Disusun Oleh :
Cynthia Natalia (03007054)
Hairunnisa Bt. Arshad (03007291)
Ichwan Zuanto (107103003842)
Pembimbing :
dr. Sudjarwadi, Sp. THT, KL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Penyusun,
Cynthia Natalia (03007054)
Hairunnisa Bt. Arshad (03007291)
Ichwan Zuanto (107103003842)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................
1
1.1.
Latar Belakang ................................................................................
1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
2
II.1. Anatomi Telinga Tengah dan Fisiologi Pendengaran ....................
2
II.1.1. Membran Timpani ... 3
II.1.2. Kavum Timpani ......
4
II.1.3. Tuba Eustachius .. 14
II.1.4. Prosesus Mastoideus ... 15
II.1.5. Fisiologi Pendengaran . 17
II.2. Otitis Media Supuratif Kronik 19
II.2.1. Definisi 19
II.2.2. Epidemiologi dan Etiologi ...... 19
II.2.4. Patogenesis .. 22
II.2.5. Klasifikasi ... 24
II.2.6. Manifestasi Klinis ... 26
II.2.7. Pemeriksaan Klinis .. 29
II.2.8. Penatalaksanaan .. 32
II.3. Meningitis Sebagai Komplikasi Intrakranial OMSK ...................... 39
II.3.1. Definisi Meningitis
39
II.3.2. Patofisiologi 39
II.3.3. Gejala Klinis 43
II.3.4. Penatalaksanaan .. 43
BAB III. KESIMPULAN ...................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronik di telinga tengah dengan
adanya perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (FKUI, 2007).
OMSK di dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga
berair (Nursiah, 2003).
2
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8 % dan pasien OMSK
merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang
jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang (Aboet, 2007).
Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit
yang biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak
memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi (Nursiah, 2003).
OMSK mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat
mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Biasanya komplikasi didapatkan pada
pasien OMSK tipe bahaya, namun demikian OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu
komplikasi apabila terinfeksi kuman yang virulen (FKUI, 2007). Komplikasi ke intrakranial
merupakan penyebab utama kematian pada OMSK di negara sedang berkembang, yang sebagian
besar kasus terjadi karena penderita mengabaikan keluhan telinga berair. Berdasarkan data WHO
pada tahun 2004, meningitis atau radang selaput otak adalah komplikasi intrakranial OMSK
yang paling sering ditemukan di seluruh dunia, biasanya mempunyai gejala demam, sakit kepala
serta adanya tanda-tanda perangsangan meningen seperti kejang. Kematian terjadi pada 18,6 %
kasus OMSK dengan komplikasi intrakranial (Aboet, 2007).
Beberapa hal tersebut di atas menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang
berhubungan dengan komplikasi ini. Perburukan penyakit dan komplikasi akibat OMSK
harus dihindari, dengan demikian perlu ditegakkan diagnosis yang tepat dan dini pada
penderita OMSK sehingga penatalaksanaan yang tepat pun dapat segera dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
memberikan respon terhadap getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Telinga
menerima gelombang suara yang frekuensinya berbeda, kemudian menghantarkan informasi
pendengaran kesusunan saraf pusat. Telinga dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar,
telinga tengah dan telinga dalam.
3
petroskuama. Dinding ini hanya dibatasi oleh tulang yang tipis atau ada kalanya tidak ada tulang
sama sekali (dehisensi).
Pada anak-anak, penulangan dari sutura petroskuamosa belum terbentuk pada daerah
tegmen timpani, sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi dari kavum timpani ke
meningen dari fosa kranial media. Pada orang dewasa bahkan vena-vena dari telinga tengah
menembus sutura ini dan berakhir pada sinus petroskuamosa dan sinus petrosal superior dimana
hal ini dapat menyebabkan penyebaran infeksi dari telinga tengah secara langsung ke sinus-sinus
venosus kranial.
b. Lantai kavum timpani
Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis,
atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus
vena jugularis.
c. Dinding medial.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan
dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada mesotimpanum menonjol kearah kavum
timpani, yang disebut promontorium Tonjolan ini oleh karena didalamnya terdapat koklea.
Didalam promontorium terdapat beberapa saluran-saluran yang berisi saraf-saraf yang
membentuk pleksus timpanikus.
Dibelakang dan atas promontorium terdapat fenestra vestibuli atau foramen ovale (oval
windows), bentuknya seperti ginjal dan berhubungan pada kavum timpani dengan vestibulum,
dan ditutupi oleh telapak kaki stapes dan diperkuat oleh ligamentum anularis. Foramen ovale
berukuran 3,25 mm x 1,75 mm. Diatas fenestra vestibuli, sebagai tempat jalannya nervus fasialis.
Kanalis ini didalam kavum timpani tipis sekali atau tidak ada tulang sama sekali (dehisensi).
Fenestra koklea atau foramen rotundum (round windows), ditutupi oleh suatu membran yang
tipis yaitu membran timpani sekunder, terletak dibelakang bawah. Foramen rotundum ini
berukuran 1,5 mm x 1,3 mm pada bagian anterior dan posterior 1,6 mm.
Kedua lekukan dari foramen ovale dan rotundum berhubungan satu sama lain pada batas
posterior mesotimpanum melalui suatu fosa yang dalam yaitu sinus timpanikus. Suatu ruang
secara klinis sangat penting ialah sinus posterior atau resesus fasial yang didapat disebelah lateral
kanalis fasial dan prosesus piramidal.
Dibatasi sebelah lateral oleh anulus timpanikus posterosuperior, sebelah superior oleh
prosesus brevis inkus yang melekat kefosa inkudis. Lebar resesus fasialis 4,01 mm dan tidak
bertambah semenjak lahir. Resesus fasialis penting karena sebagai pembatas antara kavum
timpani dengan kavum mastoid sehingga bila aditus asantrum tertutup karena suatu sebab maka
resesus fasialis bisa dibuka untuk menghubungkan kavum timpani dengan kavum mastoid.
d. Dinding posterior
Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang
menghubungkan kavum timpani dengan atrum mastoid melalui epitimpanum. Dibawah aditus
terdapat lekukan kecil yang disebut fosa inkudis yang merupakan suatu tempat prosesus brevis
dari inkus dan melekat pada serat-serat ligamen. Dibawah fosa inkudis dan dimedial dari korda
timpani adalah piramid, tempat terdapatnya tendon muskulus stapedius, tendon yang berjalan
keatas dan masuk ke dalam stapes. Diantara piramid dan anulus timpanikus adalah resesus
fasialis.
Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus
sigmoid. Disebelah dalam dari piramid dan nervus fasialis merupakan perluasan kearah posterior
dari mesotimpani adalah sinus timpani. Perluasan sel-sel udara kearah dinding posterior dapat
meluas seperti yang dilaporkan Anson dan Donaldson (1981), bahwa apabila diukur dari ujung
piramid, sinus dapat meluas sepanjang 9 mm kearah tulang mastoid. Dinding medial dari sinus
timpani kemudian berlanjut ke bagian posterior dari dinding medial kavum timpani dimana
berhubungan dengan dua fenestra dan promontorium.
e. Dinding anterior
Dinding anterior kavum timpani agak sempit tempat bertemunya dinding medial dan
dinding lateral kavum timpani. Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan
terdiri dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang
tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior.
Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang membawa
serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari
arteri karotis interna.
Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius. Tuba ini
berhubungan dengan nasofaring dan mempunyai dua fungsi. Pertama menyeimbangkan tekanan
membran timpani pada sisi sebelah dalam, kedua sebagai drainase sekresi dari telinga tengah,
8
termasuk sel-sel udara mastoid. Diatas tuba terdapat sebeuah saluran yang berisi otot tensor
timpani. Dibawah tuba, dinding anterior biasanya tipis dimana ini merupakan dinding posterior
dari saluran karotis.
f. Dinding lateral
Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membran. Bagian tulang berada
diatas dan bawah membran timpani.
Kavum timpani dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Epitimpanum.
Berada dibagian atas membran timpani. Merupakan bagian superior kavum timpani,
disebut juga atik karena terletak diatas membran timpani. Sebagian besar atik diisi oleh maleus
inkus. Dibagian superior epitimpanum dibatasi oleh suatu penonjolan tipis os posterior. Dinding
medial atik dibentuk oleh kapsul atik yang ditandai oleh penonjolan kanalis semisirkularis
lateral.
Pada bagian anterior terdapat ampula kanalis superior, dan lebih anterior ada ganglion
genikulatum, yang merupakan tanda ujung anterior ruang atik. Dinding anterior terpisah dari
maleus oleh suatu ruang yang sempit, disini dapat dijumpai muara sel-sel udara yang membuat
pneumatisasi pangkal tulang pipi (zygoma). Dinding lateral atik dibentuk oleh os skuama yang
berlanjut kearah lateral sebagai dinding liang telinga luar bagian tulang sebelah atas. Diposterior,
atik menyempit menjadi jalan masuk ke antrum mastoid, yaitu aditus ad antrum.
2. Mesotimpanum
Terletak kearah medial dari membran timpani. Disebelah medial dibatasi oleh kapsul otik,
yang terletaknya lebih rendah dari pada nervus fasialis pars timpani. Dinding anterior
mesotimpani terdapat orifisium timpani tuba eustachius pada bagian superior dan membentuk
bagian tulang dinding saluran karotis asendens pada bagian inferior. Dinding ini biasanya
mengalami pneumatisasi yang baik dan dapat dijumpai bagian-bagian tulang lemah.
3.
1. Tulang-tulang pendengaran
9
a. Malleus (hammer/martil).
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang
pendengaran dan terletak paling lateral, lehe r, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior,
lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. kepala terletak pada
epitimpanum atau didalam rongga atik, sedangkan leher terletak dibelakang pars flaksida
membran timpani. Manubrium terdapat didalam membrane timpani, bertindak sebagai
tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari maleus dan
membran Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus
anterior yang melekat ke tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara
basis prosesus brevis dan pinggir lekuk Rivinus.
Gambar os malleus
b. Inkus (anvil/landasan)
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan
prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang
100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus
panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.
Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum,
prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung
prosesus longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesus
lentikularis. Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes.
Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap
gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang merupakan suatu garis antara
ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakangerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi
tersebut
diubah
menjadi
gerakan
seperti
piston
pada
stapes
melalui
sendi
inkudostapedius.
10
Gambar os incus
c. Stapes (stirrup/pelana)
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi
beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura
anterior dan posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang melekat pada foramen ovale
dengan perantara ligamentum anulare.
Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan
posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang lebar dan
krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada posterior.
Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi superior
yang melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung
posterior. panjang foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada fenestra
vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh ligamentum anulare
Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm.
Gambar os stapes
2. Dua otot.
11
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
( muskulus stapedius)
Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm diatas tuba
eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak
diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut
semikanal. Serabut -serabut otot bergabung dan menjadi tendon pada ujung
timpanisemikanal yang ditandai oleh prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat tendon
tersebut membelok kearah lateral kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian
atas leher maleus. Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke 5. kerja
otot ini menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam sehingga menjadi lebih
tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem penghantar suara serta melemahkan
suara dengan freksuensi rendah.
Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya
didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal tersebut.
Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon stapedius yang berinsersi pada apek
posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke 7
yang timbul ketika saraf tersebut melewati m. stapedius tersebut pada perputarannya yang
kedua. Kerja m.stapedius menarik stapes ke posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi
posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku, memperlemah transmisi suara dan
meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang pendengaran.
lateral keprosesus longus dari inkus dan kemudian ke bagian bawah leher maleus
tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah berjalan kearah medial menuju
ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani.
Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang
berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui ganglion
submandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian
anterior.
4. Saraf pleksus timpanikus.
Adalah berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan
nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis
interna. Saraf dari pleksus ini dan kemudian berlanjut pada :
a. Cabang-cabang pada membrana mukosa yamg melapisi kavum timpani, tuba
eustachius, antrum mastiod dan sel-sel mastoid.
b. Sebuah cabang yang berhubungan dengan nervus petrosus superfisial mayor.
Pada nervus petrosus superfisial minor, yang mengandung serabut-serabut
parasimpatis dari N. IX. Saraf ini meninggalkan telinga tengah melalui suatu saluran
yang kecil dibawah m. tensor timpani kemudian menerima serabut saraf parasimpatik
dari N. VII dengan melalui cabang dari ganglion genikulatum. Secara sempurna saraf
berjalan melalui tulang temporal, dilateral sampai nervus petrosus superfisial mayor,
diatas dasar fosa kranial media, diluar durameter.
Kemudian berjalan melalui foramen ovale dengan nervus mandibula dan arteri
meningeal assesori sampai ganglion otik. Kadang-kadang saraf ini tidak berjalan pada
foramen ovale tetapi melalui foramen yang kecil sampai foramen spinosum. Serabut post
ganglion dari ganglion otik menyuplai serabut-serabut sekremotor pada kelenjar parotis
melalui nervus aurikulotemporalis.
Saraf fasial
Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus
akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua komponen
yang berbeda, yaitu :
13
1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua (faringeal) yaitu
otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. digastrik dan m. stapedius.
2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis
preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis.
Saraf kranial VII mencapai dinding medial kavum timpani melalui auditori meatus diatas
vestibula labirin tulang. Kemudian membelok kearah posterior dalam tulang diatas feromen
ovale terus ke dinding posterior kavum timpani. Belokan kedua terjadi dinding posterior
mengarah ke tulang petrosa melewati kanal fasial keluar dari dasar tengkorak melewati foramen
stilomastoidea.
Pada belokan pertama di dinding medial dari kavum timpani terdapat ganglion
genikulatum, yang mengandung sel unipolar palsu. Sel ini adalah bagian dari jaringan perasa dari
2/3 lidah dan palatum. Saraf petrosa superfisial yang besar bercabang dari saraf cranial VII pada
ganglion genikulatum, masuk ke dinding anterior kavum timpani, terus ke fosa kranial tengah.
Saraf ini mengandung jaringan perasa dari palatum dan jaringan sekremotor dari glandula atap
rongga mulut, kavum nasi dan orbita.
Bagian lain dari saraf kranial VII membentuk percabangan motor ke otot stapedius dan
korda timpani. Korda timpani keluar ke fosa intra temporal melalui handle malleus, bergerak
secara vertikal ke inkus dan terus ke fisura petrotimpanik. Korda timpani mengandung jaringan
perasa dari 2/3 anterior lidah dan jaringan sekretorimotor dari ganglion submandibula. Sel
jaringan perasanya terdapat di ganglion genikulatum.
14
15
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan
tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum
timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.
II.1.4. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini.
Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Aditus antrum mastoid adalah
suatu pintu yang besar iregular berasal dari epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum
yang berisi udara, sering disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan
penonjolan dari kanalis semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium
terdapat kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan
kedua struktur ini dan jarak rata-rata diantara organ : n. VII ke kanalis semisirkularis 1,77 mm;
n.VII ke prosesus brevis inkus 2,36 mm : dan prosesus brevis inkus ke kanalis semisirkularis
1,25 mm.
Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulang temporal.
Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid yang
berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan pada
dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang sekitar 14 mm, daria atas
kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial dari antrum berhubungan
dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan inferiornya terletak sakus
endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya membentuk bagian dati lantai fosa
kranii media dan memisahkan antrum dengan otak lobus temporalis. Dinding posterior terutama
dibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan bagian dari pars skumosa
tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari sekitar 2 mm pada saat lahir
hingga 12-15 mm pada dewasa. Dinding lateral pada orang dewasa berhubungan dengan
trigonum suprameatal ( Macewens) pada permukaan luar tengkorak. Lantai antrum mastoid
17
berhubungan dengan otot digastrik dilateral dan sinus sigmoid di medial, meskipun pada aerasi
tulang mastoid yang jelek, struktur ini bisa berjarak 1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding
anterior antrum memiliki aditus pada bagian atas, sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis
dalam perjalanan menuju ke foramen stilomastoid.
konstitusional dan faktor peradangan pada waktu umur muda. Bila ada sifat biologis mukosa
tidak baik maka daya pneumatisasi hilang atau kurang. Ini juga terjadi bila ada radang pada
telinga yang tidak menyembuh. Maka nanti dapat dilihat pneumatisasi yang terhenti atau
pneumatisasi yang tidak ada sama sekali (teori dari Wittmack).
Menurut derajatnya, pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Proesesus Mastoideus Kompakta (sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.
Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani. Dekat antrum selselnya kecil tambah keperifer sel-selnya bertambah besar. Oleh karena itu bila ada radang pada
sel-sel mastoid, drainase tidak begitu baik hingga mudah terjadi radang pada mastoid
(mastoiditis).
Menurut tempatnya sel-sel ini dapat dibedakan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Terminal
Zygomatic
Perisinus
Facial
Sudut petrosal
Periantral
Sub dural
Perilabirinter
Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang kemudian
meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak ( area 39-40) melalui saraf
pusat yang ada dilobus temporalis.
II.2.
II.2.1. Definisi
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan suatu radang
kronis
telinga
tengah
dengan perforasi
membran
timpani dan
riwayat
keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.
II.2.2. Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosio-ekonomi. Misalnya, OMSK lebih
20
sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin
Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban
dunia akibat OMSK i n i d i p i k u l o l e h n e g a r a - n e g a r a d i As i a Ten g g a r a , d a e r a h
P a s i f i k B a r a t , Af r i k a , d a n beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial
ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek
merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang.
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban
dunia akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di
antaranya (39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara
umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
II.2.3. Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan
faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden
OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit)
dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain:
Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini
berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
Genetik
21
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel
udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer
atau sekunder.
Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitis
media
akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan
satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hampir tidak bervariasi
pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang digunakan adalah
tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa
organisme lainnya.
Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan
tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal
termasuk
Staphylococcus,
Pseudomonas
aeruginosa,
B.proteus,
B.coli
dan
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga
yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada
OMSK :
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis
majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga
tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan
oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanosklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.
II.2.4. Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan
bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan
23
lebih
mudah
menjalar
ke
telinga
tengah
sehingga
lebih
sering
tersebut
akan
menambah
permiabilitas
pembuluh
darah
dan
24
sekunder
dari
epitel
skuamous.
Sekret
mukoid
kronis
yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih
sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks
petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan
keseimbangan.
B. Didapat.
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong
retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi
dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan
bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal : mereka menjadi area kolaps
pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane timpani.
Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan sel-sel
mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi d a n p r o s e s
p e m b e r s i h a n i n i g a g a l , d e b r i s k e r a t i n a k a n t e r k u m p u l d a n p a d a akhirnya
membentuk kolesteatoma.
Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan lesi
tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami perforasi dalam arti kata yang
26
sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit yang
tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri penuh
dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa
pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau
adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi,
terutama pada perforasi marginal.
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang
dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma
kolesterol tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya
hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga
tengah atau mastoid.
Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adan ya kri stal kolesterol dari
eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi benda asing, dengan
cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.
bertindak
sebagai
penghantar
suara
sehingga
ambang
28
rotundum)
atau
fistel
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat,
hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. N y e r i d a p a t b e r a r t i a d a n y a a n c a m a n k o m p l i k a s i a k i b a t
h a m b a t a n p e n g a l i r a n s e k r e t , terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan absesotak. Nyeri telinga mungkin ada
tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis
sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udarayang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani
yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan
temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga
tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana
mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus
OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif
dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah.
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna
30
31
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistim penghantaran s u a r a d i t e l i n g a t e n g a h .
Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita
OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk
toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga
menyebabkan
penurunan
ambang
hantaran
tulang
secara
tulang
serta
pendengaran
dapat
penilaian
tutur,
diperkirakan,
dan
biasanya
bisa
kerusakan
ditentukan
tulang-tulang
manfaat
operasi
32
audiologi
pada
OMSK
harus
dimulai
oleh
penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan
maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.
2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak
sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid
yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi
kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah
lateraldan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi
sinus lateral d a n t e g m e n . P a d a k e a d a a n m a s t o i d y a n g s k l e r i t i k ,
g a m b a r a n r a d i o g r a f i i n i s a n g a t membantu ahli bedah untuk menghindari
dura atau sinus lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan
tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat
diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus
dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan
kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan
melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.
4 . P r o ye k s i C h a u s e I I I , m e m b e r i g a m b a r a n a t i k s e c a r a l o n g i t u d i n a l
sehingga
kasus
terlihat
fistula
pada
kanalis
semisirkularis
33
dengan hasilX - r a y s a j a . P a d a k e a d a a n t e r t e n t u s e p e r t i b i l a d i j u m p a i
s i n u s l a t e r a l i s t e r l e t a k l e b i h anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.
Cholesteatoma yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida. Banyak
teori yang diajukan sebagai penyebab cholesteatoma didapat primer, tetapi sampai
sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang sebenarnya.
Secondary acquired cholesteatoma. Berkembang dari suatu kantong retraksi
yang disebabkan peradangan kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars
tensa. Khasnya perforasi marginalpada bagian posterosuperior. Terbentuknya dari
epitel kanal aurikula eksternay a n g
masuk
ke
kavum
timpani
melalui
lidi
steril
dan
diberi
serbuk
antibiotik.
banyak tanpa
dibersihkan
dulu,
adalah
tidak
efektif.
Bila
sekret
berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan
kortikosteroid. Dianjurkan irigasi d e n g a n g a r a m f a a l a g a r l i n g k u n g a n b e r s i f a t
a s a m d a n m e r u p a k a n m e d i a y a n g b u r u k untuk tumbuhnya kuman. Selain itu
dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal.
Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topical s e s u d a h i r i g a s i s e k r e t
p r o f u s d e n g a n h a s i l c u k u p m e m u a s k a n , k e c u a l i k a s u s d e n g a n jaringan
patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat
pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah,
m a k a t i d a k dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya
tidak lebih dari 1minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Obat-obatan topikal dapat
berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang digunakan seperti:
1) Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
2) Terramycin
3) Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif,
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin
dapat melawan kuman Proteus dan Staphylococcus aureus tetapi tidak aktif
melawan gram n e g a t i f a n a e r o b d a n m e m p u n y a i k e r j a y a n g t e r b a t a s m e l a w a n
Pseudomonas
Pseudomonas
karena
meningkatnya
aeruginosa dan b e b e r a p a
resistensi.
gram
Polimiksin
negatif
tetapi
efektif
tidak
melawan
efektif
36
melawan
organisme
gram
positif.
Seperti
aminoglikosida
yang
lain,
Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negative. Tidak ada satu pun
aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes
mata. K l o r a m f e n i k o l t e t e s t e l i n g a t e r s e d i a d a l a m a c i d c a r r i e r d a n t e l i n g a
a k a n s a k i t b i l a diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan
gram negative kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman
anaerob,
Sebagai catatan, terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik.
Tujuannya untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan
antibiotik yang memilikiaktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama pseudomonas, dan
gram positifterutamaStaphylococcus aureus. Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal
ini dapat disebabkanadanya debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik
37
diberikan pada pasienyang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid,
tentunya tidak dapathanya dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik sistemik
(seringkali IV) dapatmembantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di
rawat di RS untuk m e n d a p a t k a n a u r a l t o i l e t y a n g l e b i h i n t e n s i f .
Ter a p i
banyak
kuman
terbunuh,
misalnya
golongan
aminoglikosida
dan kuinolon.
38
dengan
yang
tepat
untuk
medikamentosa
OMSK
hanyalah
maligna
merupakan
adalah
terapi
operasi.
Pengobatan
sementara sebelum
39
II.3.
Komplikasi otitis media ke susunan saraf pusat yang paling sering ialah meningitis.
Keadaan ini dapat terjadi oleh otitis media akut maupun kronis, serta dapat terlokalisasi, atau
umum (general). Walau secara klinik kedua bentuk ini mirip, pada pemeriksaan likuor
serebrospinal terdapat bakteri pada bentuk yang umum, sedangkan pada bentuk yang
terlokalisasi tidak ditemukan bakteri.
Meningitis adalah infeksi akut pada sistem saraf, dimana meninges berfungsi untuk
melindungi otak dan medula spinalis. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan infeksi
lokal misalnya abses otak.
II.3.2. Patofisiologi
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal
dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama
ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi
infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan
sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak disekitarnya akan terkena. Runtuhnya
periosteum akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak
berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan
parese nervus fasialis atau labirinitis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural,
tromboflebitis sinus lateralis, meningitis, dan abses otak.
Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi
akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau suatu eksarsebasi akut penyebaran biasanya
melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada kasus yang kronis, penyebaran terjadi
melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya adalah toksin masuk melalui jalan yang sudah ada,
misalnya melalui fenestra rotundum, meatus akustikus eksternus, duktus perilimfatik, dan duktus
endolimfatik.
Dari gejala dan tanda yang ditemukan, dapat diperkirakan jalan penyebaran suatu infeksi
telinga tengah ke intrakranial.
41
Penyebaran hematogen
Penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya (1) komplikasi
terjadi pada awal suatu infeksi atau eksarsebasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua
sampai hari kesepuluh (2) gejala prodromal tidak jelas seperti yang didapatkan pada gejala
meningitis lokal. (3) pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, dan tulang
serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis
hemoragika.
Penyebaran melalui erosi tulang
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui, bila (1) komplikasi terjadi beberapa
minggu atau lebih setelah awal penyakit, (2) gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului
gejala infeksi yang lebih luas, misalnya parese nervus fasialis ringan yang hilang timbul
mendahului parese nervus fasialis yang total, atau gejala meningitis lokal mendahului meningitis
purulen, (3) pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi
dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang terbuka biasanya dilapisi oleh jaringan
granulasi.
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada
Penyebaran cara ini dapat diketahui bila (1) komplikasi terjadi pada awal penyakit, (2)
ada serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin dapat ditemukan fraktur tengkorak,
riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah sembuh. Komplikasi intrakranial
mengikuti komplikasi labirinitis supuratif. (3) pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran
melalui sawar tulang yang bukan oleh karena erosi
Diagnosis komplikasi yang mengancam
Pengenalan yang baik terhadap perkembangan suatu penyakit telinga merupakan
prasyarat untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa
tidak berhasil mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otorea dan pada pemeriksaan
otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka
harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh,
nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk (drowsiness),
42
somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya. Timbulnya nyeri kepala di
daerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah yang proyektil serta kenaikan
suhu tubuh yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda komplikasi intrakranial.
Pada OMSK, tanda-tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti
keluar. Hal ini menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.
Pemeriksaan radiologik dapat membantu memperlihatkan kemungkinan kerusakan
dinding mastoid, tetapi untuk yang lebih akurat diperlukan pemeriksaan CT Scan. Erosi tulang
merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT Scan berfaedah
untuk menentukan letak anatomi lesi. Walaupun mahal, pemeriksaan ini bermanfaat untuk
menegakkan diagnosis sehingga terapi dapat diberikan secara cepat dan efektif.
Untuk melihat lesi di otak, misalnya abses otak, hidrosefalus dan lain-lain dapat
dilakukan pemeriksaan CT Scan otak tanpa dan dengan kontras.
Klasifikasi komplikasi otitis media supuratif kronis
Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang berlainan,
tetapi dasarnya tetap sama.
Adams dkk (1989) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:
Komplikasi di
Komplikasi ke
telinga tengah
1. Perforasi
dalam
1. Fistula labirin
2. Labirinitis
membran
timpani
persisten
2. Erosi tulang
supuratif
3. Tuli saraf
sensorineural
ekstradural
1. Abses
ekstradural
2. Trombosis
sinus lateralis
3. Petrositis
otitis
pendengaran
3. Paralisis
nervus
fasialis
43
Komplikasi ekstratemporal
1. Komplikasi intrakranial
timpani
Abses ekstradura
Abses subdura
persisten
Abses otak
Erosi tulang pendengaran
Meningitis
Paralisis nervus fasialis
Tromboflebitis sinus lateralis
2. Komplikasi ke rongga mastoid
Hidrosefalus otitis
Petrositis
2.
Kompleks ekstrakranial
Mastoiditis kcalesen
Abses retroaurikuler
3. Komplikasi ke telinga dalam
Abses Bezolds
Labirinitis
Abses zygomaticus
Tuli saraf/ sensorineural
Selain komplikasi-komplikasi tersebut, dapat juga terjadi komplikasi pada perubahan tingkah
laku.
Shambough (2003) membagi komplikasi otitis media sebagai berikut:
Komplikasi intratemporal
Komplikasi ekstratemporal
1. Perforasi
membran
1. Abses subperiosteal
timpani
2. Labirinitis
3. Paralisis
fasialis
4. Petrositis
5. Mastoiditis akut
nervus
Komplikasi intrakranial
1. Abses
ekstradura/
2.
3.
4.
5.
subdura
Abses otak
Empiema subdura
Tromboflebitis
Hidrosefalus otitis
44
saraf untuk dilakukan tindakan bedah otak untuk drainase dengan segera. Mastoidektomi dapat
dilakukan bersama-sama atau kemudian. Bila bagian bedah saraf tidak melakukan bedah segera,
maka pengobatan dilanjutkan sampai 2 minggu, kemudian dikonsulkan kembali ke bagian bedah
saraf. Mastoidektomi dilakukan sebelum atau sesudah bedah saraf melakukan operasi otak. Bila
pada saat itu keadaan umum pasien buruk atau suhu tinggi, maka mastoidektomi dilakukan
dengan analgesia lokal.
Bila pada tomografi komputer tidak terlihat abses otak dan keadaan umum pasien baik,
maka segera lakukan mastoidektomi dengan analgesia umum atau analgesia lokal. Bila keadaan
umum pasien buruk atau suhu tetap tinggi, maka pengobatan medikamentosa dilanjutkan sampai
2 minggu, kemudian segera dilanjutkan dengan mastoidektomi yang dilakukan dalam analgesia
lokal.
Bila pemeriksaan tomografi komputer tidak dapat dibuat, maka pengobatan
medikamentosa diteruskan sampai 2 minggu untuk kemudian dilakukan mastoiodektomi. Bila
keadaan umum pasien tetap buruk atau suhu tinggi maka mastoidektomi dilakukan dengan
analgesia lokal.
Terapi bedah idealnya dilakukan pada stadium dini komplikasi. Dalam prakteknya hal
tersebut merupakan masalah untuk menentukan saat yang optimum. Hal yang ikut menentukan
keputusan yang diambil tindakan bedah atau tidak adalah diagnosis, kondisi pasien, dan respons
pasien terhadap pengobatan antibiotika. Rangsangan yang kontinu dari kolesteatoma di mastoid
dapat menyebabkan meningitis berulang atau progresivitas abses otak. Oleh sebab itu, kontrol
terhadap penyakit primernya merupakan suatu keharusan untuk penyembuhan yang lengkap.
Seringkali drainase empiema subdura atau abses otak harus didahulukan, tetapi mastoidektomi
harus segera dilakukan setelah kondisi pasien mengizinkan.
Pendekatan bedah mastoidektomi harus dapat menjamin eradikasi seluruh jaringan
patologik di mastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi modifikasi radikal, walaupun
kadang-kadang mastoidektomi simpel yang baik dapat dipakai. Tujuan operasi ini adalah
memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang mungkin digunakan oleh invasi infeksi.
Tulang yang melapisi sinus sigmoid haris ditipiskan dan dibuang. Lempeng dura posterior pada
segitiga Trautman harus ditipiskan dan tegmen mastoid harus dikupas pada setiap kasus.
Kecurigaan terhadap penyakit dasar harus timbul dengan adanya jaringan tulang yang nekrotik
atau jaringan granulasi yang kadang-kadang diselimuti oleh eksudat purulen. Dura biasanya
tampak kuat dan biru atau kemerahan, sinus biasanya lebih biru. Permukaan dura yang tampak
meradang dan berdarah menandakan adanya infeksi. Seringkali dengan membuang lapisan
tulang yang nekrotik akan mengalirkan pus dari dalam abses ekstradura atau perisinus.
Pengobatan meningitis otogenik ini ialah dengan mengobati meningitisnya dulu dengan
antibiotik yang sesuai, kemudian infeksi di telinganya ditanggulangi dengan operasi
matoidektomi.
Meningitis diobati terutama dengan pemberian antibiotik. Kemungkinan adanya
komplikasi lain seperti abses atau tromboflebitis harus selalu dipikirkan dan harus dilakukan
operasi bila hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan. Meningitis otogenik yang berulang
sering terjadi dan pada keadaan begini harus dilakukan mastoidektomi dengan tidak
mengindahkan tipe penyakit telinganya. Pada kasus begini biasanya terdapat suatu daerah
nekrosis tulang kadang-kadang ditemukan suatu abses ekstradura.
BAB III
KESIMPULAN
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah r a d a n g k r o n i s t e l i n g a t e n g a h
d e n g a n p e r f o r a s i m e m b r a n t i m p a n i d a n riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea)
lebih dari dua bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. OMSK mempunyai potensi untuk
menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Komplikasi intrakranial dari OMSK yang paling sering ditemukan adalah meningitis.
Gejala klinis dari meningitis dijumpai adanya demam, sakit kepala, kaku kuduk, muntah,
perubahan dari status mental ataupun kesadaran menurun. Sedangkan pada otogenik dijumpai
adanya otorrhoe, otalgi, gangguan pendengaran, dan vertigo. Pengobatan meningitis otogenik ini
ialah dengan mengobati meningitisnya dulu dengan antibiotik yang sesuai, kemudian infeksi di
telinganya ditanggulangi dengan operasi matoidektomi.
DAFTAR PUSTAKA
Aboet, Askarullah. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun dalam: Pidato Pengukuhan Guru
Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher FK USU. Medan: FK-USU.
Adams GL,Boeis LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT BOEIS Edisi keenam:Anatomi dan
Fisiologi Telinga.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.1997.p; 30-38.
Braunwald, Eugene et al. 2009. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 17. Amerika
Serikat: McGraw-Hill.
Djaafar, Zainul, Helmi, Ratna Restuti. 2007. Komplikasi Otitis Media Supuratif. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Edisi 6. Jakarta:
Balai Penerbit FK-UI; 78 85.
Djaafar, Zainul, Helmi, Ratna Restuti. 2007. Otitis Media Supuratif Kronis. Dalam: Kelainan
Telinga Tengah, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan
Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 69 74.
Ganong, William. 2008. Pendengaran dan Keseimbangan dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 179 185.
Nursiah, Siti. 2003. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa
Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: FK-USU.