, warna dan konsistensi biasa
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien telah dikenal menderita epilepsi sejak 1 bulan yang lalu dan telah di
EEG dan CT Scan di RSAM Bukittinggi dan mendapat dapaken 3x3 sendok,
pil warna putih 3x 2,5 tablet dan 3x 1 tablet 4 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita kejang dengan demam atau tanpa
demam
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk-batuk lama atau minum obat
6 bulan
Riwayat Pengobatan :
Anak dan mendapat dapaken 3x3 sendok, pil warna putih 3x 2,5 tablet dan 3x 1
tablet 4 bulan yang lalu di RSAM Bukittinggi.

Riwayat kelahiran :
Pasien adalah anak ke-1 dari dua bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan, cukup
bulan, BBL: 3200 gram, PBL lupa, langsung menangis.
Riwayat Makanan dan Minuman :
- ASI
: 0- 2 tahun
- Susu formula
: tidak ada
- Bubur Susu
: 4 bulan 8 bulan
- Nasi Tim
: 8 bulan 1 tahun
- Nasi Biasa
: 1 tahun sampai sekarang
Kualitas kurang dan kuantitas kurang
Riwayat imunisasi :
BCG

: 2 bulan (scar ada)


23

DPT

: 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan

Polio

: 0 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan

Hepatitis B

: 0 bulan, 1 bulan, 6 bulan

Campak

: 9 bulan

Kesan : imunisasi dasar lengkap


Riwayat perkembangan fisik dan mental :
Pasien

tengkurap
Duduk
Berdiri
Berjalan
Bicara
Membaca dan menulis
Kesan
: Normal

: 4 bulan
: 7 bulan
: 9 bulan
: 11 bulan
: 12 bulan
: 6 tahun

Perkembangan Pubertas
- Axila
: A1
-

Rambut Pubis

: P1

Gonad

: G2

Kesan : normal
Perkembangan mental : normal
Riwayat keadaan rumah dan lingkungan :
Rumah tempat tinggal

: Permanen

Sumber air minum

: PDAM

Jamban

: Di dalam rumah

Pekarangan

: Luas

Buang sampah

: TPS

Kesan : hiegien dan sanitasi baik


Pemeriksaan fisik
Tanda vital
Keadaan umum

: Sakit berat

Kesadaran

: GCS = E2M4V2 = 8
24

Tekanan darah

: 100/80

Frekuensi nadi

: 123 kali/ menit

Frekuensi nafas

: 26 kali/menit

Suhu

: 36,90C

Berat badan

: 28

Tinggi badan

: 136

Gizi :
-

Berat badan : BB/U : 56%


Tinggi Badan :TB/U : 82,9%
Berat Badan / Tinggi Badan : BB/TB : 93,33%
PTG : 160,5 177,5
Kesan : Gizi baik dengan Failure to thrive

Sianosis

: Tidak ada

Edema

: Tidak ada

Anemis

: Tidak ada

Ikterus

: Tidak ada

Pemeriksaan sistemik :
-

Kulit

Kepala
Mata

Telinga
Hidung

- Gigi dan Mulut


- Leher
Thorak :

: Teraba hangat, turgor kembali lambat


Kelenjar Getah Bening
: Tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening
: Bulat, simetris, normochepal
: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik, reflex cahaya +/+ diameter 3
mm/3mm
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
Tenggorok
:
Tonsil T1-T1 tidak
hiperemis, Faring tidak hiperemis
: Mukosa mulut dan bibir basah
: JVP 5-2 CmH20 , kaku kuduk ada

Paru
Inspeksi

: normochest, retraksi tidak ada


25

Palpasi

: sulit dinilai

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : bronkhovesikuler, rhonki basah halus nyaring ada, wheezing tidak


ada
Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus teraba 1 jari medial linea mid clavicula sinistra RIC V

Perkusi

: batas jantung nomal


-

Atas: RIC II

Kanan

Kiri : 1 jari medial linea mid clavicula sinistra RIC V

: Linea sternalis dextra

Auskultasi : irama regular, bising tidak ada


Abdomen
Inspeksi

: Distensi tidak ada

Palpasi

: Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada

Perkusi

: Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal


Punggung : Tidak ada kelainan
Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Ekstremitas :
-

Akral hangat,

Perfusi baik

Reflex fisiologis =

Reflex bisep : +/+

Reflex trisep : +/+

Reflex Patela : +/+ meningkat

Reflex achiles : +/+

Reflex patologis :

Babinsky : -/26

Chadock : -/-

Oppenheim : -/-

Gordon : -/-

Schaefer : -/-

Tanda rangsang Meningeal :

Kaku kuduk : +

Kerniq sign : -

Brudzinsky I : -

Brudzinsky II : -

Pemeriksaan laboratorium
Darah :
- Hb
- Leukosit
- Trombosit

: 9,7 g/dl
: 20.310/mm
: 206.000/mm

- GDR

: 173 mg/dl

- Na

: 205 Mmol/L

-K

: 4,5 Mmol/L

- Ca

: 9,4 Mmol/L

Diagnosis kerja :
-

Suspect Meningitis TB

Epilepsi (putus obat 4 bulan)

Hipernatremia e.c dehidrasi sedang e.c intake sulit

Failure to Thrive

Tatalaksana :
- O2 2 L / menit (nasal)
- IVFD D5 NS 25 tetes/menit (makro)
- Dexamethason 4x4mg I.v
27

- Ampicilin 6x 1350 mg I.v


- Kloramfenikol 4x 500 mg I.v
- Luminal 2x 60 mg I.v
- INH 300 mg/hari
- Rifampisin 300 mg/hari
- Pirazinamid 500 mg/hari
- Streptomisin 600 mg/hari

Rencana :
- Rontgen Thoraks
- Montoux test
- Lumbal Pungsi
- CT-Scan Kepala

28

Lingkar Kepala Menurut Nellhaus

29

BAB III
DISKUSI
Anak rujukan dari RSUD Suliki dibawa oleh orangtua ke IGD RSUP
DR.M.Djamil Padang dengan keluhan utama penurunan kesadaran 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien telah merasakan nyeri kepala sejak 1
tahun yang lalu, hilang timbul, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, badan lemah lesu
sejak 3 bulan yang lalu, nafsu makan menurun sejak 2 bulan yang lalu, frekuensi
1-2 kali sehari 3-4 sendok makan yang disertai penurunan berat badan sejak 2
bulan yang lalu. Anak demam 3 minggu yang lalu, tidak tinggi, hilang timbul,
tidak menggigil, tidak berkeringat, kejang berulang 2 minggu yang lalu, kejang
kaki dan tangan, kadang hanya sentakan kaki dan tangan kanan, lama kejang + 1
menit, frekuensi 4 kali/hari, muntah 2 minggu yang lalu, 2-3 kali, jumlah gelas,
berisi sisa makanan, tidak menyemprot. Pasien telah dikenal menderita epilepsi
sejak 1 bulan yang lalu dan telah di EEG dan CT Scan di RSAM Bukittinggi dan
mendapat dapaken 3x3 sendok, pil warna putih 3x 2,5 tablet dan 3x 1 tablet 4
bulan yang lalu. Anak hanya makan 2-3 sdm/hari, 2-3 kali perhari 2 minggu yang
lalu.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat dengan GCS 8
dan status gizi baik dengan failure to thrive . Turgor kulit kembali lambat dan
terdapat kaku kuduk. Pemeriksaan thoraks paru didapatkan suara nafas
bronkhovesikuler dan rhonki basah halus nyaring. Pemeriksaan reflek fisiologis
didapatkan refleks patella +/+ meningkat. Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan di dapatkan pasien dengan anemia ringan dan hipernatremi akibat
dehidrasi sedang.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
ditegakkan diagnosis pasien dengan suspect meningitis tuberculosis dengan
hipernatremi e.c dehidrasi sedang e,c intake sulit, epilepsy putus obat 4 bulan
dan dengan Failure to thrive. Pada pasien ini direncanakan pemeriksaan
rontgen thoraks, Montoux test, Lumbal Pungsi, dan CT-Scan Kepala.

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB. 2005. Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak. Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI. Jakarta. P. 54-56.
2. Koppel BS. 2009. Bacterial, Fungal, and Parasitic Infections of the
Nervous System in Current Diagnosis and Treatment Neurology. USA;
The McGraw-Hill Companies. p403-408, p421-423.
3. Azhali, MS., Garna, Herry., Chaerulfatah, Alex., Setiabudi, Djatnika.
2008. Infeksi Penyakit Tropik. Dalam : Garna, Herry., Nataprawira, Heda
Melinda. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Bandung:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. p. 221-229.
4. Amin, Z., Bahar, A. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
5. Kemenkes RI. 2009. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB).
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
364/Menkes/SK/V/2009.
6. Depkes RI. 2006. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
7. Depkes RI. 2009. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
8. Scheld, M. 2009. Infection of the Central Nervous System third edition.
Lippincot William and Wilkins. p. 443.
9. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. 2008. Clinical Tuberculosis 2th
edition. IUATLD. MacMillan Education Ltd. London. p. 160.

31

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas MTK
    Tugas MTK
    Dokumen60 halaman
    Tugas MTK
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Contoh Lapkas HHD
    Contoh Lapkas HHD
    Dokumen8 halaman
    Contoh Lapkas HHD
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • B Indo
    B Indo
    Dokumen2 halaman
    B Indo
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Ketidakpastian Pada Pengukuran
    Ketidakpastian Pada Pengukuran
    Dokumen10 halaman
    Ketidakpastian Pada Pengukuran
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka tentang Luka dan Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhannya
    Tinjauan Pustaka tentang Luka dan Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhannya
    Dokumen3 halaman
    Tinjauan Pustaka tentang Luka dan Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhannya
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Tugas TIK
    Tugas TIK
    Dokumen11 halaman
    Tugas TIK
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Benua Amerika
    Benua Amerika
    Dokumen10 halaman
    Benua Amerika
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Benua Amerika
    Benua Amerika
    Dokumen10 halaman
    Benua Amerika
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Penyakit
    Penyakit
    Dokumen4 halaman
    Penyakit
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Nilai
    Nilai
    Dokumen5 halaman
    Nilai
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • KEJANG
    KEJANG
    Dokumen22 halaman
    KEJANG
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • B Indo
    B Indo
    Dokumen5 halaman
    B Indo
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • B Indo
    B Indo
    Dokumen5 halaman
    B Indo
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Jadwal UAS 2
    Jadwal UAS 2
    Dokumen1 halaman
    Jadwal UAS 2
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Biodata Mahasiswa Kedokteran Rezi Amalia
    Biodata Mahasiswa Kedokteran Rezi Amalia
    Dokumen1 halaman
    Biodata Mahasiswa Kedokteran Rezi Amalia
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Kode Icd 10
    Kode Icd 10
    Dokumen5 halaman
    Kode Icd 10
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Tumor Tulang DR Sylvia
    Tumor Tulang DR Sylvia
    Dokumen83 halaman
    Tumor Tulang DR Sylvia
    Mohamad Rizki Dwikane
    Belum ada peringkat
  • Tugas TIK
    Tugas TIK
    Dokumen11 halaman
    Tugas TIK
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Biodata Mahasiswa Kedokteran Rezi Amalia
    Biodata Mahasiswa Kedokteran Rezi Amalia
    Dokumen1 halaman
    Biodata Mahasiswa Kedokteran Rezi Amalia
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Case Meningitis TB Rezi
    Case Meningitis TB Rezi
    Dokumen31 halaman
    Case Meningitis TB Rezi
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • A2. Ispa
    A2. Ispa
    Dokumen7 halaman
    A2. Ispa
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • MENINGITIS TB
    MENINGITIS TB
    Dokumen42 halaman
    MENINGITIS TB
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Dokter Kecil
    Dokter Kecil
    Dokumen2 halaman
    Dokter Kecil
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • MENINGITIS TB
    MENINGITIS TB
    Dokumen42 halaman
    MENINGITIS TB
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Pendiskripsian Proker Rezi Amalia Putri
    Pendiskripsian Proker Rezi Amalia Putri
    Dokumen4 halaman
    Pendiskripsian Proker Rezi Amalia Putri
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Absens I
    Absens I
    Dokumen4 halaman
    Absens I
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • m3 KKN
    m3 KKN
    Dokumen10 halaman
    m3 KKN
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Form M.1
    Form M.1
    Dokumen2 halaman
    Form M.1
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Proposal KKN FK
    Proposal KKN FK
    Dokumen9 halaman
    Proposal KKN FK
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat
  • Ispa
    Ispa
    Dokumen14 halaman
    Ispa
    Rezi Amalia Putri
    Belum ada peringkat