Meningitis Tuberculosa
Oleh :
Rezi Amalia Putri
1110312003
Preseptor :
dr. Gustina Lubis, Sp.A (K)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu penyakit penyebab kematian utama yang disebabkan oleh
Treatment
Shortcourse).
World
Health
Organization
(WHO)
dukungan dana).
Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
belakang, melindungi struktur halus yang membawa pembuluh darah dan cairan
3
1. Durameter
Lapisan paling luar, menutup otak dan medula spinalis. Sifat dari
durameter yaitu tebal, tidak elastis, berupa serabut, dan berwarna abu-abu. Bagian
pemisah dura : falx serebri yang memisahkan kedua hemisfer dibagian
longitudinal dan tentorium yang merupakan lipatan dari dura yang membentuk
jaring- jaring membran yang kuat. Jaring ini mendukung hemisfer dan
memisahkan hemisfer dengan bagian bawah otak (fossa posterir). 2
2. Arakhnoid
Merupakan membran bagian tengah, yaitu membran yang bersifat tipis dan
lembut yang menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut arakhnoid.
Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding arakhnoid
terdapat
flexus
khoroid
yang
bertanggung
jawab
memproduksi
cairan
serebrospinal (CSS). Membran ini mempunyai bentuk seperti jari tangan yang
disebut arakhnoid vili, yang mengabsorbsi CSS. 2
3. Piameter
Merupakan membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis,
transparan, yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.
Piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur jaringan ikat yang
disebut trabekel. Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan
otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura- fisura,
juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal
sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. 2
2.2
adalah peradangan pada selaput otak, yang sering disebut meningitis. Meningitis
merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang.
Bayi, anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai
resiko tinggi untuk terkena meningitis. 3
Pengetahuan yang benar mengenai meningitis tuberkulosis dapat
membantu untuk mengurangi angka kematian penderita akibat meningitis,
mengingat bahwa insiden kematian akibat meningitis masih cukup tinggi. 4
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak
(meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit
ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit
tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara
limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru-paru, seperti
perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. 3
2.3
bakteri
berbentuk
batang
pleomorfik gram positif, berukuran 0,4-3m mempunyai sifat tahan asam, dapat
hidup
selama
berminggu-minggu
dalam
keadaan
kering,
serta
lambat
bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis
bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada hewan dan manusia. Selain
Mycobacterium tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan
tuberkulosis
adalah
Mycobacterium
bovis,
Mycobacterium
africanum,
Mycobacterium microti. 4
2.4
2.5
tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat
juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak
6
ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke
sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat
menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan
beberapa fokus metastase yang biasanya tenang. 7
Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun
1951. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di
otak, selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara
hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan
tuberkulosis kronik walaupun jarang. 6 Bila penyebaran hematogen terjadi dalam
jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer
seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat
merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu
pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma kepala. 6
Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel.
Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang
reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi
radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang
menyeluruh akan berkembang.
Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis
tuberkulosis:
1. Araknoiditis proliferatif
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan
massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus
pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai dengan
adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis otak. Secara
mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis
perkijuan.
Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan
mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis
yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena
adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala
diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma
optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa
buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial
7
2. Vaskulitis
Vaskulitis yang terjadi disertai dengan dengan trombosis dan infark
pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau
berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang
obstruksi
dan
selanjutnya
infark
serebri.
Kelainan
inilah
yang
Multiplikasi
Penyebaran hematogen
Meningens
Membentuk tuberkel
MENINGITIS TUBERKULOSA
2.6
10
Hemiparesis
yang
timbul
disebabkan
karena
infark/
iskemia,
quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat.
Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala
utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang
lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin
menurun.
Gejala yang dapat muncul, yaitu antara lain:
Akibat rangsang meningen sakit kepala berat dan muntah (keluhan
utama).
Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak, antara lain:
o disorientasi
o bingung
o kejang
o tremor
o hemibalismus / hemikorea
o hemiparesis / quadriparesis
o penurunan kesadaran
o Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial: saraf kranial
yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII
- strabismus
- diplopia
- ptosis
- reaksi pupil lambat
- gangguan penglihatan kabur
3. Stadium III (koma / fase paralitik)
Terjadi percepatan penyakit, berlangsung selama 2-3 minggu. Pada
stadium ini gangguan fungsi otak semakin tampak jelas. Hal ini terjadi akibat
infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat yang
mengalami organisasi. Gejala-gejala yang dapat timbul, antara lain:
pernapasan irregular
demam tinggi
edema papil
hiperglikemia
kesadaran makin menurun
irritable dan apatik
11
mengantuk
stupor
koma
otot ekstensor menjadi kaku dan spasme
opistotonus
pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali
nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
hiperpireksia
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu
dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu
sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebut berlangsung
selama 1 minggu.
Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang
penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. 6,7,8
2.7
12
Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif. Pada
anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan screening tuberkulosis yang paling
bermanfaat. Penelitian menunjukkan bahwa efektivitas uji tuberkulin pada anak
dapat mencapai 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, tetapi hingga
saat ini cara mantoux lebih sering dilakukan. Pada uji mantoux, dilakukan
penyuntikan PPD (Purified Protein Derivative) dari kuman Mycobacterium
tuberculosis. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas
lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian
uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi. 9
Berikut ini adalah interpretasi hasil uji mantoux :
1. Pembengkakan (indurasi)
: 0-4 mm uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosa.
2. Pembengkakan (indurasi)
: 3-9 mm uji mantoux meragukan.
13
Arti klinis : hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan
Mycobacterium atypic atau setelah vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (indurasi)
: 10 mm uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosa.
Bila dalam penyuntikan vaksin BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari)
berupa kemerahan dan indurasi 5 mm, maka anak dicurigai telah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis.
Dari pemeriksaan laboratorium biasa disapatkan anemia ringan dan
peningkatan laju endap darah pada 80% kasus.
Pada pemeriksaan cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis
(dengan cara pungsi lumbal) didapatkan:
Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batangbatang. Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah
sama
banyak
jumlahnya,
atau
kadang-kadang
sel
kadang, jumlah sel pada fase akut dapat mencapai 1000 / mm3.
Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm 3). Hal ini
menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan
pada permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang
kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal.
CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di
daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.
14
2.8
2.9
kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan
tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada
kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis.
6,7,8,9
demam.
Penisilin G dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam untuk infeksi Pneumococcus,
Streptococcus, Meningiococcus.
Kloramphenicol dosis 4 x 1 g/hari atau ampisilin 4 x 3 g/hari untuk infeksi
Haemophilus.
Gentamisin untuk infeksi E.coli. Klebsiella, Proteus, dan kuman-kuman
gram negatif.
16
Karakteristik Obat
Isoniazid
Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel
dan ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh,
termasuk liquor cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan
memiliki adverse reaction yang rendah. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis
harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg
/ hari dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya
dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml.
Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor cerebrospinalis dapat dicapai
dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid
terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar
darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik
dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak
terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan
bertambahnya usia. Untuk mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan
piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap
100 mg isoniazid.7
Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki
semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem
gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum
17
puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan
dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per hari dengan dosis
satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis
rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/
kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh,
termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke dalam liquor
cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami
peradangan daripada keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan
warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata menjadi warma oranye
kemerahan. Efek samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan
trombositopenia. Rifampisin umumya tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300
mg, dan 450 mg.
Pirazinamid
Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada
jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat
bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran
cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg / kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram /
hari. Kadar serum puncak 45 g / ml tercapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid
diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat
suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Efek
samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan
hiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet
500 mg. 7
Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman
ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk
membunuh kuman intraselular. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam
pengobatan tuberkulosis, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan fase
intensif meningitis tuberkulosis dan MDR-TB (multi drug resistent-tuberculosis).
Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari,
maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak 45-50 g /ml dalam waktu 1-2 jam.
Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat
melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik
18
pada jaringan dan cairan pleura dan diekskresi melalui ginjal. Penggunaan
utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap
isoniazid atau jika anak menderita tuberkulosis berat. Toksisitas utama
streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan
pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing.
Streptomisin dapat menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam
menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merudak saraf pendengaran
janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat. 7
Steroid
Bukti klinis mendukung penggunaan steroid pada meningitis tuberkulosis
sebagai terapi ajuvan. Penggunaan steroid selain sebagai anti inflamasi, juga dapat
menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak. Steroid yang dipakai
adalah prednison dengan dosis 1-2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah
itu dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu
sesuai dengan lamanya pemberian regimen.
Pada bulan pertama pengobatan, pasien harus tirah baring total.
Steroid diberikan untuk:
Menghambat reaksi inflamasi
Mencegah komplikasi infeksi
Menurunkan edema serebri
Mencegah perlekatan
Mencegah arteritis/infark otak
Indikasi Steroid :
Kesadaran menurun
Defisit neurologist fokal
Ethambutol
Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid
jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu,
berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap
obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25
gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 g dalam waktu 24 jam.
Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi
dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu
atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada
19
2.10
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Nama
: An. C
Umur
21
No. MR
: 95 14 68
Alloanamnesis :
Pasien rujukan dari RSUD Suliki, laki-laki usia 13 tahun dibawa oleh orang tua ke
IGD dengan
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Nyeri kepala sejak 1 tahun yang lalu, hilang timbul, tidak dipengaruhi oleh
aktivitas
- Badan lemah lesu sejak 3 bulan yang lalu
- Nafsu makan menurun sejak 2 bulan yang lalu, frekuensi 1-2 kali sehari 3-4
sendok makan.
- Penurunan berat badan sejak 2 bulan yang lalu
- Demam 3 minggu yang lalu, tidak tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, tidak
berkeringat
- Kejang berulang 2 minggu yang lalu, kejang kaki dan tangan, kadang hanya
sentakan kaki dan tangan kanan, lama kejang + 1 menit, frekuensi 4 kali/hari
- Muntah 2 minggu yang lalu, 2-3 kali, jumlah gelas, berisi sisa makanan,
-
tidak menyemprot
Penurunan kesadaran 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Batuk tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Riwayat trauma kepala tidak ada
Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada
Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama tidak ada
22
- Pasien telah dikenal menderita epilepsi sejak 1 bulan yang lalu dan telah di
EEG dan CT Scan di RSAM Bukittinggi dan mendapat dapaken 3x3 sendok,
pil warna putih 3x 2,5 tablet dan 3x 1 tablet 4 bulan yang lalu. Anak hanya
makan 2-3 sdm/hari, 2-3 kali perhari 2 minggu yang lalu
- Buang air kecil jumlah sedikit, warna agak pekat
- Buang air besar, warna dan konsistensi biasa
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien telah dikenal menderita epilepsi sejak 1 bulan yang lalu dan telah di
EEG dan CT Scan di RSAM Bukittinggi dan mendapat dapaken 3x3 sendok,
pil warna putih 3x 2,5 tablet dan 3x 1 tablet 4 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita kejang dengan demam atau tanpa
demam
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk-batuk lama atau minum obat
6 bulan
Riwayat Pengobatan :
Anak dan mendapat dapaken 3x3 sendok, pil warna putih 3x 2,5 tablet dan 3x 1
tablet 4 bulan yang lalu di RSAM Bukittinggi.
Riwayat kelahiran :
Pasien adalah anak ke-1 dari dua bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan, cukup
bulan, BBL: 3200 gram, PBL lupa, langsung menangis.
Riwayat Makanan dan Minuman :
- ASI
: 0- 2 tahun
- Susu formula
: tidak ada
- Bubur Susu
: 4 bulan 8 bulan
- Nasi Tim
: 8 bulan 1 tahun
- Nasi Biasa
: 1 tahun sampai sekarang
Kualitas kurang dan kuantitas kurang
Riwayat imunisasi :
BCG
DPT
Polio
Hepatitis B
Campak
: 9 bulan
tengkurap
Duduk
Berdiri
Berjalan
Bicara
Membaca dan menulis
Kesan
: Normal
: 4 bulan
: 7 bulan
: 9 bulan
: 11 bulan
: 12 bulan
: 6 tahun
Perkembangan Pubertas
- Axila
: A1
-
Rambut Pubis
: P1
Gonad
: G2
Kesan : normal
Perkembangan mental : normal
Riwayat keadaan rumah dan lingkungan :
Rumah tempat tinggal
: Permanen
: PDAM
Jamban
: Di dalam rumah
Pekarangan
: Luas
Buang sampah
: TPS
: Sakit berat
Kesadaran
: GCS = E2M4V2 = 8
24
Tekanan darah
: 100/80
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
: 26 kali/menit
Suhu
: 36,90C
Berat badan
: 28
Tinggi badan
: 136
Gizi :
-
Sianosis
: Tidak ada
Edema
: Tidak ada
Anemis
: Tidak ada
Ikterus
: Tidak ada
Pemeriksaan sistemik :
-
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Paru
Inspeksi
Palpasi
: sulit dinilai
Perkusi
Palpasi
Perkusi
Atas: RIC II
Kanan
Palpasi
: Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada
Perkusi
: Timpani
Akral hangat,
Perfusi baik
Reflex fisiologis =
Reflex patologis :
Babinsky : -/26
Chadock : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-
Schaefer : -/-
Kaku kuduk : +
Kerniq sign : -
Brudzinsky I : -
Brudzinsky II : -
Pemeriksaan laboratorium
Darah :
- Hb
- Leukosit
- Trombosit
: 9,7 g/dl
: 20.310/mm
: 206.000/mm
- GDR
: 173 mg/dl
- Na
: 205 Mmol/L
-K
: 4,5 Mmol/L
- Ca
: 9,4 Mmol/L
Diagnosis kerja :
-
Suspect Meningitis TB
Failure to Thrive
Tatalaksana :
- O2 2 L / menit (nasal)
- IVFD D5 NS 25 tetes/menit (makro)
- Dexamethason 4x4mg I.v
27
Rencana :
- Rontgen Thoraks
- Montoux test
- Lumbal Pungsi
- CT-Scan Kepala
28
29
BAB III
DISKUSI
Anak rujukan dari RSUD Suliki dibawa oleh orangtua ke IGD RSUP
DR.M.Djamil Padang dengan keluhan utama penurunan kesadaran 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien telah merasakan nyeri kepala sejak 1
tahun yang lalu, hilang timbul, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, badan lemah lesu
sejak 3 bulan yang lalu, nafsu makan menurun sejak 2 bulan yang lalu, frekuensi
1-2 kali sehari 3-4 sendok makan yang disertai penurunan berat badan sejak 2
bulan yang lalu. Anak demam 3 minggu yang lalu, tidak tinggi, hilang timbul,
tidak menggigil, tidak berkeringat, kejang berulang 2 minggu yang lalu, kejang
kaki dan tangan, kadang hanya sentakan kaki dan tangan kanan, lama kejang + 1
menit, frekuensi 4 kali/hari, muntah 2 minggu yang lalu, 2-3 kali, jumlah gelas,
berisi sisa makanan, tidak menyemprot. Pasien telah dikenal menderita epilepsi
sejak 1 bulan yang lalu dan telah di EEG dan CT Scan di RSAM Bukittinggi dan
mendapat dapaken 3x3 sendok, pil warna putih 3x 2,5 tablet dan 3x 1 tablet 4
bulan yang lalu. Anak hanya makan 2-3 sdm/hari, 2-3 kali perhari 2 minggu yang
lalu.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat dengan GCS 8
dan status gizi baik dengan failure to thrive . Turgor kulit kembali lambat dan
terdapat kaku kuduk. Pemeriksaan thoraks paru didapatkan suara nafas
bronkhovesikuler dan rhonki basah halus nyaring. Pemeriksaan reflek fisiologis
didapatkan refleks patella +/+ meningkat. Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan di dapatkan pasien dengan anemia ringan dan hipernatremi akibat
dehidrasi sedang.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
ditegakkan diagnosis pasien dengan suspect meningitis tuberculosis dengan
hipernatremi e.c dehidrasi sedang e,c intake sulit, epilepsy putus obat 4 bulan
dan dengan Failure to thrive. Pada pasien ini direncanakan pemeriksaan
rontgen thoraks, Montoux test, Lumbal Pungsi, dan CT-Scan Kepala.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB. 2005. Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak. Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI. Jakarta. P. 54-56.
2. Koppel BS. 2009. Bacterial, Fungal, and Parasitic Infections of the
Nervous System in Current Diagnosis and Treatment Neurology. USA;
The McGraw-Hill Companies. p403-408, p421-423.
3. Azhali, MS., Garna, Herry., Chaerulfatah, Alex., Setiabudi, Djatnika.
2008. Infeksi Penyakit Tropik. Dalam : Garna, Herry., Nataprawira, Heda
Melinda. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Bandung:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. p. 221-229.
4. Amin, Z., Bahar, A. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
5. Kemenkes RI. 2009. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB).
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
364/Menkes/SK/V/2009.
6. Depkes RI. 2006. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
7. Depkes RI. 2009. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
8. Scheld, M. 2009. Infection of the Central Nervous System third edition.
Lippincot William and Wilkins. p. 443.
9. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. 2008. Clinical Tuberculosis 2th
edition. IUATLD. MacMillan Education Ltd. London. p. 160.
31