DA
362. 19
Ind
p
T I H U SA
AD
A
K
BA
TI
H US
KATA PENGANTAR
Jakarta, 2012
ii
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
engan
diberlakukannya
Otonomi
Daerah,
bidang kesehatan merupakan salah satu bidang
pemerintah yang wajib dilaksanakan oleh Daerah
Kabupaten/Kota dan pertanggung jawab sepenuhnya
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat diwilayahnya
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan yang diinginkan.
Jakarta, 2012
iii
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
PEDOMAN SISTEM RUJUKAN NASIONAL
vi
vii
viii
EXECUTIVE SUMMARY
GUIDELINES OF NATIONAL REFERRAL SYSTEM
ix
Health service facilites are stratified into three levels according to their
competence. Referral is conducted in step-by-step method in conventional or
nonemergency cases. Referral in emergency situation is performed according
to the requirements at the moment.
Referrals proceed vertically in different levels of health service facilites as
refferals and reverse refferals, or horizontally inhealth service facilities of the
same level. Technical procedures of referral and reverse referral of emergency
and nonemergency patients, specimen referral, and knowledge and expertise
referral are included in the Guidelines of National Referral System.
Referrals can be done physically by directly sending the patient or specimen or
elseindirectly through ICT such as telemedicine, e-health, and u-health. The
use of ICT can facilitate referrals and overcome difficulties such as geographical
obstacles or untransportable patient.
In nonemergency cases, the starting point or gate keeper in referral system
is the primary individual health services, such as health centers, clinics, and
private doctors/dentists. It is important to preserve the quality of primary
health care to keep patients satisfaction and prevent patients overload in
referral health facilities.
Referral in emergency conditionsis allowed to bypass geographic border and
step-by-step referral process because the patient requirespromptand accurate
treatment. A health facility should be able to quickly decide which cases can
be handled by itself and which ones should be referred in accordance with
its competence. Emergency patients to be referred must be stabilized at first.
Referring emergency patients require good communication between health
facilities with available ICT. Destination facility should be confirmedabout
patients condition and ascertained ready to accept the referral. Transport
vehicles selected should be capable to hasten patients arrival and to
accommodate the patients condition.
In reverse referral, the destination health facility should have received reverse
referral plan through the available ICT. Referral documents will be used by
health service facility as suggestions for the next follow-up plan.
In SJSN enactment, social health insurance will be managed by the Health
BPJS. Payment methods in the scheme of SJSN are capitation for health
service facility level one and INA-CBG for health service facility level two and
three.
Referral and reverse referral datas are recorded in the health facilities register.
These informations are monitored and evaluated internally by inter profession
team on each facility to improve its skill on managing referrals. Referral cases
datas are reported to local Health Officials every three months. Referral system
is evaluated thoroughly every one year. The results will be used as feedback for
health service facilities, local Health Officials, local goverment, Health BPJS,
and other stakeholder on referral system.
The Guidelines of National Referral System is expected to improve the quality
and expand the coverage of personal health services.
xi
xii
Tim Penyusun
xiii
Kontributor:
Direktur Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisan Medik
Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa
Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan
Direktur Bina Kesehatan Anak
Direktur Bina Kesehatan Ibu
Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan
Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan
Direktur Utama RSUP dr. M. Hoesin Palembang
Direktur Utama RSUP dr. Kariadi Semarang
Direktur Utama RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
Direktur Utama RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
Direktur RSUD dr. Soetomo Surabaya
Direktur RSUD Tangerang
Direktur RSUD dr. M. Haulussy Ambon
Direktur RSUD Mataram
Direktur RSUD dr. Soedarso Pontianak
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Banten
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Maluku
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Barat
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat
dr. Achmad Agus Fauriza
(Subdit Bina Upaya Kesehatan Rujukan di RS Publik)
dr. Vika Wahyudi
(Subdit Bina Upaya Kesehatan Rujukan di RS Publik)
xiv
DAFTAR ISTILAH
Alkes
Askes
BPJS
BUK
BUMN
Dinkes
Ditjen
DoA
e-health
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Fasyankes
Gakin
IGD
INA-CBG
Iniciating facility
:
:
:
:
:
Jamsoskes
Kadinkes
Kemenkes
Mapping
MDGs
:
:
:
:
:
Nakes
Non-askes
PPGD
Receiving Facility
:
:
:
:
RS
SDM
SIRS
SJSN
SKN
SMF
SOP
Supervisor
TNI/POLRI
tradkom
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Alat Kesehatan
Asuransi Kesehatan
Badan Pelaksana Jaminan Sosial
Bina Upaya Kesehatan
Badan Usaha Milik Negara
Dinas Kesehatan
Direktorat Jenderal
Death on Arrival
Informasi kesehatan berbasis elektronik dengan
memanfaatkan jaringan internet
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Asuransi khusus keluarga miskin
Instalasi Gawat Darurat
Case based Group di Indonesia
Fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk/
mengirim rujukan
Jaminan Sosial Kesehatan
Kepala Dinas Kesehatan
Kementerian Kesehatan
Pemetaan wilayah
Millenium Development Goals
Tenaga Kesehatan
Bukan Askes
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima
rujukan
Rumah sakit
Sumber Daya Manusia
Sistem Informasi Rumah Sakit
Sistem Jaminan Sosial Nasional
Sistem Kesehatan Nasional
Staf Medik Fungsional
Standar Operasional Prosedur
Badan yang memantau dan menilai proses rujukan
Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia
Pengobatan tradisional komplemeter
xv
utilization review
UKP
xvi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................
BAB II
PENDAHULUAN...................................................................
B. Tujuan..............................................................................
D. Sasaran............................................................................
E. Landasan Hukum.............................................................
BAB III
xvii
BAB V
BAB VI
xviii
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
1............................................................................................ 93
2............................................................................................ 99
3............................................................................................ 104
4............................................................................................ 107
5............................................................................................ 108
6............................................................................................ 109
7............................................................................................ 110
8............................................................................................ 111
9............................................................................................ 112
10.......................................................................................... 113
11.......................................................................................... 114
xix
xx
BAB I
PENDAHULUAN
B. Tujuan
Tujuan umum:
Terlaksananya prosedur rujukan pelayanan Kesehatan perseorangan
mengikuti standar mutu1 dan keselamatan pasien sesuai dengan
kriteria rujukan, di semua tingkat fasilitas pelayanan Kesehatan
perseorangan di Indonesia.
Tujuan khusus:
1. Meningkatnya kemampuan fasilitas pelayanan Kesehatan
perseorangan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan
yang berkualitas dan memuaskan, sehingga masyarakat bersedia
memanfaatkan sebagai kontak pertamanya, dalam mengawali
proses pelayanan Kesehatan perseorangan.
2. Tertatanya alur pelayanan Kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dua dan ketiga secara berkesinambungan, mengikuti
prosedur di setiap tingkatan, sesuai dengan kompetensi,
kewenangan dan proporsi masing-masing tingkatan, sehingga
pelayanan dapat terlaksana secara berdaya guna dan berhasil
guna.
3. Meningkatnya akses dan cakupan pelayanan Kesehatan
perseorangan secara merata dan menyeluruh (universal coverage),
yang didukung oleh sistem jaminan Kesehatan sebagaimana
diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS Kesehatan dan peraturan
pelaksananya.
4. Menjamin terselenggaranya pelayanan Kesehatan perseorangan
yang merata, berkualitas dan memuaskan, serta berkelanjutan
(continuum of care), dalam upaya mencapai target sasaran MDGs
di Indonesia.
5. Memberikan petunjuk yang jelas dan kepastian hukum bagi
Fasyankes dalam memberikan pelayanan Kesehatan yang bermutu.
1 Yang dimaksud dengan mutu adalah terpenuhinya standar, yang meliputi standar pelayanan (Technical quality of the
outcome, personnal quality of the process) dan standar biaya.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi: rujukan pasien, rujukan material
(spesimen), rujukan dokumen, rujukan SDM dan rujukan teknologi.
Dalam hal ini yang tidak dimasukkan dalam pembahasan ini adalah
upaya Kesehatan yang bersifat promotif dan preventif pada sasaran
masyarakat atau UKM. Ruang lingkup rujukan meliputi rujukan
horisontal dan rujukan vertikal. Pelayanan pengobatan tradisionalkomplementer termasuk hal yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan
kecuali terbukti dan diakui melalui HTA (PerPres Nomor 12 tahun
2013 pasal 43).
D. Sasaran
Sasaran buku Pedoman Sistem Rujukan Nasional, adalah:
1. Penyelenggara pelayanan Kesehatan perseorangan tingkat pertama,
milik pemerintah dan atau swasta,
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dan Propinsi, Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kemeterian Kesehatan RI dan
jajarannya,
3. BPJS Kesehatan dan seluruh jejaringnya,
4. Pemerintahan Daerah (Kabupaten/Kota, Propinsi) serta Pemerintah
Pusat,
5. Masyarakat pengguna jasa pelayanan Kesehatan perseorangan.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3237);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
10
11
12
BAB II
PENGORGANISASIAN SISTEM RUJUKAN
13
14
15
16
17
4.
SistemManajemen,
Rujukan didukung
dapat digambarkan
seperti
pada difungsikan
bagan
d. Sistem
Sistem Informasi
yang dapat
berikut
dibawah
ini:
dengan baik
a. Rujukan
Sistem dapat
rujukan
yang melibatkan
banyak
4. Sistem
digambarkan
seperti pada
baganfasyankes
berikut dibawah ini:
a.
Dalam
bagan
2 berikut,
rujukan
emergensi
akan berjalan sesuai
Sistem
rujukan
yang
melibatkan
banyak
fasyankes.
kebutuhan
layanan
kegawat-daruratan
saat itu,
sedangkan
Dalam
bagan 2 berikut,
rujukan
emergensi akan berjalan
sesuai
kebutuhan
rujukan
konvensionil
akan
berlangsung
secara
berjenjang,
layanan kegawat-daruratan saat itu, sedangkan rujukan konvensionil akan
berlangsung
secara berjenjang,
diikuti rujukan
baliknya,
sebagaimana
diikuti rujukan
baliknya, sebagaimana
diuraikan
berikut
ini:
diuraikan berikut ini:
R
U
J
U
K
A
N
RS KELAS
A
TINGKAT
NASIONAL
RS KELAS
B
TINGKAT
PROPINSI
E
M
E
R
G
E
N
S
I
RS KELAS C
TINGKAT
KAB/KOTA
PUSKESMAS
TANPA
RAWAT INAP
Pedoman
Sistem Rujukan Nasional
Bagan 2.
18
RS KELAS
A/B(+) TKT
REGIONAL
PROPINSI
RS KELAS
B/C(+) TKT
REGIONAL
KAB/KOTA
RS KELAS D/
D PRATAMA/
PUSKESMAS
RAWAT INAP
R
U
J
U
K
A
N
K
O
N
V
E
N
S
I
O
I
N
I
L
RS KELAS
A/B(+) TKT
REGIONAL
PROPINSI
Page 16
Keterangan Bagan 2:
1) Pada tingkat Regional Kabupaten/kota di Kecamatan
yang letaknya paling strategis untuk dapat difungsikan
sebagai Pusat Rujukan Medik Spesialistik-Terbatas/
Pusat Rujukan-Antara untuk berbagai Klinik (Puskes,
Pemerintah, Swasta) dari satu wilayah tangkapan/
catchment area sistem rujukan, atau khusus di
Kabupaten DTPK, yang mana pusat rujukan tersebut
dapat berupa RS Kelas D Pratama atau Puskesmas
dengan Fasilitas Rawat Inap, karena letaknya jauh
dari pusat rujukan spesialistik Kabupaten/kota.
2) Pusat rujukan medik Spesialistik di Kabupaten/
kota, berupa RS Kelas C/RS Kelas D, termasuk
Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) dan Balai
Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM).
3) Pusat rujukan medik Spesialistik Regional Propinsi,
berupa RS Kelas B Non Pendidikan di Kabupaten/
kota,
4) Pusat rujukan medik Spesialistik Umum/Khusus di
Propinsi berupa RS Kelas B Pendidikan, termasuk
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) dan
Balai Besar Kesehatan Mata Masyarakat (BBKMM).
5) RS Kelas A di Propinsi, sebagai pusat rujukan regional
6) Pusat rujukan medik Nasional Kelas A, Umum dan
Khusus, berada di tingkat nasional.
Bagan 2 di atas menunjukkan bahwa sistem rujukan
dapat berlangsung berjenjang begitu pula dengan rujukan
balik. Fasyankes tempat rujukan dapat menentukan
apakah pasien dapat dirawat oleh fasyankes tersebut,
dirujuk ke fasyankes yang lebih mampu, atau dirujuk
balik ke fasyankes yang merujuk disertai dengan saransaran dan ataupun obat yang diperlukan untuk kasuskasus tertentu. Alur rujukan balik dapat langsung ke
fasyankes yang pertama kali menerima pasien (gate
keeper) apabila fasyankes pada strata yang lebih tinggi
menilai dan menyatakan pasien layak untuk dilayani
ataupun dirawat disana.
Pedoman Sistem Rujukan Nasional
19
b. Sistem
rujukan
antar
dua fasyankes.
b.
Sistem
rujukan
antar
dua fasyankes
SUPERVISOR
INPUT
PROSES RUJUK
A
OUTPUT
OUTPUT
B
PROSES
RUJUK BALIK
INPUT
SUPERVISOR
Bagan 3
Bagan 3
Sistem
Rujukan
antar
2 fasyankes
Sistem
Rujukan
antar
2 fasyankes
Setiapfasilitas
fasilitas
pelayanan
Kesehatan
dapatsebagai
berlaku
sebagai
Setiap
pelayanan
Kesehatandapat
berlaku
perujuk
atau
Initiating
sebagai
terujukataupun
atau Receiving
facility.terujuk
Standar
perujukfacility
atauataupun
Initiating
facility
sebagai
masing-masing
pelayanan
Kesehatanrujukan
dapat dilihat padapelayanan
lampiran 1.
atau Receiving
facility.
Standar masing-masing
Fasyankes dalam bagan 3 di atas tidak dilihat berdasarkan strata dalam
Kesehatan rujukan dapat dilihat pada lampiran 2. Fasyankes
Kelasifikasi fasilitas pelayanan Kesehatan. Dalam rangkaian sistem rujukan
dalam
3 diterdapat
atas tidak
dilihat berdasarkan
antar
2 bagan
fasyankes,
komponen-komponen
sistem strata
rujukan,dalam
yaitu:
Input,
proses
dan
Output.
Kelasifikasi fasilitas pelayanan Kesehatan. Dalam rangkaian
sistem rujukan antar 2 fasyankes, terdapat komponenkomponen sistem rujukan, yaitu: Input, proses dan Output.
Keterangan Bagan 3 :
1) Input dan Output
Bagan 3 berikut
menggambarkan
peran masing-masing komponen dari
Keterangan
Bagan
3:
komponen
dari sistem
suatu rujukan
sistem dirujukan
antar
(2)
Dalam
pelaksanaan
Indonesia,
setiapdua
fasilitas
pelayanan
Kesehatandikategorikan
kedalam
salah satu
dari 3 tingkat
fasyankes.
Fasyankes A dapat
berperan
sebagai
input
pelayanan Kesehatanperseorangan sebagaimana disebutkan dalam
dan Fasyankes B berperan sebagai output pada proses
pasal 2 ayat 1, PMK No. 001/ Tahun 2012. Setiap fasilitas pelayanan
20
Pengertian
Mampu memberikan pelayayanan Kesehatan Perseorangan/Medik Tk. Pertama
di-laksankan oleh dokter/ dokter gigi dan khusus untuk pelayanan maternal & neonatal
phisiologis dan kondisi tertentu ditolong Bidan
Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
Monitoring dan
Evaluasi oleh
1. RS Kelas D atau
Kelas C
2. RS Kelas B Non
Pendidikan, (Milik
Pemerintah ABRI/
POLRI/BUMN,
Swasta
1. Kadinkes Prop.
2. Organisasi
profesi cabang
pro-pinsi
1. RS kelas B
Pendidikan/A, di
Propinsi,
2. RS A Rujukan
Uta-ma Umum/
Khusus Nasional,
di Pusat
1. Dir. BUKR
2. Dirjen BUK,
3. Organisasi profesi,
4. Institusi Pendd
21
22
23
24
25
26
sesuai
(4) Mengevaluasi
dan
menyimpulkan
hasil
pelayanan/tindakan selama pasien berada dalam
pelayanan fasyankes rujukan, baik sebagai
pasien rawat inap ataupun pasien rawat jalan,
melalui pemantauan/ pengamatan kondisi pasien
serta catatan pelayanan dalam rekam medik dan
selanjutnya memutusan untuk:
27
28
29
Tindak-lanjut
pembinaan
petugas
Kesehatan melalui pembinaan dan atau
pembekalan, berdasarkan kesenjangan
kemampuan teknis (technical quality of the
outcome) dan atau kemampuan proses
pelaksanaan pelayanan secara memuaskan
(Functional quality of the process).
30
31
C. Pembiayaan
1. Pembiayaan Kesehatan pada pelayanan Kesehatan di fasilitas
pelayanan Kesehatan dalam strukturisasi sistem rujukan pada
penyelenggaran Jaminan Kesehatan dalam SJSN dilakukan
dengan mengutamakan prinsip-prinsip kendali biaya dan kendali
mutu yang bertujuan terwujudnya efektivitas dan efisiensi
pelayanan Kesehatan.
2. Pola pembayaran yang terpilih dalam implementasi SJSN adalah
pola pembayaran yang bersifat prospektif yaitu kapitasi pada
fasyankes perseorangan tingkat pertama dan INA-CBG pada
fasyankes tingkat dua dan tiga (sekunder dan tersier).
3. Pada pembayaran kapitasi, dimana besaran kapitasi merupakan
besaran kapita per orang per bulan, harus memperhitungkan
semua jenis pelayanan Kesehatan yang diberikan di fasilitas
pelayanan primer sehingga terwujud pembiayaan Kesehatan
yang adil. Sedangkan pada pembayaran dengan INA-CBG,
dimana dilakukan pengelompokan beberapa diagnosis dan
prosedur/tindakan berdasarkan ciri klinis dan menghabiskan
biaya perawatan yang hampir sama, dihitung biaya (costing) pada
32
33
34
BAB III
TATACARA PELAKSANAAN
SISTEM RUJUKAN
35
36
Kode diagnosis pada fasyankes tingkat pertama, akan mengikuti ICPC (International Clasification of Primary Care), bilamana Kementerian Kesehatan telah memberlakukan.
37
38
Bila pasien/keluarga tidak sepakat dengan saran rujukan sesuai alur sistem rujukan yang sudah ditetapkan, maka ketika
sistem pembiayaan SJSN sudah diterapkan, pasien sebagai peserta sistem pembiayaan SJSN akan kehilangan haknya,
untuk dicakup kedalam pembiayaan sistem;
Kemungkinan lain adalah pasien/keluarga menolah untuk dirujuk karena berbagai alasan, walaupun sebenarnya memerlukan rujukan.
39
40
41
42
43
surat
rujukan
balik
44
c. Prosedur operasional
1) Setiap pasien yang dirujuk ke fasyankes yang lebih
mampu perlu dipantau kemajuan/penanganannya di
fasyankes tujuan rujukan, sehingga fasyankes tingkat
pertama mengetahui kondisi pasien yang dirujuk dan
berupaya untuk tahu kapan akan dirujuk balik dari
fasyankes tingkat dua, dalam kondisi bagaimana, yang
datanya dapat diperoleh dari fasyankes rujukan.
2) Dengan demikian fasyankes tingkat pertama siap
menerima kembali rujukan balik pasien yang dikirimkan
sebelumnya. Fasyankes tingkat pertama bersama
fasyankes tingkat kedua memfasilitasi pasien dalam
proses rujukan balik pasien
3) Memfasilitasi berfungsinya sistem rujukan secara
timbal balik berkesinambungan melalui pemantauan
penyelenggaraan rujukan pasien dan rujukan baliknya
1. Prosedur Klinis.
a. Menerima pasien rujukan dari fasyankes tingkat pertama
dan tindak lanjutnya.
Atas komunikasi yang dibangun bersama fasyankes perujuk
melalui teknologi komunikasi yang tersedia, telah diketahui
kondisi pasien, sehingga memungkinkan pasien akan dapat
dilayani di fasyankes rujukan, untuk hal tersebut fasyankes
rujukan akan mempersiapkan diri menerima pasien dengan
sebaik-baiknya, selanjutnya melayani sesuai dengan kondisi
pasien pada saat kedatangannya, untuk pasien non emergensi
45
46
sebagaimana
diuraikan
47
(b) Pasien
masih
memerlukan
beberapa
pemeriksaan yang lebih lengkap, namun
dipertimbangkan bahwa kondisi pasien tidak
perlu dirawat
(c) Selanjutnya, apabila pemeriksaan sudah
lengkap, dan diagnosis telah ditegakkan
menurut hasil-hasil pemeriksaan, pengo
batan/tindakan medis sudah diberikan,
dan hasil pemantauan terhadap Kesehatan
pasien memungkinkan untuk dilayani di
fasyankes tingkat pertama, maka pada waktu
yang ditetapkan pasien dapat dirujuk balik
ke fasyankes perujuk
(d) Prosedur selanjutnya sebagaimana tercantum
dalam butir rujukan balik pasien yang dirujuk.
(3) Pada pasien yang menjalani pelayanan rawat
jalan, dalam follow-up selanjutnya diputuskan
untuk mendapatkan layanan rawat inap sebagai
kelengkapan pelayanannya, karena:
(a) Hasil-hasil pemeriksaan, pelayanan dan atau
tindakan selama rawat jalan dan observasinya
mengindikasikan untuk ditindak-lanjuti
dengan pelayanan yang lebih intensif di rawat
inap.
48
(b) Penanganan
rawat
inap
akan
lebih
memudahkan bagi kedua belah pihak,
pasien dan Tim inter-profesi yang menangani
kasusnya, termasuk mempermudah prosedur
rujukan internal di fasyankes yang sama.
(c) Layanan rawat inap akan mulai dilaksanakan
setelah pasien/keluarga memperbaharui
kesepakatan atas semua rencana yang telah
dibuat sebelumnya dalam informed concent
sesuai prosedur.
(4) Pasien akan mendapatkan pelayanan dan atau
tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
penyakit/masalah Kesehatan nya, sampai
akhirnya pasien dikeluarkan dari rumah sakit
(fasyankes tingkat dua), dengan berbagai alasan:
(a) Penyakitnya sudah berhasil diatasi secara
tuntas,
pasien
sudah
diperbolehkan
meninggalkan rumah sakit dalam keadaan
sembuh, dan akan dirujuk balik ke fasyankes
yang semula merujuk, melalui prosedur
mengembalikan pasien rujukan
(b) Penyakitnya secara umum sudah berhasil
diatasi dan tidak perlu lagi harus dirawatinap namun masih harus ditindak-lanjuti
melalui pelayanan rawat jalan di rumah sakit
ini untuk menyelesaikan pengobatannya
(c) Sebagian penyakitnya sudah dapat diatasi
akan tetapi untuk masalah lainnya belum
dapat diatasi karena adanya keterbatasan
kemampuan fasyankes rujukan, sehingga
pasien perlu dirujuk ke fasyankes tingkat
dua (rumah sakit) rujukan horisontal yang
lebih mampu mengatasi sebagian masalah
yang belum terselesaikan
(5) Setelah dilayani dan atau dilakukan tindakan
sebagaimana tertuang dalam kesepakatan kedua
belah pihak pada format informed concent,
49
50
51
52
53
54
55
2. Prosedur administratif
a) Pada proses penerimaan pasien rujukan:
1) Apabila pasien tersebut dapat memenuhi syarat untuk
diterima di fasyankes rujukan dan format informed concent
telah ditandatangani, selanjutnya staf administrasi yang
bertugas harus melengkapi prosedur administrasi pasien,
baik sebagai pasien rawat jalan ataupun rawat inap, dan
membuat tanda terima pasien sesuai aturan masingmasing sarana.
2) Petugas melengkapi data pribadi pasien sesuai ketentuan
setelah dilakukan pelayanan pasien rujukan non
emergensi sedangkan pasien emergensi dilakukan setelah
proses stabilisasi kondisi pasien selesai dilaksanakan.
3) Menerima, meneliti dan menandatangani persetujuan
penerimaan pasien di fasyankes rujukan, atas surat
rujukan pasien dari fasyankes perujuk untuk ditempelkan
di kartu status pasien, yang selanjutnya akan dilayani di
fasyankes rujukan bersangkutan.
4) Bagi pasien peserta Asuransi Sosial, ASKES, Jamkesmas,
atau Jamsostek, petugas administrasi harus memberi
penjelasan tentang:
(a) Hak-hak sekaligus kewajiban peserta asuransi, dalam
memanfaatkan pelayanan di fasyankes, berdasarkan
status/kondisi penyakitnya,
(b) Pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan layanan
asuransi bila kondisi pasien memang tepat untuk
dilayani di fasyankes rujukan, atau bila kondisinya
yang tidak tepat untuk dirujuk, sehingga pelayanan
di fasyankes rujukan tidak ditanggung asuransi.
(c) Melampirkan hasil pemeriksaan dan pengobatan/
tindakan serta perawatan pada kartu catatan/rekam
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
c. Prosedur operasional
1) Mengirimkan specimen disertai surat rujukan pemerik
saan, dimana untuk specimen tertentu harus dikirimkan
sendiri oleh fasyankes perujuk, tidak boleh dibawa
pasien/keluarga.
2) Merujuk pasien untuk pemeriksaan penunjang diagnostik
lainnya, disertai surat rujukan pemeriksaan penunjang
diagnostik ke fasyankes rujukan pemeriksaan penunjang
diagnostik.
3) Menerima jawaban hasil pemeriksaan specimen atau
hasil pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya, bila
perlu menanyakan balasan hasil rujukan pemeriksaan
spesimen/penunjang diagnostik kepada fasyankes
rujukan.
2. Prosedur standar menerima rujukan spesimen dan penunjang
diagnostik lainnya
a. Prosedur Klinis
1) Menerima dan memeriksa spesimen/penunjang diagnostik
lainnya, sesuai dengan tujuan/permintaan rujukan,
2) Untuk pasien ataupun bahan yang diterima, perlu
memperhatikan aspek kelayakan specimen untuk
pemeriksaan, sterilisasi bahan/spesimen, pencegahan
terhadap kontaminasi bahan, pencegahan penularan
penyakit dari specimen dan atau pasien, keselamatan
pasien sendiri dan orang lain.
3) Memastikan bahwa spesimen yang diterima tersebut layak
untuk diperiksa sesuai dengan permintaan sebagaimana
diinginkan perujuk.
4) Mengerjakan pemeriksaan laboratories: pathologi klinik
atau pathologi anatomi,
atau penunjang diagnostik
lainnya seperti radiologi, EKG dan lainnya sesuai
kebutuhan/permintaan perujuk, dengan mutu pelayanan
sesuai standar.
b. Prosedur Administratif
1) Meneliti isi surat rujukan spesimen dan penunjang
diagnostik lainnya yang diterima secara cermat dan jelas
66
kerahasiaan
hasil
pemeriksaan
67
68
69
70
G. Rujukan Horisontal
Rujukan horisontal dapat terjadi intra fasyankes maupun dari
fasyankes lainnya setingkat. Rujukan horisontal intra fasyankes
dapat terjadi antar disiplin ilmu. Contohnya kasus gangrene pada
kaki akibat diabetes yang dirawat di SMF Penyakit Dalam, dapat
dirujuk ke SMF Bedah dalam fasyankes yang sama, dan selanjutnya
dapat dirujuk ke fasyankes tingkat pertama untuk ditindak-lanjuti
dengan perawatan secara home care. Rujukan pada kasus ini bersifat
horisontal, yang dilanjutkan dengan rujukan balik bersifat vertikal.
Contah lainnya dapat digambarkan pada pasien dengan PPOM dari RS
Kelas C di satu kabupaten/kota, dapat dirujuk ke BKPM terdekat yang
mempunyai peralatan lebih lengkap dan dokter spesialis paru, untuk
penanganan/pengobatannya. Banyak kasus lain yang memerlukan
rujukan horisontal dengan contoh-contohnya.
71
72
BAB IV
PRINSIP PELAYANAN RUJUKAN
KEGAWATDARURATAN
73
5. Persiapan penderita.
Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki lebih
dahulu. Keadaan umum ini perlu dipertahankan selama dalam
perjalanan. Untuk itu infuse maupun obat-obatan yang diperlukan
untuk itu perlu disertakan pada waktu pasien diangkut. Surat
rujukan perlu disiapkan sesuai dengan format terlampir. Seorang
paramedik perlu mendampingi penderita dalam perjalanan, untuk
menjaga keadaan umum penderita.
74
6. Pengiriman penderita
Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut penderita diutamakan
yang dapat mempercepat sampai ke tujuan dan dapat mengakomodasi
tujuan menjaga kestabilan keadaan umum penderita.
75
waktu
yang
ditetapkan,
dan
76
BAB V
PENCATATAN DAN PELAPORAN
A. PENCATATAN
1. Yang diuraikan dalam buku pedoman ini adalah pencatatan
yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan dalam sistem
rujukan pasien, sehingga format-format pencatatan di fasyankes
bersangkutan secara lengkap tidak akan dijelaskan disini, dan
data yang berhubungan dengan pengiriman dan penerimaan
pasien rujukan maupun rujukan balik dicatat pada kolom-kolom
yang disediakan untuk kepentingan pencatatan aktivitas masingmasing dalam proses rujukan, sebagaimana terlampir.
2. Kolom-kolom dalam register pasien rujukan seharusnya dapat
mencakup selengkap mungkin informasi yang perlu dicatat sebagai
dokumentasi, baik sebagai format pencatatan manual maupun
dalam bentuk soft copy bagi yang telah memiliki perangkatnya.
Dengan model pencatatan demikian diaharapkan disetiap
fasyankes yang telah memiliki perangkat sistem informasi, akan
mempunyai dua arsip pencatatan pasien rujukan di fasyankes,
sebagaimana tertulis dalam lampiran tentang register pengiriman/
penerimaan rujukan/rujukan balik pasien di fasyankes, tanpa
membedakan tingkat fasyankesnya. Untuk lebih melengkapi data
yang diperlukan di masing-masing fasyankes, diberi kelonggaran
untuk menambahkan kolom-kolom yang diperlukan fasyankes
bersangkutan, sementara pencatatan dalam lembar status pasien
harus dibuat selengkap mungkin., yang disesuaikan dengan
tingkat fasyankes dalam pelayanan (tingkat I, II, III)
3. Pengisian kolom-kolom dalam register rujukan pasien sedapat
mungkin mudah diisi, proses pencatatan diupayakan tidak
harus banyak menulis, dan setiap pelayanan harus segera
didokumentasikan, baik dalam buku register maupun bentuk soft
77
78
79
B. PELAPORAN
1. Secara rutin per triwulan setiap fasilitas pelayanan Kesehatan
melaporkan kasus rujukan kepada Dinas Kesehatan setempat
sesuai dengan stratanya. Laporan yang diharapkan adalah sesuai
dengan yang terdapat pada lampiran. Alur pelaporan dapat dilihat
pada bagan 4 berikut ini.
2. Yang juga penting dalam penyelenggaraan sistem rujukan, adalah
berbagi (sharing) informasi tentang pelayanan dan informasi
tentang penyakit yang dilayani di fasyankes sebagai data daerah
untuk kepentingan semua pihak, walaupun sifatnya bukan
laporan.
3. Dinas
Kesehatan
Kabupaten/kota
harus
mempunyai
data
80
Dinkes
kota/kabupaten
setempat
FPK tingkat
kedua
Dinkes
provinsi sempat
FPK tingkat
ketiga
Kemenkes
Dinkes
provinsi sempat
Kemenkes
Kemenkes
81
82
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
83
pelayanan
84
85
86
HAL
Pengertian
PENJELASAN
Monitoring merupakan proses pengumpulan dan
analisis informasi mengenai pelaksanaan sistem
rujukan secara terus-menerus, melibatkan apakah
sistem rujukan telah dilaksanakan sesuai rencana
dan bagaimana pelaksanaannya, sehingga masalah
dapat selalu ditemukan, didiskusikan dan dipecahkan
bersama.
87
NO
HAL
PENJELASAN
Tanggung jawab
1.
2.
3.
Bahan
1.
2.
Parameter kualitatif
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Efisiensi
Efektifitas
Aksesibilitas
Ketepatan
Responsivitas
Hubungan interpersonal yang baik
Parameter
kuantitatif
1.
2.
3.
4.
88
2. Evaluasi dilaksanakan:
a. Sama dengan diatas, dilaksanakan pada akhir tahun
b. Disimpulkan pelaksanaannya, mencakup proses secara
keseluruhannya, hasil-hasilnya, masalah, kendala, dan
rancangan upaya perbaikannya di masing-masing titik
penyelenggaraan, langkah-langkah pelaksanaannya
c. Pembiayaan dan kelangsungan dari pengiriman pembiayaan
nya
89
90
BAB VII
PENUTUP
91
DAFTAR PUSTAKA
Pusat
Kajian
92
LAMPIRAN 1
SISTEM RUJUKAN TERSTRUKTUR DAN BERJENJANG
(REGIONALISASI SISTEM RUJUKAN)
I.
A. Tujuan
1. Mengembangkan Regionalisasi Sistem Rujukan berjenjang di Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
2. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan.
3. Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke daerah
terpencil dan daerah miskin.
4. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan.
B. Manfaat
1. Pasien tidak berkumpul dan menumpuk di RS besar tertentu.
2. Pengembangan seluruh fasyankes di Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat
direncanakan secara sistematis, efisien dan efektif.
3. Mendekatkan akses pelayanan masyarakat di daerah terpencil, miskin, dan
perbatasan ke pusat rujukan terdekat.
4. Regionalisasi Rujukan dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga
kesehatan terutama pada RS Pusat Rujukan Regional.
93
Puskesmas
Puskesmas
Puskesmas
Pusat Rujukan
Pusat
Rujukan
Regional 1
Pusat
Rujukan
Regional 2
Pusat
Rujukan
Provinsi
Pusat
Rujukan
Regional 3
RS di Kab/Kota,
Balai
Pusat
Rujukan
Regional 5
Pusat Rujukan di
Kab/Kota
RS di Kab/Kota
Pusat
Rujukan
Regional 4
Pusat Rujukan
Keterangan:
Rujukan primer/Gate Kepper
Puskesmas
Rujukan sekunder
Klinik
DPM
94
Berikut adalah sepuluh langkah Regionalisasi Sistem Rujukan yang harus dipersiapkan:
10. Monev
9.
Membangun
sistem
Imformasi
Rujukan
8.
Mengadakan
Pembinaan
1. Pemetaan
Sarana
2. Penetapan
Kesehatan Regional dengan
PerGub/SK
Gubernur
Regionalisasi
Sistem
Rujukan di
Provinsi
7.
Melakukan
Uji Coba
6. Penyusunan
Standar
Prosedur
Operasional
3. Pembagian
Peran
4. Penguatan
Fasyankes
5. Penyusunan
Pedoman
Pelayanan
Kedokteran (PPK)
berdasarkan PNPK
10 Langkah Regionalisasi
Sistem Rujukan
b. Jenis pelayanan
a) Pelayanan dasar
b) Pelayanan spesialistik
c) Pelayanan sub spesialistik
95
c.
SDM
a) Dokter umum dan dokter gigi
b) Dokter spesialis dan dokter gigi spesialis
c) Dokter sub spesialis
96
97
D.
Peran Pusat
a)
98
LAMPIRAN 2
99
laboratorium
dan
penunjang
diagnostik
100
milik
101
Pemberian obat
102
103
LAMPIRAN 3
Formulir 1. Surat Rujukan Pasien
FORM RUJUKAN
Nama Saryankes:
Dirujuk oleh:
Nama:
Initiating facility:
Nama & alamat
Tanggal merujuk:
EMERGENCY / rawat jalan
Komunikasi telepon
YA
TIDAK
Asli/copy
Jabatan:
No telp:
No fax:
Fasilitas Kesehatan
yang dituju:
Nama & alamat
Nama pasien
No.identitas
Usia:
Jenis Kelamin:
Alamat pasien
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Terapi diberikan
Alasan merujuk
Dokumen yang
disertakan
Tanda tangan:
Catatan untuk receiving facility: setelah member pelayanan kepada pasien mohon
mengisi form
rujukan balik berikut ini dan kirimkan kembali bersama pasien atau dikirim melalui
surat/fax.
104
Rujukan balik
Nama fasilitas
Kesehatan :
Dibalas oleh:
(orang yang mengisi
form ini)
No telp:
No fax:
Nama:
Tanggal:
Jabatan:
Spesialisasi:
Initiating facility:
Nama & alamat
Nama pasien
No.identitas
Usia:
Jenis Kelamin:
Alamat pasien
Pasien ini diterima
oleh:
(nama dan
spesialisasi)
Pada tanggal:
Anamnesis
Hasil penemuan
khusus
Diagnosis
Terapi/operasi
Obat yang diresepkan
Mohon diteruskan
dengan:
(obat, resep, tindak
lanjut, perawatan)
Dirujuk balik kepada:
Pada tanggal:
Nama:
Tanda tangan:
105
R/1/a
No :...
Tanggal:..
Jam: .
Kepada Yth,
Dokter ...
....
Di
...
Pem. Fisik
____________________________________
L / P *
Umur : ___
___________________________________________________________________
Riwayat Ibu
(khusus Neonatal)
Pem. Penunjang :
Diagnosa Klinis
Pengobatan yg telah diberikan:
..
Mohon kesediaan dokter untuk mengirim surat balasan rujukan (R/1/b) kepada kami apabila penderita
ini telah sembuh atau keluar dari perawatan dokter. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.
(___________________________)
* = coret yg tidak perlu.
(_______________________________)
Dari Puskesmas /Polindes/RS* ....
Telp/HP*: .
37
106
LAMPIRAN 4
Formulir 2. Balasan Rujukan
R/1/b
No :...
Tanggal:..
umum
kesehatan lain
Kepada Yth,
Dokter /Bidan*:
...
Di
....
L / P *
Umur : ____
Alamat lengkap :
Diagnosa Klinis
saat dirujuk
:
Diagnosa Setelah di Rawat
_______________________________________________________
Follow up yg dianjurkan
1) Sembuh.
2) Rawat Jalan.
:
.
.
.
(___________________________)
(______________________________)
Dari RS/Puskesmas*: ......
Telp/HP*: ...
38
107
LAMPIRAN 5
Formulir 3. Surat Rujukan Pemeriksaan Penunjang
R/2
No :...
Perihal: Rujukan Spesimen pasien.
Kartu= ada / tidak*
GAKIN
No.:.
Peserta jaminan
kesehatan BPJS
Pasien
umum
Peserta asuransi
kesehatan lain
Tanggal:..
Kepada Yth,
....
....
Di
..
L / P * Umur : ________
Alamat lengkap:
Diagnosa Klinis
Sementara :
_____________________________________________________________
(___________________________)
(______________________________)
Dari RS/Puskesmas *:....
Telp/HP: ..
39
108
109
Paru-Paru
Lain-Lain
13
14
Jumlah
Radiologi
12
THT
Jiwa
11
Syaraf
Mata
KB
Obs-Gym
10
Anak
Bedah
Peny. Dalam
Jenis
Spesialisasi
No
LAMPIRAN 6
Total
Kali
Total
Rumah
Sakit
Rumah Sakit
Total
Kali
6
Total
Puskesmas
Puskesmas
Pusk
Lain
8
RSU
Kab
9
10
Diterima
RSU
dari
Prov Puskesmas
24.2. Kunjungan
Dokter Ahli
yang diterima
11
Diterima
dari
fasilitas
Kes Lain
12
Diterima dari
RS lain
13
Dikembalikan ke
Puskesmas
RL.1
14
15
16
17
18
DikembaDikembaPasien
likan ke
Pasien
Diterima
likan ke
Datang
Fasilitas
Rujukan
Kembali
RS asal
sendiri
Lain
Dirujuk ke atas
: ............................
: ............................
110
NAMA
No
LAMPIRAN 7
KELUARGA
PENDAMPING
ALAMAT
5
6
7
8
9
KONDISI
PASIEN
10
11
12
13
PENDAMPINGAN
(+/-)
(+/-)
TANGGAL LAHIR
DIAGNOSIS SAAT RUJUKAN
(KODE)
INFORMED CONCENT
EMG
NON EMG
ALAT EMERGENSI
14 15
WAKTU RUJUKAN
FASYANKES TUJUAN RUJUKAN
16
KETERANGAN
111
No
NAMA
KELUARGA
PENDAMPING
LAMPIRAN 8
ALAMAT
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
PENDAMPINGAN
& TINDAKAN (+/-)
15
16
DITERIMA
DI
17
TANGGAL LAHIR
FASYANKES PERUJUK
INFORMASI PRA RUJUKAN (+/-)
WAKTU KEDATANGAN
RESUME KONDISI PASIEN (+/-)
DIAGNOSIS DI FASYANKES PERUJUK
KONDISI PASIEN EMERGENSI (+/-)
TENAGA KOMPETEN
ALAT EMERGENSI
TINDASKAN EMERGENSI
KLINIK
IGD
18
19
INFORMED CONCENT
20
21
22
DILAYANI SBG
PASIEN
RAWAT INAP
RAWAT JALAN
RUJUK BALIK
23
KETERANGAN
112
NAMA
No
LAMPIRAN 9
ALAMAT
TANGGAL LAHIR
6
7
10
11
12
13
14
15
16
PASIEN
DIRUJUK BALIK
DARI
17
18
19
SARAN TINDAK
LANJUT
FASYANKES PERUJUK
INFORMED CONCENT
INFORMASI PRA RUJUK BALIK (+/-)
DIAGNOSIS AKHIR
DI FASYANKES RUJUKAN
ADA RESUME PEMERIKSAAN, TINDAKAN/
THERAPI
WAKTU PASIEN DIRUJUK BALIK
KLINIK KEDATANGAN
PASCA YANKES RAWAT JALAN
PASCA YANKES RAWAT INAP
RAWAT INAP DI FASYANKES
PERUJUK
RAWAT JALAN DI FASYANKES
PERUJUK
DIRUJUK ULANG TANGGAL
20
KETERANGAN
113
No
NAMA
ALAMAT
LAMPIRAN 10
TANGGAL LAHIR
FASYANKES PERUJUK BALIK
6
7
PASIEN
DIRUJUK
BALIK DARI
KONDISI
PASIEN
RUJUKAN
BALIK
9
14
SARAN UNTUK
TINDAK LANJUT
PASIEN
16
KETERANGAN
LAMPIRAN 11
RSU Kelas A /
Khusus
RSU Provinsi/Swasta
Di Ibu kotaProvinsi
BLKM
RS Jiwa
RS Khusus
BKMM
KKP
Polindesa/Poskesdes/
Pustu
Klinik RB / Bidan
Ketrangan:
Ketentuan Khusus:
* Untuk pasien gawat darurat, kasus Kejadian Luar Biasa (KLB), dan
keadaan geografis sesuai pemetaan wilayah rujukan, disesuaikan dengan
sarana pelayanan Kesehatan yang lebih mampu dan terdekat.
Gambar 1 - Bagan Alur Rujukan
114
LAMPIRAN 12
LAMPIRAN 11
Pasien membutuhkan
pemeriksaan penunjang
Apakah Pemeriksaan
dapat dilakukan?
Ya
Pemeriksaan penunjang
dilaksanakan ditempat
tidak
tidak
Pasien dan dokumen terkait
dipersiapkan untuk dirujuk ke
fasilitas pemeriksaan penunjang
yang lebih mampu
Ya
a
Bahan pemeriksaan
diambil dan disiapkan
untuk dikirim/dirujuk ke
fasilitas pemeriksaan
penunjang yang lebih
mampu
Page 93
115
LAMPIRAN 13
Alur rujukan pengetahuan atau tenaga ahli
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(FASYANKES) tingkat pertama
atau dua
Dinas Kesehatan
(Dinkes) Kota/
Kabupaten/Provinsi
FASYANKES
tingkat dua atau
ketiga
Melakukan koordinasi
dengan FASYANKES
tingkat dua atau
ketiga untuk menilai
ketersediaan sumber
daya
Melakukan
koordinasi
internal untuk
mengakomodasi
kebutuhan sesuai
dengan permintaan
dari Dinkes
Mempersiapkan:
Penerimaan Tim dokter
spesialis/Tim Ahli
Agenda kegiatan pelayanan
dan pelaksanaan rujukan ahli,
Akomodasi, konsumsi dan
honor atau insentif lainnya
sesuai peraturan serta model
pembiayaan yang berlaku.
Target sasaran (petugas
Kesehatan dan masyarakat)
penerima manfaat rujukan
pengetahuan dan pelayanan
dengan memberikan informasi
tentang pelaksanaan kegiatan.
Membuat surat
resmi permintaan
tenaga ahli kepada
FASYANKES yang
memiliki sumber daya
Memberi jawaban
tertulis kepada
Dinkes mengenai
ketersediaan dan
kesediaan sumber
daya yang diminta
Mengirimkan
tenaga ahli /stafnya untuk pergi ke
FASYANKES tingkat
pertama/dua yang
membutuhkan
bantuan
116
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
117
118
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI Kesehatan TENTANG SISTEM
RUJUKAN PELAYANAN Kesehatan PERORANGAN.
119
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan Kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, atau masyarakat.
2. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
Kesehatannya untuk memperoleh pelayanan Kesehatan yang
diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di sarana
pelayanan Kesehatan.
3. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan
Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
BAB II
PELAYANAN Kesehatan PERORANGAN
Pasal 2
(1) Pelayanan Kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
a. Pelayanan Kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan Kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga.
120
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
(5) Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c merupakan pelayanan Kesehatan sub spesialistik yang
dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang
menggunakan pengetahuan dan teknologi Kesehatan sub spesialistik.
BAB III
SISTEM RUJUKAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 3
Sistem Rujukan pelayanan Kesehatan merupakan penyelenggaraan
pelayanan Kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan Kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horisontal.
121
Pasal 4
(1) Pelayanan Kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai
kebutuhan medis dimulai dari pelayanan Kesehatan tingkat pertama.
(2) Pelayanan Kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas
rujukan dari pelayanan Kesehatan tingkat pertama.
(3) Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan Kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
(4) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/
atau dokter gigi pemberi pelayanan Kesehatan tingkat pertama.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan
permasalahan Kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 5
(1) Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta
jaminan Kesehatan atau asuransi Kesehatan sosial dan pemberi
pelayanan Kesehatan.
(2) Peserta asuransi Kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku
sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti
pelayanan Kesehatan yang berjenjang.
(3) Setiap orang yang bukan peserta jaminan Kesehatan atau asuransi
Kesehatan sosial, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengikuti sistem rujukan.
122
Pasal 6
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan
efektifitas pelayanan Kesehatan, rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan
Kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai kebutuh
an pasien.
Bagian Kedua
Tata Cara Rujukan
Paragraf Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horisontal.
(2) Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
rujukan antar pelayanan Kesehatan yang berbeda tingkatan.
(3) Rujukan horisontal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
rujukan antar pelayanan Kesehatan dalam satu tingkatan.
(4) Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan
yang lebih tinggi atau sebaliknya.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 8
Rujukan horisontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan
apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan Kesehatan sesuai
123
124
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 11
(1) Setiap pemberi pelayanan Kesehatan berkewajiban merujuk pasien
bila keadaan penyakit atau permasalahan Kesehatan memerlukannya,
kecuali dengan alasan yang sah dan mendapat persetujuan pasien
atau keluarganya.
(2) Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pasien tidak
dapat ditransportasikan atas alasan medis, sumber daya, atau geografis.
Pasal 12
(1) Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau
keluarganya.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien dan/atau keluarganya mendapatkan penjelasan dari tenaga
Kesehatan yang berwenang.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
125
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 14
Dalam komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b,
penerima rujukan berkewajiban:
a. menginformasikan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana
serta kompetensi dan ketersediaan tenaga Kesehatan ; dan
b. memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.
Pasal 15
Surat pengantar rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c
sekurang-kurangnya memuat:
a. identitas pasien;
b. hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang) yang telah dilakukan;
c. diagnosis kerja;
d. terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
e. tujuan rujukan; dan
f. nama dan tanda tangan tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan.
126
Pasal 16
(1) Transportasi untuk rujukan dilakukan sesuai dengan kondisi pasien
dan ketersediaan sarana transportasi.
(2) Pasien yang memerlukan asuhan medis terus menerus harus dirujuk
dengan ambulans dan didampingi oleh tenaga Kesehatan yang kompeten.
(3) Dalam hal tidak tersedia ambulans pada fasilitas pelayanan Kesehatan
perujuk, rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
dilakukan dengan menggunakan alat transportasi lain yang layak.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 17
(1) Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh
penerima rujukan.
(2) Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan
Kesehatan lanjutan sejak menerima rujukan
(3) Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada perujuk mengenai
perkembangan keadaan pasien setelah selesai memberikan pelayanan
Bagian Ketiga
Pembiayaan
Pasal 18
(1) Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku
pada asuransi Kesehatan atau jaminan Kesehatan.
(2) Pembiayaan rujukan bagi pasien yang bukan peserta asuransi
Kesehatan atau jaminan Kesehatan menjadi tanggung jawab pasien
dan/atau keluarganya.
Pedoman Sistem Rujukan Nasional
127
BAB IV
MONITORING, EVALUASI, PENCATATAN DAN
PELAPORAN
Pasal 19
(1) Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Kementerian Kesehatan,
dinas Kesehatan provinsi, dinas Kesehatan kabupaten/kota dan
organisasi profesi.
(2) Pencatatan dan Pelaporan dilakukan oleh perujuk maupun penerima
rujukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 20
(1) Kepala dinas Kesehatan kabupaten/kota dan organisasi profesi
bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada
pelayanan Kesehatan tingkat pertama.
(2) Kepala dinas Kesehatan provinsi dan organisasi profesi bertanggung
jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan
Kesehatan tingkat kedua.
(3) Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan
pada pelayanan Kesehatan tingkat ketiga.
(4) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Menteri, kepala
dinas Kesehatan provinsi dan kepala dinas Kesehatan kabupaten/
128
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Seluruh pemberi pelayanan Kesehatan pada semua tingkat harus
menyesuaikan dengan peraturan ini paling lambat 1 (satu) tahun terhitung
sejak tanggal ditetapkan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 032/Birhup/1972 tentang Referal Sistem dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pedoman Sistem Rujukan Nasional
129
Pasal 23
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengudangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Januari 2012
MENTERI Kesehatan,
ttd
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Januari 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 122
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN Kesehatan RI
Kepala Biro Hukum dan Organisasi,
Arsil Rusli
130
ISBN 978-602-235-305-8