PENDAHULUAN
Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas-kronik dan akut.
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat
(biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam
beberapa hari atau beberapa minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan
kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam
keadaan asupan makanan normal.
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim ginjal
difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama
menyerang glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama
menyerang tubulus ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal) atau dapat juga
mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Namun, bila proses
penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan
diganti dengan jaringan parut.
Meskipun penyebabnya banyak, gambaran klinis gagal ginjal kronik sangat
mirip satu dengan lain karena gagal ginjal progresif dapat didefenisikan secara
sederhana sebagai defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan kombinasi
gangguan yang pasti tidak dapat dielakkan lagi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Ginjal
Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Kedua
ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa
berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan
tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau
kurang lebih beratnya antara
120-150 gram.
Ginjal kanan biasanya terletak
sedikit ke bawah dibandingkan
ginjal
tempat
kiri
untuk
memberi
yang besar.
Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di
bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla
berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap
kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilus adalah pinggir medial ginjal
berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya
pembuluh
darah,
Vaskularisasi Ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya
membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
pada glomerulus.
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam
jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris,
dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior.1
Filtrasi Glomerulus
Reabsorpsi
Tidak seperti filtrasi glomerulus yang tidak selektif dalam filtrasinya, pada
proses reabsorpsi merupakan proses yang sangat selektif. Beberapa
substansi seperti gukosa dan asam amino kembali diserap ulang sehingga
substansi tersebut hampir tidak ditemukan di urin. Beberapa produk
buangan seperti urea dan kreatinin umumnya hanya sedikit diresorpsi dan
lebih banyak dikeluarkan.
Transpor aktif
Pada sistem ini, reabsorbsi membutuhkan sumber energy yaitu ATP yang
akan dipasangkan secara langsung, seperti pada transport sodium melalui
diserap
intratubular
dari
lumen
ke
cara
yang
perbedaan
ultrafiltrasi
dipengaruhi
tekanan
bersamaan
melewati
dalam
melepaskan
transpor
energi
tersebut
saat
akan
melawan
maksimum saat enzim atau protein karier tertentu sudah melampaui batas
maksimalnya untuk membawa suatu substansi. Contohnya adalah pada
penyerapan glukosa di tubulus proximal, dimana tubulus memiliki batas
maksimal penyerapan glukosa sebanyak 375mg/menit. Jika glukosa yang
difiltrasi melebihi batas itu, maka glukosa dalam urin juga bisa ditemukan.
Lengkung Henle (Ansa Henle)
10
Lengkung henle terbagi tiga bagian yaitu segmen tipis descendent, segment tipis
ascendent, dan segmen tebal ascendent. Pada segmen tipis, seperti namanya,
terdapat sedikit epitel tanpa adanya brush border, sedikit mitokondria dan sedikit
aktivitas metabolis yang terjadi.
Segmen tipis descendent sangat permeabel terhadap air dan cukup permeabel
terhadap zat-zat lainnya, termasuk urea dan sodium. Fungsi dari bagian ini adalah
sebagai media difusi sederhana melalui dindingnya. Sekitar 20% cairan
direabsorpsi di lengkung henle dan sebagian besar terjadi di segmen ini.
Pada segmen ascendent yang tebal maupun tipis, sangat tidak permeabel terhadap
air, sehingga konsentrasi dari urin akan diatur oleh segmen tersebut. Segmen tebal
ascendent memiliki lapisan epitel yang cukup tebal dan memiliki mitokondria
yang cukup banyak serta brush border. Sehingga pada segmen ini masih terjadi
penyerapan sodium-chlorida serta penyerapan
ion-ion seperti kalsium, bikarbonat, magnesium, dan
kalium.
Sekresi
Bagian yang berfungsi utama dalam hal ini adalah
tubulus distal. Bagian paling awal dari tubulus distal membentuk kompleks
jugxtaglomerular yang berfungsi mengatur LFG. Bagian selanjutnya mempunyai
11
struktur yang mirip dengan segmen tebal ansa henle sehingga berfungsi juga
untuk penyerapan ion-ion namun tidak permeabel terhadap air dan urea. Bagian
akhir atau setengah akhir dari tubulus distal berfungsi untuk mensekresi potasium
dan ion hidrongen serta reabsorpsi bikarbonat. Pada bagian ini, permeabilitasnnya
dipengaruhi oleh hormon ADH, jika terdapat hormon ADH, maka dinding tubulus
distal akan sangat permeabel terhadap air.
Duktus Kolektivus
Pada tempat ini akan terjadi reabsorpsi kembali 10% air dan sodium, dan
merupakan tempat akhir dari proses pembentukan urin. Tempat ini berperan
penting dalam penentuan output air dan substasnsi urin.
Permeabilitan tubulus ini terhadap air juga dipengaruhi oleh hormon ADH,
permeabel terhadap urea dan mampu mensekresi ion hidrogen dalam jumlah besar
sehingga berperan penting dalam keseimbangan asam basa.2
12
[ >3mg/mmol])
Kelainan pada sedimen urin
Kelainan elektrolit dan kelainan lainnya pada
gangguan tubular
Kelainan struktur pada jaringan/histologi
Kelainan struktur yang terlihat pada imaging
Penurunan GFR
13
14
tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si
ibu. Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran
balik urin ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada
ginjal.
Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran
renalis
Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan
heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker.
15
16
17
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal
ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal
18
menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan
mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan
hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik,
nefrotoksindan hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan
kontribusiterhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi
Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan
kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu
GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik
pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah
menjadipendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan
toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis
Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat
penurunankemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+disertai dengan
penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis
metabolik padagagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena
19
Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I.
Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan
tekanan darah.
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas
oleh ginjal sehingga menyebabkan hyperlipidemia
Hiperuricemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam
darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan
pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat
20
Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga
fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya
terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium fosfat
yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap disendi
Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel
ginjalsehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma.
Peningkatan konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan
peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan
berkurang sehingga menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari
21
kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka
dan polos sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks
tendon dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.
Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan
ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria
glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan
glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitas
glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul
protein berukuran besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas
melewati membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi
pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebut dengan sindrom nefrotik
Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremia
pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga
dapatterjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi
kealiran darah dan menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus
dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus
kurangdari 10% dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien
akan menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinal, gangguan neurologis,
nafas seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis
uremik. Gangguan pada serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang
sangat tinggidan menyebabkan koma uremikum
2.7 Diagnosis
Gejala Klinis
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan.
Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat
22
23
24
Kriteria
Durasi > 3 bulan, berdasarkan riwayat
dokumentasi atau tindakan
GFR < 60 ml/min/1.73m2
(GFR categories G3a-G5)
Kesan
Durasi dibutuhkan untuk membedakan CKD dengan AKI. Evaluasi secara klinis
biasanya dapat menunjukkan adanya dokumentasi dari durasi
GFR merupakan indeks terbaik untuk melihat fungsi dan kelainan pada ginjal
GFR normal untuk dewasa muda sekitar 125 ml/min/1.73m2, GFR < 15
didefinisikan sebagai gagal ginjal
Penurunan GFR dapat dilihat dari perhitungan Serum Creatinin atau Cystatin
C, namun tidak dengan Serum Creatinin atau Cystatin C saja
Penurunan GFR dapat dikonfirmasi dengan mengkur GFR, jika dibutuhkan
Albuminuria merupakan tanda dari kerusakan ginjal (kenaikan permeabilitas
glomerulus) AER >30mg/24 jam kurang lebih sama dengan ACR > 30mg/g
(>3mg/mmol)
Normal ACR urine orang dewasa sehat adalah < 10mg/g
Sedimen urin dapat menandakan adanya kelainan ginjal
Microhematuria dengan adanya kelainan morfologi sel darah merah
(anisositosis) pada kelainan GBM
Silider sel darah merah pada glomerulonephritis poliferatif
Silinder sel darah putih pada pyelonephritis atau interstisial nephritis
Oval fat bodies atau silinder lemak pada penyakit dengan proteinuria
Silinder granular dan sel tubulus ginjal pada banyak penyakit parenkim ginjal
Kelainan Tubulus Ginjal
Renal tubular acidosis
Nephrogenic diabetes incipidus
25
Fanconi syndrome
Renal potassium wasting
Renal sodium wasting
Non-albumin proteinuria
Cystinuria
Kelainan Patologis yang dideteksi dengan pemeriksaan histologi atau pemeriksaan
lainnya
Penyakit glomerular (diabetes, autoimun disease, systemic infections, drugs,
neoplasia)
Penyakit vaskular (atherosclerosis, hypertension, ischemia, vasculitis,
thrombotic microangiopathy)
Penyakit tubulointerstitial (urinary tract infections, stones, obstruction, drug
toxicity)
Cystic and congenital diseases
Kelainan structural yang menandakan kerusakan ginjal dengan pencitraan
Polycystic kidney
Dyplastic kidney
Hydronephrosis karena obstruksi
Kerusakan kortikal yang disebabkan oleh infarct, pyelonephritis, atau
vesicourethral reflux
Massa ginjal atau pembesaran ginjal karena penyakit infiltrative
Renal artery stenosis
Ginjal kecil dan hipoechoic
Riwayat Transplantasi Ginjal
26
Kesan
Normal atau tinggi
Sedikit menurun*
Penurunan sedikit sampai sedang
Penurunan sedang sampai berat
Penurunan berat
Gagal Ginjal
AER
ACR
(mg/g)
Kesan
(mg/mm
(mg/24h)
ol)
Normal sampai sedikit kenaikan
A1
<30
<3
<30
A2
30-300
3-30
30-300 Kenaikan sedang
A3
>300
>30
>300
Kenaikan berat
*relatif pada dewasa muda
** termasuk sindrom nefrotik (sekresi albumin > 2200 mg/24 jam [ACR
2200mg/g;220 mg/mmol])
Rumus Perhitungan GFR
Metode dengan menggunakan Inulin Clearance
Creatinin Based GFR
Ucr : kreatinin urin Pcr : Plasma Creatinin
V : Volume urin
27
Gambaran Radiologi
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
o Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
o Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
o Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
o Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi
o Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal,
dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan bertujuan untuk
mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil
terapi yang sudah diberikan. Kontraindikasi pada ukuran ginjal yang
mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik,
gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas
2.8 Komplikasi
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik
- Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
- Kelainan hematologi (anemia)
- Osteodistrofi renal
- Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
- Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik
2.9 Penatalaksanaan
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
28
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk
mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus
adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di
pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
dieksresikan melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya
juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein pada penderita gagal ginjal kronik akan mengakibatkan
penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan
mengakibatkan sindrom uremia. Berikut ini batasan protein yang dapat
diberikan sesuai dengan tingkat GFR pasien :
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LGF ml/menit
Asupan protein
Fosfat g/kg/hari
g/kg/hari
>60
Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
0,6 0,8/kg/hari
< 10 g
25-60
0,6 0,8/kg/hari
< 10 g
5-25
0,8/kg/hari
<9g
< 60 (sind. Nefrotik)
o Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
antihipertensi
(ACE
inhibitor)
disamping
bermanfaat
untuk
29
ii.
hidrokhlorida.
Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal
dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal karena dapat
meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di saluran cerna sehingga
30
paratiroid.
Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema dan
kompikasi kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air yang
masuk dianjurkan 500 800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit
yang harus diawasi asuapannya adalah kalium dan natrium.
Pembatasan
kalium
dilakukan
karena
hiperkalemia
dapat
2,10 Prognosis
UmumnyaPenyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Menurut KDIGO
predikisi prognosis pada CKD bisa dilihat dengan menggunakan GFR dan
albuminuria yang terjadi pada pasien seperti pada tabel di bawah ;
31
Tabel yang terarsir dengan warna hijau memiliki kemungkinan yang lebih rendah
untuk jatuh menjadi kegagalan ginjal, sedangkan yang berwarna merah memiliki
resiko lebih tinggi untuk menjadi gagal ginjal.3
32
BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lainnya dalam darah)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe
1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat menyebabkan
gangguan pada ginjal antara lain penyakit peradangan seperti glomerulonefritis
(10%) merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik.
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka
lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi
(uremia). Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis
yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi
ginjal
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap
penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid,
memperlambat perburukan fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi, terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
33
DAFTAR PUSTAKA
34