Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas-kronik dan akut.
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat
(biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam
beberapa hari atau beberapa minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan
kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam
keadaan asupan makanan normal.
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim ginjal
difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama
menyerang glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama
menyerang tubulus ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal) atau dapat juga
mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Namun, bila proses
penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan
diganti dengan jaringan parut.
Meskipun penyebabnya banyak, gambaran klinis gagal ginjal kronik sangat
mirip satu dengan lain karena gagal ginjal progresif dapat didefenisikan secara
sederhana sebagai defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan kombinasi
gangguan yang pasti tidak dapat dielakkan lagi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Ginjal
Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Kedua
ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa
berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan
tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau
kurang lebih beratnya antara
120-150 gram.
Ginjal kanan biasanya terletak
sedikit ke bawah dibandingkan
ginjal
tempat

kiri

untuk

memberi

lobus hepatis dextra

yang besar.

Kedua ginjal

dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di
bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla

berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap
kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilus adalah pinggir medial ginjal
berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya

pembuluh

darah,

pembuluh limfe, ureter dan nervus.


Terdapat Pelvis Renalis berbentuk
corong yang menerima urin yang
diproduksi ginjal. Pelvis Renalis terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores
yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.
Kaliks renalis masing-masing bertugas mengalirkan urin dari setiap Medulla. Medulla
terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut
dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan Duktus
Kolektivus nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris
bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus kolektivus.1,2
Mikroskopis
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta
buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari
Kapsula Bowman, Tubulus Kontortus Proksimal, Lengkung Henle dan Tubulus
Kontortus Distal, yang berakhir pada Duktus Kolektivus.

Vaskularisasi Ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya
membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
pada glomerulus.
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam
jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris,
dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior.1

2.2 Fisiologi Ginjal

Fungsi ginjal :1,2


1. Mempertahankan keseimbangan H2O di dalam tubuh
2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh
3. Mengatur kuantitas dan konsentrasi sebagian besar ion ECF seperti sodium,
klorida, potasium, ion hidrogen, bikarbonat, dll
4. Mempertahankan volume plasma
5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa di dalam tubuh
6. Membuang produk akhir metabolisme tubuh
7. Membuang zat asing seperti obat-obatan, pestisida, dan material non-nutritive
lain yang masuk ke dalam tubuh
8. Memproduksi eritropoietin
9. Memproduksi renin
10. Mengubah vitamin D ke bentuk aktif
Proses Pembentukan Urin

Filtrasi Glomerulus

Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi cairan dalam


jumlah banyak dari kapiler glomerulus ke kapsula
bowman. Seperti kapiler pada umumnya, kapiler
glomerulus tidak permeable terhadap protein
dan sel sel sehingga hasil filtrasi biasanya bebas
protein dan sel darah.
Kapiler glomerulus disusun oleh tiga lapisan
yaitu endotel, membrane basalis, dan lapisan
epithelial. Pada endotel kapiler terdapat banyak rongga-rongga yang disebut
fenestrae. Membran basalis yang terdiri dari kolagen dan fibril proteoglikan yang
memiliki rongga yang cukup besar untuk dilalui air dan molekul kecil. Lapisan
terakhir dari glomerulus adalah lapisan epitelium. Pada lapisan ini terdapat sel yang
disebut podositsel yang berbentuk seperti gurita dengan kaki-kakinya menempel
pada permukaan kapiler glomerulus. Kaki-kaki podosit akan membentuk slit pores
yang akan dilalui oleh hasil filtrasi glomerulus serta mencegah ikut keluarnya protein
plasma.
Renal Blood Flow
Pada laki-laki dengan berat rata-rata 70 kg, ginjal mendapatkan pasokan darah
sebanyak 1100/ml per menitnya, atau sekitar 22% dari cardiac output. Aliran darah ke
ginjal yang sangat banyak ini bertujuan untuk mensuplai plasma yang cukup agar bisa
mendapatkan LFG yang tinggi yang dibutuhkan untuk regulasi cairan tubuh dan
konsentrasi cairan yang presisi. Adapun yang mempengaruhi aliran darah ke ginjal
adalah sebagai berikut

(Renal arterial pressure Renal vein pressure)


Total Renal Vascular Resistance
Tekanan arteri renal umumnya hamper sama dengan tekanan arteri sistemik,
sedangkan tekanan vena renal umumnya berada 3-4 mmHg dari tekanan arterinya.
Sedangkan tekanan reisitensi renal total biasanya dipengaruhi oleh arteri
interlobularis, arteriola afferent dan efferent. Resistensi dari pembuluh darah tersebut
dipengaruhi oleh aktivitas simpatis maupun hormonal.2
Autoregulasi LFG dan Renal Blood Flow
Sistem autoregulasi yang dimiliki ginjal ini ditujukan untuk mempertahankan
LFG jika terjadi perubahan tekanan maupun aliran darah ke ginjal. Mekanisme ini
diatur oleh sebuah komplek yang bernama sel juxtaglomerular yang memiliki
kumpulan sel yang dinamakan macula densa. Saat terjadi penurunan tekanan
hidrostatik glomerulus ataupun penurunan konsentrasi sodium clorida dalam darah,
sel macula densa akan merespon secara otomatis dengan melepaskan Renin dan
mengakitfkan Renin Angiotensin System atau dengan membuat arteriola afferent
berdilatasi sehingga didapatkan peningkatan dari LFG2

Reabsorpsi
Tidak seperti filtrasi glomerulus yang tidak selektif dalam filtrasinya, pada
proses reabsorpsi merupakan proses yang sangat selektif. Beberapa
substansi seperti gukosa dan asam amino kembali diserap ulang sehingga
substansi tersebut hampir tidak ditemukan di urin. Beberapa produk
buangan seperti urea dan kreatinin umumnya hanya sedikit diresorpsi dan
lebih banyak dikeluarkan.

Proses reabsorbsi di tubulus menggunakan dua macam mekanisme yaitu2

Transpor aktif
Pada sistem ini, reabsorbsi membutuhkan sumber energy yaitu ATP yang
akan dipasangkan secara langsung, seperti pada transport sodium melalui

Sodium-Potassium ATP pump yang dikenal sebagai primary active transport


dan secara tidak langsung dengan substansi yang akan direabsorbsi. Ini
dikenal sebagai secondary active transport. Biasanya ini digunakan untuk
reabsorbsi glukosa.
Cara penyerapan sodium dari lumen ke pembuluh darah dilakukan melalui
tiga tahapan yaitu:
1. Sodium berdifusi di sepanjang membran lumen ke dalam sel sehingga
terbentuk gradient elektrokemikal oleh sodium-potassium ATP pump
pada sisi basolateral sel.
2. Sodium di transport sepanjang sisi basolateral menggunakan ATP pump

3. Sodium, air, dan substansi


lainnya

diserap

intratubular

dari

lumen

ke

pembuluh darah peritubular


dengan

cara

yang
perbedaan

ultrafiltrasi
dipengaruhi
tekanan

hidrostatik dan osmotic koloid.


Sedangkan pada secondary active transport, yang terjadi adalah substansi
akan berikatan dengan membran protein spesifik (molekul karier) dan
ditranspor

bersamaan

melewati

membran. Misalnya pada transportasi


sodium,

dalam

melepaskan

transpor
energi

tersebut
saat

akan

melawan

gradien elektrokemikal. Energi tersebut akan digunakan substansi


seperti glukosa untuk melawan perbedaan
atau

gradien elekrtokemikal dalam membran. Namun, dalam transportasi


ini, terdapat batasan atau yang disebut transport

maksimum saat enzim atau protein karier tertentu sudah melampaui batas
maksimalnya untuk membawa suatu substansi. Contohnya adalah pada
penyerapan glukosa di tubulus proximal, dimana tubulus memiliki batas
maksimal penyerapan glukosa sebanyak 375mg/menit. Jika glukosa yang
difiltrasi melebihi batas itu, maka glukosa dalam urin juga bisa ditemukan.
Lengkung Henle (Ansa Henle)

10

Lengkung henle terbagi tiga bagian yaitu segmen tipis descendent, segment tipis
ascendent, dan segmen tebal ascendent. Pada segmen tipis, seperti namanya,
terdapat sedikit epitel tanpa adanya brush border, sedikit mitokondria dan sedikit
aktivitas metabolis yang terjadi.
Segmen tipis descendent sangat permeabel terhadap air dan cukup permeabel
terhadap zat-zat lainnya, termasuk urea dan sodium. Fungsi dari bagian ini adalah
sebagai media difusi sederhana melalui dindingnya. Sekitar 20% cairan
direabsorpsi di lengkung henle dan sebagian besar terjadi di segmen ini.
Pada segmen ascendent yang tebal maupun tipis, sangat tidak permeabel terhadap
air, sehingga konsentrasi dari urin akan diatur oleh segmen tersebut. Segmen tebal
ascendent memiliki lapisan epitel yang cukup tebal dan memiliki mitokondria
yang cukup banyak serta brush border. Sehingga pada segmen ini masih terjadi
penyerapan sodium-chlorida serta penyerapan
ion-ion seperti kalsium, bikarbonat, magnesium, dan
kalium.

Sekresi
Bagian yang berfungsi utama dalam hal ini adalah
tubulus distal. Bagian paling awal dari tubulus distal membentuk kompleks
jugxtaglomerular yang berfungsi mengatur LFG. Bagian selanjutnya mempunyai
11

struktur yang mirip dengan segmen tebal ansa henle sehingga berfungsi juga
untuk penyerapan ion-ion namun tidak permeabel terhadap air dan urea. Bagian
akhir atau setengah akhir dari tubulus distal berfungsi untuk mensekresi potasium
dan ion hidrongen serta reabsorpsi bikarbonat. Pada bagian ini, permeabilitasnnya
dipengaruhi oleh hormon ADH, jika terdapat hormon ADH, maka dinding tubulus
distal akan sangat permeabel terhadap air.
Duktus Kolektivus
Pada tempat ini akan terjadi reabsorpsi kembali 10% air dan sodium, dan
merupakan tempat akhir dari proses pembentukan urin. Tempat ini berperan
penting dalam penentuan output air dan substasnsi urin.
Permeabilitan tubulus ini terhadap air juga dipengaruhi oleh hormon ADH,
permeabel terhadap urea dan mampu mensekresi ion hidrogen dalam jumlah besar
sehingga berperan penting dalam keseimbangan asam basa.2

12

2.3 Penyakit Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease)


Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah kondisi yang ditandai oleh hilangnya
fungsi ginjal secara bertahap dari waktu ke waktu atau penurunan lambat dan
progresif fungsi ginjal. Ini biasanya akibat komplikasi dari yang lain kondisi
medis yang serius. Tidak seperti gagal ginjal akut, yang terjadi dengan cepat dan
tiba-tiba, gagal ginjal kronis terjadi secara bertahap - selama minggu, bulan, atau
tahun - sebagai ginjal perlahan berhenti bekerja, yang mengarah ke stadium akhir
penyakit ginjal (End Stage Renal Disease).3,4
Definisi Penyakit Ginjal Kronis
Menurut KDIGO tahun 2012, penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai suatu
abnormalitas dari struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung selama lebih
dari 3 bulan dengan adanya gangguan fisiologis pada tubuh (KDIGO / Kidney
Disease Improving Global Outcomes,2013)
Kriteria Penyakit Ginjal Kronis
Marker kerusakan ginjal

Albuminuria(AER 30 mg/24 jam;ACR 30mg /g

(satu atau lebih)

[ >3mg/mmol])
Kelainan pada sedimen urin
Kelainan elektrolit dan kelainan lainnya pada
gangguan tubular
Kelainan struktur pada jaringan/histologi
Kelainan struktur yang terlihat pada imaging

Penurunan GFR

Riwayat transplantasi ginjal


GFR < 60 ml/min/1.73 m2 (kategori G3a-G5)

2.4 Epidemiologi Penyakit Ginjal Kronis

13

Penyakit ginjal adalah penyebab utama kematian kesembilan di Amerika


Serikat menurut The Third National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES III) memperkirakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis pada
orang dewasa di Amerika Serikat adalah 11% (19,2 juta): 3,3% (5,9 juta) pada
grade 1, 3% (5,3 juta) grade 2, 4,3% (7,6 juta) pada grade 3, 0,2% (400.000) pada
grade 46
Menurut The Third National Health and Nutrition Examination Survey
diperkirakan bahwa 6,2 juta orang (yaitu 3% dari total penduduk AS) lebih tua
dari 12 tahun memiliki nilai kreatinin serum di atas 1,5 mg / dL; 8 juta orang
memiliki GFR kurang dari 60 mL / menit, mayoritas dari mereka berada di
populasi Medicare senior (5,9 juta orang).
Tingkat kejadian stadium akhir penyakit ginjal (ESRD) telah terus meningkat
secara internasional sejak tahun 1989. Amerika Serikat memiliki tingkat kejadian
tertinggi ESRD, diikuti oleh Jepang. Jepang memiliki prevalensi tertinggi per juta
penduduk, dengan Amerika Serikat menempati posisi kedua.5
2.5 Etiologi
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1
dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga menyebabkan
kerusakan pada organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan jantung serta pembuluh
darah, saraf dan mata. Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan darah yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan
jantung, stroke, dan penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat

14

menyebabkan hipertensi. Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan pada


ginjal antara lain :

Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat menyebabkan


inflamasi dan kerusakan pada unit filtrasi ginjal. Merupakan penyakit

ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik


Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%) menyebabkan
pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis

tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si
ibu. Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran
balik urin ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada

ginjal.
Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran

glandula prostat pada pria danrefluks ureter


Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.
Penggunaan analgesik seperti acetaminophen (Tylenol) dan ibuprofen
(Motrin, Advil) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati

analgesik sehingga berakibat pada kerusakan ginjal


Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri

renalis
Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan
heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker.

15

2.6 Patofisiologi PGK

16

17

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal
ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal

18

menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan
mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan
hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik,
nefrotoksindan hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan
kontribusiterhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi

Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan
kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu
GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik
pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah
menjadipendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan
toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis

Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat
penurunankemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+disertai dengan
penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis
metabolik padagagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena

19

kehilangan sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah


bikarbonat melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah.
Apabilapenurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis
metabolik. Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran cerna seperti
mual,muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis
metabolik adalah pernapasan kussmaul yang timbul karena kebutuhan untuk
meningkatkan eksresi karbon dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis

Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I.
Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan
tekanan darah.

Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas
oleh ginjal sehingga menyebabkan hyperlipidemia
Hiperuricemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam
darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan
pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat

membengkak, meradang dan nyeri


Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon
peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus

20

ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan


jumlahnefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan
retensi air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan
ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran
pencernaan berupa kram, diare dan muntah

Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga
fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya
terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium fosfat
yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap disendi

dan kulit ( berturut-turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)


Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan
hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga
memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi
tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat
didalam plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi
meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma
tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat.

Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel
ginjalsehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma.
Peningkatan konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan
peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan
berkurang sehingga menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari
21

kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka
dan polos sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks
tendon dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.
Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan
ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria
glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan
glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitas
glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul
protein berukuran besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas
melewati membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi

pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebut dengan sindrom nefrotik
Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremia
pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga
dapatterjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi
kealiran darah dan menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus
dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus
kurangdari 10% dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien
akan menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinal, gangguan neurologis,
nafas seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis
uremik. Gangguan pada serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang
sangat tinggidan menyebabkan koma uremikum
2.7 Diagnosis

Gejala Klinis
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan.
Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat
22

diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya


penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah
semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala
gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti :
1. Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor
uremik
2. Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
3. Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya
konsentrasi menurun, insomnia, gelisah
4. Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
5. Gangguan urogenitalia: nokturia, oligouria
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum
merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi keluhan
pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi
gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah
15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah

23

memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain


dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai
pada stadium gagal ginjal

24

Kriteria Diagnosis CKD

Kriteria
Durasi > 3 bulan, berdasarkan riwayat
dokumentasi atau tindakan
GFR < 60 ml/min/1.73m2
(GFR categories G3a-G5)

Kerusakan Ginjal didefinisikan


sebagai abnormalitas struktural atau
fungsional selain kelainan pada GFR

Kesan
Durasi dibutuhkan untuk membedakan CKD dengan AKI. Evaluasi secara klinis
biasanya dapat menunjukkan adanya dokumentasi dari durasi
GFR merupakan indeks terbaik untuk melihat fungsi dan kelainan pada ginjal
GFR normal untuk dewasa muda sekitar 125 ml/min/1.73m2, GFR < 15
didefinisikan sebagai gagal ginjal
Penurunan GFR dapat dilihat dari perhitungan Serum Creatinin atau Cystatin
C, namun tidak dengan Serum Creatinin atau Cystatin C saja
Penurunan GFR dapat dikonfirmasi dengan mengkur GFR, jika dibutuhkan
Albuminuria merupakan tanda dari kerusakan ginjal (kenaikan permeabilitas
glomerulus) AER >30mg/24 jam kurang lebih sama dengan ACR > 30mg/g
(>3mg/mmol)
Normal ACR urine orang dewasa sehat adalah < 10mg/g
Sedimen urin dapat menandakan adanya kelainan ginjal
Microhematuria dengan adanya kelainan morfologi sel darah merah
(anisositosis) pada kelainan GBM
Silider sel darah merah pada glomerulonephritis poliferatif
Silinder sel darah putih pada pyelonephritis atau interstisial nephritis
Oval fat bodies atau silinder lemak pada penyakit dengan proteinuria
Silinder granular dan sel tubulus ginjal pada banyak penyakit parenkim ginjal
Kelainan Tubulus Ginjal
Renal tubular acidosis
Nephrogenic diabetes incipidus

25

Fanconi syndrome
Renal potassium wasting
Renal sodium wasting
Non-albumin proteinuria
Cystinuria
Kelainan Patologis yang dideteksi dengan pemeriksaan histologi atau pemeriksaan
lainnya
Penyakit glomerular (diabetes, autoimun disease, systemic infections, drugs,
neoplasia)
Penyakit vaskular (atherosclerosis, hypertension, ischemia, vasculitis,
thrombotic microangiopathy)
Penyakit tubulointerstitial (urinary tract infections, stones, obstruction, drug
toxicity)
Cystic and congenital diseases
Kelainan structural yang menandakan kerusakan ginjal dengan pencitraan
Polycystic kidney
Dyplastic kidney
Hydronephrosis karena obstruksi
Kerusakan kortikal yang disebabkan oleh infarct, pyelonephritis, atau
vesicourethral reflux
Massa ginjal atau pembesaran ginjal karena penyakit infiltrative
Renal artery stenosis
Ginjal kecil dan hipoechoic
Riwayat Transplantasi Ginjal

26

Staging dari PGK


Direkomendasikan untuk mengklasifikasikan PGK berdasarkan kausa, kategori
GFR, dan albuminuria3
Kategori GFR pada CKD
Kategori GFR
G1
G2
G3a
G3b
G4
G5

GFR (ml/min/1.73 m2)


90
60-89
4559
3044
1529
15

Kesan
Normal atau tinggi
Sedikit menurun*
Penurunan sedikit sampai sedang
Penurunan sedang sampai berat
Penurunan berat
Gagal Ginjal

*Relatif pada dewasa muda


Tanpa adanya bukti kerusakan ginjal, G1 dan G2 tidak memenuhi kriteria CKD

Kategori Albuminuria pada CKD


Kategori

AER

ACR
(mg/g)

Kesan

(mg/mm

(mg/24h)
ol)
Normal sampai sedikit kenaikan
A1
<30
<3
<30
A2
30-300
3-30
30-300 Kenaikan sedang
A3
>300
>30
>300
Kenaikan berat
*relatif pada dewasa muda
** termasuk sindrom nefrotik (sekresi albumin > 2200 mg/24 jam [ACR
2200mg/g;220 mg/mmol])
Rumus Perhitungan GFR
Metode dengan menggunakan Inulin Clearance
Creatinin Based GFR
Ucr : kreatinin urin Pcr : Plasma Creatinin
V : Volume urin

Prediksi GFR (estimatedGFR)


o Rumus Cockcroft-Gault

Constant : 1.23 untuk laki-laki, 1.04 untuk perempuan

27

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Gambaran Radiologi
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
o Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
o Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
o Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
o Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,

kalsifikasi
o Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal,
dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan bertujuan untuk
mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil
terapi yang sudah diberikan. Kontraindikasi pada ukuran ginjal yang
mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik,
gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas
2.8 Komplikasi
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik
- Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
- Kelainan hematologi (anemia)
- Osteodistrofi renal
- Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
- Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik
2.9 Penatalaksanaan
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
28

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk
mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus
adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di
pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
dieksresikan melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya
juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein pada penderita gagal ginjal kronik akan mengakibatkan
penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan
mengakibatkan sindrom uremia. Berikut ini batasan protein yang dapat
diberikan sesuai dengan tingkat GFR pasien :
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LGF ml/menit
Asupan protein
Fosfat g/kg/hari
g/kg/hari
>60
Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
0,6 0,8/kg/hari
< 10 g
25-60
0,6 0,8/kg/hari
< 10 g
5-25
0,8/kg/hari
<9g
< 60 (sind. Nefrotik)
o Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
antihipertensi

(ACE

inhibitor)

disamping

bermanfaat

untuk

memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk


memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus

29

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular


Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian
dislipidemia, pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi
terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
o Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g%
atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar
besi serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding
capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin
(EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11
12 g/dl.
o Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
i.
Mengatasi hiperfosfatemia
Pembatasan asupan fosfat 600 800 mg/hari
Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminium
hidroksida, garam magnesium. Diberikan secara oral untuk
menghambat absorpsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam
kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3)

dan calcium acetate


Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambta
reseptor Ca pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer

ii.

hidrokhlorida.
Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal
dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal karena dapat
meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di saluran cerna sehingga
30

mengakibatkan penumpukan garam calcium carbonate di jaringan


yang disebut kalsifikasi metastatik, disamping itu juga dapat
mengakibatkan penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar
iii.

paratiroid.
Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema dan
kompikasi kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air yang
masuk dianjurkan 500 800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit
yang harus diawasi asuapannya adalah kalium dan natrium.
Pembatasan

kalium

dilakukan

karena

hiperkalemia

dapat

mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Kadar kalium darah


dianjurkan 3,5 5,5 mEq/lt.
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15
ml/mnt. Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

2,10 Prognosis
UmumnyaPenyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Menurut KDIGO
predikisi prognosis pada CKD bisa dilihat dengan menggunakan GFR dan
albuminuria yang terjadi pada pasien seperti pada tabel di bawah ;

31

Tabel yang terarsir dengan warna hijau memiliki kemungkinan yang lebih rendah
untuk jatuh menjadi kegagalan ginjal, sedangkan yang berwarna merah memiliki
resiko lebih tinggi untuk menjadi gagal ginjal.3

32

BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lainnya dalam darah)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe
1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat menyebabkan
gangguan pada ginjal antara lain penyakit peradangan seperti glomerulonefritis
(10%) merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik.
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka
lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi
(uremia). Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis
yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi
ginjal
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap
penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid,
memperlambat perburukan fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi, terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG ; 2006. p. 463 503.
2. Arthur C. Guyton, M.D. Textbook of Medical Physiology Eleventh edition.
Elsevier publisher : New York ; 2006. pg. 1368-1375
3. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic
Kidney Disease. KDIGO 2012. January 2013 ; 3:1
4. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 1040
5. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation,
classification and stratification, New York National Kidney Foundation, 2002.
6. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p.
110 115.

34

Anda mungkin juga menyukai