Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gambaran penting gangguan obsesif kompulsif (obsessive compulsive
disorder; OCD) adalah gejala obsesif atau kompulsi berulang yang cukup berat
sehingga menimbulkan penderitaan yang jelas pada orang yang mengalaminya.
Obesesi atau kompulsi memakan waktu yang cukup mengganggu fungsi rutin
normal, pekerjaan, aktivitas social biasa, atau hubungan seseorang. Pasien dengan
OCD dapat memiliki obsesi atau kompulsi atau keduanya. 1
Prevalensi seumur hidup OCD pada populasi umum diperkirakan 2 sampai 3
persen. Sejumlah peneliti memperkirakan bahwa gangguan ini ditemukan pada
sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatri. Gambaran ini membuat
OCD menjadi diagnosis psikiatri keempat terbanyak setelah fobia, gangguan
terkait zat dan gangguan depresif berat. Studi epidemiologis di Eropa, Asia, dan
Afrika telah mengkonfirmasi angka ini meintasi batasan budaya.1
Di antara orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama-sama cendrung
terkena, tetapi diantara remaja, laki-laki lebih lazim terkena daripada perempuan.
Usia rerata awitan sekitar 22-35 tahun, walaupun laki-laki memiliki usia awitan
sedikit lebih awal ( laki-laki sekitar 19 tahun) daripada perempuan (rerata sekitar
22 tahun). Secara keseluruhan, gejala pada sekitar dua pertiga orang yang terkena
memiliki awitan sebelum usia 25 tahun, dan gejala kurang dari 15 persen
memiliki awitan setelah usia 35 tahun. Awitan gangguan terjadi pada remaja atau
masa kanak-kanak, pada sejumlah kasus, awitanya sedini usia 2 tahun. Orang
lajang lebih sering mengalami OCD dibandingkan orang yang menikah walaupun
temuan ini mencerminkan kesulitan yang dimiliki orang dengan gangguan ini
memertahankan suatu hubungan.1,2
Orang dengan OCD lazim terkena gangguan jiwa lain. Prevalensi seumur
hidup gangguan depresif mayor pada orang OCD sekitar 67 persen dan untuk
fobia 25 persen. Diagnosis psikiatri komorbid yang lazim lainnya pada pasien
dengan OCD adalah gangguan penggunaan alcohol, gangguan ansietas

1
menyeluruh, fobia spesifik, gangguan panik, gangguan makan, dan gangguan
kepribadian. 1
Walaupun tindakan kompulsif dapat dilakukan dalam upaya mengurangi
ansietas terkait obsesi, tindakan ini tidak selalu berhasil. Dilakukannya tindakan
kompulsif dapat tidak mempengaruhi ansietas dan bahkan dapat
meningkatkannya.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Obsesi adalah pikiran, perasaan, gagasan, atau sensasi yang berulang dan
mengganggu. Berlawanan dengan obsesi yang merupakan peristiwa mental,
kompulsi adalah suatu perilaku. Secara rinci kompulsi adalah perilaku yang
disadari, standar, dan berulang seperti menghitung, memeriksa atau menghindar.
Pasien dengan OCD menyadari ketidak rasionalan obsesi dan merasakan obsesi
serta kompulsi sebagai ego-distonik.1,3
2.2 Etiologi
2.2.1 Faktor Biologis
a. Neurotransmiter
Sistem Serotonergik. Banyak percobaan obat klinis yang telah
dilakukan menyokong hipotesis bahwa disregulasi serotonin terlibat di
dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi pada gangguan ini.
Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif daripada obat
yang mempengaruhi system neurotransmitter lain tetapi tidak jelas
apakah serotonin terlibat sebagai penyebab OCD. Studi klini
memeriksa kadar metabolit serotonin (contohnya asam 5-
hidrosiindolasetat [5-HIAA]) didalam cairan serebrospinal (CSS) serta
afinitas dan jumlah tempat ikatan trombosit pada imipramin yang telah
ditritasi (yang berkaitan dengan temoat ambilan kembali serotonin)
dan melaporkan berbagai temuan dari hal ini pada pasien dengan
OCD. Pada studi, konsentrasi 5-HIAA pada cairan serebrospinal
menurun setelah terapi dengan clorpiramine, sehingga memberikan
focus perhatian pada system serotonergik.1,3
Sistem Noradrenergik. Baru-baru ini lebih sedikit bukti yang ada
untuk disfungsi system noradrenergic pada OCD. Laporan yang tidak
resmi menunjukkan sejumlah perbauikan gejala OCD dengan klonidin
oral.1

3
Neuroimunologi. Terdapat hunbunagn positif antara infeksi
streptokokus dengan OCD. Infeksi streptokokus grup A -hemolitik
dapat menyebabkan demam rematik dan sekitar 10 hingga 30 persen
pasien mengalami chorea Sydenham dan menunjukkan gejala obsesif
kompulsisf. Awitab nfeksi biasanya terjadi pada usia sekitar 8 tahun
untuk menimbulkan gejala sisa itu. Keadaan ini disebut pediatric
aoutoimmune neuropsyhiatric disorder associated with streptococcal
infection (PANDAS).1,2
b. Studi Pencitraan Otak
Berbagai studi pencitraan otak fungsionalcontohnya, pisitrin
emission tomography (PET)menunjukkan peningkatan aktivitas
(contohnya metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia
basalis (terutama kaudatus), dan cingulum pada pasien dengan OCD.
Terapi farmakologi dan perilaku dilaporkan dapat membalikkan
abnormalitas ini. Studi computed tomography (CT) dan magnetic
resonance imaging (MRI) menemukan berkurangnya ukuran kaudatus
bilateral pada pasien dengan OCD. Prosedur neurologist yang
melibatkan cingulum kadang-kadang efektif di dalam terapi pada
pasien OCD.1,3
2.2.2 Genetik
Data genetik yang tersedia mengenai OCD menyokong hipotesis bahwa
gangguan ini memiliki komponen genetik yang signifikan. Meskipun demikian,
data ini belum membedakan pengaruh budaya dan efek perilaku terhadap
transmisi gangguan ini. Studi kembar untuk gangguan ini secara konsisten
menemukan angka kejadian bersama yang lebih tinggi bermakna untuk kembar
monozigot daripada dizigot. Studi keluarga pada pasien OCD menunjukkan
bahwa 35 persen kerabat derajat pertama pasien OCD juga mengalami gangguan
ini. Studi keluarga proband dengan OCD menemukan angka gangguan Tourette
dan tik motorik kronis yang lebih tinggu diantara kerabat proband dengan OCD
yang juga memiliki beberapa bentuk gangguan tic. Data ini menegaskan bahwa

4
terdapat hubungan familial mungkin genetik antara gangguan Tourette dan tik
motorik kronis serta beberapa kasus OCD.1,3
2.2.3 Faktor Perilaku1
Menurut ahli teori pembelajaran, obsesi adalah stimulus yang di pelajari.
Stimulus yang relative netral menjadi dikaitkan dengan rasa takut atau ansietas
melalui suatu proses pembelajaran responden yaitu memasangkan stimulus netral
dengan peristiwa yang berbahaya sifatnya atau menimbulkan ansietas. Dengan
demikian objek dan pikiran yang tadinya netal menjadi stimulus dipelajari yang
mampu mencetuskas ansietas atau ketidaknyamanan.
Kompulsi dibentuk dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang
menemukan bahwa suatu tindakan tertentu mengurangi ansietas yang melekat
dengan pikiran obsesional, ia akan mengembangkan strategi penghindaran aktif
dalam bentuk kompulsi atau perilaku ritualistik untuk mengendalikan ansietasnya.
Secara bertahap, karena efesiensinya dalam mengurangi dorongan sekunder yang
menyakitkan (ansietas), strategi penghindaran menjadi terfiksasi seperti perilaku
kompulsif yang dipelajari. Teori pembelajaran memberikan konsep yang berguna
untuk menjelaskan aspek tertentu fenomena obsesif kompulsifcontohnya
gagasan yang mampu mencetuskan ansietas tidak menakutkan dengan sendirinya
dan pembentukan pola perilaku kompulsif.
2.2.4 Faktor Psikososial1,4
Faktor Kepribadian. OCD berbeda dengan gangguan kepribadian
obsesif kompulsif. Sebagian besar orang dengan OCD tidak memiliki gejala
kompulsif premorbid dan ciri kepribadian seperti itu tidak perlu atau tidak cukup
untuk menimbulkan OCD. Hanya sekitarn 15 sampai 35 persen pasien OCD
memiliki ciri obsesif pramorbid.
Faktor Psikodinamik. Sigmud Freud asalnya mengonsepkan keadaan
yang sekarang kita sebut OCD sebagai neurosis obsesif kompulsif. Ia menganggap
terdapat kemunduran defensive dalam mengahadapi dorongan Oedipus yang
mencetuskan ansietas. Ia mendalilkan bahwa pasien dengan neurosis obsesif
kompulsif mengalami regresi perkembangan psikoseksual ke fase anal.

5
Meskipun gejala OCD dapat didorong secara biologis, pasien dapat menjadi
tertarik untuk mempertahankan simptomatologi karena adanya keuntungan
sekunder. Contohnya, pasien laki-laki yang ibunya tinggal di rumah untuk
merawatnya, secara tidak sadar dapat ingin bertahan pada gejala OCD-nya karena
gejala tersebut berarti ibunya tetap memperhatikannya.
Kontribusi pemahaman psikodinamik lainnya melibatkan dimensi
interpersonal. Sejumlah studi menunjukkan bahwa kerabat akan mengakomodasi
pasien melalui partisipasi aktif di dalam ritual atau modifikasi kegiatan rutin
sehari-hari yang signifikan. Bentuk akomodasi keluarga ini berhunbungan dengan
tekanan di dalam keluarga, sikap penolakan terhadap pasien, dan fungsi keluarga
yang buruk. Seringkali anggota keluarga terlihat dalam upaya mengurangi
ansietas pasien atau mengendalikan kemarahan pasien. Pola keterkaitan ini dapat
terinternalisasi dan simunculakan kembali ketika pasien memasuki lingkungan
terapi.
Akhirnya, satu kontribusi pemikiran psikodinamik lainyya adalah mengenali
presipitan yang memulai atau memperberat gejala. Seringkali, kesulitan
interpersonal meningkatkan ansietas pasien sehingga juga meningkatkan
simtomatologi pasien. Riset mengesankan bahwa OCD dapat dicetuskan oleh
sejumlah besar stresor lingkungan, khususnya yang melibaykan kehamilan,
kelahiran anak, atau perawatan anak oleh orangtua. Pengertian akan stresor
tersebut dapat membantu klinisi dalam rencana terapi keseluruhan yang
mengurangi peristiwa yang membuat stres itu sendiri atau maknanya bagi pasien.
Faktor Psikodinamik lain. Didalam teori psikoanalitik klasik, OCD
dianggap sebagai regresi dari fase oedipus ke fase perkembangan psikoseksual
anal. Ketika pasien dengan gangguan ini merasa terancam oleh ansietas, mereka
akan mengalami gangguan regresi ketahap yang berkaitan dengan fase anal.
Salah satu ciri yang menonjol pada pasien dengan OCD adalah derajat
preokupasi yang mereka alami terhadap agresi atau kebersihan baik secara nyata
dalam gejala maupun dalam hubungan yang terletak dibaliknya. Dengan
demikian, psikogenesis OCD dapat terletak pada gangguan pertumbuhan dan
perkembangan normal terkait fase perkembangan anal-sadistik.

6
2.3 Patofisiologi5,6
Lebih dari 50% pasien dengan gejala gangguan obsesif kompulsif gejala
awalnya muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa
yang stressfull, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga. Seringkali
pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat. Perjalanan
penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien mengalami
perjalanan penyakit yang berflukuasi sementara sebagian lain menetap/terus
menerus ada.
Proses patofisiologi yang mendasari terjadinya OCD belum secara jelas
ditemukan. Penelitian dan percobaan terapeutik menduga bahwa abnormalitas
pada neurotransmitter serotonin (5-HT) di otak secara berarti terlibat dalam
kelainan ini. Secara kuat didukung pula oleh efikasi pengobatan dengan serotonin
reuptake inhibitor (SRIs) pada OCD.
Bukti-bukti yang ditemukan juga terdapat dugaan adanya abnormalitas system
transmisi dopaminergik pada beberapa kasus OCD. Pada beberapa penelitian
kohort, Sindroma Tourette dan tic kronik multiple pada umumnya ada bersamaan
dengan OCD dengan pola autosomik dominan. Gejala OCD pada tipe-tipe pasien
seperti ini memiliki respon yang baik dengan terapi kombinasi SSRIs dan
antipsikotik.
Penelitian dengan menggunakan pencitraan fungsional pada pasien OCD telah
memperlihatkan suatu pola yang abnormal. Terutama MRI dan positron emission
tomography (PET) telah menunjukkan peningkatan aliran darah dan aktivitas
metabolik pada korteks orbitofrontal, system limbic, nucleus kaudatus, dan
thalamus, dengan kecenderungan berada perdominan di daerah kanan. Pada
beberapa penelitian, daerah yang mengalami over-aktivitas ini telah mengalami
perubahan ke arah normal setelah terapi dengan SSRIs dan atau cognitive
behavioral therapy (CBT). Temuan ini mendukung hipotesis yang menyatakan
bahwa gejala pada OCD dikendalikan oleh terganggunya inhibisi intrakortikal dari
jalur transmisi orbitofrontal-subkortikal yang berperan dalam mediasi emosi yang
kuat, dan respon autonom terhadap emosi tersebut. Cingulotomy, intervensi bedah

7
saraf, kadang-kadang digunakan pada OCD yang resisten pengobatan, untuk
mengganggu jalur transmisi tersebut.
Abnormalitas inhibisi yang serupa telah diobservasi pada sindroma Tourette,
dengan postulat yang mengatakan adanya modulasi abnormal di daerah ganglia
basalis.
Penelitian yang lebih baru memberikan perhatian lebih pada abnormalitas
system glutamatergik dan kemungkinan untuk menggunakan terapi glutamatergik
untuk OCD. Walaupun dimodulasi oleh serotonin dan neurotransmitter lainnya,
sinaps-sinaps pada jalur cortico-striato-thalamo-cortical diduga kuat terlibat pada
pathogenesis OCD yang utamanya melalui neurotransmitter glutamate dan
gamma-aminobutyric acid (GABA). Studi-studi preklinik dan beberapa laporan
kasus serta beberapa penelitian kecil lainnya telah menyediakan beberapa terapi-
terapi pendukung yang menggunakan agen spesifik glutamatergik. Walau
demikian, agen-agen ini (seperti memantine, n-acetylcysteine, riluzole,
topiramate, glycine) memiliki efek glutamatergik dan efek farmakologis yang
bermacam-macam, sehingga jika mereka dilihat efektif terhadap pengobatan
OCD, penting untuk mengklarifikasi terhadap mekanisme kerja terapeutik yang
lainnya.

2.4 Manifestasi Klinis 1,5


Pada umumnya obsesi dan kompulsi mempunyai gambaran tertentu seperti :
1. Adanya ide atau impuls yang terus menerus menekan kedalam kesadaran
individu
2. Perasaan cemas atau takut akan ide atau impuls yang aneh
3. Obsesi dan kompulsi egoalien
4. Pasien mengenali obsesi dan kompulsi merupakan sesuatu yang abstrak
dan irasional
5. Individu yang menderita obsesi kompulsi merasa adanya keinginan kuat
untuk melawan

Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsi, yaitu :


1. Kontaminasi

8
Pola yang paling sering adalah obsesi tentang kontaminasi, yang diikuti
oleh perilaku mencuci dan membersihkan atau menghindari obyek yang
dicurigai terkontaminasi
2. Sikap ragu-ragu yang patologik
Pola kedua yang sering terjadi adalah obsesi tentang ragu-ragu yang sering
diikuti dengan perilaku kompulsi mengecek/memeriksa. Tema obsesi
tentang situasi berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor
atau tidak mengunci pintu)
3. Pikiran yang intrunsif
Pola yang jarang adalah pikiran yang intrunsif tidak disertai kompulsi,
biasanya pikiran berulang tentang seksual atau tindakan agresif
4. Simetri
Obsesi yang temanya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga
bertindak lamban, misalnya makan bisa memerlukan waktu berjam-jam,
atau mencukur kumis dan janggut
Pola yang lain: obsesi yang bertemakan keagamaan, trikotilomania, dan
menggigit-gigit jari.
Tabel 2.1 Manifestasi obsesi-kompulsi8

2.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif kompulsif menurut DSM IV :
1. Salah satu obsesi atau kompulsi
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:

9
a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten
yang dialami , pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai
intrusive dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan
penderitaan yang jelas.
b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata
kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata
c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls atau
bayang-bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau
tindakan lainnya.
d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan
obsessional adalah keluar dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan
dari luar seperti penyisipan pikiran)

Kompulsi seperti yang didefinisikan seperti yang didefinisikan sebagai


berikut:
a. Perilaku (Misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut
dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi
yang menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak
dihubungkan dengan cara yang realistic dengan apa mereka dianggap
untuk menetralkan atau mencegah atau jelas berlebihan
2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari
bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan
3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan
waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara lebih
bermakna menggangu rutinitas normal satu orang, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya
4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya , isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (missal preokupasi dengan makanan jika terdapat
gangguan makanan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania,

10
permasalahn pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh,
preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat,
preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat
hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fantasi seksual jika
terdapat paraphilia, atau perneungan bersalah jika terdapat gangguan
depresif berat)
5. Tidak disebabkan efek langsung suatu zat (Misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medik umum.1,6

Sedangkan menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-


gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir
setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan
sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita.
1. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri
b. Setidaknya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil
dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega
dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan
seperti dimaksud diatas).
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan.
2. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan
depresi. Penderita gangguan obsesif kompulsif sering kali juga
menunjukan gejala depresi dan sebaliknya penderita gangguan depresi
berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode
depresinya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau
menurunnya gejala depresi umumnya diikuti secara paralel dengan
perubahan gejala obsesif.
3. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila

11
dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap
depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka
prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain
menghilang.7

2.6 Diagnosis Banding6,8


a. Gangguan Tourette
Kedua gangguan ini sama-sama memiliki onset dan gejala yang serupa,
namun pada gangguan Torette gejala khasnya adalah tik motoric dan vocal
yang sering terjadi bahkan setiap hari
b. Skizofrenia
OCD dapat dibedakan yaitu dengan tidak adanya gejala skizofrenik lain,
sifat dan gejala yang kurang bizar, dan tilikan pasien terhadap
gangguannya.
c. Gangguan kepribadia obsesif-kompulsif
Pada gangguan ini tidak terdapat hendaya fungsional seperti yang terjadi
pada OCD.
d. Fobia
Dibedakan dengan OCD yaitu tidak adanya hubungan antara pikiran
obsesif dan kompulsif.
e. Gangguan depresi berat
Pada pasien ini kadang-kadang pasien dapat disertai gagasan obsesif tetapi
pasien yang hanya dengan OCD gagal memenuhi kriteria diagnostic
gangguan depresi berat.
2.7 Tatalaksana
2.7.1 Psikoterapi
Penanganan psikoterapi untuk gangguan obsesif kompulsif umumnya
diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Psikoterapi
suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan obsesif
kompulsif yang walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan
yang beragam, mampu untuk bekerja dan membuat penysuaian sosial.1,6
Tujuan Psikoterapi Suportif adalah:9
a. Menguatkan daya tahan mental yang ada
b. Mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih baik untuk
mempertahankan kontrol diri
c. Mengembalikan keseimbangan adaptif

Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut:

12
a. Psikoterapi suportif
Dengan kontak regular dan terus menerus dengan orang yang
professional, tertaril, simpatik, dan memberi semangat, pasien mungkin
mampu berfungsi. Ketika ritual ansietas dan obsessional mencapai
intensitas yang tidak dapat ditoleransi, pasien perlu dirawat inap untuk
dijauhkan dari stressor lingkunggan hingga gejala menurun sampai
tingkat yang dapat ditoleransi.
b. Psikoterapi kelompok
Merupakan terapi yang mengumpulkan orang-orang dengan emosi yang
sakit yang dipandu oleh terlapis terlatih dan saling membantu satu sama
lain dengan menggunakan berbagai maneuver teknis dan gagasan teoritis
pemimpin mengarahkan interaksi anggota kelompok untuk membawa
perubahan.
c. Terapi perilaku
Terapi ini dapat dilakukan dimana pasien tinggal. Pendekatan perilaku
yang penting adalah pajanan dan pencegahan respon. Desensitisasi,
penghentian pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan aversive
conditioning juga telah digunakan pada pasien OCD. Pada terapi ini,
pasien benar-benar berkomitmen terhadap perbaikan.6,9
Ada beberapa faktor gangguan obsesif kompulsif sangat sulit untuk
disembuhkan, penderita gangguan obsesif kompulsif kesulitan mengidentifikasi
kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi tindakannya sebagai
bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal sehingga dia juga
membutuhkan psikoterapi berdasarkan tilikan. Individu beranggapan bahwa ia
normal-normal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti sangat
menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi
bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik-baik saja.
Faktor lain adalah kesalahan dalam penyampaian informasi mengenai kondisi
yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat
individu merasa enggan untuk mengikuti terapi. 1,8
2.7.2 Farmakoterapi
Salah satu obat dibawah ini (antidepresan) diberikan dengan dosis adekuat
yang relative tinggi, dalam dosis terbagi (dicapai dengan titrasi dosis, memerlukan
waktu 1-3 minggu) :

13
a. Klomipramin : sampai 250 mg/hari
b. Fluoksetin : sampai 80 mg/hari
c. Sertralin : sampai 200 mg/hari
d. Fluvoksamin : sampai 300 mg/ hari
Perlu dihindari kenaikan dosis yang terlalu cepat karena dapat
meningkatkan angka penghentian pengobatan (drop out) akibat efek samping
yang lebih sering timbul pada dosis yang lebih tinggi. Langkah tatalaksananya
adalah :
1. Bila terapi SSRi gagal, ganti terapi. Bila ada panic ganti dengan
MAOI, Bila terdapat cemas ganti dengan buspiron, bila terdapat
depresi ganti dengan lithium, dan bila terdapat tic serta waham berikan
antipsikotik.
2. Bila masih tidak respon atau terdapat riwayat bunuh diri, lakukan ECT
3. Bila ECT gagal , berikan terapi kombinasi 2 SSRI, atau kombinasi
SSRI-ECT-terapi perilaku. 8
SSRI
Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja terutama
pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan kembali serotonin.
Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh ikatan obat (misalnya:
fluoxetine) pada transporter ambilan kembali yang spesifik, sehinggga tidak ada
lagi neurotransmitter serotonin yang dapat berkaitan dengan transporter. Hal
tersebut akan menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah sinaps.
Pengguanaan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan
untuk memperbaiki perilaku stereotipik, perilaku melukai diri sendiri, resisten
terhadap perubahan hal-hal rutin, dan ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi.
Salah satu alasan utama pemilihan obat-obat penghambat reuptake serotonin yang
selektif adalah kemampuan terapi. Efek samping yang dapat terjadi akibat
pemberian fluexetine adalah nausea, disfungsi seksual, nyeri kepala, dan mulut
kering. Toleransi SSRI yang relatif baik disebabkan oleh karena sifat
selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi dengan reseptor
neurotransmitter lainnya. Penelitian awal dengan metode pengamatan kasus serial
terhadap 8 subjek. Tindakan terapi ditujukan untuk mengatasi gejala-gejala
disruptif, dan dimulai dengan fluexetine dosis 10 mg/hari dengan pengamatan.
Perbaikan paling nyata dijumpai pada gangguan obsesif dan gejala cemas.310
Trisiklik (Tricyclics)

14
Obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil). Trisiklik merupakan
obat-obatan lama dibandingkan SSRI dan bekerja sama baiknya dengan SSRI.
Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah. Beberapa efek pemberian jenis
obat ini adalah peningkatan berat badan, mulut kering, pusing dan perasaan
mengantuk.3,10
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).
Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan
isocarboxazid (Marplan).Pemberian MAOIs harus diikuti pantangan makanan
yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa sakit
(seperti Advil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi
dengan MAOIs dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.10
Pengobatan pada OCD pada saat ini telah disepakati yang terbaik adalah
kombinasi CBT dengan pengobatan. Responnya adalah sekitar 75% . CBT terdiri
dari pengungkapan yang diikuti dengan respon pencegahan dan termasuk latihan
habituasi untuk obsesi. Selama menjalani terapi ini pasien diinstrusikan untuk
menghentikan perilaku kompulsif yang tidak diinginkannya pada saat bersamaan
diberikan situasi yang lain. Pelatihan habituasi melibatkan paparan ulang terhadap
pikiran obsesif tanpa membiarkan pasien dinetralkan sampai kebiasaan individu
dan ansietasnya menurun. 3

15
Gambar 2.1 Algoritma tatalaksana OCD menurut APA
2.8 Prognosis
OCD bersifat kronis. Pasien dengan kompulsi menonjol dan gangguan
komorbid, tekanan hidup yang menetap atau kepribadian anakastik
paramorbid, memiliki prognosis buruk. Prognosis yang baik ditandai oleh
penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan
suatu sifat gejala yang episodik.1,3

16
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran


seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan
ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga
menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.
Prevalensi penderita gangguan ini adalah sekitar 2-3% dari populasi. Penyebab
gangguan obsesif kompulsif antara lain dipengaruhi oleh aspek biologis,
psikologis, dan aspek sosial.
Penegakkan diagnosis pasti, hanya bila tidak ada gangguan depresi pada
saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul, dan gejala-gejala obsesif atau
tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut.

17
Pengobatan pada OCD pada saat ini telah disepakati yang terbaik adalah
kombinasi CBT dengan pengobatan. Responnya adalah sekitar 75% . Prognosis
baik pada pasien dengan penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya
peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock Benjamin James, Sadock Virgina Alcott, Editors. Kaplan and


Sadocks Synopsis of Psychiatri Behavioral science/ clinical psychiatri,
tenth edition. New York: Lippincot Williams and Wilcins. 2007
2. American Psychiatric Association. Practice Guideline for the treatments of
patients with obsessive-compulsive disorder. U.S:. APA. 2010
3. Katona Cornelius, Cooper Claudia, Robertson Mary. At a glance Psikiatri.
Jakarta : EMS. 2012
4. Saadi Y. Psikologi Abnormal Obsesif Kompulsif. Madiun : Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP PGRI. 2010.
5. Kusumawardhani, Dr, Sp.KJ (K). Buku Ajar Ilmu Psikiatri. Jakarta:
Penerbit FKUI. 2013
6. Kaplan, Harold; Sadock, Benjamin. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Penerbit
Binarupa Aksara. 2010
7. Maslim Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika-Atmajaya. 2001

18
8. Amir Nurmiati, et all. Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa.
Jakarta : PP PDSKJI . 2012
9. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press.2009
10. Maslim Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi
Ketiga. Jakarta: PT Nuh Jaya ; 2007
.

19

Anda mungkin juga menyukai

  • CSS Fever
    CSS Fever
    Dokumen25 halaman
    CSS Fever
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • CRS Mata: Katarak
    CRS Mata: Katarak
    Dokumen31 halaman
    CRS Mata: Katarak
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • CRS Mata: Katarak
    CRS Mata: Katarak
    Dokumen31 halaman
    CRS Mata: Katarak
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • CRS Mata: Katarak
    CRS Mata: Katarak
    Dokumen31 halaman
    CRS Mata: Katarak
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • CRS Mata: Katarak
    CRS Mata: Katarak
    Dokumen31 halaman
    CRS Mata: Katarak
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • Anti Jamur
    Anti Jamur
    Dokumen32 halaman
    Anti Jamur
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • CSS
    CSS
    Dokumen3 halaman
    CSS
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen31 halaman
    Bab I Pendahuluan
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • Autism Spectrum Disorder Resume
    Autism Spectrum Disorder Resume
    Dokumen7 halaman
    Autism Spectrum Disorder Resume
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • Anti Jamur
    Anti Jamur
    Dokumen32 halaman
    Anti Jamur
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • Clinical Science Session
    Clinical Science Session
    Dokumen24 halaman
    Clinical Science Session
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • Lapkas DKA
    Lapkas DKA
    Dokumen21 halaman
    Lapkas DKA
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • Tugas Syok Kebidanan
    Tugas Syok Kebidanan
    Dokumen37 halaman
    Tugas Syok Kebidanan
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen31 halaman
    Bab I Pendahuluan
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • Obsessive Compulsive Disorder
    Obsessive Compulsive Disorder
    Dokumen18 halaman
    Obsessive Compulsive Disorder
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • Hydrocephalus Css
    Hydrocephalus Css
    Dokumen26 halaman
    Hydrocephalus Css
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • CSS Demam
    CSS Demam
    Dokumen30 halaman
    CSS Demam
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat
  • Clinical Science Session
    Clinical Science Session
    Dokumen26 halaman
    Clinical Science Session
    RiZka Dewi RahMiati
    Belum ada peringkat