PENDAHULUAN
Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai suatu gangguan
pembentukan,aliran, atau penyerapan cerebrospinal fluid (CSF) yang mengarah
ke peningkatan volume
Hidrosefalus komunikan
penyerapan dari CSF , atau ketidak cukupan drainase vena. Hidrosefalus non
kommunikan terjadi ketika aliran CSF terhalang dalam sistem ventrikel atau
dalam outlet untuk
ruang arachnoid,
dari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi7, 8
Pada awal minggu ketiga sebagai lempeng neuralis (neural plate) pada daerah
middorsal di depan nodus primitif. Tepi-tepi lateralnya
dipisahkan
dari
Rhombensefalon
juga
mesensefalon
terdiri
dari
oleh
dua
isthmus
bagian:
(a)
saraf pusat. Hubungan antara system ventrikel dan ruang subarachnoid adalah
melalui foramen Magendie di median dan foramen Luschka di sebelah lateral
ventrikel IV.
2.2 Anatomi dan Fisiologi9-11
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue
aponeurotika,
aponeurosis
atau
galea
perikranium .
Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua
bagian yaitu kranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka
wajah yang terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai
permukaan atas yang dikenal sebagai kubah tengkorak, licin pada permukaan luar
dan pada permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat
sesuai dengan otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah dari rongga dikenal
sebagai dasar tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak ditembusi oleh banyak
lubang supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah.
Meningia merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang
belakang. Fungsi meningia yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa
pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil
benturan atau getaran terdiri atas 3 lapisan, yaitu:
a. Durameter (Lapisan sebelah luar)
Durameter ialah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput
tulang
2.4 Epidemiologi
kelahiran hidup; insiden hidrosefalus yang didapat tidak diketahui secara pasti
persis karena berbagai gangguan yang dapat menyebabkan kondisi tersebut.
Sekitar 100,000 shunts digunakan setiap tahunnya di beberapa Negara, namun
sedikit informasi yang tersedia untuk Negara lainnya. Sementara itu, angka
kejadian hidrosefalus di Indonesia mencapai 3 kasus/1000 kelahiran hidup.
Dengan hidrosefalus dewasa ditemukan 40% dari keseluruhan kasus.
1,6
hidrosefalus non-
6,
14
2.7 Patofisiologi
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi liquor yang berlebihan,
10
pada saat systole ada ekspansi dari arteri intracranial yang meningkatkan TIK.
Sedangkan saat diastole aliran CSF dari kanalis spinalis menyebabkan
meningkatan tekanan pada ruang subarachnoid. Jadi, terdapat peningkatan
tekanan dalam ruang CSF selama siklus kardiak yang menekan aliran vena
dan menyebabkan peningkatan resistesi dan aliran balik vena. Tekanan ini
berperan untuk menjaga distensi vena intraserebral yang cukup untuk
mengakomodasi aliran normal serebral. 3
Tabel 2.2 Patogenik Hidrosefalus16
Mekanisme Patogenik
Obstruksi jalur CSF
ventrikel
membesar.
Hal
ini
juga
menyebabkan
tumor
infratentorial
kebanyakan
akan
menyebabkan
13
terutama
ketika
saat
terbangun),
gangguan
penglihatan
14
Dilatasi
ventrikel
lateral
menyebabkan
regangan
jaras
15
ukuran dari ventrikel dan perubahannya sesuai usia. Adanya infeksi atau
tumor yang menyebablan obstruksi juga dapat diketahui.
Adanya
17
Dengan tidak
terlihat.
b. Rasio terlebar dari frontal horns untuk diameter biparietal maksimal
(yaitu, Evans ratio)lebih besar dari 30% pada hidrosefalus.
c. Eksudat Transependymal yang diterjemahkan pada gambar sebagai
hypoattenuation periventricular (CT) atau hyperintensity (MRI T2weighted
and
fluid-attenuated
inversion
recovery
[FLAIR]
sequences).
d. Tanda pada frontal horn dari ventrikel lateral dan ventrikel ketiga
(misalnya,"Mickey mouse"ventrikel) dapat mengindikasikan obstruksi
aqueductal.4
Kriteria CT-scan/MRI untuk hidrosefalus kronik berupa:
a. Temporal horns tidak begitu menonjol dari pada kasus akut
b. Ventrikel ketiga dapat mengalami herniasi ke dalam sella tursica.
c. Macrocrania (misalnya, occipitofrontal circumference >98th
percentile) dapat di jumpai.
d. Corpus callosum dapat mengalami atrofi (tampilan terbaik pada
potongan sagittal MRI).
18
termasuk kurangnya
Tatalaksana Hidrosefalus
(carbonic
anhydrse
inhibitor)
dengan
dosis
100
19
keadaan atau mendeteksi normal selalu lebih baik daripada suatu drainase
yang artifisiel.
Terapi etiologi. Penanganan terhadap etiologi hidrosefalus merupakan
strategi terbaik; seperti antara lain; pengontrolan kasus yang mengalami
intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran
liquor, pembersihan sisa darah dalam liquor atau perbaikan suatu
malformasi. Pada beberapa kasus diharuskan untuk melakukan terapi
sementara terlebih dahulu sebelum diketahui secara pasti lesi penyebab;
atau masih memerlukan tindakan operasi shunting karena kasus yang
mempunyai etiologi multifactor atau mengalami gangguan aliran liquor
sekunder.
Penetrasi membran.
20
khoroid dan vena septalis serta dan vena thalamus triata) masuk kedalam
ventrikel III. Lubang di buat didepan percabangan arteri basilaris sehingga
terbentuk saluran antara ventrikel III dengan sisterna interpedinkularis.
Lubang ini dapat dibuat dengan memakai laser, monopolar kuagulator,
radiofrekuensi, dan kateter balon.
Sedangkan pada prosedur shunting bertujuan untuk diversi CSF ke ruang
atau organ tubuh lain yang memiliki kemampuan reabsorbsi seperti
pericardium, peritoneum, rongga pleura. Proses kanulasi ventrikel dapat
dilakukan melalui pendekatan frontal, parietal, dan occipital. 14, 16
Sebagian besar pasien hidrosefalus memerlukan shunting, bertujuan
membuat aliran loquor baru (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas
drainase (seperti; peritoneum, atrium kanan, pleura). Pada anak-anak
lokasi kavitas yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat mampu
menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan
pertumbuhan anak serta resiko terjadi infeksi relatif lebih kecil disbanding
rongga jantung. Biasanya cairan LCS didrainasi dari ventrikel, namun
terkadang pada hidrosefalus kommunikan ada yang didrain ke rongga
subarachnoid lumbar.
Pada dasarnya alat shunt
sedang dan rendah, dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel,
status pasien (vegetative, normal) pathogenesis hidrosefalus, dan proses
evolusi penyakit.
Penempatan reservoir shunt umunya dipasang di frontal atau temporooksipital yang kemudian disalurkan di bawah kulit . tehnik operasi
penempatan shunt didasarkan pada pertimbangan anatomis dan potensi
kontaminasi yang mungkin terjadi. Terdapat dua hal yang perlu
diorbservasi pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap
kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat
21
Prognosis
Prognosis sangat tergantung dari ada atau tidaknya abnormalitas saraf. Lima
23
BAB III
KESIMPULAN
Hidrosefalus adalah kelebihan cairan serebrospinal di dalam kepala,
biasanya di dalam sistem ventrikuler. Hidrosefalus terbagi menjadi komunikans
dan non komunikans. Berdasarkan waktunya, hidrosefalus dibagi menjadi
akut,subakut, dan kronis. Sedangkan berdasarkan gejalanya dibagi menjadi
simtomatis dan asimtomatis.
Hidrosefalus pada dasarnya terjadi akibat dari tiga mekanisme yaitu
produksi likuor yang berlebihan, peningkatan
peningkatan tekanan sinus venosa. Penyebab dari hidrosefalus dapat terjadi karena
keadaan prenatal maupun postnatal.
Untuk dapat menegakkan diagnose hidrosefalus, dimulai dari anamnesis
berupa tanda dan gejala yang biasanya sesuai usia, kemudian pemeriksaan fisik
berupa ukuran lingkar kepala, dan neuroimaging yang sangat membantu (USG,
CT-Scan, dan MRI).
Hidrosefalus ditangani dengan operatif maupun non operatif. Terapi non
operratif biasanya untuk penanganan sementara. Sedangkan untuk tatalaksana
operatif sendiri dibagi menjadi shunting dan non-shunting.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Rekate H. A contemporary definition and classification of hydrocephalus.
Semin Pediatr Neurol. 2009;16(1):9-15.
2. Moore AJ, Newell DW. Neurosurgery Principle and Practice London:
Springer; 2005.
3. Omidi R, Varmezani. Pediatric Hydrocephalus; A Statistical and
Historical Approach Global Journals Inc. 2015;15(1):1-11.
4. Woodworth G, McGirt M, Williams M, Rigamonti D. Cerebrospinal fluid
drainage and dynamics in the diagnosis of normal pressure
hydrocephalus. Neurosurgery. 2009;64(5):925.
5. Lacy M, Oliveira M, Austria E, Frim. Neurocognitive outcome after
endoscopic third ventriculocisterostomy in patients with obstructive
hydrocephalus. J Int Neuropsychol Soc. 2009 15(3):394-8.
6. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf IV ed. Jakarta: PT.Gramedia; 2010.
7. Sadler TW. Langmans Medical Embryology. 8 ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies; 2010. p. 433-4.
8. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar
Neonatalogi. 1 ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014.
9. S.Snell R. Neuroanatomi klinik. 5 ed. Jakarta: EGC; 2006.
10.Snell R. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. 6 ed. Jakarta:
EGC; 2006.
11.J.Tortora G, Derrickson B. Princples of anatomy and physiology. 12 ed.
USA: John Wiley and Sons,Inc; 2009.
12.Hidrosefalus pada anak dan dewasa [Internet]. 2015 [cited March 18].
Available from: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/08/
hidrosefalus-pada-anak-dan-dewasa.pdf.
13.A.Price S, M.Wilson L. Patofisiologi, konsep klinis proses penyakit 6ed.
Jakarta: EGC; 2005.
14.P.Rowland L, A.Pedley T. Merritt's Neurology 12 ed. New York:
Lippincott Williams & Wilkins 2010.
15.Goetz CG, Pappert EJ. Textbook of Clinical Neurology: W.B.
SAUNDERS COMPANY
16.J.Marcdante K, M.Kliegman R, B.Jenson H, E.Behrman R. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial. 6 ed. Indonesia: IDAI; 2014.
17.Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrika. 7 ed. Jakarta: EMS;
2005.
25
26