Anda di halaman 1dari 27

Emulsi

BAB I
PENDAHULUAN
I.1

Latar Belakang
Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat

dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam bidang industri farmasi,
perkembangan teknologi farmasi sangat berperan aktif dalam peningkatan kualitas
produksi obat-obatan. Hal ini banyak ditunjukan dengan banyaknya sediaan obatobatan yang disesuaikan dengan karakteristik dari zat aktif obat, kondisi pasien dan
penigkatan kualitas obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa harus
mengurangi atau mengganggu dari efek farmakologis zat aktif obat.
Sekarang ini banyak bentuk sediaan obat yang kita jumpai dipasaran. Emulsi
merupakan salah satu contoh dari bentuk sediaan cair, yang secara umum dapat
diartikan sebagai sistem dispersi kasar dari dua atau lebih cairan yang tidak larut satu
sama lain.
Sistem emulsi dijumpai banyak penggunaannnya dalam farmasi. Dibedakan
antara emulsi cairan, yang ditentukan untuk kebutuhan dalam (emulsi minyak ikan,
emulsi parafin) dan emulsi untuk penggunaan luar. Dalam bidang farmasi, emulsi
biasanya terdiri dari minyak dan air
Emulsi sangat bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki beberapa
keuntungan, satu diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari
minyak. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat luar misalnya untuk kulit atau bahan
kosmetik maupun untuk penggunaan oral.

Pada percobaan ini kita akan mempelajari cara pembuatan emulsi dengan
menggunakan emulgator dari golongan surfaktan yaitu Tween 80 dan Span 80. Dalam
pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk
diperlihatkan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan.
I.2

Maksud dan tujuan

1. Maksud percobaan
Untuk Mengetahui formulasi sediaan emulsi, dan hal-hal yang berperan dalam
pembuatan juga kestabilan dari suatu emulsi.
2. Tujuan Percobaan
Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan
emulsi.
Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi
Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1

Dasar teori

Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri dari paling
sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair lainnya. Sistem ini biasanya
distabilkan dengan emuulgator (7).
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan
fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu : (1)
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam fasa air.
2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak (1).
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang
penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak
dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif
permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerjanya adalah
menurunkan tegangan antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan
film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya (1).

Mekanisme kerja emulgator surfaktan


1. Membentuk lapisan monomolekuler ; surfaktan yang dapat menstabilkan emulsi bekerja
dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang diabsorbsi molekul atau ion pada
permukaan antara minyak/air. Menurut hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan

penting mengurangi tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih stabil
karena pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara nyata adalah fakta
bahwa tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal koheren yang mencegah
penggabungan tetesan yang mendekat.
2. Membentuk lapisan multimolekuler ; koloid liofolik membentuk lapisan multimolekuler
disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara koloid hidrofilik diabsorbsi pada
pertemuan,

mereka

Keefektivitasnya

tidak

menyebabkan

penurunan

tegangan

permukaan.

tergantung pada kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan

multimolekuler yang koheren.


3. Pembentukan kristal partikel-partikel padat ; mereka menunjukkan pembiasan ganda
yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai
dengan kristal mengarahkan kepada penandaan Kristal Cair. Jika lebih banyak dikenal
melalui struktur spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam
ketergantungannya dari struktur kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara penyiapan
emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat karena pengaruh terhadap
distribusi fase emulsi.
Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang terdiri dari dua
cairan tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi seluruhnya sebagai globulaglobula terhadap yang lain. Walaupun umumnya kita berpikir bahwa emulsi merupakan
bahan cair, emulsi dapat dapat diguanakan untuk pemakaian dalam dan luar serta
dapat digunakan untuk sejumlah kepentingan yang berbeda (5).
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang mencegah koslesensi,
yaitu penyatuan tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah.

Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati daerah antar


muka antar tetesan dan fase eksternal dan dengan membuat batas fisik disekeliling
partikel yang akan brekoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar
permukaan dari fase dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan
berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase, hingga
meninggalkan proses emulsifikasi selama pencampuran (4).

Ketidakstabilan emulsi
Berdasarkan atas fenomena semacam itu, dikenal beberapa peristiwa ketidakstabilan
emulsi, yaitu:
a) Flokulasi dan creaming.
Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang
posisinya tidak beraturan di dalam emulsi. Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya
lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam emulsi. Lapisan
dengan konsentrasi paling pekat akan berada di sebelah atas atau bawah tergantung
dari bobot jenis.
b) Koalesense dan Demulsifikasi
Peristiwa ini terjadi tidak semata-mata disebabkan oleh energy bebas permukaan,
tetapi disebabkan pula oleh ketidaksempurnaan lapisan globul. Koalesen adalah
peristiwa penggabungan globul-globul menjadi lebih besar. Sedangkan Demulsifikasi

adalah peristiwa yang disebabkan oleh terjadinya proses lanjut dari koalesen. Kedua
fase akhirnya terpisah kembali menjadi dua cairan yang tidak dapat bercampur. Kedua
peristiwa semacam ini emulsi tidak dapat diperbaiki kembali melalui pengocokan (8).

II.2

Uraian Bahan

1. Air Suling (3:96)

ma Resmi

: Aqua Destilata

ma Lain

: Aquadest

mus Molekul : H2O


Rumus Struktur : O

merian

: Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau,


tidak mempunyai rasa,

nyimpanan

: dalam wadah tert tutup baik.

gunaan

:
2. Asam Stearat (3:57)

ma Resmi

: Acidum Stearicum

ma lain

: Asam Oktadekanoat

mus Molekul : C18H36O2

mus struktur :

Pemerian

: Zat padat keras mengkilat menuinjukkan

susunan hablur; putih atau kuning pucat; mirip

lemak lilin.

arutan

: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20


bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian
kloroform P, dan dalam 3 bagian eter.

gunaan

: Bahan pembuatan lilin, sabun, plastik,


kosmetika, dan untuk melunakkan karet.

nyimpanan

: Dalam wadah tertutup pada suhu kamar.

B butuh

: 13
3. Tween 80 (6)

ma Resmi

: Polysorbatum 80

ma Lain

: Polisorbat 80, tween

merian

: Cairan kental, transparan, tidak berwarna hampir tidak mempunyai rasa.

arutan

: Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P


dalam etil asetat P dan dalam methanol P,
sukar larut dalam parafin cair P dan dalam biji
kapas P.

gunaan

: Sebagai emulgator fase air

nyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

B Butuh

: 15
4. Span 80 (6)

ma Resmi

: Sorbitan monooleat

ma Lain

: Sorbitan atau span 80

onim

: Sorbitan Laurate; Sorbitan Oleate; Sorbitan

Palmitate; Sorbitan Stearate; Sorbitan Trioleate; Sorbitan Sesquioleate.

Rumus Molekul : C3O6H27Cl17

mus Struktur :

bot Jenis

: 1,01

merian

: Larutan berminyak, tidak berwarna, bau


Karakteristik dari asam lemak.

arutan

: Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air


dan dapat bercampur dengan alkohol sedikit
larut dalam minyak biji kapas.

gunaan

: Sebagai emulgator dalam fase minyak.

nyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

B Butuh

: 4,3
5. Parafin (4:652)

ma Resmi

: Parafin

ma Lain

: Paraffinum

onim

: Paraffinum durum; paraffinum solidum

bot Jenis

: 0.840.89 g/cm3 at 20oC

merian

: Hablur tembus cahaya atau agak buram; tidak


berwarna atau putih, tidak berbau, tidak

berasa, agak berminyak. Mineral yang sangat


sangat halus putih.

arutan

: Tidak larut dalam air dan dalam etanol;


mudah larut dalam kloroform, dalam eter,
dalam minyak menguap, dalam hampir semua
jenis minyak lemak hangat; sukar larut dalam
etanol mutlak.

gunaan

: Digunakan dalam kosmetik untuk tujuan


medis.

nyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat dan cegah


pemaparan terhadap panas berlebih.

B Butuh

: 12
6. Isopropil myristat (6)

ama Resmi

: Isopropyl Myristate

ama Lain

: 1-Methylethyl tetradecanoate

nonim

: Estol IPM; HallStar IPM-NF; isopropyl ester of


myristic acid; Isopropylmyristat;

umus Molekul

: C47H34O2

Rumus Struktur

erat Molekul

: 270.5

emerian

: Jelas tidak berwarna, cairan tak berbau praktis

dari viskositas rendah yang mengental pada


sekitar 58oC. Ini terdiri dari ester dari propan-2
ol dan jenuh asam lemak berat molekul tinggi,
terutama asam miristat.

elarutan

: Larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%),


etil asetat, lemak, alkohol lemak, minyak tetap,
hidrokarbon cair, toluena, dan lilin. Larut dalam
banyak, kolesterol, atau lanolin. Praktis tidak
larut dalam gliserin, glikol, dan air.

LB Butuh

: 11,5
7. Metil paraben (4:551)(6)

ama Resmi

: Methyls Parabenum

ama Lain

: Metil p-hidroksibenzoat

nonim

: Aseptoform M; CoSept M; E218; 4


hydroxybenzoic acid methyl ester; metagin;
Methyl Chemosept; methylis
parahydroxybenzoas; methyl p
hydroxybenzoate; Methyl Parasept; Nipagin M;
Solbro M; Tegosept M; Uniphen P-23.

umus Molekul :

umus Struktur :

C8H8O3

obot Jenis

: 1.352 g/cm3

erat Molekul

: 152,15

emerian

: Hablur kecil, tidak berwarn atau serbuk hablur, putih, tidak berbau, atau berbau khas
lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.

elarutan

: Sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut
dalam etanol dan dalam eter.

egunaan

: Pengawet makanan dan kosmetika.

enyimpanan : Simpan pada tempat yang tertutup rapat, sejuk, dan

kering.

8. Propil paraben (4: 713)(6)

ama Resmi

: Propylis Parabenum

ama Lain

: Propil p-hidroksibenzoat

nonim

: Aseptoform P; CoSept P; E216; 4-hydroxybenzoic acid propy ester; Nipagin P;


Nipasol M; propagin.

umus Molekul :

C10H12O3

Rumus Struktur :

obot Jenis

: 1.288 g/cm3

erat Molekul

: 180,20

emerian

: Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna

elarutan

: Sangat sukar larut dalam air, mudah larut


dalam etanol, dan dalam eter, sukar larut
dalam air mendidih.

gunaan

: Bahan baku kimia pengawet kosmetik.

nyimpanan

: Simpan pada tempat yang tertutup rapat, sejuk, dan kering.

9. -tokoferol (4:796)(6)

ma Resmi

: Alfa-tocoferolp

ma Lain

: Vitamin E

onim

: Copherol F1300;(_)-3,4-dihydro-2,5,7,8
tetramethyl-2-(4,8,12-trimethyltridecyl)-2H-1
benzopyran-6-ol; E307; RRR-a-tocopherolum;
synthetic alpha tocopherol; all-rac-a-tocopherol;
dl-a-tocopherol; 5,7,8-trimethyltocol.

mus Molekul : (_)-(2RS,40RS,80RS)-2,5,7,8-Tetramethyl-2

mus Struktur :

(40,80,120-trimethyltridecyl)-6-chromanol

Berat Molekul

merian

: Berbentuk cairan seperti minyak.

arutan

: Alfa Tokoferol asam suksinat tidak larut dalam


air; sukar larut dalam larutan alkali; larut dalam
etanol, dalam aseton dan dalam minyak
nabati; sangat mudah larut dalam kloroform.
Bentuk vitamin E lain tidak larut dalam air; larut
dalam etanol; dapat bercampur dengan eter,
dengan aseton, dengan minyak nabati dan
dengan kloroform.

gunaan

: Antioksidan

nyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari

B Butuh

cahaya.
:

10. Ekstrak kering ikan gabus

ma Resmi

: Ophiopcephalus strectum

ma lain

: Common snakehead, snakehead murrel,

merian

chevron

snakehead, striped snakehead dan

juga aruan.
: Warna kecoklatan, bersifat higroskopis,
berbau amis.

: 430,72

gunaan

: Mengobati luka bakar atau luka pasca operasi.


11. Lanolin anhidrat (4: 57)(6)

ma Resmi

: Adeps lanae

ma Lain

: Anhydrous lanolin

onim

: Adeps lanae; cera lanae; E913; lanolina;


lanolin; Protalan anhydrous; purified lanolin;
refined wool fat.

bot Jenis

: 0.9320.945 g/cm3 at 15oC

rat Molekul

:-

merian

: Massa seperti lemak, lengket, warna kuning,


bau khas.

arutan

: Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan


air lebih kurang 2 kali beratnya, agak sukar
larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam
etanol panas, mudah larut dalam eter, dan
dalam kloroform.

gunaan

: Selain digunakan dalam formulasi topical dan


kosmetik, dapat sebagai basis salep, juga
sebagai emulsifying agent.

nyimpanan

B butuh

: Lanolin dapat mengalami autooksidasi selama


dalam penyimpanan.
: 10

12. Setil Alkohol (4:72)(6)

ama Resmi

: Alcoholum Cetylicum

ama Kimia

: 1-Heksadekanol [124-29-8;36653-82-4

nonim

: Alcohol cetylicus; Avol; Cachalot;

umus Molekul

obot Jenis

: C16H34O

CH3(CH2)14CH2OH

Rumus Struktur :

: 0.908 g/cm3; 0.805-0.815 g/cm3 for Speziol


C16 Pharma.

erat Molekul

: 242,44

emerian

: Serpihan putih licin, graul, atau kubus putih,

elarutan

LB Butuh

bau khas lemah, rasa lemah


: Tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan
dalam eter, kelarutan bertambah dengan
naiknya suhu.
: 15

BAB III
METODE KERJA
III.1

Alat dan Bahan

III.1.1 Alat-alat Praktikum


1. Cawan porselin
2. Batang pengaduk
3. Gelas kimia
4. Gelas ukur
5. Lap kasar
6. Lap halus
7. Neraca analitik
8. Sendok tanduk
9. Tissue rol
10. Water bath
11. Mixer
12. Stopwatch
13. Bolot vial
14. Kertas perkamen
III.1.2 Bahan-bahan Praktikum
1. Air
2. Asam stearat
3. Ekstrak kering ikan gabus
4. Isopropyl myristat

5. Lanolin anhidrat
6. Metil paraben
7. Propil paraben
8. Setil alcohol
9. Span 80
10. Tween 80
11. .tokoferol ( vit E )
III.1.3 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Di hitung jumlah Tween dan Span yang dibutuhkan untuk masing-masing harga HLB
butuh.
3. Ditimbang semua formula fase minyak , di mulai dari yang memiliki titik lebur yang
tinggi. Kemudian di timbang fase cairnya juga.
4. Ditimbang asam stearat sebanyak 4 g, setil alkohol sebanyak 2 g, lanolin anhidrat
sebanyak 2 g, parafin cair sebanyak 5 ml, span 80 sebanyak 0,5 g, isopropil miristat
sebanyak 2 g, propil paraben sebanyak 50 mg.
5. Kemudian di lanjutkan dengan penimbangan fase cair.
6. Di timbang metil paraben sebanyak 100 mg, tween 80 sebanyak 2,6 g, ekstrak kering
ikan gabus sebanyak 0,5 g.
7. Setelah semua bahan selesai di timbang, dilebur fase minyak menggunakan water
bath.
8. Dilebur fase minyak yaitu asam stearat sebanyak 4 g, setil alkohol sebanyak 2 g, lanolin
anhidrat sebanyak 2 g, parafin cair sebanyak 5 ml, span 80 sebanyak 0,5 g, isopropil

miristat sebanyak 2 g, propil paraben sebanyak 50 mg ke dalam cawan porselen sambil


di aduk pada saat di masukkan setiap satu bahan ke dalam cawan porselen yang
dipanaskan pada water batch sampai pada suhu 70 oC.
9. Setelah lebur fase minyak, ditetesi

-tokoferol (vit. E) sebanyak 3 tetes pada fase

minyak sebagai antioksidan.


10. Pada waktu bersamaan fase cair juga di buat dengan cara panaskan aquadest dalam
gelas kimia 100 ml sampai pada suhu 70oC dengan menggunakan water bath.
11. Jika suhu pelarut (aquadest) sudah pada 70 C, dilarutkan fase cair yaitu metil paraben
sebanyak 50 mg, tween 80 sebanyak 2,6 g, dan ekstrak kering ikan gabus sebanyak
0,5 g di dalam gelas kimia 100 ml kemudian di panaskan dengan menggunakan water
bath.
12. Setelah mencapai suhu 70oC pemanasan dihentikan, dan fase minyak diemulsikan ke
dalam fase air sedikit, lalu dikocok menggunakan mixer selama 2 menit dan didiamkan
selama 20 detik sebanyak 3 kali berturut-turut.
13. Emulsi dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml.
14. Sebagian dari sisa emulsi yang tersisa di masukkan ke dalam botol vial sebanyak 5 ml
kemudian ditetesi metilen blue untuk uji kestabilan emulsi.
15. Dilakukan pengamatan selama 5 hari.
16. Ditentukan kestabilan emulsi berdasarkan perubahan warna, perubahan volume dan
pemisahan fase.

III. 3. Resep
R/

Eks kering Ikan Gabus

0.5%

Lanolin anhidrat
Setil alkohol

2%
2%

As. Stearat

4%

Tween 80

2%

Span 80

2%

Parafin cair

5%

Isopropil miristat

2%

Metil parabean

0,18%

Propil parabean

0,02%

tokoferol
air

0,05%
ad

100 ml

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Table hasil pengamatan

Siklus

Volume

HLB

(ml)

Tinggi
Flokulasi

Suhu (C)

12.59

10

(cm)
-

12.59

10

5 dan 25

12.59

10

5 dan 25

12.59

10

5 dan 25

12.59

10

5 dan 25

5 dan 25

Perhitungan
Fase minyak

A (g)

B (HLB butuh)

AxB

Lanolin anhidrat

10

20

1,33

Parafin cair

12

60

Asam stearat

15

60

Setil alkohol

13

26

1,73

11,5

23

1.53
12,59

Isopropil myristat 2
Jumlah
15

HLB butuh minyak = 12,59 (Tipe o/w)


HLB butuh Tween 80

= 15

HLB butuh span 80

= 4.3

Tween 80

: 15

8.29

12.59
Span 80

: 4.3

2.41

10,70

Tween 80

x 2% x 100 g = 1,54 g

Span

x 2% x 100 g = 0,45

IV.2

Pembahasan

Dari hasil perhitungan di peroleh HLB butuh 12,59. dengan di peroleh HLB butuh 12,59
dapat di ketahui bahwa tipe emulsi yang di gunakan dalam percobaan ini adalah tipe
emulsi o/w (oil in water) atau m/a (minyak dalam air), dimana emulsi tipe o/w yaitu emulsi
yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi kedalam air. Minyak
sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal. jadi hasil percobaan ini sesuai
dengan literatur, di mana di katakan bahwa nilai HLB 4-6 menunjukkan emulsi tipe w/o,
sedangkan nilai HLB 8-10 menunjukkan emulsi tipe o/w (1).
Pada percobaan ini pertama kita menghitung jumlah HLB butuh surfaktan
golongan nonionik yaitu tween 80 dan span 80. Kemudian di lanjutkan dengan
menghitung formula fase minyak menggunakan neraca analitik, di mulai dari yang
memiliki titik lebur yang tinggi sampai yang rendah. Jika semua fase minyak telah lebur,
terakhir ditambahkan tokoferol sebanyak 1 tetes, ditambahkannya tokoferol (vit. E)
karena tokoferol bersifat antioksidant yang dapat menghilangkan bau ekstrak kering
ikan gabus. Pada waktu bersamaan fase air juga di buat dengan cara dipanaskan
dengan aquadest 80,25 ml dalam gelas kimia sampai pada suhu 60 oC dengan

menggunakan water bath, sambil diaduk-aduk. dimaksudkan agar semua bahan


tercampur karena ada bahan yang hanya bisa larut dalam air panas. Apabila semua
bahan telah larut pada masing-masing fase tersebut, setelah mencapai suhu 60oC
pemanasan dihentikan, dan fase minyak di masukkan ke dalam fase air, lalu dikocok
menggunakan mixer selama 2 menit dan didiamkan selama 20 detik sebanyak 3 kali
berturut-turut. Tujuan dilakukannya pengocokan, untuk memberikan waktu pada minyak
untuk terdispersi kedalam air dengan baik serta emulgator dapat membentuk lapisan
film pada permukaan fase terdispersi agar membentuk emulsi yang stabil. Setelah
dilakukan pengocokkan, krim yang terbentuk dimasukkan kedalam gelas ukur 10 ml
dan sebagiannya lagi dimasukkan kedalam botol vial 5 ml. Pada waktu emulsi
didiamkan beberapa saat dalam gelas ukur, emulsi masih terlihat sangat cair, ini
disebabkan karena emulsi itu belum mencapai titik eutektikum, dan semua campuran
yang ada dalam emulsi belum bersatu (memadat/menyempit), dan ini juga bisa saja
disebabkan penimbangan bahan-bahan dan aquades yang digunakan terlalu banyak.
Setelah beberapa saat emulsi dimasukkan dalam lemari pendingin dan
dikeluarkan krim tersebut memadat kembali, ini dikarenakan pada saat krim dibiarkan
pada suhu kamar krim tersebut belum mencapai titik bekunya yaitu titik eutektikum
(yaitu titik dimana bahan-bahan dalam fase air dan fase minyak membeku dan
membentuk padatan). Proses pemadatan krim juga dapat dipengaruhi oleh wadah atau
tempat yang akan digunakan, karena semakin kecil diameter atau luas permukaan
wadah atau tempat akan semakin cepat krim tersebut memadat. Saat terjadi
pemadatan krim inilah emulsi telah mencapai titik eutektikum, dimana campuran bahan
tersebut akan mengalami penyusutan sehingga campuran akan menjadi padat.

Selanjutnya, setelah pengocokkan selesai krim yang terbentuk di masukkan ke dalam


gelas ukur 10 ml dan sisanya di masukkan ke dalam botol vial dan ditetesi metilen blue
sebanyak 3 tetes untuk uji ketidakstabilan emulsi. Kemudian emulsi di simpan dalam
lemari pendingin selama 12 jam dan dikeluarkan dibiarkan pada suhu kamar selama 12
jam dan merupakan siklus pertama. Hal yang sama dilakukan sampai siklus ke lima,
diamati perubahan apa saja yang terjadi pada emulsi pada saat lima siklus
berlangsung. Tujuannya untuk melihat pemisahan antara fase air dan fase minyak,
perubahan warna yang terjadi pada kedua fase tersebut dan volume kedua fase
tersebut. Penyimpanan emulsi dilakukan pada suhu yang dipaksakan (stress
coindition), perlakuan ini dimaksudkan untuk mengetahui kestabilan emulsi, kondisi ini
akan lebih mempercepat pengamatan terhadap stabil atau tidaknya suatu emulsi.
Kemudian emulsi pada botol vial, ditetesi metilen blue sebanyak 3 tetes, tujuan di
tetesi metilen blue untuk uji ketidakstabilan emulsi. Untuk siklus pertama pada emulsi
yang ada dalam botol vial metilen blue tercampur marata pada emulsi, karena fase
eksternal emulsi ini adalah air oleh sebab itu metilen blue dapat mudah bercampur
dengan air, dan meribah warna emulsi menjadi biru. Setelah melewati lima siklus
tersebut, ternyata emulsi tidak mengalami perubahan apapun seperti flokulasi,
creaming, demulsifikasi, koalsense dan infase, sehingga emulsi tersebut dikatakan
stabil.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1

Kesimpulan

1. Emulgator yang digunakan pada pembuatan krim ikan gabus yaitu, untuk tween 80
sebanyak 1.54 gram dan span 80 sebanyak 0.45 gram.
2. Pada pembuatan krim ikan gabus ini digunakan emulgator tween 80 dan span 80.
3. Berdasarkan hasil pengamatan selama 5 siklus tidak terjadi perubahan apapun baik itu
flokulasi, creaming, koalesen, demulsifikasi maupun infersi fase. Jadi dapat disimpulkan
bahwa emulsi tersebut stabil.
4. Pada percobaan ini diperoleh emulsi tipe O/W karena memiliki nilai HLB butuh lebih
dari 8 yaitu HLB 12,59.
V.2

Saran

Di harapkan agar alat-alat yang mendukung suatu percobaan di lengkapi. Agar dalam
pelaksanaan praktikum kedepannya menjadi maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ansel,H.C.1989.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. UI Press: Jakarta.
2. Dirjen POM RI.1979.Farmakope Indonesia Edisi III.Depkes RI:Jakarta
3. Dirjen POM RI.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Depkes RI:Jakarta
4. Jenkins, G.L.1957).Scovilles;The Art Of Compounding Ninth Edition. McGraw-Hill Book
Company Inc:New York, Toronto.
5.

Parrot,

L.E.1970.

Pharmaceutical

technology.Burgess

Publishing

Company:

Mineneapolis
6. Rowe, R. C, J. Sheskey, Paul. E Quinn, Marian. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients Six The Edition. American: Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association
7.

Tim

Asisten.2008.Penuntun

Praktikum

Farmasi

fisika

Jurusan

Farmasi.

UNHAS:Makassar
8. Tungadi, R. 2011. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo

Diposkan oleh Rifka natu_Farmasi di 06.27


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1 komentar:

1.
meyke thalib16 Mei 2013 08.18
:)
Balas
Muat yang lain...
Posting Lebih Baru Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut
Arsip Blog

2011 (2)
o November (2)

Mikromiretik

Emulsi

Mengenai Saya

Rifka natu_Farmasi
Seorang mahasiwa, sedang menjalani kuliah di jurusan Pharmacy di Universitas Negeri
Gorontalo.
Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai