Anda di halaman 1dari 62

PROPOSAL SKRIPSI

Inovasi Pemerintah Desa Karangrejek dalam Memenuhi Kebutuhan


Air Bersih untuk Masyarakat
Dosen Pembimbing:
Dr. Krisdyatmiko, S.Sos, M.Si.

HALAMAN JUDUL

Disusun Oleh:
Faishol Adib Tsani
10/299841/SP/24231

DEPARTEMEN PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.

Judul Penelitian ........................................................................................... 1

2.

Alasan Pemilihan Judul ............................................................................... 1

3.

Latar Belakang ............................................................................................ 5

4.

Rumusan Masalah ..................................................................................... 15

5.

Tujuan Penelitian....................................................................................... 16

6.

Manfaat Penelitian..................................................................................... 16

7.

Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 17

METODE PENELITIAN ................................................................................... 31


1.

Jenis Penelitian .......................................................................................... 31

2.

Unit Analisis .............................................................................................. 32

3.

Lokasi Penelitian ....................................................................................... 33

4.

Data Penelitian .......................................................................................... 34

5.

Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 35

6.

Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ....................................................... 38

7.

Teknik Analisa Data .................................................................................. 40

8.

Tahap Penelitian ........................................................................................ 42

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 45


LAMPIRAN ....................................................................................................... 49
1.

Pedoman Wawancara ................................................................................ 49

ii

DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Tabel Standar Kebutuhan Air Domestik ................................................ 6
Tabel 1. 2 Perkembangan Pelayanan Air Bersih ................................................... 14
Tabel 1. 3 Perkembangan Pelayanan Sambungan Rumah .................................... 14

iii

PENDAHULUAN

1. Judul Penelitian
Judul dari penelitian ini adalah: Inovasi Pemerintah Desa Karangrejek dalam
Memenuhi Kebutuhan Air Bersih untuk Masyarakat.

2. Alasan Pemilihan Judul


Judul merupakan bagian penting yang nantinya memberikan
ketertarikan kepada pembaca terhadap isinya. Dasar penentuan judul di atas,
latarbelakangnya adalah keresahan peneliti tentang pandangan masyarakat
yang sering mendiskreditkan Kabupaten Gunungkidul sebagai kabupaten
dengan permasalahan kompleks, salah satu utamanya adalah masalah air.
Peneliti juga ingin mengetahui lebih lanjut apa saja cara-cara yang
dipergunakan oleh Pemerintah Desa Karangrejek dan masyarakatnya untuk
memulai program air bersih ini karena masih banyak warga Gunungkidul di
wilayah lain masih terhambat dalam pengelolaan air bersih untuk memenuhi
kebutuhan air bersih. Dasar dari pemilihan judul tersebut juga memperhatikan
aspek relevansi dengan program studi, aktualitas dan orisinalitas.
Pemilihan judul tersebut berdasarkan dua pertimbangan, yaitu
pertimbangan praktis dan teoritis. Pertimbangan pertama, pertimbangan
praktis yaitu berkaitan dengan kemudahan dan hambatan yang dialami oleh
peneliti dari awal melakukan penelitian hingga selesai. Pertimbangan kedua,

pertimbangan teoritis, yaitu sebuah judul penelitian harus memenuhi syarat


sebagai berikut:

a. Relevansi

dengan

Departemen

Pembangunan

Sosial

dan

Kesejahteraan
Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan memiliki tiga
konsentrasi pembelajaran, yaitu Corporate Sosial Responsibility (CSR),
Sosial

Policy

(Kebijakan

Sosial)

dan

Community

Empowerment

(Pemberdayaan Masyarakat. Tema penelitian ini merujuk pada konsentrasi


Community Empowerment (Pemberdayaan Masyarakat) dan Sosial Policy
(Kebijakan Sosial). Masyarakat sebagai objek dari kebijakan merupakan
tujuan akhir, dalam artian berhasil atau tidaknya suatu kebijakan
tergantung dari bagaimana masyarakat merespon dan memberikan umpan
balik yang positif. Pada prosesnya, dalam menanggapi suatu kebijakan,
masyarakat hendaknya juga mempunyai standing position yang cukup
kuat, yaitu terorganisir. Masyarakat yang sadar dan teroganisir menjadi
syarat mutlak bagi pencapaian kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Karena pada dasarnya masyarakat adalah individu yang berkumpul
menjadi satu, dan perlu menjadi sebuah kesatuan yang terorganisasi agar
menjadi teratur. Hal ini pula yang menjadi rujukan bahwa pengelolaan air
ini dikelola pemerintah desa tetapi segala bentuk operasionalnya dikelola
dengan profesional menggunakan dana swadaya masyarakat.
b. Aktualitas

Permasalahan ketersediaan air bersih memang sangat krusial di


Kabupaten

Gunungkidul.

Berbagai

cara

telah

dilaksanakan

oleh

pemerintah Gunungkidul maupun dari swadaya masyarakat untuk menjaga


ketersediaan air bersih bagi masyarakat. Kondisi geografis yang sebagian
besar berupa batuan kapur, maka berbagai cara yang dilakukan masyarakat
untuk menyuplai kebutuhan air bersih akan selalu ada. Beberapa tahun
terakhir muncul beberapa wisata baru di Gunungkidul yang berorientasi
pada wisata air, sehingga banyak dari kalangan masyarakat Gunungkidul
mulai mencari potensi-potensi sumber daya air. Dampak positifnya mulai
banyak ditemukan potensi wisata baru dan berbagai sumber air yang
berpotensi untuk dikelola dan dijadikan suplai-suplai air bersih bagi
masyarakat di sekitarnya serta dapat dikelola secara profesional.

c. Orisinalitas
Penelitian dapat dikatakan orisinal apabila belum ada penelitian
sebelumnya, tetapi jika telah ada penelitian sebelumnya maka harus
menyertakan penelitian sebelumnya sebagai rujukan penelitian. Penelitian
tentang Pengelolaaan Air Bersih Tirta Kencana (PAB TK) telah dilakukan
sebelumnya, yaitu "Kajian Pelayanan Air Bersih Berbasis Komunitas
(Studi Kasus Desa Karangrejek, Kabupaten Gunungkidul)" yang telah
dilaksanakan oleh Herminingrum Andana Warih. Penelitian tersebut
mengangkat

sinergitas

masyarakat

dan

pemerintah

desa

dalam

membangun PAMDes yang bersifat campuran (top bottom dan bottom up).

Selain penelitian tersebut, terdapat pula penelitian sejenis yang


menggunakan lokasi di wilayah Gunungkidul, dalm hal ini terdapat
kesamaan karakteristikk geografis dan permasalahan ketersediaan air
bersih, judul penelitiannya adalah Kajian Sistem Penyediaan Air Bersih
Sub Sistem Bribin Kabupaten Gunungkidul oleh Irawan Wisnu
Wardhana, M. Arief Budiharjo dan Scylla Adhesti P. Penelitian ini
menjelaskan tentang sistem penyediaan air bersih dari Sub Sistem Bribin
yang berupa sungai bawah tanah. Meskipun sumber air melimpah, tetapi
penyaluran air bersih masih terkendala dan belum dapat memenuhi
kebutuhan air bersih masyarakat.
Penelitian lain terkait BUM Desa di Kabupaten Gunungkidul
sebelumnya telah dilaksanakan di Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu,
Kabupaten Gunungkidul dengan fokus utama BUM Desa di desa tersebut
bidang pertanian. Penelitian yang dilaksanakan oleh Angger Sekar Manikam
(2010) berjudul Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa di Desa
Ngeposari,

Kecamatan

Semanu,

Kabupaten

Gunungkidul

tersebut

menjelaskan bahwa pemerintah desa sebagai penanggungjawab BUM Desa


gagal memberikan program, yang menarik masyarakat untuk terlibat di
dalamnya. Oleh karena itu BUM Desa di desa Ngeposari cenderung gagal.
Perbedaan tiga penelitian terdahulu dengan penelitian yang
dilakukan yaitu pada kebaruan data dan fokus pada latar belakang
terbentuknya sebuah inovasi yang diinisiasi pemerintah desa memanfaatkan
potensi yang sebelumnya mustahil dan kemudian disambut baik oleh

masyarakat. Program yang terlaksana dengan baik dan program yang gagal
menjadi tolok ukur orisinalitas, mengingat lokasi penelitian berbeda tetapi
masih dalam konteks penelitian yang sama yaitu tentang BUM Desa. Selain
itu untuk melihat lebih jauh tentang kemajuan dan konsistensi dari sisi
sosialnya setelah berjalan selama beberapa tahun dan beberapa periode
jabatan kepala desa.

3. Latar Belakang
Air merupakan salah satu komponen penting penunjang kehidupan
bagi manusia. Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan air, yaitu
membuat sumur, mengambil air dari sungai, netralisasi air laut hingga
filterisasi air keruh menjadi air yang dapat digunakan untuk mandi, mencuci,
minum, dan sebagainya. Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Dapat dipastikan tanpa pengembangan sumberdaya air
secara konsisten, peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat dimana air
dapat dinikmati sampai saat ini. Oleh karena itu pengembangan dan
pengolahan sumber daya air merupakan dasar peradaban manusia (Sunaryo,
2005).
Seiring berkembangnya zaman dan peningkatan populasi, maka
jumlah kebutuhan air per individu juga meningkat. Berbagai cara seperti yang
disampaikan telah dilakukan oleh manusia baik dalam taraf individu, maupun
secara kelompok (instansi pemerintah, peneliti, masyarakat, dan sebagainya).
Indonesia pada umumnya mengalami permasalahan ketersediaan air bersih

sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Bahkan pada tahun 2000-an kita masih
mendengar isu-isu tentang kurang tersedianya pasokan air bersih, tentunya
masih segar dalam ingatan ketika salah satu iklan di televisi dengan salah satu
dialognya sekarang sumber air su dekat yang diperagakan anak kecil
dengan logat Timor. Hal ini menunjukkan bahwa di beberapa titik daerah di
Indonesia saat ini masih terkendala masalah pasokan air bersih. Standar
kebutuhan air ada 2 (dua) macam, yaitu (Triatmodjo, 2008):

1. Standar Kebutuhan Air Domestik


Standar kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air yang
digunakan pada tempat-tempat hunian pribadi untuk memenuhi
keperluan sehari-hari seperti: memasak, minum, mencuci dan
keperluan rumah tangga lainnya. Satuan yang dipakai adalah
liter/orang/hari.

Tabel 1. 1 Tabel Standar Kebutuhan Air Domestik


(Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah Penduduk)

Jumlah Penduduk

Jenis Kota

Jumlah Kebutuhan
Air (liter/orang/hari)
>2.000.000
Metropolitan
>210
1.000.000 2.000.000
Metropolitan
150-210
500.000 1.000.000
Besar
120-150
100.000-500.000
Besar
100-120
20.000-100.000
Sedang
90-100
3.000-20.000
Kecil
60-100
Sumber: Dirjen Cipta Karya (Triatmodjo, 2008).
2. Standar Kebutuhan Air Non-Domestik

Standar kebutuhan air non-domestik adalah kebutuhan air di luar


keperluan rumah tangga. Kebutuhan air non domestik antara lain:
-

Penggunaan komersil dan industri yaitu penggunaan air oleh


badan-badan komersil dan industri.

Penggunaan umum yaitu penggunaan air untuk bangunanbangunan pemerintah, rumah sakit, sekolah-sekolah dan
tempat ibadah.

Dalam tataran tingkat nasional pada tahun 1990, Balai Penyelididkan


Hidrologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, Departemen
Kimpraswil menyebutkan bahwa ketersediaan air di Indonesia khususnya air
permukaan sebesar 645,09 milyar
milyar

, air untuk pertanian sebesar 94,89

dan untuk non pertanian sebesar 53,79 milyar

kebutuhan air di Indonesia sebesar 148,57 milyar

sehingga total

(Anwar, et al., 2008).

Data tersebut menunjukkan kebutuhan air yang sangat banyak untuk


memenuhi kebutuhan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan
masyarakat akan air semakin meningkat. Pada saat penelitian ini dilaksanakan
(tahun 2015-2016) kebutuhan air masyarakat meningkat pesat tentunya.
Semakin banyaknya jumlah penduduk, semakin banyaknya pembangunan
rumah, hotel, dan sebagainya, juga mengindikasikan peningkatan kebutuhan
masyarakat akan air. Sehingga perlu adanya solusi bagi pemerintah dan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air tersebut.

Kabupaten

Gunungkidul

adalah

salah

satu

kabupaten

yang

diidentikkan dengan daerah kering dan kekurangan air. Salah satu hal yang
sering dijadikan alasan yaitu karena tanah di Gungungkidul adalah tanah
kapur (karst) yang tidak bisa mengikat air di dalamnya. Tetapi beberapa tahun
terakhir pemerintah telah mengusahakan pasokan air di Gunungkidul dengan
pengeboran sungai bawah tanah di Goa Bribin dan Goa Seropan. Debit air di
Bribin saat kemarau mencapai satu meter kubik per detiknya, sedangkan saat
musim penghujan bisa mencapai 3-4 meter kubik per detik (Litbang Kompas,
2003). Meskipun demikian, belum semua wilayah dapat merasakan
manfaatkanya, karena masih ada beberapa wilayah yang belum tercukupi
untuk kebutuhan air rumah tangganya. Sejatinya sungai-sungai dengan debit
air tinggi di Gunungkidul berada di bawah lapisan tanah, sehingga seolaholah di bawah daratan Gunungkidul terdapat gorong-gorong besar yang
berupa sungai-sungai bawah tanah.
Secara umum, menurut Statistik Daerah Kabupaten Gunungkidul 2015
yang dikeluarkan oleh BAPPEDA Kabupaten Gunungkidul (BAPPEDA
Kabupaten Gunungkidul, 2015). Berdasarkan kondisi geografis tanahnya,
Kabupaten Gunungkidul dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Zona Utara lebih terkenal dengan istilah Zona Batur Agung dengan
ketinggian 200-700 meter di atas permukaan air laut (dpl). Keadannya
berbukit-bukit dan terdapat sungai di atas permukaan tanah. Arah
pengembangan ke bidang pertanian serta sebagai daerah konservasi
sumber daya air.

2. Zona Tengah yang dikenal dengan Zona Ledoksari dengan ketinggian


150-200 meter dpl. Terdapat sungai di atas tanah meskipun airnya
kering di musim kemarau, namun masih terdapat sumber mata air, dan
terdapat air tanah yang dapat digali pada kedalaman 60-120 meter dari
permukaan tanah. Zona ini diarahkan untuk pengembangan pertanian,
ekowisata, industri rumah tangga dan manufaktur, taman hutan rakyat
dan wisata prasejarah.
3. Zona Selatan yang dikenal Karst Gunung Sewu dengan ketinggian 100300 mdpl. Keadaannya berbukit-bukit kapur serta banyak telaga
genangan air hujan, tidak terdapat sungai di atas tanah tetapi banyak
ditemukan sungai di bawah tanah. Arah pengembangan zona ini adalah
untuk budidaya pertanian lahan kering, perikanan laut, ekowisata karst
serta akomodasi wisata seperti penginapan, hotel dan restoran.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, Desa Karangrejek merupakan salah satu


desa yang berada di antara Zona Tengah dan Zona Selatan, karena Desa
Karangrejek juga mempunyai sungai-sungai di bawah tanah. Tetapi posisinya
dekat dengan Zona Tengah atau Zona Ledoksari.
Berdasarkan kondisi geografis tersebut, beberapa instansi pemerintah
berusaha untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat. Selain
melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), instansi-instansi di
bawahnya juga mengusahakan ketersediaan air bersih bagi masyarakatnya
dalam lingkup yang lebih terbatas. Seperti yang dilakukan oleh Pemerintah

Desa Karangrejek, membentuk Unit Pelayanan Air Bersih (UPAB), yaitu


salah satu divisi dalam Badan Usaha Millik Desa (BUM Desa) di bawah
naungan pemerintah desa secara langsung. Desa Karangrejek merupakan
salah satu bagian dari wilayah Kecamatan Wonosari termasuk pada Zone
kedua, tanahnya berupa tanah kapur dan liat/tanah merah dengan ketinggian
150 200 meter dpl. Program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa
Karangrejek pada dasarnya mengacu pada filosofi terbentuknya desa dan
diharapkan pemerintahan desa dapat menjalankan tiga peran utama yaitu
sebagai struktur perantara, sebagai pelayan masyarakat, dan sebagai agen
pembaharuan (Wasistiono, 2001). Hal ini, tengah diupayakan Pemerintah
Desa

Karangrejek

sebagai

struktur

perantara,

yaitu perantara dari

pemerintahan di tingkat atasnya seperti Pemerintah Daerah dan segala


instansi-instansi yang ada di lingkungan Pemerintah Daerah. Pemerintah Desa
Karangrejek sebagai pelayan masyarakat, yaitu melayani masyarakat dalam
perannya sebagai warga. Menyediakan akses-akses yang tidak dapat
dijangkau oleh masyarakat secara langsung. Memberikan kemudahan akses
dalam berbagai macam aspek kehidupan bermasyarakat.
Selanjutnya Pemerintah Desa Karangrejek sebagai agen pembaharuan,
yaitu menjadi sebuah instansi pemerintah yang senantiasa menggiring
masyarakat kepada kemajuan di berbagai aspek. Pemerintah desa harus bisa
menggiring masyarakat ke arah yang lebih baik, sebagai salah satu desa yang
potensial di Gunungkidul dan telah menjadi Juara 2 (dua) Lomba Desa
tingkat nasional pada tahun 2012 hendaknya Desa Karangrejek bisa menjadi

10

pionir dan contoh yang baik bagi desa-desa lainnya di wilayah Kabupaten
Gunungkidul dengan cara berinovasi dalam berbagai hal, seperti adanya
BUMDes dan PAB Tirta Kencana yang disahkan melalui Perdes agar
mempunyai kekuatan hukum dan dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan Sejarah PAB Tirta Kencana dan BUMDes Karangrejek
dalam website resmi Pemerintah Desa, Desa Karangrejek merupakan salah
satu wilayah di Gunungkidul yang kondisi geografisnya berupa hamparan
batu dan tanah. Mayarakat pada zaman dahulu kebanyakan merupakan petani
tradisi, yaitu sistem pertanian yang memanfaatkan ketersediaan air untuk
menentukan tanaman yang akan ditanamnya. Karena keterbatasan dalam
ketersediaan air tanah pada saat itu, masyarakat secara umum membuat belik,
yaitu semacam sumur di pinggir sungai berfungsi untuk menahan air dan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dapat dibayangkan pada
saat itu bahwa masyarakat Desa Karangrejek sudah mulai untuk mengelola
keterbatasan air melalui belik, memang sangat sederhana tetapi mempunyai
konsep yang hampir sama dengan yang dilakukan PAB Tirta Kencana saat
ini, yaitu menyediakan kebutuhan air untuk kebutuhan pokok masyarakat
sehari-hari. Hanya saja pada saat ini masyarakat lebih dipermudah dengan
adanya perkembangan teknologi dan sarana prasarana yang menunjang,
sehingga hanya tinggal membuka keran air tanpa harus berjalan menuju ke
sungai.
Sejarah pengelolaan air bersih di Desa Karangrejek bermula pada
tahun 2005, dengan izin / rekomendasi dari Bupati Gunungkidul, Pemerintah

11

Desa Karangrejek beserta lembaga desa berupaya untuk mengajukan ke


Departemen PU melalui Satker PAM, Daerah Istimewa Yogyakarta untuk
diberikan fasilitas program pengeboran sumur dalam. Program ini
dimaksudkan sebagai pembelajaran bagi pemerintah desa dan lembaga desa
untuk mengetahui prasyarat guna mengelola air bersih dari hasil pengeboran
sumur dalam yang sepenuhnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Pelayanan air bersih yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa Karangrejek ini
mulai dibentuk pada tanggal 18 Maret 2007, kemudian diberi nama Pelayanan
Air Bersih Tirta Kencana (PAB Tirta Kencana). Pelayanan ini dibentuk
sebagai tindak lanjut dari sosialisasi pengelolaan sumber daya alam air bersih
oleh satuan kerja Perusahaan Air Minum (PAM), Dinas Pekerjaan Umum
Yogyakarta. Setahun setelah terbentuk, pada tanggal 8 Maret 2008 proyek
mulai diserahkan kepada Pemerintah Desa Karangrejek sehingga mulai saat
itu pengelolaan baru benar-benar dilaksanakan proses pengeboran air,
penyambungan pipa dan sebagainya.
Dasar dari Pendirian BUM Des dilandasi oleh UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Secara rinci tentang kedua landasan hukum BUMDes adalah:
1. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Pasal 213 ayat (1)
Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan
dan potensi desa.

12

2. PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa:


Pasal 78
1) Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa, Pemerintah
Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan
kebutuhan dan potensi desa.
2) Pembentukan Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
3) Bentuk Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus berbadan hukum.
Berdasarkan beberapa peraturan tersebut, Pemerintah Desa Karangrejek
melakukan sebuah inovasi dalam hal pengelolaan air bersih bagi masyarakat.
Kebaruan dalam hal inovasi tidak perlu hanya melibatkan pengetahuan baru.
Inovasi dalam program ini yaitu bukan merupakan sesuatu hal yang benarbenar baru secara umum, tetapi membentuk sesuatu hal baru dalam lingkup
lebih kecil, dalam hal ini lingkup wilayah desa. Wilayah lain atau mungkin
program pemerintah sebelumnya juga sudah ada, tetapi di wilayah
Gunungkidul, Desa Karangrejek adalah pelopor bagi pengelolaan air berbasis
masyarakat.
Keberhasilan PAB Tirta Kencana tidak terlepas dari campur tangan
pemerintah desa dalam menyambung dan mengolah asiprasi pihak-pihak
terkait. Pemerintah dan masyarakat juga menjadi aktor penting dalam
kesuksesan PAB Tirta Kencana salah satunya dalam hal pembiayaan. Adapun

13

perkembangan pendanaan PAB Tirta Kencana dilaporkan secara periodik,


yaitu satu tahun seperti yang tergambar dalam tabel yang diposting dalam
web resmi Desa Karengrejek berikut:
Tabel 1. 2 Perkembangan Pelayanan Air Bersih
Sumber Dana
Pemerintah
Satker. PAM
DIY

2008

2009

2010

2011

1.056.065.444 1.056.065.444 1.056.065.444 1.056.065.444

Pengembangan
556.041.127
706.035.702
739.839.555
806.980.155
Swadaya
Jumlah Aset
1.612.106.571 1762.101.146 1.795.904.999 1.836.045.599
SHU
78.658.075
103.190.170
123.758.560
155.953.692
Sumber: Laporan Kompilasi PAB Tirta Kencana
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa setiap tahun terdapat kenaikan dengan
trend positif. Pengembangan swadaya masyarakat setiap tahun mengalami
kenaikan, jumlah aset meningkat dan SHU (Sisa Hasil Usaha) juga
meningkat. Instalasi sambungan rumah secara detailnya dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 1. 3 Perkembangan Pelayanan Sambungan Rumah
Keterangan

Awal

2008

2009

Bantuan Meter
125
125
125
Air
Pengembangan
0
465
582
Swadaya
Sumber: Laporan Kompilasi PAB Tirta Kencana

2010

2011

125

125

680

799

Dalam kurun waktu lima tahun, pelayanan sambungan rumah meningkat


tinggi. Satu tahun berjalan, jumlah peningkatan mencapai 465 instalasi.
Hingga tahun 2011 pengguna manfaat air bersih semakin bertambah hingga
14

mencapai 799 instalasi. Total dari 1244 KK yang ada di Desa Karangrejek
sebanyak 64,22% rumah tangga sudah memanfaatkan program tersebut pada
tahun 2011.
BUM Desa biasanya dibentuk untuk memfasilitasi masyarakat agar
masyarakat mudah untuk mengakses kebutuhan-kebutuhan tertentu sesuai
dengan potensi desa masing-masing. Tetapi tidak semua desa yang
mempunyai BUM Desa merasakan kesuksesan seperti yang telah didapatkan
BUM Desa Karangrejek melalui UPAB Tirta Kencana. Desa Ngeposari,
Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul juga mempunyai BUM Desa,
tetapi belum berjalan dengan baik dan cenderung gagal. Penelitian
sebelumnya mempunyai kesimpulan bahwa BUM Des di Desa Ngeposari
gagal karena program yang berjalan belum sesuai dengan tujuan awal mula
didirikannya BUM Desa. Selain itu partisipasi masyarakat yang minim juga
mempengaruhi kegagalan BUM Desa tersebut. Partisipasi masyarakat yang
minim disinyalir karena BUM Desa Ngeposari dengan fokus utamanya di
bidang pertanian mempunyai kelemahan dalam mengakomodir potensi
wilayahnya (Manikam, 2010).

4. Rumusan Masalah
Bagaimana proses inovasi Pemerintah Desa Karangrejek dalam memenuhi
kebutuhan air bersih untuk masyarakat?

15

5. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui peran masyarakat dan

pemerintah dalam

menginisiasi dan berinovasi untuk memenuhi kebutuhan air bersih dalam


jangka waktu lama. Mengingat PDAM belum sepenuhnya mengatasi
permasalahan kekurangan air bersih dan secara geografis Desa Karangrejek
memiliki kontur tanah berbatu.

6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:

Penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi dan referensi untuk


memperkaya ilmu pengetahuan sebagai suatu disiplin ilmu, serta
memberikan kontribusi bagi pengembangan Departemen Pembangunan
Sosial dan Kesejahteraan.

Bagi BUMDes, penelitian ini diharpkan menjadi sebuah masukan dan


rujukan terkait dengan pengelolaan air bersih yang telah di laksanan di
Desa Karangrejek.

Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan


untuk turut andil membantu BUMDesa dalam pengelolaan air bersih untuk
masyarakat, serta memberikan sebuah hasil tulisan yang nantinya dapat
menjadi rujukan bagi masyarakat umum di wilayah sekitar Desa
Karangrejek atau lebih luas untuk dijadikan sebuah referensi.

16

7. Tinjauan Pustaka
a. Teori Inovasi dalam konteks Kelembagaan Pemenuhan Kebutuhan
Air
Inovasi menurut UU No.18 tahun 2002 pasal 1 ayat 8 adalah
Kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang
bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu
pengetahuan baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi.
Everett M. Rogers (1983) juga mendefinisikan an innovation is an
idea, practice, or object that is preceived as new by an individual or
other unit of adoption (inovasi adalah satu ide/gagasan, praktek atau
objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru
oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi). Inovasi tidak hanya
sesuatu yang benar-benar baru atau pertama kali ditemukan. Pengertian
yang lebih sempit, ketika seseorang menemukan atau mengetahui
sesuatu hal yang baru dapat dikatakan sebuah inovasi bagi dirinya,
terlepas dari sudah ada atau tidaknya inovasi tersebut. Selain itu
menurut James, dkk (2008) Inovasi sosial dimaknai sebagai sebuah
proses solutif untuk memecahkan masalah sosial dan untuk memenuhi
kebutuhan sosial. Inovasi sosial muncul karena adanya permasalahan
yang terjadi di masyarakat, sehingga masyarakat kemudian bergerak
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Inovasi tersebut muncul dengan
berbagai macam cara dan memunculkan sebuah nilai baru yang

17

dianggap efektif dan efisien dalam memecahkan permasalahan


masyarakat.
Sikap

terhadap

inovasi

juga

beragam

tergantung

dari

penerimaan seseorang atau kelompok tersebut memandang sebuah


inovasi atau kebaruan yang ia terima. Penerimaan seseorang dalam
inovasi membutuhkan waktu, hal ini didasarkan pada aspek untung rugi
dalam menyikapi sebuah inovasi untuk diambil atau tidak. Aspek
kebaruan dari suatu inovasi dapat dinyatakan dalam hal pengetahuan,
persuasi, atau keputusan untuk mengadopsi (Rogers, et al., 1983).
Menurut Stephen Robbins (1994), inovasi merupakan suatu gagasan
baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu
produk atau proses dan jasa. Inovasi mempunyai 4 (empat) ciri, yaitu:
1. Memiliki kekhasan / khusus artinya suatu inovasi memiliki ciri
yang khas dalam arti ide, program, tatanan, sistem, termasuk
kemungkinan hasil yang diharapkan.
2. Memiliki ciri atau unsur kebaruan, dalam arti suatu inovasi harus
memiliki karakteristik sebagai sebuah karya dan buah pemikiran
yang memilki kadar orisinalitas dan kebaruan.
3. Program inovasi dilaksanakan melalui program yang terencana,
dalam arti bahwa suatu inovasi dilakukan melalui suatu proses
yang tidak tergesa-gesa, namun inovasi dipersiapkan secara
matang dengan program yang jelas dan direncanakan terlebih
dahulu.
18

4. Inovasi yang digulirkan memiliki tujuan, program inovasi yang


dilakukan harus memiliki arah yang ingin dicapai, termasuk arah
dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
Baru adalah kesimpulan dari penjelasan tersebut. Sesuatu hal
yang dianggap baru oleh masyarakat memerlukan waktu dan beberapa
tahapan untuk dapat diterima. Inovasi tidak hanya datang begitu saja
tetapi inovasi mempunyai latar belakang dan tujuan yang jelas. Rogers,
dkk (1983) juga mengemukakan lima karakteristik inovasi meliputi:
1) Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap
lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat
diukur dari berbagai segi, seperti segi ekonomi, pretise sosial,
kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan
relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut
dapat diadopsi.
2) Kompatibilitas (compatibility)
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap
konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu
dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau
ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku,
maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana
halnya dengan inovasi yang sesuai dengan nilai dan norma yang

19

berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah


sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
3) Kerumitan (complexity)
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu
yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi
tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan
oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah
dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat
suatu inovasi dapat diadopsi.
4) Kemampuan diujicobakan (trialability)
Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu
inovasi dapat diujicoba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat
diujicobakan dalam setting sesungguhnya, umumnya akan lebih
cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu
inovasi

sebaiknya

harus

mampu

menunjukkan

(mendemonstrasikan) keunggulannya.
5) Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu
inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang
tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar
keunggulan relatif, kesesuaian (compatibility), kemampuan untuk
diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil

20

kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut


diadopsi.
Karakteristik-karakteristik

tersebut

merupakan

persyaratan

sebuah inovasi. Penjelasan tersebut menggambarkan bahwa inovasi


harus melalui berbagai macam proses. Proses-proses tersebut
merupakan sebuah validitas untuk menentukan apakah inovasi tersebut
mudah diaplikasikan atau tidak. Keputusan sebuah inovasi juga
mempunyai beberapa faktor, yaitu: struktur sosial, norma sosial,
pemimpin opini dan agen perubahan (Rogers dkk, 1983).
Struktur sosial sangat berpengaruh terhadap keputusan inovasi
karena struktur sosial membentuk masyarakat. Hal ini berkaitan dengan
pemimpin opini, ketika pemimpin opini tidak mempunyai pengaruh
yang kuat maka masyarakat secara umum tidak akan mudah
mengaplikasikan inovasi. Tetapi jika pemimpin opini mempunyai posisi
tawar yang kuat terhadap masyarakat secara umum, maka inovasi akan
mudah teraplikasikan. Homogenitas masyarakat yang dapat menerima
sebuah inovasi akan berdampak pada individu lainnya sehingga struktur
sosial sangat berpengaruh terhadap keputusan inovasi akan diterima
atau tidak. Norma sebuah komunitas juga mempengaruhi keputusan
inovasi. Inovasi akan lebih mudah diterima ketika mempunyai batasanbatasan yang beririsan dengan norma yang berlaku di komunitas
tersebut. Sebaliknya, jika inovasi tersebut bertentangan dengan norma
kepercayaan masyarakat akan sulit untuk diterima. Agen perubahan

21

adalah bentuk lain dari pemimpin opini, bedanya agen perubahan


adalah terlatih secara professional untuk mempengaruhi klien. Biasanya
terlembaga dan bersifat formal (Rogers dkk, 1983).
Dalam proses inovasi melibatkan: 1) inovasi, 2) individu atau
kelompok yang memiliki pengetahuan atau pengalaman dengan inovasi
tersebut, 3) individu atau kelompok yang tidak mengetahui atau belum
mempunyai pengalaman terhadap inovasi dan 4) komunikasi yang
terjalin antara dua unit (Rogers, 1983). Pada proses inovasi
kelembagaan, dalam hal ini bersifat sosial kemasyarakatan tentunya
membutuhkan sebuah inovasi atau kebaruan itu sendiri. Untuk
mempermudah proses inovasi perlu adanya kelompok atau individu
yang mengetahui atau berpengalaman dalam inovasi tersebut. Individu
atau kelompok yang mempunyai pemahaman diperlukan sebagai bagian
dari transfer ilmu kepada individu atau kelompok yang tidak
mengetahui atau tidak berpengalaman sebelumnya. Komunikasi
menjembatani kedua unit tersebut untuk saling bertukar pikiran dan
menyebarkan inovasi. Komunikasi yang massif dapat mempengaruhi
lebih cepat terhadap inividu atau kelompok yang belum mengetahuinya.

b. Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)


Badan Usaha Milik Desa pada awalnya dikenal dengan sebutan
BUMDes. Istilah BUMDes muncul melalui Peraturan Pemerintah (PP)
No. 72/2005 dan dirincikan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri

22

(Permendagri) No 39/2010 BUMDes merupakan wadah usaha desa


yang memiliki semangat kemandirian, kebersamaan dan kegotongroyongan

antara

pemerintah

desa

dan

masyarakat

untuk

mengembangkan asset-aset lokal untuk memberikan pelayanan dan


meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat desa. Kemudian
menurut peraturan terbaru, berdasarkan Undang-Undang Nomor 06
Tahun 2014 tentang Desa, pada Bab X disebutkan bahwa, Desa dapat
mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut dengan BUM Desa.
Sebelum Undang-undang desa mulai disahkan, dan dalam
undang-undang tersebut pemerintah menyebut BUMDes menjadi BUM
Desa. Secara tidak langsung, dengan tertulisnya akronim baru tersebut
maka penyebutan saat ini menjadi BUM Desa. Peran aktif pemerintah
juga sangat penting dalam mendukung terselenggaranya BUM Desa.
Hal ini dapat diperhatikan pada Pasal 90 Bab X UU Desa No. 6 Tahun
2014, Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan
BUM Desa dengan: a.) Memberikan hibah dan/atau akses pemodalan;
b.) Melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan c.)
Memprioritaskan BUM Desa.
BUM Desa secara tidak langsung sering terlihat seperti koperasi,
BMT, atau lembaga lainnya. Tetapi BUM Desa memiliki keunikankeunikan tersendiri dibandingkan lembaga lainnya menurut Yunanto
(2014), yaitu:

23

1. BUM Desa Merupakan sebuah usaha desa milik kolektif yang


digerakkan oleh aksi kolektif antara pemerintah desa dan
masyarakat. BUM Desa merupakan bentuk publik and community
partnership atau kemitraan antara pemerintah desa sebagai sektor
publik dengan masyarakat setempat.
2. BUM Desa lebih inklusif dibanding dengan koperasi, usaha pribadi
maupun usaha kelompok masyarakat yang bekerja di ranah desa.
Koperasi memang inklusif bagi anggotanya, baik di tingkat desa
maupun tingkat yang lebih luas, namun koperasi tetap eksklusif
karena hanya untuk anggota.
Selain itu BUM Desa dikenal sebagai salah satu ladang bisnis
pemerintah desa setempat. Biasanya bisnis ini bukan berwujud kapitalis
murni, tetapi ada ciri seperti koperasi. Beberapa kasus, terdapat BUM
Desa yang memberikan embel-embel Koperasi, bahkan sebagian
masyarakat awam menyebut dengan istilah Koperasi Desa. Hal ini tidak
salah karena dalam UU No. 6 Tahun 2014 pasal 87 ayat 3 menyebutkan
bahwa BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi
dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Atas dasar undang-undang tersebut maka BUM
Desa mempunyai fungsi di bidang ekonomi. Realisasinya dengan
membentuk lembaga bisnis, lembaga keuangan atau lembaga ekonomi
lainnya yang ramah masyarakat. Yaitu lembaga ekonomi yang
terjangkau secara administrasi dan terjangkau jaraknya oleh masyarakat
24

setempat. Bisnis yang dikembangkan oleh BUM Desa, dalam Eko


(2013) ada enam:
1. BUM Desa yang bertipe serving. BUM Desa semacam ini
menjalankan bisnis sosial yang melayani, yaitu melakukan
pelayanan publik kepada masyarakat sekaligus juga memperoleh
keuntungan finansial dari pelayanan itu. Usaha ini memanfaatkan
sumber daya lokal dan teknologi tepat guna, seperti usaha air
minum desa dan usaha listrik desa.
2. BUM Desa yang bertipe banking. BUM Desa ini menjalankan
bisnis uang seperti bank desa atau lembaga perkreditan desa.
Modalnya berasal dari ADD, PADes, tabungan masyarakat serta
dukungan dari pemerintah. Bisnis uang desa ini mengandung bisnis
sosial terhadap warga desa, terutama kelompok warga yang rentan
dan perempuan dari jeratan para rentenir. Bisnis ekonomi artinya
bank desa berfungsi untuk mendukung permodalan usaha-usaha
skala mikro yang dijalankan oleh pelaku ekonomi di desa.
3. BUM Desa bertipe renting. BUM Desa ini menjalankan bisnis
penyewaan

barang-barang

(perangkat

pesta,

traktor,

alat

transportasi, ruko, dan lain sebagainya), baik untuk memenuhi


kebutuhan masyarakat maupun untuk memperoleh pendapatan
desa.
4. BUM Desa bertipe brokering. BUM Desa ini berperan sebagai
lembaga perantara, seperti jasa pelayanan kepada warga maupun

25

usaha-usaha masyarakat, misalnya jasa pembayaran listrik, desa


mendirikan pasar desa untuk memasarkan produk-produk yang
dihasilkan masyarakat. BUM Desa juga membangun jaringan
dengan pihak ketiga untuk memasarkan produk-produk lokal secara
lebih luas.
5. BUMDes bertipe Trading, yaitu BUMDes menjalankan bisnis yang
berproduksi dan/atau berdagang barang-barang tertentu untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat maupun pasar pada skala pasar
yang lebih luas.
6. BUMDes bertipe Holding, yaitu BUMDes sebagai usaha
bersama, atau sebagai induk dari unit-unit usaha yang ada di desa,
dimana masing-masing unit yang berdiri sendiri-sendiri ini, diatur
dan ditata sinerginya oleh BUMDes agar tumbuh usaha bersama.
Dengan demikian, sebagai salah satu penunjang dalam bidang ekonomi,
maka BUM Desa pada intinya adalah mendekatkan akses kepada
masyarakat, menyediakan sesuatu yang masih terbatas di lingkungan
masyarakat agar masyarakat tercukupi.

c. Konsep Pengelolaan Air Berbasis Komunitas


Dasar sebuah kelembagaan lokal dibentuk karena adanya
konsensus bersama masyarakat bersama dengan aktor yang berada di
kelembagaan. Konsensus tersebut sebagai upaya untuk mengikat setiap
anggota

masyarakat guna

menghimpun aset

komunitas

untuk
26

mendapatkan sumber daya berupa air bersih. Tanpa adanya konsensus


tersebut di masyarakat, pendistribusian sumber daya air bersih tidak
akan berjalan efektif (Wibowo, 2011). Dikaitkan dengan pengelolaan
air berbasis komunitas, maka keberadaan anggota masyarakat secara
bersama-sama menanggulangi permasalahan melalui kelembagaan lokal
memiliki tujuan mengembangkan kemandirian dan pada dasarnya
memantapkan rasa kebersamaan sebagai suatu komunitas berdasarkan
basis pertetanggan (neighborhood) meskipun bukan secara eksklusif
(Adi, 2008).
Peraturan dalam pengelolaan air bersih, di Indonesia sudah
diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 07 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air, bahwa sumber daya air adalah air, sumber
air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Falkenmark dan
Lundqvist (1995) dalam Pribadi dan Oktavia (2007) menyatakan bahwa
persepsi terhadap penyediaan air bersih sebagai bentuk pelayanan
sosial, yaitu sebagai bentuk pelayanan yang wajib disediakan
pemerintah dan masyarakat memiliki hak penuh untuk menuntut
penyediaan dari pemerintah, hal ini muncul dari pemahaman bahwa air
merupakan prasyarat bagi kehidupan. Hak atas air dianggap sebagai hak
yang tidak dapat diganggu gugat, dan selanjutnya memberikan dasar
bagi masyarakat untuk menuntut bahwa akses terhadap air bersih
merupakan bagian dari hak asasi manusia dan karenanya harus dapat
diperoleh dengan cuma-cuma atau hampir tanpa biaya. Namun,

27

pemahaman terhadap kewajiban dan tanggungjawab yang menyertai


hak atas air belum dipahami sepenuhnya oleh masyarakat.
Tanggung jawab atas air selama ini hanya didefinisikan melalui
Polluters Pay Principle yaitu prinsip

pembayaran kompensasi atas

pencemaran yang dilakukan, sedangkan kewajiban bagi mereka yang


menikmati air bersih jarang didefinisikan dengan jelas (Falkenmark dan
Lundqvist, 1995 dalam Pribadi dan Oktavia, 2007). Kesalahan dalam
manajemen sumber daya air akan menempatkan kesehatan masyarakat
dan keberlanjutan pembangunan dalam bahaya. Masyarakat mempunyai
hak atas penggunaan air dimana ia tinggal di seluruh Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air bersih, air adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak. Sebagai batasannya, air bersih adalah
air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum.
Adapun prasyarat yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas
air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi, dan radioaktif, sehingga
apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping.
Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum. Penyediaan air minum adalah

28

kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi kebutuhan


masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih dan
produktif (Joko, 2010). Jenis penyediaan air minum dibagi menjadi 2
(dua):

1.

Sistem perpipaan atau jaringan perpipaan

Adalah suatu sistem penyediaan air minum yang sistem distribusinya


melalui perpipaan dan unit pelayanannya menggunakan sambungan
rumah/sambungan halaman dan hidran umum. Pelayanan dengan sitem
perpipaan merupakan pelayanan distribusi air minum yang sangat ideal,
jika hal ini dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi air
minum masyarakat pada lokasi program. Umumnya penyediaan air
minum dengan sistem perpipaan ini perlu pengelolaan dalam
pengoperasiannya. Bagian ini diperlukan SDM yang memadai untuk
dapat melakukan pengelolaannya, agar sistem perpipaan ini dapat
berfungsi dan beroperasi secara berkesinambungan. Hal lainnya adalah
sulit menemukan sumber air baku yang layak secara kualitas dan
kuantitas, sehingga dengan mudah menjangkau masyarakat dengan
sitem perpipaan.

2.

Sistem non-perpipaan

Sistem non-perpipaan atau bukan jaringan perpipaan adalah suatu


sistem penyediaan air minum yang sistem distribusinya tidak melalui

29

jaringan perpipaan dan unit pelayanannya menggunakan hidran umum,


terminal air dan tangki. Umumnya sarana air minum non perpipaan
merupakan sarana komunal yang dapat dipergunakan secara bersamasama, dan tidak perlu ditangani secara khusus pengelolaannya. Namun
demikian jika konstruksi dan pemeliharaan lingkungan di sekitarnya
kurang baik, maka kemungkinan pencemarannya akan dapat terjadi.

30

METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan tema dan tujuan penelitian yang mencari, maka
penelitian yang dilaksakan menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif
cenderung tidak berpola secara teratur seperti penelitian kuantitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2006) metodologi kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Penelitian kualitatif terdiri dari tiga yaitu format deskriptif, format analisis,
dan format ground research. Penelitian ini dilaksanakan dengan format
dekriptif, yaitu memberikan gambaran cermat mengenai individu atau
kelompok tertentu tentang keadaan tertentu dan gejala yang terjadi
(Koentjaraningrat, 1993).
Selain itu Kirk dan Miller dalam Moleong (2006) juga mendefinisikan
bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia
dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. David Williams (1995)
mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada
suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan
oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah (Moleong, 2006).
Menurut Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai
31

metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan


untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan
sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono,
2009).
Dari penjelasan di atas, penelitian yang berjudul Inovasi Pemerintah
Desa Karangrejek dalam Memenuhi Kebutuhan Air Bersih untuk Masyarakat
menggunakan tenknik pendekatan analisis deskriptif. Menurut Sugiyono
(2009) analisis deskriptif, yaitu:
Metode Analisis Deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganailisis
data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi.

Penggambaran kondisi lapangan dari obyek maupun subyek


berdasarkan apa yang telah terjadi. Kemudian dari apa yang telah didapatkan
tersebut, diperoleh data yang lebih mendalam untuk ditafsirkan dan kemudian
dimaknai sebagai realitas.

2. Unit Analisis
Unit analisis adalah satuan terkecil dalam penelitian yaitu sebagai objek
yang diteliti. Unit Pelayanan Air Bersih (PAB) Tirta Kencana, BUMDes Desa
Karangrejek merupakan suatu badan yang dibentuk oleh Pemerintah Desa
Karangrejek untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat yang
32

kemudian menjadi unit analisis bagi peneliti. Unit analisis ini menjadi sumber
basis data bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Selain itu terdapat
pendukung lain yang juga berperan serta dalam memberikan informasi
sebagai penguat data yang telah didapatkan di lapangan terkait dalam inovasi
desa dalam pengelolaan air bersih berbasis masyarakat di Desa Karangrejek.
Informasi diperoleh dari informan yang terdiri dari Pemerintah Desa
Karangrejek, pengelola PAB Tirta Kencana, masyarakat dan Dinas PU selaku
badan pemerintah daerah yang membantu terbentuknya PAB Tirta Kencana.
Pola yang dilakukan peneliti untuk menentukan informan dengan
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu menentukan informan yang
dengan pertimbangan tertentu. Informan sengaja ditentukan oleh peneliti
untuk pengambilan data yang utama, dan tidak menyimpang dari tujuan
penelitian (Sugiyono, 2009). Pemilihan informan berdasarkan kedekatannya
dengan sumber informasi. Hal ini didasarkan pada kejelasan dan keakuratan
informasi yang dihimpun sebagai basis data dalam penelitian. Informan
tersebut juga dapat memberikan rekomendasi informan yang lain (snowball)
untuk memperkuat atau melengkapi informasi sebelumnya sehingga
berkembang untuk mencapai tujuan penelitian (Sugiyono, 2009).

3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Karangrejek, Kecamatan Wonosari,
Kabupaten Gunungkidul, Propinsi D. I. Yogyakarta. Tempat fokus penelitian
di PAB BUMDes Desa Karangrejek dan juga anggota masyarakat yang

33

memanfaatkan fasilitas dari program air bersih berbasis masyarakat tersebut.


Lokasi ini dipilih karena telah lama menjadi pionir di Kabupaten
Gunungkidul sebagai desa dengan pengelolaan air bersih yang baik dan dapat
menghapus kesan bahwa Kabupaten Gunungkidul adalah kabupaten yang
kekurangan air bersih. Selain itu tempat ini dipilih karena pada tahun 2012
telah terpilih menjadi Juara II Lomba Desa Tingkat Nasional dengan program
unggulannya yaitu PAB Tirta Kencana. Sedangkan fokus yang dipilih pada
PAB Tirta Kencana karena unit tersebut di bawah BUMDes Karangrejek
dengan kata lain pengelolaan di bawah pemerintah desa secara langsung,
dengan dikelola secara langsung oleh pemerintah desa tentunya memiliki
legitimasi yang cukup kuat untuk memberikan pelayanan terhadap
masyarakat.

4. Data Penelitian
A. Data Primer
Data utama yang diperoleh dari wawancara informan dan observasi
secara langsung dalam data tersebut berbentuk verbal atau kata-kata
yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan
oleh subyek yang dapat dipercaya, yakni subyek penelitian atau
informan yang berkenaan dengan variable yang diteliti atau data yang
diperoleh dari responden secara langsung (Arikunto, dkk, 2010). Hal
serupa juga disampaikan oleh Lofland dan Moleong (2006), sumber
data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan.

34

B. Data Sekunder
Data penunjang yang diperoleh dari basis record, yaitu data yang telah
diambil sebelumnya oleh pihak lain dalam berbagai bentuk. Data
sekunder bisa berasal dari dokumen-dokumen grafis seperti tabel, catatan,
sms, foto dan lain-lain (Arikunto, dkk., 2010). Data tersebut dapat berupa
catatan-catatan tekait perkembangan obyek penelitian baik dari badan
yang mengelola atau dari catatan observasi orang lain terdahulu, bisa juga
melalui foto perkembangan obyek penelitian dari masa ke masa.

5. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data yang proporsional sebagai bahan untuk
menemukan jawaban dari pertanyaan penelitian. Tidak semua teknik dapat
diterapkan karena teknik pengumpulan data berkaitan dengan teknik mana
yang paling tepat untuk mendapatkan sebuah informasi sehingga informasi
yang disajikan itu valid, reliable (Sugiyono, 2009).
Menurut Sugiyono (2009), pengumpulan data dapat diperoleh dari
hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan gabungan/triangulasi:

A. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan dengan sengaja dan
sistematis terhadap aktivitas individu atau obyek lain yang diselidiki (Seta,

35

1987). Sedangkan menurut Marshall dan Rossman (1989) yaitu deskripsi


secara sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam setting sosial
yang dipilih untuk diteliti. Manurung (2005) juga menjelaskan bahwa
pengamatan dapat bervariasi mulai dari sangat terstruktur dengan catatan
rinci mengenai tingkah laku sampai dengan deskripsi yang paling kabur
tentang kejadian dan tingkah laku. Adapun jenis-jenis observasi tersebut
yaitu observasi partisipan dan observasi non-partisipan.
Observasi yang di lakukan peneliti dalam penelitian ini adalah
observasi non-partisipan. Observasi yang dilakukan yaitu dengan
melakukan pengamatan terhadap obyek penelitian, seperti keberadaan
kantor dan kepengurusan pengelolaan air bersih, ketersedian sarana
prasarana penunjang, serta antusiasme masyarakat terhadap ketersedian air
bersih tersebut. Observasi ini dilakukan terbuka pada pemerintah desa
hingga masyarakat, sehingga dari observasi tersebut dapat memiliki
gambaran terkait data penelitian dan juga dapat mulai menentukan obyek
wawancara untuk tahap selanjutnya.

B. Wawancara
Menurut Lincoln dan Guba, maksud mengadakan wawancara
diantaranya adalah mengonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi,
perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, merekonstruksi kebulatankebulatan yang dialami masa lalu, memproyeksikan kebulatan-kebulatan
sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang

36

(Moleong, 2006). Wawancara dilaksanakan untuk memperkuat hasil


observasi atau memperoleh informasi lain lebih dalam. Peneliti saat ini
melakukan penelitian kualitatif, maka wawancara dilaksanakan kepada
informan melalui arahan interview guide. Hal ini dilakukan agar tercipta
hubungan yang komprehensif pada informasi yang diterima peneliti dari
informan.
Penentuan jumlah informan juga dipengaruhi oleh jawabanjawaban yang muncul dari informan utama yang ditentukan dengan
purposive sampling. Wawancara kepada informan dilakukan untuk
memperoleh informasi sejelas-jelasnya tentang apa yang sedang di teliti.
Ketika terdapat jawaban yang sama berulang-ulang dari satu responden ke
responden lainnya maka informasi tersebut tidak dapat dikembangkan.
Tujuan dari penelitian kualitatif adalah kualitas data yang memadai.
Ketika sampai pada responden yang mempunyai jawaban yang sama saja
dan berulangkali, atau dalam artian telah mengalami titik jenuh maka
informasi tidak dapat dikembangkan lagi untuk memperoleh informasi
yang baru (Hamidi, 2004).

C. Studi Pustaka
Studi pustaka yang dilakukan untuk menunjang penelitian ini
dilaksanakan dengan mencari sumber informasi tertulis dari profil desa
yang berupa buku maupun dari website desa beserta profil BUMDes
pengelola air bersih, dari internet perpustakaan tesis UGM yang berkaitan

37

penelitian inovasi desa dalam pengelolaan air bersih, dan yang terakhir
yaitu dari laporan bulanan atau tahunan dari PAB Tirta Kencana.
Berdasarkan sumber-sumber tersebut, peneliti memperoleh beberapa data
yang kemudian digunakan untuk menuliskan profil, perkembangan
lembaga, perkembangan pengelolaan, keuntungan, dan sebagainya.

D. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2009), dokumen merupakan catatan peristiwa
yang sudah berlalu. Dokumen yang digunakan oleh peneliti berupa foto,
gambar dan dokumentasi pembukuan laporan yang dimiliki oleh pengelola
air bersih. Selain itu peneliti juga mengabadikan proses observasi hingga
wawancara dengan foto-foto yang diambil oleh peneliti dan rekaman
wawancara dengan informan.

6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


a.

Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan


pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi
yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya
(Moleong, 2006). Dalam memperoleh kepercayaan dalam suatu informasi
yang diperoleh, maka ditempuh dengan langkah berikut:

38

1. Membandingkan hasil pengamatan/observasi dengan hasil wawancara


yang dilakukan kepada informan.
2. Membandingkan hasil wawancara yang dilakukan kepada pengurus
PAB dengan masyarakat yang memanfaatkan air bersih, dan institusi
lokal sekitar.
3. Membandingkan jawaban dari pemerintah desa, masyarakat dan
PDAM Kabupaten Gunungkidul.
4. Membandingkan jawaban dari pemerintah desa, masyarakat dan Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Gunungkidul.

b.

Konfirmabilitas
Konfirmabilitas dilakukan terhadap obyek yang diteliti dengan

pengamatan berulang-ulang untuk memperoleh informasi yang lebih


mendalam. Pengamatan tersebut dikombinasikan dengan informasi yang
telah

diperoleh.

Hasil

konfirmabilitas

yang

diperoleh

peneliti

menunjukkan bahwa dalam proses pelayanan PAB dalam melayani


masyarakat sudah cukup maksimal dan profesional.

c.

Diskusi
Diskusi dilaksanakan untuk mengembangkan informasi penelitian.

Diskusi dilaksanakan dengan bentuk diskusi analitik, diskusi dilaksanakan


untuk menemukan kekurangan yang sebelumnya tidak disadari oleh
peneliti. Diskusi juga dilakukan dengan saling bertukar informasi antara

39

peneliti dengan rekan diskusi sehingga peneliti mendapatkan masukan


positif, kritik membangun, dan tambahan informasi yang berkenaan
dengan tujuan dari penelitian. Sehingga dengan adanya diskusi yang
dilakukan, peneliti mempunyai pandangan kritis untuk pengembangan
penelitian. Diskusi dilaksanakan dengan kakak angkatan, teman-teman
kuliah yang sedang melaksanakan penelitian skripsi atau dengan temanteman satu dosen bimbingan.

7. Teknik Analisa Data


Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber. Data yang beranekaragam dibaca, dipelajari, ditelaah dan
direduksi dengan jalan membuat rangkuman inti (abstraksi) setelah
melakukan abstraksi data disusun sesuai tema-tema. Kemudian dilanjutkan
penafsiran sebagai hasil temuan sementara. Temuan sementara tersebut
ditelaah secara berulang-ulang hingga mampu menjadi sebuah teori substantif
(Basrowi, dkk., 2008).

a. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang mucul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Miles dan Huberman, 1992
dalam Basrowi, dkk., 2008). Proses ini berlangsung secara berkala dan
terus menerus selama penelitian ini berlangsung. Hasil data yang

40

diperoleh sebagai bahan mentah dipilah, disingkat, direduksi, dan disusun


lebih sistematis agar sesuai dengan rumusan masalah penelitian.

b. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sejumlah informasi yang menggambarkan
kemungkinan adanya pemikiran kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data dilakukan oleh penulis dengan mengelompokkan data
baik dari hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi sehingga
memudahkan pembuatan deskripsi yang berisi penjelasan tematik sesuai
dengan hasil temuan lapangan. Analisis data dalam penelitian kualitatif
berlangsung terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian. Oleh
karena itu, pekerjaan pengumpulan data bagi penelitian kualitatif harus
berlangsung

diikuti

dengan

pekerjaan

menuliskan,

mengedit,

mengklarifikasi, mereduksi, dan menyajikan data (Muhadjir, 1996).

c. Kesimpulan
Peneliti menyimpulkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, setelah
dilakukan reduksi data dan penyajian data. Kesimpulan yang didapat,
difokuskan terhadap proses inovasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Desa Karangrejek dalam menyediakan sarana air bersih untuk
masyarakat dengan membentuk PAB Tirta Kencana. Data yang ada dan
wawancara dari berbagai informan digunakan untuk memperkuat
validitasnya.

41

8. Tahap Penelitian
a. Tahap Pra-Lapangan
Dalam tahap ini penelitian dimulai dengan pencarian informasi
awal terkait lokasi dan isu penelitian melalui internet dan penelitianpenelitian sebelumnya. Hasil dari pencarian data awal tersebut dijadikan
sebuah pijakan untuk menentukan fokus dan pengembagan penelitian.
Sesudah menemukan topik maka selanjutnya melaksanakan observasi
awal tempat yang dijadikan untuk penelitian tersebut, yaitu di Desa
Karangrejek, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Observasi
pra-lapangan dilaksanakan untuk mengamati kesesuaian informasi yang
diterima sebelumnya dari internet dan penelitian sebelumnya untuk
kemudian desesuaikan dengan penelitian yang dilaksanakan. Selanjutnya
melakukan survey untuk mengobservasi lokasi, yaitu lokasi sumber mata
air yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Karangrejek, kantor PAB,
kantor bersama BUMDes dan Pemerintah Desa. Selanjutnya membuat
proposal penelitian dengan beberapa literatur dari Perpustakaan Fisipol
UGM, Perpustakaan IRE, beberapa buku dan jurnal dari FPPD, website
desa Karengrejek dan lain sebagainya. Tahap terakhir mengurus
perizinan yang ditujukan kepada Gubernur Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Bupati Gunungkidul, Dinas Pekerjaan Umum, Perusahaan
Daerah Air Minum, Pemerintah Kecamatan Wonosari dan Pemerintah
Desa Karangrejek.

42

b. Tahap Lapangan
Tahap lapangan menempatkan peneliti pada kegiatan yang
berorientasi pada pengumpulan data utama. Pada tahap ini peneliti
mengamati segala aktifitas dalam pengelolaan air bersih, bagaimana
sistemnya dari awal hingga sampai bisa dirasakan oleh masyarakat.
Kemudian melihat aktifitas masyarakat dalam memanfaatkan air bersih,
masyarakat melaksanakan pembayaran dan kegiatan pengelola serta
melakukan wawancara dengan informan, yaitu pemerintah desa, pengelola
BUMDes dan PAB, masyarakat serta Dinas PU dan PDAM Kabupaten
Gunungkidul.

c. Tahap Analisa Data


Analisis data dilakukan sepanjang penelitian, yaitu dengan
menganalisis setiap data maupun informasi yang baru saja diterima. Hal
tersebut dilakukan untuk menafsirkan data dan informasi agar terjadi
kesesuaian antara data dan informasi yang didapatkan dengan rumusan
masalah, sudah mulai terjawab atau malah menjauh dari rumusan
masalahanya. Bogdan dan Tylor dalam Moleong (2006) menjelaskan
bahwa:
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahanbahan lain, sehingga dapat dipahami dengan mudah, dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan

43

mengorganisasikan data, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan


sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting untuk
dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang
lain.
Analisis data pada tahap ini dilihat dari kesesuaian rumusan
masalah inovasi pemerintah desa dalam memenuhi kebutuhan air bersih
bagi masyarakat dengan jawaban yang ditemukan di lapangan.
Selanjutnya dilakukan analisis mendalam terhadap informasi-inofrmasi
yang didapatkan sebelumnya melalui wawancara dan dari laporanlaporan tutup buku PAB Tirta Kencana yang kemudian ditarik benang
merahnya untuk ditarik suatu kesimpulan.

d. Tahap Laporan
Laporan

disusun

guna

kepentingan

studi

akademis,

mengembangkan pengetahuan terkait inovasi desa dalam pengelolaan air


bersih, dan publikasi ilmiah. Tahap terakhir adalah penyusunan laporan
yang dilakukan dengan urut dan sesuai pada unsur-unsur penelitian
(Suryabrata, 2008).

Laporan merupakan tahapan yang penting,

mengingat laporan penelitian menyajikan jawaban dari pertanyaan awal


saat hendak dilaksanakan penelitian. Laporan memberikan hasil yang
dapat digunakan sebagai pengayaan informasi dan pengembangan ilmu
penelitian.

44

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat


Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Anwar, Affendi dan Ansofino. 2008. Penyelamat Tanah, Air dan Lingkungan.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Arikunto dan Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
(Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rineka
Cipta.
Bogdan, Robert and Taylor, Steven. 1975. Introducing to Qualitative Methods:
Phenomenological. New York: A Wllwy Interscience Publikation.
Eko, Sutoro. 2014. Desa Membangun Indonesia. Yogyakarta: FPPD.
Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan
Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press.
Joko, Tri. 2010. Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Koentjaraningrat. 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Litbang Kompas. 2003. Profil Daerah Kabupaten dan Kota Jilid 3. Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara.
Manurung, Hendarso. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Diktat.

45

Marshall, Catherine and Gretchen, Rossman B. 1989. Designining Qualitative


Research. London. New Neldi: Sage Publikations.
Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitaif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kuaitatif Edisi III. Yogyakarta:
Rake Serasin.
Robbins, Stephen P. 1994. Teori Organisasi: Struktur Desain dan Aplikasi.
Jakarta: Penerbit Arcan.
Rogers, Everett M. and Shoemaker, F. Floyd. 1983. Communication of
Innovations. London: The Free Press.
Seta, Ananta Kusuma. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Jakarta:
Kalam Mulia.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV.
Alfabeta.
Sumarto, Hetifah S. 2009. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance: 20
Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Sunaryo. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air: Konsep dan penerapannya.
Malang: Banyumedia Publishing.
Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Wasistiono, Sadu. 2001. Kapita Selekta Manajemen Pemerintah Daerah.
Sumedang: Alqoprint.

46

Wibowo. 2011. Budaya Organisasi: Sebuah Kebutuhan untuk Meningkatkan


Kinerja Jangka Panjang. Jakarta: Rajawali Pers.
Yunanto. 2014. Police Paper Forum Pengembangan Pembaharuan Desa
(FPPD). Yogyakarta: FPPD.

JURNAL
Krishna Nur Pribadi, Putu Oktavia. 2007. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu
Melalui Pengembangan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan di
Cekungan Bandung. Bandung: Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota,
2007, Vol. 18.
Manikam, Angger Sekar. 2010. Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa
Di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul.
Yogyakarta: FISIP Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2010.
Wardhana, Irawan Wisnu, Budiharjo, M. Arief dan P., Scylla Adhesti. 2013.
Kajian Sistem Penyediaan Air Bersih Sub Sistem Bribin Kabupaten
Gunungkidul. 2013, Jurnal Presipitasi, Vol. Vol. 10 No.1, pp. 18-29.
Warih, Herminingrum Andana. 2013. Kajian Pengelolaan air Bersih Berbasis
Komunitas (Studi Kasus Desa Karangrejek, Kabupaten Gunungkidul).
Jurnal Bumi Indonesia, pp. 187-196.
James A. Phills Jr.,Kriss Deiglmeier, and Dale T. Miller. 2008. Rediscovering
Social Innovation. Stanford Social Innovation Review.

47

DOKUMEN PEMERINTAH
BAPPEDA Kabupaten Gunungkidul. 2015. Statistik Daerah Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2015. Yogyakarta.
Laporan Tutup Tahun PAB Tirta Kencana. 2013. Laporan Tutup Tahun PAB
Tirta Kencana Tahun 2013. Yogyakarta.
Laporan Tutup Tahun PAB Tirta Kencana. 2014. Laporan Tutup Tahun PAB
Tirta Kencana Tahun 2015. Yogyakarta.
Laporan Tutup Tahun PAB Tirta Kencana. 2015. Laporan Tutup Tahun PAB
Tirta Kencana Tahun 2015. Yogyakarta.

WEBSITE
Karangrejek, Pemerintah Desa. 2011. Sejarah BUMDes.
http://karangrejek.net/sejarah-bumdes/. diakses pada 28 Mei 2015.
Karangrejek, Pemerintah Desa. 2011. Pelayanan Air Bersih (PAB Tirta Kencana).
http://karangrejek.net/bumdes/pelayanan-air-bersih-pab-tirta-kencana/.
diakses pada 28 Mei 2015.
Karangrejek, Pemerintah Desa. 2011. Luas Wilayah.
http://karangrejek.net/pemdes-karangrejek/luas-wilayah/. diakses pada 28
Mei 2015.

MEDIA CETAK
PDAM Tirta Handayani. 2015. Brosur Penyesuaian Tarif Tahap II.

48

LAMPIRAN
1.

Pedoman Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA (INTERVIEW GUIDE)
Inovasi Desa dalam Pelayanan Air Bersih
Berbasis Masyarakat

Identitas Informan dari masyarakat


Nama

Umur

Alamat

Pekerjaan

No HP

Pertanyaan Penelitian:
1. Seberapa jauh anda mengetahui tentang PAB Tirta Kencana?
2. Pada tahun berapa dan bagaimanakah awal mula terbentuknya PAB Tirta
Kencana?
3. Apakah perbedaan PAB Tirta Kencana dengan PAM Daerah?
4. Apa sajakah keunggulan PAB Tirta Kencana?
5. Seberapakah penting peran PAB Tirta Kencana bagi anda?
6. Bagaimakah penerimaan anda dan lingkungan anda dengan adanya
program dari PAB Tirta Kencana?
7. Sejauh apa anda mengetahui BUM Desa dan kaitannya dengan PAB Tirta
Kencana?
8. Bagaimanakah anda memandang BUM Desa sebagai badan yang
mengelola PAB Tirta Kencana?
9. Bagaimanakah peran anda terhadap prgram PAB Tirta Kencana?
10. Bagaimana sitem pelayanan air bersih yang dilaksanakan oleh PAB Tirta
Kencana hingga sampai ke masyarakat?
49

11. Sejak tahun berapakah anda memanfaatkan program PAB Tirta Kencana?
12. Bagaimana anda mengetahui dan tertarik dengan program PAB Tirta
Kencana Desa Karangrejek?
13. Apa saja syarat yang diperlukan pemohon untuk mendapatkan fasilitas dari
PAB Tirta Kencana?
14. Bagaimanakah cara PAB disosialisasikan kepada masyarakat?
15. Bagaimana cara PAB membantu masyarakat untuk mendapatkan akses air
bersih dari PAB Tirta Kencana?
16. Apa saja manfaat yang diperoleh dari program PAB tersebut?
17. Sebelum bergabung dengan PAB Tirta Kencana, bagaimana anda
memenuhi kebutuhan air bersih? Dan apakah hingga saat ini masih
menggunakannya selain menggunakan air dari PAB?
18. Bagaimanakah pandangan anda terhadap program ini, bagi masyarakat?
19. Sejauh ini, apakah pengelolaan PAB tersebut sudah baik dan transparan?
20. Bagaimanakah tanggapan masyarakat luar desa atau pemerintah lainnya
(kecamatan, kabupaten, propinsi atau bahkan nasional) ketika mengetahui
bahwa Desa Karengrejek mempunyai pengelolaan air secara mandiri?
21. Bagaimana cara anda untuk ikut menjaga agar pasokan air tetap stabil?
22. Bagaimana anda mengelola air yang disediakan oleh PAB Tirta Kencana?
23. Sebelum ada program ini , apakah desa mempunyai program lain untuk
memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat?
24. Apakah program ini cocok untuk di laksanakan di daerah lain? Khususnya
di wilayah Gunungkidul?
25. Apakah anda tahu ada berapakah sumber air yang digunakan untuk
memasok air bagi masyarakat Desa Karangrejek?
26. Jika anda tidak menggunakan air dari PAB Tirta Kencana, sumber air
apakah yang anda gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari?
27. Apakah alasan anda untuk tidak menggunakan air dari PAB Tirta
Kencana? (jika tidak memanfaatkan PAB Tirta Kencana)
28. Apa saja kekurangan PAB Tirta Kencana? (jika tidak memanfaatkan PAB
Tirta Kencana)
50

29. Apakah ada keinginana suatu saat menggunakan layanan PAB Tirta
Kencana? (jika tidak memanfaatkan PAB Tirta Kencana)
30. Apakah harapan anda ke depan untuk PAB Tirta Kencana?

51

PEDOMAN WAWANCARA (INTERVIEW GUIDE)


Inovasi Desa dalam Pelayanan Air Bersih
Berbasis Masyarakat

Identitas Informan dari Pengurus PAB Tirta Kencana


Nama

Umur

Alamat

Jabatan

No HP

Pertanyaan Penelitian:
1. Seberapa jauh anda mngetahui tentang PAB Tirta Kencana?
2. Pada tahun berapa dan bagaimanakah awal mula terbentuknya PAB Tirta
Kencana?
3. Apakah perbedaan PAB Tirta Kencana dengan PAM Daerah?
4. Apa sajakah keunggulan PAB Tirta Kencana?
5. Seberapakah penting peran PAB Tirta Kencana bagi anda?
6. Bagaimakah penerimaan anda dan lingkungan anda dengan adanya program
dari PAB Tirta Kencana?
7. Sejauh apa anda mengetahui BUM Desa dan kaitannya dengan PAB Tirta
Kencana?
8. Bagaimanakah anda memandang BUM Desa sebagai badan yang mngelola
PAB Tirta Kencana?
9. Bagaimanakah peran anda terhadap prgram PAB Tirta Kencana?
10. Bagaimana sitem pengelolaan air bersih yang dilaksanakan oleh PAB Tirta
Kencana hingga sampai ke masyarakat?
11. Bagaimakah proses awal pembentukan PAB Tirta Kencana?
12. Siapakah sebenarnya yang menginisiasi munculnya program ini? Dan
bagaimanakah posisinya di dalam masyarakat?

52

13. Bagaimakah kondisi awal sebelum adanya PAB Tirta Kencana? Dan
bagaimana perbandingannya dengan kondisi saat ini?
14. Sebelum adanya program ini, apakah desa pernah melakukan hal lain untuk
mengatasi permasalahan air di Desa Karangrejek?
15. Bagaimana proses sosialisasi yang dilaksanakan Pemerintah Desa atau
pengurus kepada masyarakat?
16. Ketika program ini dilaksanakan untuk pertama kali, bagaimana tanggapan
masyarakat? Dan bagaimakah konsistensi masyarakat pada awal-awal
program ini dilaksanakan?
17. Hal apa sajakah yang menjadi kendala dalam sosialisasi awal PAB Tirta
Kencana?
18. Bagaimana sistem distribusi air bersih yang dijalankan PAB Tirta Kencana
selama ini?
19. Ada berapakah sumur/sumber air dari PAB yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan air seluruh masyarakat Desa Karangrejek?
20. Berapakah rata-rata jumlah debit air yang dimanfaatkan oleh masyarakat
setiap satiu bulan?
21. Berapakah biaya yang dikeluarkan oleh PAB Tirta Kencana selam asatu bulan
beroperasi? Dan darimana saja biaya yang digunakan untuk pengelolaan PAB
Tirta Kencana?
22. Bagaimanakah sistem evaluasi dan monitoring yang dilakasanakan oleh PAB
Tirta Kencana?
23. Bagaimanakah posisi masyarakat dalam evaluasi dan monitoring tersebut?
Apakah ada perkumpulan yang melibatkan masyarakat?
24. Bagaimanakah cara PAB untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat?
25. Apakah pernah ada permasalahan dengan masyarakat atau dengan pihak
lainnya? Bagaimanakah cara mengatasinya?
26. Bagaimakah peran serta masyarakat terhadap keberlangsungan PAB Tirta
Kencana?
27. Bagaimana pengelolaan PAB agar air tetap lestari dan masyarakat tetap
mendapatkan pasokan air yang cukup untuk jangka waktu yang lama?
53

28. Bagaimanakah tanggapan pemerintah di atas Pemerintah Desa (kecamatan,


kabupaten, atau pusat) kepada PAB Tirta Kencana Desa Karangrejek?
29. Dalam bentuk apa sajakah dukungan yang diberikan oleh pemerintah di atas
Pemerintah Desa (kecamatan, kabupaten, atau pusat) kepada PAB Tirta
Kencana?
30. Apa sajakah rencana ke depan dalam pengelolaan PAB Tirta Kencana?

54

PEDOMAN WAWANCARA (INTERVIEW GUIDE)


Inovasi Desa dalam Pelayanan Air Bersih
Berbasis Masyarakat

Identitas Informan dari Pemerintah Desa


Nama

Umur

Alamat

Jabatan

No HP

1. Seberapa jauh anda mngetahui tentang PAB Tirta Kencana?


2. Pada tahun berapa dan bagaimanakah awal mula terbentuknya PAB Tirta
Kencana?
3. Apakah perbedaan PAB Tirta Kencana dengan PAM Daerah?
4. Apa sajakah keunggulan PAB Tirta Kencana?
5. Seberapakah penting peran PAB Tirta Kencana bagi anda?
6. Bagaimakah penerimaan anda dan lingkungan anda dengan adanya
program dari PAB Tirta Kencana?
7. Sejauh apa anda mengetahui BUM Desa dan kaitannya dengan PAB Tirta
Kencana?
8. Bagaimanakah anda memandang BUM Desa sebagai badan yang mngelola
PAB Tirta Kencana?
9. Bagaimanakah peran anda terhadap prgram PAB Tirta Kencana?
10. Bagaimana sitem pengelolaan air bersih yang dilaksanakan oleh PAB Tirta
Kencana hingga sampai ke masyarakat?
11. Bagaimanakah keterlibatan Bapak saat itu?
12. Bagaimanakah syarat untuk memanfaatkan PAB Tirta Kencana? Apakah
sudah semua masyarakat memanfaatkan?

55

13. Bagaimakah menurut anda potensi alam lokal terutama air bersih akan
tetap terjaga bagi masyarakat Desa Karangrejek?
14. Bagaimanakah cara Pemerintah Desa Karangrejek saat ini menjaga
ketersediaan air bersih bagi masyarakat?
15. Apakah Pemerintah Desa bekerjasama dengan pihak lain untuk
mengetahui jumlah ketersediaan air tanah di wilayah Desa Karangrejek?
16. Bagaimanakan bentuk dukungan dan peran pemerintah daerah
(Kabupaten) dalam PAB Tirta Kencana?
17. Bagaimanakah perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat sebelum
dan sesudah adanya PAB Tirta Kencana?
18. Bagaimanakah posisi masyarakat dalam UPAB Tirta Kencana? Apakah
sejauh ini peran serta masyarakat sangat membantu dalam keberlanjutan
UPAB Tirta Kencana?
19. Penahkah ada konflik antara UPAB Tirta Kencana dengan Masyarakat
ataupun pihak lain? Bagaimana cara mengatasinya?
20. Apakah usaha prefentif Pemerintah Desa untuk menanggulangi
permasalahan yang muncul?
21. Apakah pemerintah desa punya perencenaan yang terprogram secara
periodik dalam pengelolaan PAB Tirta Kencana?
22. Bagaimanakah proses inovasi yang dilaksanakan pemerintah desa dan
penyertaan masyarakat dalam pengelolaan PAB?
23. Bagaimanakah sistem kelembagaan yang ditetapkan dalam PAB Tirta
Kencana terkait penentuan ketua, lama jabatan dan sebagainya?
24. Adakah evaluasi evaluasi dari pemerintah desa untuk program PAB Tirta
Kencana?
25. Jika ada bagaimakah kecenderungan dari program tersebut apakah selalu
ada kemajuan atau ada juga penurunannya?
26. Apa saja masalah terbesar yang dihadapi PAB Tirta Kencana?
27. Bagaimanakah tingkat kepuasan Bapak terkait PAB Tirta Kencana?
28. Bagaimanakah pendapat anda terkait program ini jika di aplikasikan di
desa lain di Gunungkidul? Apa saja yang diperlukan untuk memulainya?
56

29. Apakah harapan Bapak selaku Pemerintah Desa Karangrejek dalam


program PAB Tirta Kencana?

57

PEDOMAN WAWANCARA (INTERVIEW GUIDE)


Inovasi Desa dalam Pelayanan Air Bersih
Berbasis Masyarakat

Identitas Informan dari Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU) Kab.


Gunungkidul
Nama

Umur

Alamat

Jabatan

No HP

1. Seberapa jauh anda mngetahui tentang PAB Tirta Kencana?


2. Pada tahun berapa dan bagaimanakah awal mula terbentuknya PAB Tirta
Kencana?
3. Apakah perbedaan PAB Tirta Kencana dengan PAM Daerah?
4. Apa sajakah keunggulan PAB Tirta Kencana?
5. Seberapakah penting peran PAB Tirta Kencana bagi anda?
6. Bagaimakah penerimaan anda dan lingkungan anda dengan adanya
program dari PAB Tirta Kencana?
7. Sejauh apa anda mengetahui BUM Desa dan kaitannya dengan PAB Tirta
Kencana?
8. Bagaimanakah anda memandang BUM Desa sebagai badan yang mngelola
PAB Tirta Kencana?
9. Bagaimanakah peran anda terhadap prgram PAB Tirta Kencana?
10. Bagaimana sitem pengelolaan air bersih yang dilaksanakan oleh PAB Tirta
Kencana hingga sampai ke masyarakat?
11. Seberapa jauh anda mengetahui tentang PAB Tirta Kencana di Desa
Karangrejek?
12. Adakah kaitan antara Dinas PU Kab. Gunungkidul dengan PAB Tirta
Kencana? Jika ada bagaimana peran Dinas PU dalam Pelaksanaan UPAB
Tirta Kencana?
58

13. Bagaimanakah anda memandang keberadaan UPAB Tirta Kencana selaku


Dinas PU?
14. Menurut sejarah Dinas PU merupakan salah satu aktor yang membantu
terbentuknya UPAB Tirta Kencana. Bagaimanakah prosesnya saat itu
ketika awal mula pembentukannya?
15. Apakah UPAB Tirta Kencana mempunyai laporan periodik kepada Dinas
PU? Bagaimana mekanisme pelaporannya?
16. Apakah pernah ada permasalahan anatara Dinas PU dan UPAB Tirta
Kencana? Jika ada bagaimana mengatasinya?
17. Apakah program ini bisa dilaksanakan di desa lain di Gunungkidul yang
mempunyai permasalahan air? Jika iya, bagaimanakah seharusnya
program ini dilaksanakan oleh pemerintah desa lainnya?
18. Bagaimanakah anda memandang program ini sebagai program yang dapat
mengatasi masalah kekeringan di wilayah Gunungkidul?
19. Bagaimanakah desa lain terutama yang ada disekitar Desa Karangrejek
mengetahui bahwa desa tersebut mempunyai UPAB Tirta Kencana?
20. Apakah harapan Dinas PU untuk UPAB Tirta Kencana dan kelomok
SPAMDes lainnya?

59

Anda mungkin juga menyukai