Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai suatu gangguan
pembentukan,aliran, atau penyerapan cerebrospinal fluid (CSF) yang mengarah
ke peningkatan volume

cairan di dalam SSP. Kondisi ini juga bisa disebut

sebagai gangguan hidrodinamik dari CSF, yakni ketidakseimbangan antara


sirkulasi dan absorpsi CSF. 1 2
Angka kejadian hidrosefalus di Indonesia mencapai 3 kasus/1000
kelahiran hidup. Dengan hidrosefalus dewasa ditemukan 40% dari keseluruhan
kasus. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Greitz et al selama tahun 20012009 ditemukan persentase penyebab hidrosefalus adalah massa intracerebral
16%, skull trauma 1.5%, malformasi kongenital 51.3% , bayi prematur (< 36
minggu ) 14.5% , ex vacuo 6.2% , hematoma intraserebral 5.2% , dan pos infeksi
5.2% . 3
Hidrosefalus

terbagi menjadi komunikan dan non komunikan.

Hidrosefalus komunikan

terjadi karena kelebihan produksi CSF , gangguan

penyerapan dari CSF , atau ketidak cukupan drainase vena. Hidrosefalus non
kommunikan terjadi ketika aliran CSF terhalang dalam sistem ventrikel atau
dalam outlet untuk

ruang arachnoid,

mengakibatkan penurunan CSF

dari

ventrikel ke ruang subarachnoid.4, 5


Hidrosefalus didiagnosis dengan mengenali tanda dan gejala klinis,
kemudian pemeriksaan baik fisik maupun penunjang. Selanjutnya diberikan
tatalaksana baik operatif maupun non operatif. 6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi7, 8
Pada awal minggu ketiga sebagai lempeng neuralis (neural plate) pada daerah
middorsal di depan nodus primitif. Tepi-tepi lateralnya

bergerak naik untuk

membentuk lipatan-lipatan neuralis (neural folds). Seiring perkembangannya,


lipatan-lipatan neuralis ini terus menaik, saling mendekati satu sama lain di garis
tengah, dan akhirnya menyatu membentuk tuba neuralis.
Ujung sefalik dari tuba neuralis menunjukkan tiga pelebaran, yaitu vesikelvesikel otak primer: (a) prosensefalon, atau otak depan; (b) mesensefalon, atau
otak tengah; dan (c) rhombensefalon, atau otak belakang. Secara bersamaan akan
terbentuk dua fleksura: (a) fleksura servikalis pada pertemuan otak belakang dan
medula spinalis, dan (b) fleksura sefalik di daerah otak tengah. Ketika embrio
berumur lima minggu, prosensefalon terdiri dari dua bagian: (a) telensefalon dan
(b) diensefalon.
Rhombensefalon
rhomboensefalikus.

dipisahkan

dari

Rhombensefalon

juga

mesensefalon
terdiri

dari

oleh
dua

isthmus

bagian:

(a)

metensefalon, yang nantinya membentuk pons dan serebelum, dan (b)


mielensefalon. Kedua bagian ini dibatasi oleh fleksura pontin. Lumen medula
spinalis, yaitu kanalis sentralis, berkesinambungan dengan vesikel-vesikel otak.
Rongga pada rhombensefalon merupakan ventrikel keempat, rongga pada
diensefalon merupakan ventrikel ketiga, dan rongga pada hemisfer serebri
merupakan ventrikel-ventrikel lateral. Lumen mesensefalon menghubungkan
ventrikel ketiga dan keempat. Lumen ini menjadi sangat sempit dan kemudian
disebut

aqueduct of Sylvius. Ventrikel-ventrikel lateral berhubungan dengan

ventrikel ketiga melalui interventricular foramina of Monro .


Ruangan cairan serebrospinal (CSS) mulai terbentuk pada minggu kelima
masa embrio, terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan
ruangan subaraknoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk di
dalam system ventrikel oleh pleksus koroidalis kembali ke peredaran darah
melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh sususan

saraf pusat. Hubungan antara system ventrikel dan ruang subarachnoid adalah
melalui foramen Magendie di median dan foramen Luschka di sebelah lateral
ventrikel IV.
2.2 Anatomi dan Fisiologi9-11
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue
aponeurotika,

atau jaringan penyambung,

aponeurosis

atau

galea

loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan

perikranium .
Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua
bagian yaitu kranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka
wajah yang terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai
permukaan atas yang dikenal sebagai kubah tengkorak, licin pada permukaan luar
dan pada permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat
sesuai dengan otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah dari rongga dikenal
sebagai dasar tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak ditembusi oleh banyak
lubang supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah.
Meningia merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang
belakang. Fungsi meningia yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa
pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil
benturan atau getaran terdiri atas 3 lapisan, yaitu:
a. Durameter (Lapisan sebelah luar)
Durameter ialah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput

tulang

tengkorak dan dura meter propia di bagian dalam. Di dalam kanalis


vertebralis kedua lapisan ini terpisah. Durameter pada tempat tertentu
mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak, rongga ini
dinamakan sinus longitudinal superior yang terletak diantara kedua
hemisfer otak
b. Selaput Arakhnoid (Lapisan tengah)
Selaput arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter yang membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan
otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.
c. Piameter (Lapisan sebelah dalam)
3

Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan


otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur
jaringan ikat yang disebut trebekel. Tepi falks serebri membentuk sinus
longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah
dari flaks serebri. Tentorium memisahkan cerebrum dengan serebellum .9

Gambar 2.1 Lapisan meningeal


Secara konvensional, otak

dibagi menjadi tiga bagian utama. Secara

berurutan dari medulla spinalis ke atas yaitu rhombocephalon, mesencephalon,


dan prosencephalon. Rhombencephalon terbagi menjadi medulla oblongata, pons
dan cerebellum. Sedangkan prosencephalon terdiri dari diencephalon dan
cerebrum. 9

Gambar 2.2 Anatomi otak

Gambar 2.3 Anatomi Otak dengan ruang cairan serebrospinal 11


CSF merupakan cairan yang tidak berwarna yang dihasilkan terutama di
plexus choroidea ventrikel lateral, ventrikel ke-3 dan ventrikel ke-4, serta
sebagian kecil (20%) dari ruang interstisial dan permukaan ependim dari dinding
ventrikel. Sedangkan di kompartemen spinalis, CSF dihasilkan dari duramater
yang membungkus radiks-radiks saraf . Sekitar 95% CSF diproduksi dari plexus

choroidea di ventrikel lateral. CSF juga berada pada sisterna, ruang


subarachnoidea, dan yang melingkupi otak dan medulla spinalis. 12
Produksi dari CSF terjadi dengan adanya kombinasi dari filtrasi yang
melewati kapiler endotel dan sekresi aktif dari natrium oleh epitel choroidal.
Produksi CSF akan direduksi bila terjadi peningkatan tekanan intracranial dan
penurunan tekanan perfusi serebral. 2
Beberapa karakteristik CSF :
a. Pada bayi memiliki total CSF sekitar 50 ml, sedangkan pada dewasa 150
ml, dengan 50% berada di masing-masing otak dan spinal.
b. Pada bayi akan memperoduksi CSF 25 ml/hari, pada dewasa 0,3-0,35
ml/menit ( 500 ml/hari). Kecepatan sekresi pleksus koroidea untuk
memproduksi CSf sekitar 500-750 ml/hari.
c. Tekanan intrakranial pada bayi 9-12 cmH2O, sedangkan pada dewasa 1820 cmH2O.
d. CSF terdiri dari air, elektrolit,

oksigen, dan karbondioksida terlarut,

glukosa, leukosit (limfosit), dan sedikit protein.2, 12, 13


Fungsi dari CSF yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Sebagai bantalan dan pelindung susunan syaraf pusat dari trauma


Memberikan daya apung mekanik dan menyangga otak
Sebagai tempat penampungan dan membantu regulasi isi cranium
Memberi nutrisi untuk SSP
Mengangkut zat-zat metabolit dari susunan saraf pusat
Sebagai lintasan sekret glandula pinealis untuk mencapai kelenjar
hipofisis9
Perjalanan dari CSF berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan,

dimulai dari ventrikel lateral menuju ke Foramen interventriculare Monro ke


ventrikel ke-3, kemudian melalui Aquaduktus Sylvius menuju ke ventrikel ke-4,
selanjutnya akan melalui Foramen Magendie dan Luschka untuk beredar di dalam
ruang subarachnoidea. Dari ruang subarachnoidea, CSF akan keluar menuju
sistem vascular, sebagian besar direabsorbsi ke dalam darah melalui vili
arakhnoidalis atau melalui granulationes arachnoidea.12, 13

Gambar 2.4 Aliran CSF11


2.3 Definisi
Hidrosefalus merupakan salah satu manifestasi paling umum dari kelainan
gangguan perkembangan . Definisi dari hidrosefalus adalah kelainan yang
digambarkan/ditandai dengan keadaan peningkatan tekanan intrakranial karena
peningkatan cairan cerebrospinal (CSF) dan dilatasi dari ventrikel serebral. Atau
lebih singkatnya adalah kelebihan cairan serebrospinal di dalam kepala. 6, 9, 14, 15

2.4 Epidemiologi

Insidensi kongenital hidrosefalus

pada United States adalah 3 per 1.000

kelahiran hidup; insiden hidrosefalus yang didapat tidak diketahui secara pasti
persis karena berbagai gangguan yang dapat menyebabkan kondisi tersebut.
Sekitar 100,000 shunts digunakan setiap tahunnya di beberapa Negara, namun
sedikit informasi yang tersedia untuk Negara lainnya. Sementara itu, angka
kejadian hidrosefalus di Indonesia mencapai 3 kasus/1000 kelahiran hidup.
Dengan hidrosefalus dewasa ditemukan 40% dari keseluruhan kasus.

1,6

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh selama tahun 2001-2009


ditemukan persentase penyebab hidrosefalus adalah massa intracerebral 16%,
skull trauma 1.5%, malformasi kongenital 51.3% , bayi prematur (< 36 minggu )
14.5% , ex vacuo 6.2% , hematoma intraserebral 5.2% , dan pos infeksi 5.2% . 3
2.5 Klasifikasi Hidrosefalus
Secara umum, hidrosefalus digolongkan ke dalam

hidrosefalus non-

komunikans dan komunikans. Hidrosefalus non komunikans disebut juga


obstruktif karena terjadinya sumbatan aliran CSF dari sistem ventrikel ke ruang
subarachnoid. Sedangkan pada hidrosefalus komunikans terjadi gangguan CSF di
dalam ruang subarakhnoid atau gangguan absorpsi. 12,13, 16
Namun penggolongan yang lain didapatkan :
a. Hidrosefalus obstruktif / non komunikans
Hidrosefalus yang terjadi karena adanya blok di dalam sistem ventrikel
atau salurannya ke rongga arachnoid
b. Hidrosefalus komunikans
Keadaan hidrosefalus dimana ada hubungan antara sistem ventrikel
dengan rongga subarakhnoid otak dan spinal.
c. Hidrosefalus ex vacuo
Merupakan sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan oleh
atrofi otak primer yang biasanya terdapat pada orang tua.
d. Hidrosefalus arrested
Menunjukkan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan
dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi.
e. Normal pressure hydrocephalus (NPH)
Kasus dilatasi ventrikel namun tekanan likuor serebrospinal normal.

6,

14

Berdasarkan waktunya, hidrosefalus dibagi menjadi akut (dalam hitungan


hari) ,subakut (dalam hitungan minggu), dan kronis( bulan- tahun ). Sedangkan
berdasarkan gejalanya dibagi menjadi simtomatis dan asimtomatis. Penelitian
Greitz et all menyimpulkan klasifikasi hidrosefalus dengan nama yang berbeda
yaitu hidrosefalus komunikans disebut sebagai restricted arterial pressure
hydrocephalus, sedangkan yang obstruktif disebut sebagai venous congestion
hydrocephalus.3,6
2.6 Etiologi
Secara umum, hidrosefalus bisa disebabkan oleh keadaan post natal maupun
prenatal. Sebab prenatal misalnya malformasi, infeksi, atau kelainan vaskuler.
Post natal misalnya lesi masaa, perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran
vena.6
Hidrosefalus non komunikans terjadi bila terdapat penyumbatan aliran likuor
pada salah satu tempat, antara tempat pembentukan likuor dalam sistem ventrikel
dan tempat absorpsi dalam ruang subarachnoid. Tempat yang sering tersumbat dan
terdapat dalam klinis adalah foramen Monro, foramen Luschka dan Magendi,
sisterna magna dan sisterna basalis. Hidrosefalus obstruktif yang kongenital
terjadi baik genetik maupun non genetik. Penyebab non genetik diantaranya
adalah infeksi intrauterin, perdarahan intrakranial sekunder karena prematur atau
trauma lahir, dan meningitis. Sedangkan pada dewasa lebih sering disebabkan
oleh tumor. 9, 13
Hidrosefalus komunikans disebabkan oleh pleksus koroideus neonatus yang
berkembang berlebihan sehingga lebih banyak cairan yang terbentuk daripada
yang direabsorpsi, yang kemudian terjadi peningkatan tekanan. 9, 13
Tabel 1.1 Etiologi Hidrosefalus12

2.7 Patofisiologi
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi liquor yang berlebihan,

peningkatan resistensi aliran likuor , dan

peningkatan tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme


diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan
keseimbangan sekresi dan absorbs. Pada hidrosefalus juga terjadi dilatasi ventrikel
sebagai akibat dari : 12, 16
1. Kompensasi sistem serebrovascular
2. Redistribusi dari liquor serebrospinal atau cairan ekstraseluler atau kedunya
dalam susunan sistem saraf pusat.
3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan
viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)
4. Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)
5. Hilangnya jaringan otak
6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan
abnormal pada sutura cranial.
Berdasarkan jurnal mekanisme dari hidrosefalus dibagi menjadi :
1. Teori aliran klasik Bulk
Hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara produksi
dan absorpsi CSF yang bisa disebabkan oleh peningkatan aliran CSf atau
penurunan uptake CSF.
2. Teori hemodinamik sirkulasi CSF
Dasar konsep teori ini (Greitz et all) adalah absorpsi CSF terjadi melalui
kapiler pada CNS daripada granula dan vili arachnoid. Dikatakan bahwa,

10

pada saat systole ada ekspansi dari arteri intracranial yang meningkatkan TIK.
Sedangkan saat diastole aliran CSF dari kanalis spinalis menyebabkan
meningkatan tekanan pada ruang subarachnoid. Jadi, terdapat peningkatan
tekanan dalam ruang CSF selama siklus kardiak yang menekan aliran vena
dan menyebabkan peningkatan resistesi dan aliran balik vena. Tekanan ini
berperan untuk menjaga distensi vena intraserebral yang cukup untuk
mengakomodasi aliran normal serebral. 3
Tabel 2.2 Patogenik Hidrosefalus16
Mekanisme Patogenik
Obstruksi jalur CSF

Kelebihan produksi CSF


Defek reabsorpsi CSF

Kondisi/ gangguan etiologik


Obstruksi foramen intraventrikular
(monro)
a. Massa parasela
b. Tumor intraventrikuler
c. Tuberosklerosis
Obstruksi akuaductus Sylvii
a. Stenosis akuaductus
b. Tumor midbrain atau tumor
daerah pineal
c. Pascainfeksi atau pasca
inflamasi
d. Pasca perdarahan
Gangguan aliran dari foramina
Luschka dan Magendie di ventrikel
keempat
a. Impresi basilar
b. Platibasia
Malformasi Dandy Walker
Malformasi Arnoid-Chiari
Lesi tulang kongenital pada basis
cranii (akondroplasia, rickettsia)
Papiloma pleksus koroid
Hipoplasi vili arachnoid
Pascainfeksi atau pasca perdarahan
(destruksi vili arachnoid dan fibrosis
subarachnoid)
Oklusi sinus sagitalis superior

Patofisiologi hidrosefalus dapat dijelaskan sebagai berikut :


1. Kelainan Bawaan :
a. Obstruksi dapat terjadi pada level Aquaductus Sylvius, terutama pada
neonatus yang memiliki diameter kecil (0,2-0,5 mm). Obstruksi pada
11

level ini akan memberikan gambaran pelebaran ventrikel ke-3 sampai


dengan ventrikel lateral. Malformasi kongenital pada level ini bisa
meliputi stenosis aquaduct, forking, pembentukan septa, dan gliosis
subependimal akibat infeksi intrauterin.
Stenosis Akuaduktus Sylvius, merupakan penyebab terbanyak pada
hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90% ). Akuaduktus dapat merupakan
saluran buntu atau abnormal lebih sempit dari biasa. Terjadi
penyempitn akuaduktis Sylvii kongenital yang kemudian menghalangi
aliran CSF dari ventrikel ke-3 dan lateral menuju ventrikel keempat.
Akibatnya,

ventrikel

membesar.

Hal

ini

juga

menyebabkan

peningkatan penekanan otak terhadap tengkorak. Tekanan yang


meningkat ini pun menyebabkan kepala neonatus membesar karena
sutura-sutura kranialis belum menyatu dan ruang diantaranya melebar.
Umumnya

gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif

dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir. 8, 13


b. Malformasi Dandy-Walker yang terjadi pada bayi dengan gambaran
pembesaran kistik di fossa posterior yang disebabkan hipoplasia dari
vermis cerebellum dan atrofi cerebellum . Menimbulkan gejala yang
disebut sindrom Dandy-Walker, yakni atresia kongenital foramen
Luschka dan Magendi dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan
pelebaran system ventrikel, terutama ventrikel IV yang dapat
sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di
daerah fossa posterior. 12
c. Kista arakhnoid,dapat terjadi congenital maupun didapat akibat trauma
sekunder suatu hematoma.
d. Anomaly pembuluh darah, dalam kepustakaan dilaporkan terjadi
hidrosefalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria
serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus tranversus dengan
akibat obstruksi akuaduktus.
e. Spina bifida dan cranium bifida.

Hidrosefalus pada kelainan ini

biasanya berhubungan dengan sindroma Arnord-Chiari (Malformasi


Chiari) akibat tertariknya medulla spinalis, dengan medulla oblongata
dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum
12

sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. Hidrosefalus terjadi


di sekitar basis kranium. Obstruksi dari aliran CSF juga dapat
disebabkan pada level granulationes arachnoidea karena gangguan
absorbsi CSF.12
2. Neoplasma, hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap tempat aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada
penyebabnya dan apabila tumor tidak bisa dioperasi,maka dapat
dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS melalui saluran
buatan atau pirau. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV dan akuaduktus Sylvius bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan
penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu
kraniofaringioma.
Tumor pada fossa posterior dan ventrikel ke-4 akan memberikan
gambaran hidrosefalus akut atau kronis, disertai dengan gejala lain
yang mengikutinya sesuai dengan lesinya. Pada populasi orang dewsa,
tumor yang banyak terdapat di fossa posterior meliputi metastasis,
glioma, neuroma, meningioma, dan hemangioblastoma. Pada anakanak,

tumor

infratentorial

kebanyakan

akan

menyebabkan

hidrosefalus seperti pada medulloblastoma, ependimoma, astrositoma


cerebelli, dan brainstem glioma.
3. Infeksi, akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga
terjadi obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase
akut meningitis purulenta terjad bila aliran CSS terganggu oleh
obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna
basalis.
Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa
bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen
terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan

13

interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya


lebih tersebar.
4. Perdarahan, telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan
sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen
terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri.
Sementara itu, pada hidrosefalus komunikans yang pada umumnya disebabkan
oleh gangguan reabsorpsi CSF, cairan akan terkumpul di dalam ventrikel maupun
di luar otak sehingga kepala membesar dan terjadi kerusakan otak. Peningkatan
volume yang terjadi akibat tidak direabsorpsi akan menyebabkan ventrikel
keempat membesar dan menimbulkan penekanan destruktif jaringan otak. Karena
ventrikel membesar maka biasanya, tekanan didalam akan menurun atau normal
meskipun volume meningkat. 13
2.8 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hidrosefalus dapat berkaitan dengan usia.
a. Pada bayi dengan hidrosefalus kongenital, ukuran kepala saat lahir dapat
bervariasi dari normal hingga sangat membesar. Seiring dengan akumulasi
CSF, kepala membesar dengan cepat (peningkatan lingkar kepala rata-rata
0,5 2 cm tiap minggu), sutura tulang tengkorak terpisah >1cm, fontanel
(ubun-ubun) anterior yang tegang dan cembung, dan vena kulit kepala
tampak jelas, bolamata seperti terdorong kebawah (Sunset appearance).
Pada bayi yang lebih tua (> 1 tahun) dimana sutura tengkorak telah
menyatu dan menjadi lebih kaku sehingga penampilan klinis berupa nyeri
kepala persisten, muntah tanpa sebab yang jelas, iritabilitas, dan gejala
peningkatan tekanan intracranial, paralisis Nervus Abdusens dan Paralisis
gerak bola mata vertikal (tanda Perinaud).15, 17
b. Pada anak-anak, hidrosefalus dapat terjadi sebagai akibat sekunder dari
neoplasma atau trauma. Gambaran klinis dapat berupa nyeri kepala
(tumpul,

terutama

ketika

saat

terbangun),

gangguan

penglihatan

(pandangan kabur atau ganda), letargis, muntah-muntah, penurunan


prestasi belajar, dan gangguan endokrin (contoh : penampilan pendek,
pubertas prekoks).

14

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri kepala gangguan


penglihatan letargis muntah-muntah, penurunan prestasi belajar, dan
gangguan endokrin.15
c. Pada usia dewasa, gambaran klinisnya dapat berupa Akut atau Kronis
(tekanan intrakranial normal atau rendah). Gejala umumnya berupa nyeri
kepala yang memberat saat berbaring, mual-muntah, gangguan penglihatan
(pandangan kabur atau ganda), papiledema pada funduskopik, paralisis
otot rectus lateral, ataxia, dan gangguan kesadaran.2, 12, 14
Gambaran klinis juga dapat ditentukan dengan lokasi distensi / dilatasi dari
ventrikel.

Dilatasi

ventrikel

lateral

menyebabkan

regangan

jaras

kortikopontoserebelar dan kortikospinalis yang terletak sepanjang tepi lateral


ventrikel hingga pedinculus serebri. Regangan ini menyebabkan ataksia dan
spasitas yang awlanya paling menonjol pada ekstremitas bawah karena jaras-jaras
tungkai terletak paling dekat dengan ventrikel. Sedangkan distensi ventrikel 3
dapat menekan daerah hipotalamus dan menyebabkan disfungsi endokrin. Nervus,
kiasma, dan traktus optikus juga terletak dekat bagian anterior ventrikel 3, dan
disfungsi visual terjadi apabila struktur ini tertekan. Bila dilatasi terjadi pada
akuaduktus serebri, akan menekan pusat gerak bola mata vertical di sekitarnya
sehingga menyebabkan paresis gerak bola mata ke atas (sunsetting eyes atau
sindrom Perinaud).16
2.9 Diagnosis
Studi tentang neuroimaging sangat membantu dalam penegakan diagnosis
hidrosefalus, yang tentunya ditambah dengan klinis dari hidrosefalus. Diagnosis
juga saat ini dapat ditegakkan secara intrauterin dengan USG maupun MRI. Saat
ini diagnosis hidrosefalus secara radiologi dilakukan dengan CT scan kepala.
Pada bayi, yang harus dievaluasi untuk diagnostik adalah ukuran lingkar
kepala. Pertumbuhan lingkar kepala yang sangat cepat merupakan factor resiko
terjadinya hidrosefalus, sehingga harus di follow up lebih lanjut. Kegagalan
penutupan sutura juga dapat mengindikasikan perkembangan dari hidrosefalus
sebagai adanya pertumbuhan ventrikel yang progresif yang mencegah terjadinya
fusi sutura. Hal ini juga dapat mengarahkan pada lingkar kepala yang abnormal.
Selanjutnya dapat dilakukan x-ray kepala yang akan menunjukka perbesaran

15

kepala, disproporsi craniofacial, atau perpanjangan garis sutura. Selanjutnya dapat


dilakukan USG intrauterine untuk deteksi, CT-scan dan MRI yang dapat
memperlihatkan etiologi dari hidrosefalus. 18
Pada anak-anak dan dewasa dengan gejala-gejala hidrosefalus, perlu
dikonfirmasi dengan CT-scan atau MRI. Berikut penjelasan pemeriksaan
penunjangnya.
a. Ultrasound Kepala
Pada neonatus, sistem ventricular superior dapat dievaluasi dengan
ultrasound. Teknik pencitraan ini merupakan salah satu pilihan untuk
mengontrol bayi dengan fontanel terbuka. Hematom atau massa
ventricular yang juga berperan serta dalam terjadinya hidrosefalus, dapat
dideteksi dengan cara ini.

Ultrasound juga bisa digunakan untuk

mengukur perubahan ukuran ventrikel.

Gambar 2.6 USG hidrosefalus


b. CT-scan dan MRI
Untuk lebih dapat mengevalusi seluruh ventrikel dan penyebab dari
hidrosefalus, dibutuhkan CT scan atau MRI. Dapat dilihat secara jelas,
16

ukuran dari ventrikel dan perubahannya sesuai usia. Adanya infeksi atau
tumor yang menyebablan obstruksi juga dapat diketahui.

Adanya

obliterasi dari sisterna basalis dan hilangnya sulkus kortikal mendukung


diagnosis dari hidrosefalus.
Penilaian CT scan secara anatomis yaitu pembesaran semua sistem
ventrikel. Penilaian Evan ratio dengan mengukur rasio cornu frontal dari
ventrikel lateral dengan diameter terbesar biparietal, dengan nilai abnormal
apabila > 0,3. Penilaian besar dari cornu temporal dari ventrikel lateral > 2
mm.
Ketika ventrikel tertekan, maka dapat terjadi aliran transependimal
CSF ke parenkim periventricular, terutama pada bagian frontal, occipital
dan temporal. Hal ini akan tampak sebagai densitas rendah pada CT scan
atau intensitas sinyal tinggi pada MRI (T2-weighted). 2

Gambar 2.8 MRI hidrosefalus

17

Gambar 2.9 CT-Scan pada hidrosefalus


Kriteria CT-scan/MRI untuk hidrosefalus akut berupa:
a. Ukuran kedua

temporal horns lebih besar dari 2 mm, jelas terlihat.

Dengan tidak

adanya hydrocephalus, temporal horns nyaris tak

terlihat.
b. Rasio terlebar dari frontal horns untuk diameter biparietal maksimal
(yaitu, Evans ratio)lebih besar dari 30% pada hidrosefalus.
c. Eksudat Transependymal yang diterjemahkan pada gambar sebagai
hypoattenuation periventricular (CT) atau hyperintensity (MRI T2weighted

and

fluid-attenuated

inversion

recovery

[FLAIR]

sequences).
d. Tanda pada frontal horn dari ventrikel lateral dan ventrikel ketiga
(misalnya,"Mickey mouse"ventrikel) dapat mengindikasikan obstruksi
aqueductal.4
Kriteria CT-scan/MRI untuk hidrosefalus kronik berupa:
a. Temporal horns tidak begitu menonjol dari pada kasus akut
b. Ventrikel ketiga dapat mengalami herniasi ke dalam sella tursica.
c. Macrocrania (misalnya, occipitofrontal circumference >98th
percentile) dapat di jumpai.
d. Corpus callosum dapat mengalami atrofi (tampilan terbaik pada
potongan sagittal MRI).

18

Tanda terjadinya hidrosefalus non komunikans

termasuk kurangnya

indikasi obstruksi pada MRI, peningkatan kecepatan aliran CSF di aquaduktus,


ventrikel lateral membulat, dan penipisan serta elevasi dari corpus kolosum pada
potongan sagittal MRI. 18
Pungsi lumbal terkadang diindikasikan untuk mengukur tekanan CSF dan
untuk menentukan apakah mengandung darah atau ada tanda-tanda inflamasi dari
penyakit infeksi. Namun pungsi ini kontraindikasi bila terdapat tanda-tanda
neurologis fokal, pupil yang kurang reaktif, dan fontanel yang tegang. 16
2.10 Diagnosis Diferensial
Hidrosefalus tidak selalu berrarti perbesaran dari lingkar kepala. Beberapa
keadaan yang juga dapat menyebabkan makrocephal adalah hamartomatosa, dan
genetic, gangliosidosis, glutaricaciduria tipe I, neurofibromatosis tipe I dan
sindroma overgrowth. Malformasi dan disrupsi yang diserta dengan pembesaran
ventrikel tanpa obstruksi aliran CSF dapat terjadi pada holoprosencephali dan
hidrancephali. Keadaan ini dapat dibedakan melalu imaging. Begitu juga dengan
SOL (space occupying lession) pada midbrain, tectum, dan region pineal. 15
2.11

Tatalaksana Hidrosefalus

Tujuan tatalaksana dari hidrosefalus adalah mengembalikan keadaan normal


aliran CSF. Tatalaksana hidrosefalus meliputi : non-operatif dan operatif.
a. Tatalaksana Non-Operatif
Manajemen ini ditujukan untuk menurunkan produksi CSF dan
meningkatkan absorbsinya, serta untuk menurunkan TIK. Manajemen
yang dilakukan adalah pemberian farmakoterapi dengan pemberian
Azetazolamide

(carbonic

anhydrse

inhibitor)

dengan

dosis

100

mg/kgBB/hari dan Furosemide (diuretik) dengan dosis 1 mg/kgBB/hari.


Perlu diperhatikan juga bahwa obat-obat tersebut diatas juga memberikan
resiko atau efek samping seperti metabolisme asidosis, letargis, penurunan
nafsu makan, ketidakseimbangan elektrolit, takipneu, dan diare. Obat lain
juga meliputi Hyaluronidase, manitol, urea, dan gliserol. 14, 16
b. Tatalaksana Operatif 6 14

19

Tatalaksana ini dibagi lagi menjadi 2 prosedur : shunting dan nonshunting.

Pada prosedur non-shunting berupa : reseksi lesi yang

menyumbat aliran CSF, dan apabila diperlukan ablasi plexus choroidea.


Tindakan alternatif selain shunting diterapkan khususnya bagi kasus kasus
yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel termasuk juga saluran
keluar ventrikel IV (misal; stenosis akuaduktus, tumor fossa posterior,
kista arakhnoid). Dalam hal ini maka tindakan terapeutik semacam ini
perlu dipertimbangkan terlebih dahulu, walaupun kadang lebih rumit
daripada memasang shunt,

mengingat restorasi aliran liqour menuju

keadaan atau mendeteksi normal selalu lebih baik daripada suatu drainase
yang artifisiel.
Terapi etiologi. Penanganan terhadap etiologi hidrosefalus merupakan
strategi terbaik; seperti antara lain; pengontrolan kasus yang mengalami
intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran
liquor, pembersihan sisa darah dalam liquor atau perbaikan suatu
malformasi. Pada beberapa kasus diharuskan untuk melakukan terapi
sementara terlebih dahulu sebelum diketahui secara pasti lesi penyebab;
atau masih memerlukan tindakan operasi shunting karena kasus yang
mempunyai etiologi multifactor atau mengalami gangguan aliran liquor
sekunder.
Penetrasi membran.

Penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu

tindakan membuat jalan alternative melalui rongga subarachnoid bagi


kasus kasus stenosis akuaduktus atau (lebih umum) gangguan aliran pada
fossa posterior (termasuk tumor fossa posterior). Selain memulihkan
fungsi sirkulasi liquor secara pseudo fisiologi, ventrukulostomi III dapat
menciptakan tekanan hidrostatik yang uniform pada seluruh sistem saraf
pusat sehingga mencegah terjadinya perbedaan tekanan pada struktur
struktuk garis tengah yang rentan. Saat ini metode yang terbaik untuk
melakukan tindakan tersebut adalah dengan teknik bedah endoskopik,
dimana suatu neuroendoskop (rigid atau fleksibel) dimasukkan melalui
burrhole coronal (2-3 cm dari garis tengah) kedalam ventrikel lateral,
kemudian melalui foramen monro (diidentifikasi berdasarkan pleksus

20

khoroid dan vena septalis serta dan vena thalamus triata) masuk kedalam
ventrikel III. Lubang di buat didepan percabangan arteri basilaris sehingga
terbentuk saluran antara ventrikel III dengan sisterna interpedinkularis.
Lubang ini dapat dibuat dengan memakai laser, monopolar kuagulator,
radiofrekuensi, dan kateter balon.
Sedangkan pada prosedur shunting bertujuan untuk diversi CSF ke ruang
atau organ tubuh lain yang memiliki kemampuan reabsorbsi seperti
pericardium, peritoneum, rongga pleura. Proses kanulasi ventrikel dapat
dilakukan melalui pendekatan frontal, parietal, dan occipital. 14, 16
Sebagian besar pasien hidrosefalus memerlukan shunting, bertujuan
membuat aliran loquor baru (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas
drainase (seperti; peritoneum, atrium kanan, pleura). Pada anak-anak
lokasi kavitas yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat mampu
menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan
pertumbuhan anak serta resiko terjadi infeksi relatif lebih kecil disbanding
rongga jantung. Biasanya cairan LCS didrainasi dari ventrikel, namun
terkadang pada hidrosefalus kommunikan ada yang didrain ke rongga
subarachnoid lumbar.
Pada dasarnya alat shunt

terdiri dari tiga komponen yaitu; kateter

proksimal, katub (dengan/tanpa reservior), dan kateter distal. Komponen


bahan dasarnya adalah elastomer silicon. Pemilihan pemakaian didasarkan
atas pertimbangan mengenai penyembuhan kulit yang dalam hal ini sesuai
dengan usia penderita, berat badan, ketebalan kulit dan ukuran kepala.
Sistem hidrodinamik shunt

tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi,

sedang dan rendah, dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel,
status pasien (vegetative, normal) pathogenesis hidrosefalus, dan proses
evolusi penyakit.
Penempatan reservoir shunt umunya dipasang di frontal atau temporooksipital yang kemudian disalurkan di bawah kulit . tehnik operasi
penempatan shunt didasarkan pada pertimbangan anatomis dan potensi
kontaminasi yang mungkin terjadi. Terdapat dua hal yang perlu
diorbservasi pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap
kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat
21

shunt yang dipasang.


Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga komplikasi yaitu; infeksi,
kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah
aliran yang tidak adekuat. Infeksi meningkatkan resiko akan kerusakan
intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis
mencakup komplikasi komplikasi seperti; oklusi aliran di dalam shunt
(proksimal katub atau distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari
tempat semula, tempat pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional
dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang lancarnya
drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi
lanjutan seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi
2.12

ventrikel, hipotensi ortostatik.


Komplikasi
Berhubungan dengan progresifitas hidrosefalus
a. Perubahan Visual
b. Oklusi dari arteri cerebral posterior akibat proses skunder dari
transtentorial herniasi
c. kronik papil udema akibat kerusakan nervus optikus.
d. Dilatasi dari ventrikel ke tiga dengan kompresi area kiasma optikum.
e. Disfungsi cognitive dan inkontunensia
Berhubungan dengan pengobatan
a. Electrolit imbalance
b. Metabolic acidosis
Berhubungan dengan terapi bedah
a. Tanda dan gejala dari peningkatan tekanan intracranial dapat
disebabkan oleh gangguan pada shunt.
b. Subdural hematoma atau subdural hygroma akibat skunder dari
overshunting. Nyeri kepala dan tanda neurologis fokal dapat dijumpai.
c. Tatalaksana kejangn dengan dengan obat antiepilepsi.
d. Okasional Infeksi pada shunt dapat asimtomatik. pada neonatus, dapat
bermanifestasi sebagai perubahan pola makan, irritabilitas, vomiting,
febris, letargi, somnolen, dan ubun ubun menonjol. Anak-anak yang
lebih tua dan orang dewasa biasa dengan gejala dengan sakit kepala,
febris, vomitus, dan meningismus. Dengan ventriculoperitoneal (VP)
shunts, sakit perut dapat terjadi.
22

e. Shunts dapat bertindak sebagai saluran untuk metastasis extraneural


tumor tertentu (misalnya, medulloblastoma).
f. Komplikasi dari VP shunt termasuk; peritonitis, hernia inguinal,
perforasi organ abdomen, obtruksi usus, volvulus, dan CSF asites.
g. Komplikasi dari ventriculoatrial (VA) shunt termasuk; septicemia,
shunt embolus, endocarditis, dan hipertensi pulmunal.
h. Komplikasi dari Lumboperitoneal shunt termasuk; radiculopathy dan
arachnoiditis.19
2.13

Prognosis
Prognosis sangat tergantung dari ada atau tidaknya abnormalitas saraf. Lima

puluh persen yang terdiagnosis dalam kandungan meninggal karena disertai


anomaly lain. Bayi yang segera diberikan tatalaksana shunting memberikan hasil
yang baik. Jika hidrosefalus tidak ditatalaksana, kematian dapat terjadi akibat
tonsilar herniasi sekunder akibat kompresi sel otak dan menyebabkan respiratory
arrest.1, 15

23

BAB III
KESIMPULAN
Hidrosefalus adalah kelebihan cairan serebrospinal di dalam kepala,
biasanya di dalam sistem ventrikuler. Hidrosefalus terbagi menjadi komunikans
dan non komunikans. Berdasarkan waktunya, hidrosefalus dibagi menjadi
akut,subakut, dan kronis. Sedangkan berdasarkan gejalanya dibagi menjadi
simtomatis dan asimtomatis.
Hidrosefalus pada dasarnya terjadi akibat dari tiga mekanisme yaitu
produksi likuor yang berlebihan, peningkatan

resistensi aliran likuor, dan

peningkatan tekanan sinus venosa. Penyebab dari hidrosefalus dapat terjadi karena
keadaan prenatal maupun postnatal.
Untuk dapat menegakkan diagnose hidrosefalus, dimulai dari anamnesis
berupa tanda dan gejala yang biasanya sesuai usia, kemudian pemeriksaan fisik
berupa ukuran lingkar kepala, dan neuroimaging yang sangat membantu (USG,
CT-Scan, dan MRI).
Hidrosefalus ditangani dengan operatif maupun non operatif. Terapi non
operratif biasanya untuk penanganan sementara. Sedangkan untuk tatalaksana
operatif sendiri dibagi menjadi shunting dan non-shunting.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Rekate H. A contemporary definition and classification of hydrocephalus.
Semin Pediatr Neurol. 2009;16(1):9-15.
2. Moore AJ, Newell DW. Neurosurgery Principle and Practice London:
Springer; 2005.
3. Omidi R, Varmezani. Pediatric Hydrocephalus; A Statistical and
Historical Approach Global Journals Inc. 2015;15(1):1-11.
4. Woodworth G, McGirt M, Williams M, Rigamonti D. Cerebrospinal fluid
drainage and dynamics in the diagnosis of normal pressure
hydrocephalus. Neurosurgery. 2009;64(5):925.
5. Lacy M, Oliveira M, Austria E, Frim. Neurocognitive outcome after
endoscopic third ventriculocisterostomy in patients with obstructive
hydrocephalus. J Int Neuropsychol Soc. 2009 15(3):394-8.
6. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf IV ed. Jakarta: PT.Gramedia; 2010.
7. Sadler TW. Langmans Medical Embryology. 8 ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies; 2010. p. 433-4.
8. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar
Neonatalogi. 1 ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014.
9. S.Snell R. Neuroanatomi klinik. 5 ed. Jakarta: EGC; 2006.
10.Snell R. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. 6 ed. Jakarta:
EGC; 2006.
11.J.Tortora G, Derrickson B. Princples of anatomy and physiology. 12 ed.
USA: John Wiley and Sons,Inc; 2009.
12.Hidrosefalus pada anak dan dewasa [Internet]. 2015 [cited March 18].
Available from: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/08/
hidrosefalus-pada-anak-dan-dewasa.pdf.
13.A.Price S, M.Wilson L. Patofisiologi, konsep klinis proses penyakit 6ed.
Jakarta: EGC; 2005.
14.P.Rowland L, A.Pedley T. Merritt's Neurology 12 ed. New York:
Lippincott Williams & Wilkins 2010.
15.Goetz CG, Pappert EJ. Textbook of Clinical Neurology: W.B.
SAUNDERS COMPANY
16.J.Marcdante K, M.Kliegman R, B.Jenson H, E.Behrman R. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial. 6 ed. Indonesia: IDAI; 2014.
17.Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrika. 7 ed. Jakarta: EMS;
2005.
25

18.Hydrocephalus : an overview [Internet]. InTech. 2012 [cited 26 Maret


2016]. Available from: http://www.intechopen.com/download/pdf/
pdfs_id/29498.
19.Hydrocephalus [Internet]. Medscape Reference. 2010 [cited 26 Maret
2016]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1135286overview#showall.

26

Anda mungkin juga menyukai