Anda di halaman 1dari 18

Proposal Tugas Akhir

A. Judul Tugas Akhir


Analisa Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Efect Analysis
sebagai Dasar Rekomendasi Perbaikan Perawatan Mesin (Studi Kasus : Mesin
SULZER 12 ZV 40 PLTD Lueng Bata).
B. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup tersebut agar mempermudahkan dalam penelitian
sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan pada perusahaan listrik negara PT.PLN (Persero) pada
mesin Pembangkit Listrik Tenaga Diesel PLTD Lueng Bata SULZER 12
ZV40 pada unit 10.
2. Data yang diambil adalah data rekapitulasi laporan perawatan dan operasi dari
bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Juni 2015.
C. Latar belakang
Listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan sehari-hari
baik itu di rumah tangga, perusahaan maupun industri. Agar pertumbuhan ekonomi
pada suatu negara stabil perlu diimbangi dengan lajunya pertumbuhan kebutuhan
energi listrik. Khususnya di Indonesia, masalah kelistrikan timbul akibat kebutuhan
energi listrik yang meningkat lebih besar dibandingkan dengan kemampuan PT.
Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) dalam memenuhi pasokan listrik yang
dibutuhkan.
Sebagai suatu perusahaan penyedia kebutuhan listrik di Indonesia, PT. PLN
(Persero) telah mendirikan beberapa pembangkit energi listrik seperti Pembangkit
Listrik tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB),
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU),
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG).
Sebagai kebutuhan yang harus ada setiap harinya, ketersediaan (availability)
energi listrik harus terjamin. maka dibutuhkan pasokan aliran listrik yang baik, untuk
menghindari atau mencegah terjadinya kerusakan dalam mempertahankan kapasitas
atau daya mampu (performance) energi listrik. Salah satu hal yang sangat penting
adalah kinerja mesin pembangkit yang efektif, sehingga penyaluran listrik maksimal.

Total Productive Maintenance (TPM) bertujuan untuk memaksimalkan effesiensi


penggunaan peralatan (Kurniawan, 2013). TPM juga meningkatkan kemampuan
peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan, menciptakan suatu
sistem preventive maintenance, memaksimalkan efektivitas mesin atau peralatan
(Anwar, 2013). Menurut Nachnul, (2013) OEE Overall Equipment Effectiveness
merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur dalam penerapan program TPM
agar menjaga mesin atau peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan Six Big
Losses (enam kerugian besar) dan pada mesin atau peralatan, OEE dihitung dengan
memperoleh dari availabilitas dari alat-alat perlengkapan, efesiensi kinerja dari
proses dan rate dari mutu produk.
Failure Mode and Efect Analysis adalah tools dalam penilaian resiko (risk
assessment), metode ini dapat mengindentifikasi mode kegagalan potensialdalam
menentukan beberapa tindakan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya
kegagalan tersebut (Tannady, 2015). Menurut Kimura, (2002) dalam buku Nachnul.,
(2013) FMEA menganalisa pengaruh-pengaruh terhadap keandalan system dengan
penelusuran pengaruh-pengaruh kegagalan komponen. Dalam megindentifikasi
tingkat resiko potensi kegagalan mesin atau peralatan dengan menentukan RPN
(Risk Priority Number) dengan memperkalikan Severity, Occurrence, dan Detection.
RPN ditentukan sebelum mengimplementasikan rekomendasi dan tindakan
perbaikan, dan ini digunakan untuk mengetahui bagian mana yang menjadi prioritas
utama berdasarkan nilai RPN tertinggi.
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel PLTD Pusat Listrik Lueng Bata salah satu
pembangkit dari KITSBU. PLTD Lueng Bata Memiliki kapasitas daya 31 MW
dengan pengoperasian 12 unit mesin. Salah satu unit mesin pembangkit pada PLTD
Lueng Bata yang sangat sering digunakan dalam pengoperasin yaitu Mesin SULZER
12 ZV 40. Permasalahan yang terjadi pada mesin Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
yaitu kerusakan pada komponen mesin sehingga dapat menggangu kinerja mesin
sehingga pencapaian hasil penyaluran kebutuhan energi listrik tidak maksimal. Oleh
karena itu perlu adanya perhatian yang khusus mengenai perawatan atau
pemeliharaan pada mesin PLTD Lueng Bata.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi,

maka

dibutuhkan

pengukuran

keefektivitas mesin SULZER menggunakan Overall Equipment Effectiveness (OEE)


dengan mengindentifikasi losses terbesar yang terdapat dalam faktor six big losses
yang mempengaruhi rendahnya nilai OEE dan menganalisa potensi mode kegagalan

pada faktor six big losses terhadap tingkat prioritas yang dianggap beresiko tinggi
dengan menentukan nilai RPN (Risk Priority Number) angka prioritas beresiko pada
FMEA (Failure Mode and Efect Analysis).
Beberapa Penelitian terdahulu terkait dengan peningkatan efektivitas pada mesin
dengan diantaranya dilakukan oleh: kholid, et al (2012) Melakukan analisa dan
memberi usulan perbaikan untuk meningkatlkan performasi peralatan produksi
dengan perhitungan OEE dikarenakan sering mengalami kerusakan dengan load time
yang tinggi pada mesin, sehingga dilakukan menghitung nilai OEE pada mesin dan
membuat usulan perbaikan untuk meningkatkan nilai OEE. Rizkia, et al (2015)
Melakukan pengukuran kinerja mesin Widing NT-880 menggunakan metode Overall
Equipment Effectiveness (OEE) dan Failure Mode And Analysis (FMEA) untuk
meminimasi Six Big Losses. Triwardani (2013) Menganalisis losses pada mesin
produksi Dual Filter DD07 menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness
(OEE) dan FMEA untuk mengetahui penyebab kegagalan dan urutan prioritas
perbaikan.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis akan melakukan penelitian tentang
efektivitas mesin pada PLTD Lueng Bata dengan metode OEE untuk mengetahui
faktor-faktor yang terdapat dalam six big losses dan mengurangi tinggkat potensi
kegagalan dengan menurunkan nilai RPN (Risk priority Number) yang dominan
mempengaruhi terhadap efektivitas mesin PLTD. Total Productive Maintenance
(TPM) yang digunakan sebagai dasar rekomendasi perbaikan perawatan mesin
Sulzer 12 zv 40 untuk mengoptimasi keefektifan peralatan dan mesin, mengurangi
kerusakan yang terjadi secara tiba-tiba (breakdown).
D. Perumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan ini maka dibuat batasanbatasan masalah sebagai berikut:
1. Losses apakah yang memberikan pengaruh sangat signifikan terhadap
penurunan OEE pada mesin Sulzer 12 ZV 40.
2. Losses apakah yang memberikan pengaruh sangat signifikan terhadap besarnya
nilai Risk Priority Number FMEA pada mesin Sulzer 12 ZV 40.
3. Bagaimana perbaikan perawatan mesin yang
dapat direkomendasikan
berdasarkan hasil analisis nilai OEE dan FMEA.
E. Tujuan dan Manfaat Tugas Akhir
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor six big losses yang memberikan pengaruh sangat


signifikan terhadap penurunan OEE pada mesin Sulzer 12 ZV 40.
2. Menganalisis faktor-faktor six big losses yang memberikan pengaruh sangat
signifikan terhadap besarnya nilai Risk Priority Number FMEA pada mesin
Sulzer 12 ZV 40.
3. Menentukan rekomendasi perbaikan perawatan mesin Sulzer 12 ZV 40
berdasarkan hasil analisis nilai OEE dan FMEA.
Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat menjadi pedoman bagi perusahaan sebagai informasi dalam meningkat
keefektivitasan kinerja mesin PLTD.
2. Dapat menerapkan metode yang dilakukan dalam penelitian ini untuk
meningkatkan efektivitas dan keandalan mesin PLTD
3. Dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin menerapkan
metode yang digunakan.
F. Tinjauan Pustaka
1. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
PLTD adalah pembangkit listrik yang menggunakan mesin diesel sebagai
pemula (Prime Mover). Prime Mover merupakan alat yang berfungsi untuk
menghasilkan energi mekanis yang diperlukan untuk memutar rotor generator.
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel suatu instalasi pembangkit listrik yang
terdiri dari satuan pembangkit diesel (SPO) dan sarana pembangkit. Mesin diesel
adalah pengerak utama untuk mendapatkan energi listrik yang dikeluarkan oleh
generator. Energi bahan bakar pada mesin diesel diubah menjadi energi mekanik
dengan proses pembakaran di dalam mesin itu sendiri.
PLTD mempunyai ukuran mulai dari 40 kW sampai puluhan MW. Jika
perkembangan pemakaian tenaga listrik telah melebihi 100 MW, maka penyediaan
energi listrik yang menggunakan PLTD tidak lagi ekonomis sehingga harus
membangun pusat pembangkit listrik lain (Djiteng, 2005).
2. Pemeliharaan (Maintenance)
Perawatan adalah aktivitas perbaikan, pergantian pembersihan, penyetelan dan
pemeriksa objek yang dirawat. Konsep ini berawal dari kegiatan manusia untuk
memperoleh kenyamanan dan keamanan terhadap objek yang dimiliki, sehingga
dapat memenuhi kebutuhan manusia, dan berfungsi dengan baik sehingga dapat
bertahan dalam jangka waktu yang diinginkan (Kurniawan, 2013).
Menurut Yatin Ngadiyono (2010) penerapan perawatan adalah semakin baik
perawatan maka semakin tinggi efisiensi dan keuntungan yang akan diperoleh,

Ada dua persoalan umum yang dihadapi perusahaan dalam penerapan perawatan
yaitu masalah teknis dan ekonomi. Adapun masalah teknis adalah segala upaya
untuk menyiapkan mesin atau peralatan agas siap pakai.
2.1 Jenis Maintenance
Maintenance atau perawatan dibagi beberapa jenis, diantaranya adalah:
a. Planned Maintenance (Pemeliharaan terencana)
Planned Maintenance(Pemeliharaan terencana) adalah pemeliharaan yang
diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran masa panjang, pengendalian dan
pencatatan sesuai dengan rencana yang telah dilakukan sebelumya. Oleh
karena itu program maintenance yang akan dilakukan harus dinamis dan
memerlukan pengawasan, pemeliharaan secara aktif dengan memerlukan
informasi dari catatan riwayat mesin. Kegiatan planned maintenance sebagai
berikut:
a) Preventive Maintenance
Tindakan perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya kerusakan-kerusakan yang tidak diduga atau kerusakan secara
tiba-tiba selama mesin beroperasi. Kegiatan pemeliharaan tersebut
dilakukan seara rutin satau secara priodik (terjadwal). Menurut Kurniawan
(2013) sistem perawatan preventive adalah perawatan yang efektif dalam
memelihara mesin atau peralatan industri, aktivitas perawatan ini yaitu
perawat berkala, dimana hal tersebut dapat mengantisipasi potensi
kerusakan atau kegagalan sistem.
b) Corrective Maintenance
Suatu kegiatan perawatan yang dilakukan untuk perbaikan dan
meningkatkan kondisi fasilitas atau peralatan, sehingga mencapai standar
yang dapat diterima. Dalam perbaikan dapat melakukan peningkatanpeningkatan

sedemikian

rupa,

seperti

melakukan

perubahan

atau

memodifikasi rancangan agar fasilitas atau peralatan agar menjadi lebih


efektif. Menurut Nachnul (2013) perawatan korektif meliputi seluruh
aktivitas mengembalikan sistem dari keadaan rusak menjadi dapat
beroperasi kembali.
c) Predictive Maintenance
Predictive Maintenance adalah perawatan yang bersifat prediksi, dapat
dilakukan berdasarkan laporan operator lapangan yang diajukan ke
departemen maintenance untuk dilakukan tindakan yang tepat sehingga
tidak merugikan perusahaan. Melalui aktivitas perawatan prediktif dapat

mendiagnosa mesin atau peralatan yang akan mulai rusak atau perlu
diperbaiki sehingga dapat mencegah idle dan terjadinya breakdown
(Kiurniawan, 2013).
b. Unnplanned Maintenance (Pemeliharaan tak terencana )
Biasanya pemeliharaan tersebut berupa breakdown

maintenance

(pemeliharaansaat terjadi kerusakan) adalah tindakan perawatan ketika mesin


masih beroperasi terjadi kerusakan sehingga mesin tersebut tidak dapat
beroperasi secara normal atau terhentinya operasional secara total dalam
kondisi mendadak, untuk memperbaikinya tentunya harus menyiapkan suku
cadang dan perlengkapan lainnya dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.
(Nachnul, 2013). Breakdown maintenance ini harus dihindari karna akan
terjadinya kerugian akibat terhentinya mesin yang menyebabkan tidak
tercapainya kualitas ataupun output produksi.

3. Overal Equipment Effectiveness (OEE)


Overall Equipment Effectiveness(OEE)merupakan metode yang digunakan
sebagai alat ukur (matrik) dalam penerapan TPM (Total Productive Maintenance)
agar menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghilangkan six big losses
pada peralatan atau mesin. OEE adalah besarnya efektifitas yang dimiliki oleh
Mesin atau peralatan (Nachnul, 2013).
Dengan konsep OEE, TPM berusaha untuk memaksimalkan output dengan
mempertahankan kondisi operasi yang ideal dan mesin atau peralatan berfungsi
dengan efektif. Sebuah mesin atau peralatanyang mengalami breakdown,
penurunan, kecepatan, makamesin atau peralatan tidak dapat beroperasi secara
efektif.untuk mencapai OEE yang baik maka TPM bekerja untuk menghilangkan
six big losses yang merupakan kerugian besar bagi keefektifan mesin atau
peralatan.
OEE (Overall Equipment Effectiveness) terdiri dari tiga rasio utama yang dapat
diukur yaitu Availability, Performance Rate, Rate of Quality. Nakajima (1988)
dalam buku (Nachnul, 2013) menyatakan bahwa availability merupakan rasio dari
operating time, dengan mengeliminasi downtime peralatan, terhadap loading time.
3.1 Availability
Availability merupakan nilai rasio yang menunjukkan penggunaan waktu
yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin dan peralatan. Menghitung

availability mesin dibutuhkan nilai dari operation time, loading time dan
downtime.
Nilai dapat dihitung derngan rumus sebagai berikut:
Operationtime
Availability=
x 100 ...........................................(1)
Loading time
Loading time = Total availability Planned downtime
Operation time = Loading time waktu downtime mesin
Downtime = Breakdown + setup
Loading time adalah waktu yang tersedia (availability) per hari atau per bulan
di kurang dengan waktu downtime direncanakan (planned downtime).
Planned downtime adalah jumlah waktu downtime mesin pada saat dilakukan
pemeliharaan .
Operation time adalah waktu operasi yang tersedia (available time).
3.2 Performance Rate
Performance rate merupakan suatu ratio yang menggambarkan kemampuan
dari peralatan dalam menghasilkan barang. Rasio ini merupakan hasil dari
operating speed rate dan net operating rate. Operating speed rate peralatan yang
mengacu pada perbedaan antara kecepatan ideal (berdasarkan desain peralatan)
dan kecepatan operasi aktual.
Net operating rate mengukur pemeliharaan dari suatu kecepatan selama
priode tertentu. Dengan kata lain, mengukur apakah suatu operasi tetap stabil
dalam priode selama peralatan beroperasi pada kecepatan rendah. Formula
pengukuran rasio ini adalah:

Performance=

Processed amount x Ideal cyle time


x 100 ......................(2)
Operation time

3.3 Quality
Rate of Quality merupakan rasio jumlah produk yang lebih baik terhadap
jumlah total produk yang di proses, maka Rate of Quality adalah hasil perhitungan
dengan menggunakan dua faktor yaitu:
Processed amount (jumlah produk yang diproses).
Defect amount (jumlah produk yang cacat).
Rate of Quality dapat dihitung sebagai berikut:

Quality Rate=

Processed amount x Defect amount


x 100 ...............(3)
Processed amount

4. Six Big Losses


Kegiatan dan tindakan-tindakan yang di lakukan dalam TPM tidak hanya
berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin atau peralatan dan
meminimalkan downtime mesin atau peralatan. Akan tetapi banyak faktor yang
dapat menyebabkan kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin atau peralatan.
TPM ditujukan untuk memaksimalkan efektivitas dari fasilitas dan dengan
demikian membantu melaksanakan proses produksi. Semua fasilitas dapat
mengalami kerugian, hal-hal yang mencegah fasilitas dari beroperasi secara
efektif disebabkan oleh kesalahan dan masalah operasi. Six big Losses dihitung
untuk mengetahui OEE dari suatu peralatan agar dapat diambil langkah-langkah
untuk perbaikan mesin secara efektif (Nachnul, 2013).
Menurut Nakajima (1988) dalam Nachnul (2013) terdapat enam kerugian besar
yang menyebabkan rendahnya kinerja dari peralatan, keenam kerugian tersebut,
atau sering disebut dengan six big losses terdiri dari:
4.1 Downtime
a. Equipment Failure
Equipmentfailure (breakdown losses) yaitu kerusakan mesin atau peralatan
yang tiba-tiba yang akan menyebabkan kerugian, karena kerusakan mesin akan
menyebabkan mesin tidak beroperasi menghasilakn output.Untuk menghitung
Equipment failure digunakan rumus:
Total breakdown
Equipment Failure =
x 100 ................................(4)
loading time
b. Setup and adjustment
Setup and adjusment yaitu kerugian karena pemasangan dan penyetelan
yaitu semua waktu setup termasuk waktu penyesuaian (adjusment) dan juga
waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan pengganti satu jenis produk ke

jenis produk berikutnya untuk proses produksi selanjutnya. Untuk menghitung


setup and adjusment menggunakan rumus:
Setupadjusment=

Total setupadjusment
x 100 ..............(5)
Loading time

4.2 Speed Losses


a. Idling and minor Stoppages
Idle and minor stoppages disebabkan oleh kejadian-kejadian seperti
pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin dan idle time dari mesin.
Untuk menghitung idle and minor stoppagesdigunakan rumus:
non productivetime
IdleMinor Stoppages=
x 100 ...............(6)
Loading time
b. Reduced Speed Losses
Reduced speed losses yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja optimal
(penurunan kecepatan operasi). Untuk menghitung reduce speed losses
digunakan rumus:
reduced speed losses=

Operationtime( ideal cycle x proces amount )


x 100
Loading time

..............(7)

4.3 Defect
a. Process Defect Losses
Process Defect Losses yaitu kerugian yang disebabkan karena adanya
produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulang. Untuk menghitung
process defect losses digunakan rumus:
Process Defect =

Ideal cyle time x rework


x 100 .................................(8)
Loading time

b. Reduced Yield Losses


Reduce Yield Losses kerugian yang disebabkan karna adanya sampah bahan
baku atau produk tidak memenuhi spesifikasi sesuai dengan standar
perusahaan. Untuk menghitung Reduced Yield menggukan rumus:
Ideal cycle time x Scrap
Reduced Yield=
x 100 ...............................(9)
Loading time

5. Analisa Faktor-faktor Penyebab Kegagalan


5.1 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA merupakan alat yang sering digunakan dalam metode-metode
perbaikan kualitas, FMEA berbentuk tabel dan berfungsi untuk mengindentifikasi
dampak dari kegagalan proses dan desain, memberi analisa mengenai Risk
Priority Number (RPN), mengindentifikasi modus kegagalan potensial, serta
meminimumkan peluang kegagalan di kemudian hari (Henddy, 2015).
Tindak lanjut FMEA yang telah dilakukan merupakan salah satu tools dalam
menilai dan menganalisis risiko yang ada pada proses suatu perusahaan, dari hasil
FMEA perusahaan dapat menilai risiko mana yang menjadi prioritas untuk
diambil suatu tindakan.
Tujuan dalam penerapan FMEA yang dapat dicapai ini diantaranya adalah
(1) mengindentifikasi model-model kegagalan pada komponen, peralatan, dan
sistem, (2) menentukan akibat yang potensial pada mesin atau peralatan, sistem
yang berhubungan dengan setiap model kegagalan, (3) membuat rekomendasi
untuk menambah keandalan komponen, peralatan, dan sistem (Nachnul, 2013).
Dengan demikian, FMEA dapat digunakan untuk:
a) Mengawal dalam pemilihan alternatif

desain

dengan

tingkat

ketergantungan yang tinggi;


b) Meyakinkan bahwa semua potensi kegagalan dari sistem dan proses
beserta dampaknya dalam keberhasilan operasional telah diperhitungkan;
c) Mengidentifikasi terjadinya human error beserta dampaknya;
d) Menyediakan dasar bagi pengujian perencanaan dan pemeliharaan sistem
fisik;
e) Meningkatkan desain prosedur dan proses;
f) Menyediakan informasi kualitatif dan kuantitatif untuk teknik analisis
lainnya misalnya untuk Fault Tree Analysis.
Menurut Hendi (2015) FMEA dapat digolongkan dua macam jenis tipe yaitu :
a) Design FMEA untuk mendefinisikan akibat-akibat kegagalan yang terkait
dengan kegagalan pada tahap mendesain, kemudian membuat priotitas
penanggulangannya. FMEA dilakukan oleh tim Desain Engineer.

b) Process FMEA untuk mendefinisikan akibat-akibat kegagalan yang terkait


dengan kegagalan pada tahap proses, kemudian membuat prioritas
penanggulangannya. FMEA proses digunakan oleh tim Production
Engineer.
Risk Priority Number (RPN) adalah sebuah pengukuran dari resiko yang
bersifat relatif, RPN diperoleh dari hasil perkalian antara rating keseriusan
(Severity), frekuensi (Occurrence) dan deteksi (Detection).
RPN = S (severity) x O (occurence) x D (detection)....................................
(10)
Menurut Antonius (2011), RPN membatasi prioritas kegagalan dan
memberikan susunan rangking dan nilai suatu modus kesalahan atau kegagalan
yang timbul, Dalam tujuan FMEA harus selalu diketahui bahwa tujuan dari
kegiatannya ialah penurunan nilai RPN dengan tindakan perbaikan yang
dilakukan.
Menurut Antonius (2011), Beberapa komponen yang menentukan prioritas
suatu kegagalan dan efeknya yaitu tiga faktor :
a. Saverity

(keseriusan),

merupakan

konsekuensinya

dan

suatu

kegagalan yang seharusnya terjadi.


b. Onccurrence (frekuensi), merupakan keseriusan terjadinya kegagalan
yang terjadi untuk sertiap modus kegagalan.
c. Detection (pendeteksian), merupakan probabilitas dari kegagalan yang
dapat dideteksi sebelum dampak dan efek terjadi.
a. Saverity
Saverity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh mode
kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating severity antara 1 sampai
10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki dampak yang
sangat besar terhadap sistem.berikut tabel nilai saverity secara umum sebagai
berikut:
Tabel 1. Nilai Severity

Rating
10
9

Criteria of Severity Effect


Tidak berfungsi sama sekali
- Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan.
- Dapat membahayakan operator mesin.

8
7
6
5
4
3
2
1

- Kehilangan fungsi utama


- Energi listrik tidak dapat dihasilkan
- Pengurangan fungsi utama
- Gangguan terhadap line electricity production
Kehilangan kenyamanan fungsi pengguna
Mengurangai kenyamanan fungsi pengguna
Perubahan fungsi dan banyak pekerjaan menyadari adanya
masalah
Tidak terdapat efek dan pekerjan menyadari adanya masalah
Tidak terdapat efek dan pekerjan tidak menyadari adanya masalah
Tidak ada efek

b. Onccurrence
Occurrence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan.
Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang
muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai rating Occurrence
antara 1 sampai 10. Nilai Occurence secara umum dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2. Nilai Occurrence

Rating
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

Probability of Occurrence
Lebih besar dari 50 per jam penggunaan
35-50 per 7200 Jam penggunaan
31-35 per 7200 Jam penggunaan
26-30 per 7200 Jam penggunaan
21-25 per 7200 Jam penggunaan
15-20 per 7200 Jam penggunaan
11-15 per 7200 Jam penggunaan
5-10 per 7200 Jam penggunaan
Lebih kecil dari 5 per 7200 Jam penggunaan
Tidak pernah sama sekali

c. Detection
Deteksi diberikan pada sistem pengendalian yang digunakan saat ini yang
memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyebab atau mode kegagalan. Nilai
rating deteksi antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang
terjadi sangat sulit terdeteksi. Nilai Detection secara umum dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 3. Nilai Detection

Rating

Detection Design Control

10

Tidak mampu terdeteksi

Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi

8
7
6
5
4
3
2
1

Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk mendeteksi


bentuk penyebab kegagalan
Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi
Kesempatan yang sedang rendah untuk terdeteksi
Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi
Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi
Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi
Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi
Pasti terdeteksi

G. Metode Penlitian
1. Tempat dan Waktu
Adapun tempat dan waktu dilaksanakan penelitian ini yaitu pada salah satu
Pembangkit

Listrik

Tenaga

Diesel

PLTD

milik

PT.PLN

(Persero)

Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, yang berlokasi pada Pusat Listrik


Lueng Bata, Banda Aceh. Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari 2016
sampai bulan Juni 2016.
2. Metode Penelitian
Tahap tahap yang dilakukan dalam pelaksaan penelitian yang dimulai dari
tahap awal yaitu perumusan masalah dan penetapan tujuan samapai tahap
kesimpulan dan saran. Pelaksaan penelitian adalah sebagai berikut:
a. Persiapan

Persiapan penelitian yang dilakukan dengan pengenalan perusahaan,


membuat permohonan penelitian pada jurusan dan perusahaan, konsultasi
dengan koordinator dan dosen pembimbing, serta membuat proposal tugas
akhir.
b. Survey Lapangan
Peninjauan lapangan dilakuikan dengan turun langsung ke bagaian
operator dan perawatan, untuk mengamati permasalahan yang berkaitan
dengan efesiensi mesin.
c. Tinjauan Pustaka
Melakukan studi literatur untuk mempelajari teori-teori yang bersangkutan
dengan permasalahan dalam penelitian ini.
d. Identifikasi Permasalahan
e. Penentuan Tujuan dan Manfaat serta Batasan Masalah
f. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yaitu proses memperoleh data yang dibutuhkan dalam
penelitian yang meliputi data jam kerja mesin, dan data hasil produksi.
g. Pengolahan Data
Proses mengolah data-data yang telah diperoleh sehingga mendapatkan
hasil yang berkaitan dengan tujuan penelitian meliputi menentukan nilai
dari tiga rasio OEE yaitu availability rate, Performance rate, Rate of
Quality, dan menghitung nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE)
dengan rumus :
OEE (%) =availability rate (%) x Performance rate (%) x Rate of Quality

membandingakan hasil nilai dari OEE dengan standar Japan Institute of


Plaint Maintenance

(JIPM), perhitungan

Six Big Losses

untuk

mengindentifikasi kerugian yang terdapat pada faktor six big losses yaitu:
equipment failure (Kerugian akibat kerusakan peralatan), setup and
adjustment (kerugian penyetelan dan penyesuaian), idle and minor
stoppage (kerugian karena menganggur dan penghentian mesin), reduced
speed (kerugiuan karena kecepatan operasi rendah), defect in process
(kerugian cacat produk dalam proses), reduced yield (kerugian akibat hasil
rendah). Dari six big loses tersebut kerugian mana yang tebesar
mempengaruhi dalam kinerja pada mesin sehingga dapat diidentifikasi
potensi penyebab kegagalan peralatan dengan menganalisis menggunakan
FMEA (failure mode and efect analysis)
h. Analisis dan Evaluasi perbaikan
Menganalisa hasil dari pengolahan data perhitungan dan perbandingan,
analisis losses terbesar dari nilai perhitungan six big losses yang paling

berpengaruh menggunakan diagram pareto. Mengindentifikasi poensi


penyebab kegagalan (failure mode) yang tertinggi berpengaruh dari six big
losses menggunakan FMEA (Failure Mode and Efect Analysis)
menentukan nilai RPN (Risk Priority Number) dengan mengkalikan 3
komponen yaitu severity (tingkat keparahan) S, occurrence (tingkat
frekuensi kejadian) O, detection (tingkat deteksi) D dengan rumus:
RPN = S x O x D
i. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan penelitian yang telah
ditentukan, serta saran merupakan pendapat penelitian yang berguna bagi
penelitian selanjutnya.

Gambar 1. Flowchart Metodelogi Penelitian

H. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut
Tabel 1. Tabel jadwal kegiatan penelitian
BULAN
No

Kegiatan
3

Penentuan Topik dan


Lokasi Penelitian

Studi Literatur

Pengambilan Data

Seminar Proposal

Poengolahan Data

Seminar Hasil

Penyusunan TGA

II

III

Minggu
1 2 3 4

IV

I. Daftar Pustaka
Ansor, Nachnul dan Mustajab, M. Imron. 2013. Sistem Perawatan terpadu. Graha
Ilmu. Yogyakarta.
Anwar, Jetta. 2013. Penerapan TPM Untuk Meningkatkan Efesiensi Produk
Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness.Universitas Mercu
Buana. Jakarta.
Al-Ghofari, Ahmad Kholid. 2012. Upaya Peningkatan Performasi Mesin Pada
Industri Manufaktur. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Borris, Steven. 2006. TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE-Proven
strategies and techniques to keep equipment running at peak efficiency. The McGraw
Hill Companies. United States of America.
Chrysler, LLC. 2008. Potential Failure Mode And Efect Analysis (FMEA). Ford
Motor Company and General Motors Corporation.
Fakhrurrazi et al. 2013. Pengukuran dan Analisis Overal Equipment Effectiveness,
Universitas Indonesia, Depok.

Harpster, Richard. 2015. Optimized Method For Establishing Disign FMEA


Ratings Part I. Sumber diperoleh dari websate: http://Harpcosystems.com. Februari
2016.
Kho, Dickson. 2015. Ilmu Manajemen Industri. Sumber diperoleh dari websate:
http://ilmumanajemenindustri.com/jenis-jenis
manitenanceperawatanmesinperalatan-kerja/. Maret 2016.
Kurniawan, Fajar. 2013 Teknik dan Aplikasi Manajemen Perawatan Industri,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Krisna, Febri. 2012. Pengukuran Six Big Losses Pada Mesin Ozdersan 1300 dan
Rizzi 1500 Dengan Pendekatan FMEA. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Marsudi, Djiteng. 2015. Pembangkit Energi Listrik. Erlangga. Jakarta.
Maulana, Irfan. 2015. Penerapan Total Productive Maintenance Pada Pembangkit
Listrik Tenaga Gas Gt 2.1 Dengan Metode Overall Equipment Effectiveness.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Ngadiyono, Yatin. 2010. Pemeliharaan Mekanika Industri, Universitas Negeri
Yogyakarta.
Ningrum, Wida dan Murdani. 2015. Pengenalan Pemeliharaan PLTD. Pln
Corporation University, Suralaya.
Rizkia, Irma et al. 2015. Penerapan Metode Overral Equipment Effectiveness
(OEE) Dan Failure Mode and Efect Analysis (FMEA) Dalam Mengukur Kinerja
Mesin Produksi Winding NT-880N Untuk meminimasi Six Big Losses. Institut
Teknologi Nasional. Bandung.
Susetyo,Joko. 2009. Analisis Pengendalian Kualitas dan Efektivitas Dengan
Integrasi Konsep failure Mode dan Effect Analysis dan Fault Tree Analysis serta
Overal Equipment Effectiveness. Institute Sains Dan Teknologi AKPRIND.
Yogyakarta.
Stamatis, D.H. 2010. The OEE Prime : Understanding Overall equipment
Effectiveness, Realibility, and Maintainability. Tailor and Francis Group. NewYork.
Tannady, Hendy. 2015. Pengendalian Kualitas. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Vorne Industries. 2002. The Fast Guide to OEE. Itasca. USA.

Anda mungkin juga menyukai