Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Pajak Pertambahan Nilai

1.

Definisi Pajak
Definisi pajak menurut Rachmat Soemitro (1990 : 5) menyatakan

Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat
dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang secara langsung dapat
ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Demikian halnya menurut Brotodiharjo (1991 : 2) menyatakan Pajak
adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas
negara
menyelenggarakan pemerintahan.
2.

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Menurut UU No.42 Tahun 2009, Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa, di dalam daerah
pabean yang dikenakan bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi.
Latar belakang pemerintah mengganti sistem Pajak Penjualan (PPn)
dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah :
1.

Dalam pelaksanaan undang-undang Pajak Penjualan 1951 telah


terjadi banyak perubahan fundamental baik yang bersifat sebagai
penyempurnaan maupun tambahan. Sebagai akibatnya hal ini
menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya.

Universitas Sumatera Utara

2.

Mekanisme

pemungutan

pajak

penjualan

merupakan

sistem

pemungutan pajak dualisme, yaitu untuk pengusaha tertentu diterapkan


self assessment system. Keadaan ini sangat menyulitkan pengawasan
pelaksanaannya.
3.

Sebagai akibat dari pengenaan pajak berganda, maka pajak penjualan


menjadi tidak netral dapat dihitung dengan pasti baik jumlah beban
yang dipikul oleh konsumen maupun beban yang terkandung dalam
harga komoditi yang akan diekspor.

4.

Variasi tarif yang banyak sampai mencapai sembilan macam tarif,


menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya sehingga cukup besar
pengaruhnya terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak.

5.

Pengusaha yang menurut undang-undang harus dikukuhkan menjadi


Pengusaha Kena Pajak yaitu Produsen termasuk pengusaha real estate,
Importir, Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan
produsen dan importir, agen utama, dan penyalur utama dari produsen
atau importir, pemborong, kontraktor, dan harta tetap lainnya.
Pemegang hak paten dan merk dagang.

6.

Pengusaha yang dapat dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak


yaitu, Eksportir, Pedagang yang menjual Barang Kena Pajak (BKP)
kepada Pengusaha Kena Pajak yang biasanya merupakan jalur produksi.

Universitas Sumatera Utara

3.

Dasar Pengenaan Pajak (DPP)


Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual atau penggantian atau

nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan
Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terutang. Yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak dalam Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) adalah :
a.

Harga Jual
Adalah nilai berupa uang

termasuk semua yang

diminta atau

seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak


(BKP), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dan potongan harga yang dicantumkan dalam
faktur pajak.
b.

Penggantian
Adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan menurut
undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur
pajak

c.

Nilai ekspor
Adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau yang
seharusnya diminta oleh eksportir.

d.

Nilai impor
Adalah berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk
ditambah pungutan dikenakan berdasarkan ketentuan dalam perundang-

Universitas Sumatera Utara

undangan pabean untuk impor Barang Kena Pajak tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Uindang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4.

Sifat Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai


Pajak Pertambahan Nilai mempunyai beberapa sifat pemungutan yaitu:
a.

Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak objektif


artinya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai ini berdasarkan objeknya
tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

b.

Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak tidak langsung


Secara ekonomis beban Pajak Pertambahan Nilai dapat dialihkan
kepada pihak lain.

c.

Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai multi stage tax


Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan pada setiap mata rantai
jalur produksi maupun jalur distribusi, pedagang besar sampai dengan
pengecer.

d.

Pajak pertambahan Nilai dipungut dengan menggunakan alat bukti


faktur pajak Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan faktur pajak
sebagai bukti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai.

e.

Pajak Pertambahan Nilai bersifat netral


Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya dua faktor, yaitu Pajak
Pertambahan Nilai dikenakan atas konsumen barang atau jasa, Pajak
Pertambahan Nilai dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan.

f.

Pajak Pertambahan Nilai tidak menimbulkan pajak berganda

Universitas Sumatera Utara

g.

Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri


penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP)
dilakukan atas konsumsi dalam negeri.

5.

Prinsip Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai


a.

Prinsip tempat tujuan (Destination)


Pada prinsip ini bahwa Pajak Pertambahan Nilai dipungut di tempat
barang atau jasa tersebut dikonsumsi.

b.

Prinsip tempat asal


Pada prinsip ini diartikan Pajak Pertambahan Nilai dipungut ditempat
asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi.

6.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai


Berdasarkan Pasal 7 ayat (1), (2) dan (3) undang-undang no. 42 Tahun

2009, tarif Pajak Pertambahan Nilai :


a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%
Tarif penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak adalah tarif
tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan
daftar penggolongan barang atau jasa dengan tarif yang berbeda
sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
b.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0
%. Konsumsi barang kena pajak atau jasa kena pajak di dalam daerah
pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0%. Pengenaan
tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan

Universitas Sumatera Utara

Nilai. Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor
tetap dapat dikreditkan.
c.

Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi
paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15 % (lima belas
persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan peraturan pemerintah.

7.

Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai


Menurut Muljono dan Tunggal (2001 : 14) terdapat 4 mekanisme Pajak

Pertambahan Nilai, yaitu :


a.

b.

c.

d.

8.

Setiap Pengusaha Kena Pajak menyerahkan barang kena pajak atau jasa
kena pajak diwajibkan membuat faktur pajak untuk memungut pajak
yang terutang, dinamakan pajak keluaran.
Pada saat Pengusaha Kena Pajak tersebut di atas membeli barang kena
pajak atau menerima jasa kena pajak yang terutang, yang dinamakan
pajak masukan.
Pajak masukan tersebut dikreditkan dengan pajak keluaran sesuai
dengan ketentuan yang berlaku pada akhir masa pajak. Jumlah pajak
keluaran lebih besar daripada jumlah pajak masukan, maka
kekurangannya dibayar ke kas negara selambat-lambatnya tangggal 15
bulan berikutnya.
Setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan untuk melaporkan
pemungutan dan pembayaran pajak yang terutang kepada kepala Kantor
Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 setelah akhir
masa pajak.

Objek Pajak Pertambahan Nilai


Objek Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan pasal 4 ayat (1), pasal 16C

dan 16D Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan Barang Mewah.
a.

penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang


dilakukan oleh pengusaha

b.

Impor Barang Kena Pajak

Universitas Sumatera Utara

c.

Penyerahan Jasa Kena Pajak Di dalam Daersh Pabean yang dilakukan


oleh pengusaha.

d.

PemanfaatanBarang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah Pabean


di dalam daerah pabean.

e.

Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean di dalam daerah
Pabean.

f.

Ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.

g.

Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak

h.

Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

i.

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena


Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan
aktiva yang pajak masukkannya tidak dapat dikreditkan.

j.

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan


usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau yang digunakan pihak lakin yang batasan dan
tatacaranya diatur dengan keputusan menteri keuangan.

9.

Subjek Pajak Pertambahan Nilai


Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No.42 tahun 2009

tentang PPN, terdapat 5 subjek Pajak Pajak Pertambahan Nilai.


a.

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan


BKP/JKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN
dan PPnBM, tidak termasuk Pengusaha kecil. Pengusaha dikatakan

Universitas Sumatera Utara

sebagai PKP apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP


dengan jumlah peredaran bruto melebihi Rp. 6.000.000.000,. (enam
milyar rupiah) dalam satu tahun.
b.

Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha


yang melakukan penyerahan BKP/JKP dengan jumlah peredaran bruto
tidak lebih dari Rp. 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah) dalam satu
tahun. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP,
selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya PKP.

c.

Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP/JKP.

d.

Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya


sendiri dengan persyaratan tertentu.

e.

Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah terdiri atas Kantor


Perbendaharaan Negara, Bendaharawan pemerintah Pusat dan Daerah,
termasuk Bendaharawan Proyek.

10.

Tipe Pajak Pertambahan Nilai


Berdasarkan perlakuan terhadap perolehan barang modal, Pajak

Pertambahan Nilai dapat dibedakan ke dalam tiga tipe yaitu :


a.

Consumption type VAT


Dalam Consumption type value added tax semua pembelian yang
digunakan untuk produksi termasuk pembelian barang modal
dikurangkan dari penghitungan nilai tambah. Jadi dasar pengenaan
pajaknya terbatas pada pembelian untuk keperluan konsumsi,
sedangkan pembelian barang-barang produksi dan barang modal

Universitas Sumatera Utara

dikeluarkan. Karena pembelian barang modal dikeluarkan dari dasar


pengenaan pajak, maka tidak terjadi pengenaan pajak lebih dari satu
kali terhadap barang modal. Hal ini memberi sifat netral Pajak
Pertambahan Nilai terhadap pola produksi.
b.

Net Income Type VAT


Dalam net income tpe value added tax, pengurangan pembellian
barang modal dari dasar pengenaan pajak tidak dimungkinkan.
Pemmebelian barang modal hanya boleh dikurangkan sebesar
persentase penyusutan yang ditentukan pada waktu menghitung hasil
bersih dalam rangka penghitungan pajak penghasilan. Oleh karena itu
dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai akan sama dengan dasar
Pengenaan Pajak Penghasilan. Sistem ini disamping akan berakibat
pengenaan pajak dua kali terhadap barang modal, walaupun tidak
sepenuhnya, juga menuntut pembukuan yang rapi dan teliti dari para
pengusaha. Kewajiban ini merupakan beban yang cukup berat bagi
pengusaha menengah ke bawah.

c.

Gross Product Type


Dalam Gross Product type value added tax, pembelian barang modal
sama sekali tidak boleh dikurangkan dari dasar pengenaan pajak. Hal
ini mengakibatkan barang modal dikenakan pajak dua kali yaitu pada
saat dibeli, kemudian pemajakan yang kedua dilakukan melalui hasil
produksi yang dijual kepada konsumen. Beberapa segi negatif yang
dimiliki oleh gross product type vat seperti barang modal menanggung

Universitas Sumatera Utara

beban pajak yang cukup berat karena dipajaki lebih dari satu kali,
menghambat minat pengusaha mengadakan regenerasi alat alat
produksi. Pengusaha cenderung memanfaatkan alat produksi yang ada
semaksimal mungkin sehingga menghambat laju perkembangan
produksi, tidak menunjang iklim investasi yang baik, pengusaha
berusaha sedapat mungkin mengurangi pembelian barang modal.
.
B.

Jasa

1. Pengertian Jasa
Berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 pada pasal 1
menyatakan bahwa, Jasa adalah setiap kegiatan yang berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas,
kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
mengahsilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas
petunjuk dari pemesan. Jasa memiliki 4 karakteristik utama, yaitu :
a.

Tidak berwujud (intangibility), jasa bersifat tidak dapat dilihat, dirasa,


didengar, atau pun diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi.

b.

Tidak terpisahkan (inseperability), jasa yang pada umumnya dijual


terlebih dahulu baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara
bersamaan.

c.

Keanekaragaman (variability), jasa yang bersifat variabel artinya


banyak variasi, bentuk, kualitas, dan jenis karena merupakan non
standardizet output.

Universitas Sumatera Utara

d.

Tidak tahan lama (perishability), merupakan komoditas tak tahan lama


dan tidak dapat disimpan untuk dijual atau dipakai kemudian.

2.

Jasa Kena Pajak


Pengertian Jasa Kena Pajak menurut Sukardji (2008 : 58) adalah

Setiap

kegiatan

pelayanan

berdasarkan

suatu

perbuatan

hukum

yang

menyebabkan suatu barang atau fasilitas atas kemudahan atau hak tersedia untuk
dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang-barang.
Berdasarkan undang-undang no.18 tahun 2009 pada pasal 4 angka 5, bahwa Jasa
kena pajak adalah semua jasa merupakan jasa kena pajak kecuali yang dinyatakan
lain oleh jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pemberian jasa kena pajak,
termasuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma dari jasa kena pajak.
3.

Jasa tidak kena pajak


Berdasarkan UU Pajak no. 18 tahun 2009 jenis-jenis jasa tidak kena

pajak diatur dalam pasal 4A ayat 3 UU No.42 tahun 2009, yaitu :


a. jasa pelayanan kesehatan medis;
b. jasa pelayanan sosial;
c. jasa pengiriman surat dengan perangko;
d. jasa keuangan;
e.

jasa asuransi;

f.

jasa keagamaan;

g.

jasa pendidikan;

h.

jasa kesenian dan hiburan;

i.

jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;

Universitas Sumatera Utara

j.

jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam
negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan
udara luar negeri.

k.

jasa tenaga kerja;

l.

jasa perhotelan;

m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan


pemerintahan secara umum. .
n.

jasa penyediaan tempat parkir.

C.

Faktur Pajak

1.

Pengertian Faktur Pajak


Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha

Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak
atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajak yang digunakan oleh
Direkktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur
pajak untuk setiap penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang
dilakukan di dalam daerah pabean. Orang pribadi dan Badan yang tidak orang
pribadi dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang
membuat faktur pajak. Larangan membuat faktur pajak oleh bukan Pengusaha
Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang
tak semestinya. Jumlah pajak yang tercantum dalam faktur pajak harus disetorkan
ke kas negara. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai dikenal 3 macam faktur
pajak, yaitu faktur pajak standar, faktur pajak sederhana, faktur pajak gabungan.

Universitas Sumatera Utara

2.

Faktur Pajak Standar


Faktur pajak standar merupakan faktur pajak yang paling sediikit memuat

keterangan tentang :
a.

nama, alamat, nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang menyerahkan


barang kena pajak atau jasa kena pajak.

b.

nama, alamat, NPWP pembeli barang kena pajak atau penerima jasa
kena pajak.

c. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan
harga.
d.

Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.

e.

PPnBM yang dipungut.

f.

kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak.

h.

nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani

faktur

pajak.
3.

Faktur Pajak Sederhana


Merupakan faktur pajak yang digunakan sebagai tanda bukti pungutan

pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan
penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan
secara langsung kepada konsumen akhir. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat
faktur sederhana, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan
a.

Penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak yang dilakukan
langsung kepda konsumen akhir.

Universitas Sumatera Utara

b.

Penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak kepada pembeli
dan atau penerima jasa kena pajak yang tidak diketahui identitasnya
secara lengkap.

Sebagai tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan barang


kena pajak atau jasa kena pajak sepanjang memenuhi persyaratan di atas
perlakukan sebagai faktur pajak sederhana, yaitu seperti bon kontan, faktur
penjualan, karcis, kuitansi, tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang
sejenis.
4.

Faktur Pajak Gabungan


Faktur pajak gabungan menurut Ilyas (2002 :14 ) adalah faktur pajak

yang dibuat meliputi semua penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak
yang terjadi selama 1 bulan takwim kepada pembeli barang kena pajak yang sama
atau penerima jasa kena pajak yang sama.
Bentuk faktur pajak ini sama dengan faktur pajak standar, hanya
terdapat perbedaan dalam pengisiannya, yaitu faktur pajak standar dibuat oleh tiap
tiap transaksi sedangkan faktur pajak gabungan dibuat untuk transaksi selama 1
bulan kepada pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak yang
sama.

D.

Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

1. Pengertian Pajak Masukan dan Pajak Keluaran


Pajak masukan menurut Muljono (2008 : 61) adalah Pajak
Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh pengusaha kena pajak
yang berkaitan dengan perolehan BKP, penerimaan JKP, pemanfaatan BKP tidak
berwujud dari luar daerah pabean, pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean, dan

Universitas Sumatera Utara

impor BKP. Dan pajak keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
BKP, penyerahan JKP, atau ekspor BKP. PPN masukan dan PPN keluaran
dihitung dengan menggunkan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 UndangUndang No. 18 tahun 2000 dari dasar pengenaan pajak.
2.

Pengkreditan Pajak Masukan


Menurut Suandy (2003 : 306) terdapat 6 hal yang harus diperhatikan

dalam pengkreditan pajak masukan.


a.
b.
c.

d.

e.

f.

Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak


keluaran untuk masa pajak yang sama
Pajak keluaran yang belum ada dalam suatu masa pajak, maka pajak
masukan tetap dapat dikreditkan.
Setiap PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga
melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian
penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari
pembukuannya, maka jumlah pajak keluaran yang berkenaan dengan
penyerahan terutang pajak.
Setiap PKP selain melakukan penyerahan terutang pajak juga
melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan pajak
masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui
dengan pasti, maka jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan untuk
penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan
pedoman yang diatur dengan keputusan menteri keuangan.
Pajak masukan yang dikreditkan oleh pengusaha yang dikenakan pajak
pengahasilan dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan
neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 17 tahun
2000 tentang pajak penghasilan, dapat dihitung dengan menggunakan
pedoman pengkreditan pajak masukan yang ditetapkan menteri
keuangan.
Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan
pajak keluaran pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatnya 3
bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang
belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaaan.

E. Surat pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)


Surat pemberitahuan Masa (SPT) menurut Waluyo (2006 : 293) adalah
surat yang oleh Wajib Pajak digunakan un tuk melaporkan perhitungan dan atau
pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat.

Universitas Sumatera Utara

Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat


Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan benar, lengkap, dan jelas
serta menandatanganinya.

F. Nota Retur
Merupakan nota yang dibuat oleh penerima barang kena pajak karena
adanya pengembalian barang atau jasa kena pajak yang dibeli atau yang diterima.
Pengembalian barang kena pajak, maka pembeli harus membuat dan
menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak penjual. Nota retur
tersebut harus dibuat dalam masa pajak yang sama dengan masa pajak terjadinya
pengembalian barang kena pajak.
G. Kelebihan dan kekurangan Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai memiliki beberapa kelebihan yang tidak
dimiliki oleh Pajak Penjualan. Sebagai suatu sistem ternyata Pajak Pertambahan
Nilai tidak bebas sama sekali dari beberapa kekurangan. Berikut beberapa
kelebihan dan kekurangan Pajak Pertambahan Nilai.
1.

Beberapa Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai :


a.

Mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda

b.

Netral dalam perdagangan dalam dan luar negeri

c.

Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan barang modal dapat diperoleh


kembali pada bulan perolehan, sesuai dengan tipe konsumsi dan metode
pengurangan tidak langsung. Dengan demikian sangat membantu
likuiditas perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

d.

Ditinjau dari sumber pendapatan negara Pajak Pertambahan Nilai


mendapat predikat sebagai money maker. Karena konsumen selaku
pemikul beban pajak tidak merasa dibebani oleh pajak tersebut
sehingga memudahkan fiskus untuk memungutnya.

2.

Beberapa Kelemahan Pajak Pertambahan Nilai


a.

Biaya administrasi relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan Pajak


tidak langsung lainnya, baik dipihak administrasi pajak maupin dipihak
Wajib Pajak.

b.

Menimbulkan

dampak

regresif,

yaitu

semakin

tinggi

tingkat

kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul, dan


sebaliknya semakin rendah tingkat kemampuan konsumen, semakin
berat beban pajak yang dipikul. Dampak ini timbul sebagai konsekuensi
karakteristik PPN sebagai pajak objektif.
c.

Pajak Pertambahan Nilai sangat rawan dari upaya penyeludupan pajak.


Kerawanan

ini

ditimbulkan

sebagai

akibat

dari

mekanisme

pengkreditan yang merupakan upaya memperoleh kembali pajak yang


dibayar oleh pengusaha dalam bulan yang sama tanpa terlebih dahulu
melalui prosedur administrasi fiskus.
d.

Konsekuensi dari kelemahan tersebut di atas, PPN menuntut tingkat


pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak terhadap tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

Universitas Sumatera Utara

H.

Kerangka Konseptual
Gambar 1
Kerangka Konseptual

PT.MASAJI TATANAN CONTAINER

Perolehan jasa
kena pajak

Penyerahan jasa
kena pajak

Pajak Masukan

Pajak Keluaran

Perhitungan /
Pelaporan

UU No.18
Tahun
2000
Faktur
Pajak

Keterangan Gambar 1.
PT. Masaji Tatanan Container Belawan merupakan suatu perusahaan
yang bergerak dalam kegiatan menerima perolehan Jasa Kena Pajak dan
melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak. Perolehan JKP tersebut adalah Pajak
Masukan sedangkan penyerahan JKP adalah Pajak Keluaran. PT. Masaji Tatanan
Container Medan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka dalam melaksanakan
kegiatannya tersebut diterbitkan faktur pajak baik Pajak Masukan maupun Pajak
Keluaran dalam faktur pajak disesuaikan dengan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai