BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya
Arwana
Silver ternyata
(www.hewankesayangan.com).
Seekor
induk
sangat
menjanjikan
ikan Arwana
menurut
Silver
dapat
menelurkan sekitar 100 ekor anakan dengan nilai jual Rp 30.000 per ekor untuk
usia sekitar dua minggu pascainkubasi. Jika hasil panen 15 induk saja, larva atau
anak ikan yang dimuntahkan dari mulut induk bisa mencapai 1.500 ekor. Maka
hasil yang bisa diraup mencapai Rp 45 juta.Teknik budidaya ikan arwana
silver sendiri sebetulnya tidak terlalu sulit, hanya saja memang dibutuhkan
ketelitian serta ketekunan yang sangat tinggi sebab ikan arwana silver harus selalu
dijaga kondisi air, oksigen dan pakannya. Ikan Arwana Silver bisa kita
kembangbiakkan di wadah budidaya seperti akuarium atau kolam.
Pada mulanya di daerah asalnya, Sumatera dan Kalimantan, arwana
merupakan ikan arwana silver(Osteoglossum bicirrhosum) konsumsi yang hanya
sesekali tertangkap jaring nelayan menurut (Susanto, 2000). Karena ikan ini
berukuran cukup besar dan dagingnya lumayan tebal, maka oleh para nelayan
kemudian diasinkan agar tahan disimpan. Dengan postur badannya yang besar dan
tampangnya yang tidak cantik tetapi menyeramkan mengingat mulutnya yang
lebar dan jarang orang tertarik untuk memajangnya dalam akuarium. Terlebih bagi
masyarakat di sepanjang sungai yang lebih memikirkan kebutuhan sandang dan
pangan. Sebagai ikan asin pun nasib arwana tidak begitu menggembirakan.
Konon, karena rasa dagingnya yang kurang enak, arwana hanya menepati urutan
kedua sebagai ikan asin. Waktu itu arwana luput dari perhatian, baik sebagai ikan
konsumsi atau ikan hias. Ternyata tidak halnya dengan sebuah organisasi
perlindungan satwa, International for Conservation of Nature and Natural
Resources (IUCN). Pada pertemuannya yang ketujuh di Polandia pada tahun
1960, negara-negar IUCN menganjurkan pembatasan perdagangan satwa langka.
Dari gagasan ini, maka ditandatangilah CITES (Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), yaitu sebuah konversi
perdagangan internasional jenis fauna dan flora langka. Namun arwana sendiri
(Scleropages formosus) sudah masuk Red Book volume IV, dalam kategori
Depleted Species (Species rawan) sejak tahun 1969. Lantas apa kaitannya antara
penandatanganan konversi CITES dengan ikan arwana yang ada di Indonesia,
kaitannya jelas, karena Indonesia ikut menandatangani persetujuan tersebut, pada
28 Maret 1979 yang mendudukkan Indonesia sebagai anggota ke-51.
Sebagai konsekuensinya maka pada tahun 1980 keluar sebuah surat
keputusan dari Menteri Pertanian yang melindungi arwana. Dengan keluarnya SK
Menteri Pertanian No. 716/Kpts/Um10/1980 resmilah arwana sebagai satwa yang
dilindungi oleh pemerintah. Ini artinya segala bentuk penangkapan dan jual beli
arwana tidak dibolehkan, kecuali ikan hasil penangkaran. Demikian juga yang
terjadi arwana, dengan keluarnya SK Mentan tersebut menurut sebuah sumber
yang layak dipercaya, justru pada tahun itulah penangkapan arwana mulai
dilakukan secara besar-besaran. Inilah awal bencana bagi arwana, masyarakat
yang begitu menggebu-gebu dalam memburu arwana juga disebabkan adanya
orang atau perusahaan yang diberi ijin menangkarkan atau pembenihan ikan
tersebut. Yang kemudian terjadi bukannya perusahaan tersebut menangkarnya,
melaikan menangkapnya dari alam dan kemudian memperdagangkannya.
Oleh karena itulah pengetahuan tentang teknik pembenihan ikan arwana
silver mutlak harus dikuasai agar dapat bersaing baik di dalam negeri maupun di
luar negeri, dengan demikian sektor perikanan di Indonesia dapat memenuhi
targetnya menjadi produsen perikanan terbesar di dunia. Hal inilah yang melatar
belakangi penulis untuk memilih judul: Teknik Pembenihan Ikan Arwana
Silver (Osteoglossum bicirrhosum) di CV. Mina Karya Koi Center, SlemanYogyakarta.
1.2 Tujuan
Tujuan praktek integrasi ini adalah:
1. Mengetahui dan mampu melakukan teknik pembenihan Arwana secara
alami dan secara buatan.
2. Mengetahui dan mampu melakukan analisa hasil pembenihan Ikan Arwana
yang berkualitas.
1.3 Batasan Masalah