Anda di halaman 1dari 21

UNIVERSITAS

ISLAM
INDONESIA
FAKULTAS
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda
NIM
Tanggal Ujian

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
Untuk Dokter Muda
Nila Indria Utami
09711110
25 Februari 2015
RSUD Dr.R Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga

Rumah sakit

Tanda Tangan

Gelombang Periode
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. W

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 74 tahun

Alamat

: Pasunggingan 29/11 Kejobong, Purbalingga

Agama

: Islam

Mondok di bangsal

: Flamboyan

Pekerjaan

: Pensiunan

Tanggal masuk

: 24 Februari 2015

Nomor CM

: 602698

II. ANAMNESIS
(Anamnesis dilakukan pada tanggal : 25 Februari 2015 pukul : 12.00 WIB)
Keluhan Utama

: Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang :


2 hari SMRS : Pasien mengeluh sesak nafas dan mudah lelah. Sesak dan lelah
muncul setelah pasien berjalan beberapa meter, memberat jika pasien beraktivitas
dan membaik dengan istirahat.
1 hari SMRS : Pasien mengeluhkan sesak makin memberat, keluhan disertai
batuk berdahak (+) putih kental, berdebar-debar, mual (+), muntah (-), kedua kaki
bengkak (+).

Manajemen Kasus I-Interna

SMRS : Pasien datang ke IGD RSUD Goeteng Purbalingga dengan keluhan


sesak yang dirasakan memberat sejak dua hari lalu. Selain itu pasien juga merasa
mudah lelah. Sesak muncul setelah pasien berjalan beberapa meter, memberat jika
pasien beraktivitas dan membaik dengan istirahat. Pasien sering terbangun karena
sesak nafas. Pasien lebih nyaman tidur dengan 2-3 bantal. Keluhan sesak disertai
batuk (+) berdahak (+) berwarna putih kental tanpa disertai demam, berdebar-debar
(+), mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+), kedua kaki pasien bengkak. BAK (+) N,
BAB (+) N, nafsu makan pasien menurun.
Keluhan saat ini : keluhan sesak sudah berkurang, batuk (+) berdahak putih
kental, berdebar-debar (+), mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+), bengkak pada
kedua kaki berkurang, nafsu makan membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat keluhan serupa (+) 1 bulan yang lalu.

Riwayat hipetensi (+).

Riwayat DM (-).

Riwayat merokok (+)


Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa (-),

Riwayat hipertensi (+) pada ayah pasien

Riwayat DM (-)

Kebiasaan & Lingkungan :


Pasien sudah tidak bekerja. Dirumah pasien hanya melakukan aktivitas
ringan. Setelah sakit nafsu makan pasien menurun sehingga pola makan pasien tidak
teratur dengan menu ayam, telur, tahu tempe dan sayur. Sebelum sakit pasien
merupakan seorang perokok namun saat ini pasien sudah tidak merokok sejak 3
bulan sebelum sakit.
Anamnesis Sistem

Sistem Saraf

: pusing (-), kejang (-), demam (-)

Sistem Respirasi

: Sesak nafas (+), batuk (+) berdahak putih kental

Manajemen Kasus I-Interna

Sistem Kardiovaskuler

: nyeri dada (-), berdebar-debar(+)

Sistem Digestive

: Mual (+), muntah (-), diare (-), nyeri epigastrik


(+)

Sistem Urogenital

: BAK (+) N, warna kuning (+)

Sistem Integumentum

: kemerahan pada kulit (-) gatal (-)

III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)


(Dilakukan pada tanggal

: 25 Februari 2015 pukul : 12.00 WIB)

Tekanan darah

: 130/100 mmHg

Suhu tubuh

: 36,3 oC

Frekuensi denyut nadi

: 105 x/m

Frekuensi nafas

: 26 x/m

IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


A. KEADAAN UMUM
Kedaan Umum

: Cukup

Kesadaran

: Compos Mentis

Tinggi badan

: 165 cm

Berat badan

: 72 kg

BMI

: 26,5

Kesan

: overweight

Skema manusia

Gambarkan pada skema di atas jika ada kelainan lokal dan berikan keterangan
secukupnya
B. PEMERIKSAAN KEPALA :
1. Mata
Manajemen Kasus I-Interna

: Konjungtiva anemis

: -/-

Sklera Ikterik
2. Hidung

3. Telinga

: Discharge

:-

Deviasi

:-

Nyeri tekan hidung

:-

Nyeri tekan sinus paranasal

:-

: Kelainan bentuk telinga

4. Mulut

: -/-

:-

Discharge

:-

Epistaksis

:-

Benjolan

:-

Pembesaran limfonodi pre/post

:-

Nyeri tekan

:-

: Bentuk bibir
Pucat

:-

C. PEMERIKSAAN LEHER :
Inspeksi :

Benjolan/Massa

:-

Pembesaran kelenjar limfonodi

:-

Vena Jugularis

: Tidak meningkat

Palpasi :

Benjolan/Masa

:-

Nyeri tekan

:-

Pemeriksaan trakea :

Deviasi trakea

:-

Pemeriksaan kelenjar tiroid :

Pembesaran Kelenjar Tiroid

:-

Pemeriksaan Sudut Tangensial

: TDL

Ikut bergerak saat gerakan menelan : +

Konsistensi

Manajemen Kasus I-Interna

: Normal

: Kenyal, Tidak Berbenjol

Nyeri Tekan

:-

Bruit

: TDL

Pemeriksaan tekanan vena sentral : 5+2 cm H2O Interpretasi : Normal


D. PEMERIKSAAN THORAKS

Jantung

Inspeksi

: Sianosis sentral

:-

Pulsasi ictus cordis : Tidak terlihat


Palpasi

: Pulsasi ictus cordis : Teraba di SIC VI linea midclavikularis


sinistra, kuat angkat, thrill (-)

Perkusi

: Batas jantung kanan di SIC V linea midclavikularis dextra


Batas jantung kiri di SIC V linea axilla anterior sinistra
Batas jantung atas di SIC III linea sternalis sinistra
Batas pinggang jantung di SIC II linea parasternal sinistra

Interpretasi

: konfigurasi jantung terdapat pembesaran

Auskultasi

: S1 - S2 reguler, bising (-)

Paru

Inspeksi

: Deformitas dinding dada : -

Palpasi

Barrel chest

:-

Deviasi tulang belakang

:-

Retraksi dinding dada

:-

Ketinggalan gerak

:-

Spatium intercosta

: normal

: Vocal fremitus ki/ka


Nyeri tekan

: simetris, normal
:-

Perkusi

: Sonor pada semua lapang paru

Auskultasi

: Vesikuler (+/+), wheezing (-), ronkhi (+/+)

E. PEMERIKSAAN ABDOMEN :
Inspeksi

: Pelebaran vena

Manajemen Kasus I-Interna

:-

Caput medusa

:-

Umbilikus

: warna kemerahan (-), bentuk dbn

Bentuk dinding abdomen

: sejajar dengan dinding dada

Simetrisitas

: simetris

Benjolan

:-

Peristaltik

: Tidak terlihat

Pulsasi aorta

: Tidak terlihat

Auskultasi

: Peristaltik

: (+) normal

Perkusi

:Dominan timpani

:+

Palpasi

Batas kanan atas hepar

: SIC V linea midclavicularis dextra

Batas lobus hepar kiri

: 2 cm di bawah Proc. Xyphoideus

Lien

: Tidak ada pembesaran

: Hepar

: Tidak teraba

Lien

: Tidak teraba

Masa abdomen

:-

Nyeri tekan

: (+) nyeri epigastrium

Spasme otot

:-

PEMERIKSAAN REN :
Pemeriksaan nyeri ketok ginjal

: -/-

PEMERIKSAAN EKSTREMITAS :
Lengan

: dalam batas normal

Tangan

: Dalam batas normal

Kaki

: akral hangat (+/+), piting edema (+/+)

V. RESUME PEMERIKSAAN FISIK :


Dari hasil pemeriksaan fisik Tn. W, 74 tahun didapatkan keadaan umum pasien cukup,
compos mentis, gizi lebih. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah :
130/100 mmHg, suhu : 36,3 oC, frekuensi denyut nadi : 105 x/m, frekuensi nafas: 26
x/m. Dari pemeriksaan kepala dan leher dalam batas normal, pada pemeriksaan jantung
didapatkan terdapat pembesaran jantung, pada pemeriksaan paru didapatkan ronkhi
basah halus pada kedua paru. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan

Manajemen Kasus I-Interna

epigatrium. Nyeri ketok ginjal (-/-). Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan terdapat
piting oedem pada kedua kaki.
VI.

DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS


DAN PEMERIKSAAN FISIK) :
A. Masalah aktif : sesak, mudah lelah, sering terbangun karena sesak, batuk,
berdebar-debar, kedua kaki bengkak, mual, nyeri epigastrium
B. Masalah pasif : nafsu makan turun, riwayat merokok.

VII.

Rencana tindakan Diagnostik/ Pemeriksaan Penunjang


Dilakukan pada tanggal 25 Februari 2015

EKG

Kesimpulan : sinus ritme, regular, HR 100x/menit, LVH, iskemik lateral

Pemeriksaan darah rutin

PEMERIKSAAN

HASIL

SATUAN

NILAI
NORMAL

Hematologi
Darah rutin
Hb

13,9

g/dl

11,7-15,5

Leukosit

5,9

103/ul

3,6-11

Hematokrit

42

35-47

Eritrosit

4,5

106/ul

3.8-5,2

Trombosit

158

103/ul

150-440

MCV

92

fL

80-100

MCH

31

Pg

26-34

MCHC

33

g/dL

32-36

Manajemen Kasus I-Interna

DIFF COUNT
Eosinofil

1-3

Basofil

0-1

Netrofil Segmen

46

50-70

Limfosit

34

25-40

Monosit

15

2-8

Gula Darah Sewaktu

113,3

mg/dL

100-150

Asam Urat

9,62

mg/dL

<6,8

SGOT

48,1

U/L

<=37

SGPT

39,2

U/L

<=42

Ureum

33,7

mg/dL

10-50

Creatinin

1,4

mg/dL

0,6-1,1

VIII.

Rontgen thoraks

DIAGNOSIS
-

CHF NYHA III

Dyspepsia

Hiperurisemia

IX.

Tindakan/ terapi
-

Non farmakologis :

Pemasangan DC

Posisi setengah duduk.

Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit


yang diderita pasien.

Edukasi untuk mengurangi aktifitas berat selama perawatan.

Manajemen Kasus I-Interna

Edukasi diet rendah garam, rendah lemak, tinggi serat, tinggi protein.
Tidak merokok, minuman beralkohol, tidak minum minuman dengan
kandungan kafein seperti kopi.

Farmakologis

Oksigenisasi 3-4 lpm

Hidrasi IVFD D5% 12 tpm

Diuretik Inj Furosemid 1 x 1 A

ARB Diovan 80 mg 1 x1

Nitrat ISDN 2 x 1 tab

Beta blocker Bisoprolol 1 x tab

Antiplatelet Miniaspi 1 x 1 tab

Antiemetik Inj ondansentron 2 x 1 A

PPI Omeprazol 1-0-1

Sukralfat 3x1 tab

Allopurinol 2x1 tab

Manajemen Kasus I-Interna

DAFTAR HASIL FOLLOW UP


25 Februari 2015
S

O
KU : Cukup

A
CHFNYHA

P
Non Farmakologis :
Pasang DC

Sesak (+)

TD : 130/100

III

Batuk (+)

N : 105x/menit

Dyspepsia

Berdebar-debar (+)

S : 36,3 oC

hiperurisemia

Kaki bengkak (+)

Mual (+)

Muntah (+-

Thoraks

Nyeri ulu hati (+)

Cor : S1S2

Nafsu makan menurun (+)

reguler, bising

BAB (+) N

Bisoprolol 1 x tab

Pulmo : SDV

Miniaspi 1 x 1 tab

(+/+)

Omeprazol 1-0-1

Farmakologis :
Oksigen 3-4 lpm

RR : 26 x/m

IVFD D5% 12 tpm


Px fisik

BAK (+) N

Inj Furosemid 1 x 1 A
Inj ondansentron 2x1
ISDN 2 x 1 tab

Sukralfat 3 x1
Ronkhi (+/+)

Allopurinol 2x1 tab

Wheezing (-/-)
Hasil lab :
Eosinofil : 5
Asam urat :
9,62
SGOT : 48,1
Creatinin : 1,4

26 Februari 2015
TD : 130/90
Sesak
berkurang

Batuk (+)

N : 90 x/m
o

S : 36.3 C
RR : 20 x/m

Manajemen Kasus I-Interna

CHF NYHA III Oksigen 3-4 lpm


Dyspepsia

IVFD D5% 12 tpm

Hiperuisemia

Inj Furosemid 1 x 1 A

Kaki bengkak

Inj ondansentron 2x1

berkurang

ISDN 2 x 1 tab

Mual (+)

Bisoprolol 1 x tab
Miniaspi 1 x 1 tab
Omeprazol 1-0-1
Sukralfat 3 x1
Allopurinol 2x1 tab

27 Februari 2015
TD : 140/80
Keluhan (-)
N : 88 x/m
o

S : 36.8 C
RR : 20 x/m

CHF NYHA III

BLPL

Dyspepsia

ISDN 2 x 1 tab

Hiperuisemia

Bisoprolol 1 x tab
Miniaspi 1 x 1 tab
Omeprazol 1-0-1
Sukralfat 3 x1
Allopurinol 2x1 tab

Manajemen Kasus I-Interna

Dasar Teori
CONGESTIVE HEART FAILURE
DEFINISI
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak nafas dan fatik
(saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi
jantung (Panggabean M, 2009). Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk
memompa darah dengan cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, atau
kemampuan itu dicapai hanya jika tekanan pengisian jantung tinggi, atau keduanya
(Sudoyo, 2011).
KLASIFIKASI
Terdapat berbagai klasifikasi pada gagal jantung, diantaranya sebagai berikut.
a. Klasifikasi kelas fungsional menurut New York Heart Association
(NYHA) :
o Kelas I : tidak ada batasan dengan aktivitas fisik biasa.
o Kelas II : gejala ringan, sedikit terbatasi dengan aktivitas biasa
o Kelas III : gejala Fatigue, dispneu, palpitasi, atau angina pada aktivitas
minimal.
o Kelas IV : gejala muncul saat istirahat, gejala meningkat, pada segala
aktivitas.
b. Klasifikasi stadium perkembangan gagal jantung menurut American Heart
Assosiacion (AHA) :
o Stadium A : resiko tinggi, tanpa perubahan struktur jantung, tanpa gejala.
o Stadium B : perubahan struktur jantung, tanpa gejala.
o Stadium C : perubahan struktur jantung dengan gejala.
o Stadium D : gagal jantung refrakter yang membutuhkan intervensi dan
strategi tata laksana khusus.
c. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan onset :
o Gagal jantung akut : serangan cepat /rapid / onset / adanya perubahan
pada gejala-gejala atau tanda-tanda dari gagal jantung yang berakibat
diperlukanya tindakan atau terapi secara urgent.
o Gagal jantung kronik : sindrom klinik yang kompleks yang disertai
keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat
atau latihan.
d. Klasifikasi berdasarkan Anatomi:
o Right Atrium Hyperthrophy (RAH).
o Left Atrium Hyperthrophy (LAH).
Manajemen Kasus I-Interna

o Right Ventrikel Hyperthrophy (RVH).


o Left Ventrikel Hyperthrophy (LVH).
e. Klasifikasi berdasarkan Fungsional :
o Decomp kanan.
o Decomp Kiri.
o Congestive Heart Failure.
ETIOLOGI
Terdapat beberapa faktor yang menimbulkan gagal jantung, faktor ini terdiri dari
fungsi kontraktilitas ventrikel dan relaksasi ventrikel. Jika terdapat gangguan pada
kontraksi ventrikel atau dapat disebut dengan disfungsi sistolik, maupun terdapat
gangguan pada relaksasi ventrikel atau dapat disebut dengan disfungsi diastolik maka
pada keadaan ini akan memicu timbulnya mekanisme kompensasi jantung. Apabila
kompensasi ini muncul secara berlebihan maka akan menimbulkan gejala-gejala gagal
jantung.
a. Disfungsi sistolik.
60% dari kasus gagal jantung terjadi disfungsi sistolik (Rilantono,1999). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan gangguan fungsi sitolik yaitu :
-

Infark miokard
Iskemik miokard
Dilatasi kardiomipati
Regurgitasi mitral
Regurgitasi aorta
Stenosisaortik
Hipertensi yang tak terkendali

Pada keadaan yang disebutkan diatas dapat menurunkan volume sekuncup sehingga
jantung tidak dapat memompa darah untuk melakukan sirkulasi darah yang adekuat.
Contohnya Penurunan volume sekuncup pada kasus infarct, pada keadaan ini terjadi
kerusakan miosit karena miosit tidak mendapatkan asupan oksigen sehingga miosit
mengalami disfungsi dan menurunkan efektivitas dari kontraksi otot jantung. Pada
keadaan lain seperti hipertensi yang tidak terkontrol, pada keadaan ini beban akhir yang
harus dihadapi ventrikel kiri sangat berat sehingga kekuatan ventrikel dan beban tidak
seimbang. Beban yang diberikan kepada ventrikel lebih besar dibandingkan kapasitas
kekuatan pompa ventrikel (Rilantono,1999). Pada kasus ini didapatkan tanda infarct
anterior dari hasil EKG, dan hipertensi yang tidak terkendali dari keterangan hasil
anamnesis pasien. Kedua mekanisme ini yang mungkin mendasari CHF pada pasien ini.
b. Disfungsi diastolik.

Manajemen Kasus I-Interna

40% dari kasus gagal jantung terjadi disfungsi diastolik (Rilantono,1999).


Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan gangguan fungsi diastolik yaitu :
-

Iskemik miocard
Hipertrophy ventrikel
Kardiomiopati restriktif

Pada keadaan diatas, mungkin saja terdapat kondisi fungsi sistolik yang
baik, namun letak gangguan yang menjadi pemicu gagal jantung terdapat pada
proses repolarisasi atau relaksasi diastolik dini (Rilantono,1999). Contohnya
pada kasus iskemik miocard terjadi gangguan hantaran energi , energi yang tidak
dapat disalurkan ini akan diikuti oleh hambatan pada reaksi diastolik. Contoh
mekanisme lainya pada kasus hipertrophy ventrikel, pada keadaan ini elastisitas
ventrikel menurun dan ventrikel menjadi kaku, akibatnya proses relaksasi
ventrikel menjadi tidak sempurna. Pada pasien ini ditemukan kardiomegali
setelah melakukan hasil rontgen, pada keadaan kardiomegali bisa saja terdapat
hipertophy ventrikel namun perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
lebih lanjut.
PATOGENESIS
Pada penjelasan diatas dimana terjadi gangguan sistolik dan diastolik, tubuh
akanmemberikan respons adaptif local dalam upaya mempertahankan curah jantung.
Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat
normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan
istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya
tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi
semakin kurang efektif.
1

Peningkatan aktivitas adrenergic simpatis :


Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung
adalah peningkatan aktivitas system adrenergic simpatis. Meningkatnya
aktivitas adrenergic simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari sarafsaraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Katekolaminakan meningkatan
kontraksi

dan

frekuensi

jantung.

Katekolamin

juga

menyebabkan

vasokonstriksi perifer sehingga perfusi ke organ penting terjaga.


2

Peningkatan preload melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :

Manajemen Kasus I-Interna

Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi


natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Sistem ini juga
akan menyebabkan vasokonstriksi perifer sehingga juga adakn meningkatkan
preload jantung.
3

Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium yang
berfungsi untuk meingkatkan kekuatan kontraksi ventrikel. Hipertrofi ini
dicetuskan oleh sistem renin angiotensin aldosteron, sistem simpatis, dan
polipeptida proinflamasi lainnya. Awalnya mekanisme ini menguntungkan
namun

ternyata

juga

meningkatkan

kebutuhan

oksigen

miokardium

sehinggamudah terjadi gangguan miokardium jika kebutuhan tidak terpenuhi.


DIAGNOSIS GAGAL JANTUNG
Penegakan diagnosis pada gagal jantung dapat ditetapkan berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Kriteria Framingham :
Kriteria Mayor
Kriteria Minor
Paroksismal nokturnal dispnea
Edem ektremitas
(sesak tiba-tiba dimalam hari)
Batuk malam hari
Distensi vena pada leher
Dispnea deffort (sesak saat
Ronkhi paru
aktivitas)
Kardiomegali
Hepatomegali
Edema paru akut
Efusi Pleura
Gallop s3
Takikardia >120 x/menit
Peningkatan
tekanan
vena
Penurunan kapasitas vital 1/3
jugularis
dari normal
Refuks hepatojugular positif
Dinyatakan positif jika terdapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Tabel Kriteria Framingham (Panggabean M, 2009).

Manajemen Kasus I-Interna

GambaranklinisGagal Jantung kiri


Gejala :

GambaranklinisGagal Jantung kanan


Gejala :

Penurunan kapasitas aktifitas

Pembengkakan pergelangan kaki

Dipsnu (PND)

Dipsnu (bukan PND)

Letargi atau kelelahan

Nyeri dada

Penurunan nafsu makan dan

Penurunan aktivitas

berat badan
Tanda :

Tanda :

Kulit lembab

TD

Denyut nadi meningkat

Peningkatan JVP

normal

Edema

Denyutnadi (takikardi/aritmia)

Hepato megali dan asites

Pergeseran apeks

Gerakan bergelombang parasternal

Efusi pleura

S3 atau S4 RV

Efusi pleura

meningkat,

rendahatau

Jika terdapat kombinasi dari keduanya maka dapat dikatakan CHF

Pada anamnesis dalam kasus ini hasil dari anamnesis dan pemeriksaan yang
ditemukan dansesuai dengan kriteria framingham yaitu berupa kriteria mayor : Distensi
vena pada leher, Ronkhi paru, Kardiomegali, Edema paru akut. Sedangkan kriteria
minor : Edem ektremitas, Batuk malam hari, Dispnea deffort (sesak saat aktivitas).
Pada gagal jantung kiri : Letargi atau kelelahan, Kulit lembab, Pergeseran apeks. Pada
gagal jantung kanan : Pembengkakan pergelangan kaki, Penurunan aktivitas, Edema,
asites. Maka dapat disimpulkan pada kasus ini pasien mengalami gagal jantung
kongestif.
b. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan laboraturium awal pada pasien dengan Gagal Jantung sebaiknya
meliputi darah rutin, urinalisis, elektrolit serum, BUN, dan serum kreatinin, GDS, profil
lipid, tes fungsi hepar dan fungsi hormon tiroid (Yancy et al, 2013). Pada hasil

Manajemen Kasus I-Interna

pemeriksaan laboratorium pasien ini didapatkan hasil MCV 70 (80-100), Eosinofil 5%


(1-3%), monosit 12 (2-8), asam urat 6.10 mg/dL (<6.8).
Pemeriksaan lainya berupa EKG, ini penting dilakukan untuk memberikan
informasi meliputi frekuensi, irama jantug, gangguan sistem konduksi, tanda-tanda
infarct, dan hipertrophy (Panggabean M, 2009). Informasi yang didapatkan nantinya
dapat dijadikan pertimbangan untuk mengetahui keadaan jantung dan salah satu cara
menemukan penyebab terjadinya CHF. Pada kasus ini didapatkan hasil EKG erupa
sinus Takikardia, anterior infarct, dan kemungkinan perbesaran atrium kiri.
Foto thorax dilakukan untuk mengetahui kelainan jantung paru yang lain meliputi
efusipleura, kardiomegali, infiltrat , dan lain sebagainya. Pada kasus ini ditemukan
kardiomegali, suspect efusi Pericardial, perselubungan tipis pada apeks dan menidal
paru kanan dan kiri (awal oedem pulmo), dan tidak didapatkan efusi pleura.
Pemeriksaan lainya yang dapat dilakukan yaitu analisa gas darah arterial untuk
menilai oksigenasi PO2 dan fungsi respirasi PCO2, menilai PH asam basa untuk
menilai distress respiratorry, menilai asidosis yang berkaitan dengan prognosis buruk,
B-type natriuretic peptides ( BNP dan NT-pro BNP) untuk menilai stress miokard.
Namun pemeriksaan tersebut belum dilakukan pada kasus ini.
PENATA LAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung terdiri dari penatalaksanaan
farmakolog

dan

non-farmakologi.

Menurut

ACCF/AHA

direkomendasikan

penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi beratnya penyakit. Pada pasien ini termasuk


ACCF/AHA kelas C sehingga rekomendasi untuk klas C ACCF/AHA dapat digunakan
pada pasien ini.

Manajemen Kasus I-Interna

Tatalaksana Gagal Jantung menurut ACCF/ AHA (Yancy et al, 2013)


Terapi untuk klas C:
A.

Non Farmakalogi :
Edukasi: edukasi yang perlu diberikan baik bagi pasien maupun individu

disekitar pasien adalah tentang mengenal gagal jantung berupa pengetahuan


mengenai gejala, pentingnya diet rendah garam, pentingnya minum obat teratur,
dan tetap aktif secara fisik.
Diet rendah garam. Konsumsi garam sebainya dibatasi maksimal 1500
mg/ hari.
Penurunan berat badan. Beberapa penelitian menunjukkan penurunan
berat badan dapat mengurangi gejala pada pasien Gagal Jantung.
Aktivitas fisik reguler sebaiknya tetap dilakukan pada pasien yang stabil
sesuai kemampuannya. Olahraga juga sebaiknya dilakukan (latihan jasmani :
jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepedastatis 5 kali/minggu
selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal
jantung ringan dan sedang) (Yancy et al, 2013).

B. Farmakologi :
Manajemen Kasus I-Interna

Terapi farmakologi untuk stadium C dikeompokan menjadi 2 yaitu :

HF pEF (Heart Failure with Preserved Ejection Fraction) atau


dikenal dengan gagal jantung yang disebabkan gangguan

diastolik.
HF rEF (Heart Failure with Reduce Ejection Fraction) atau
dikenal dengan gagal jantung yang disesabkan gangguan sitolik.

Kedua pembagian tersebut sulit dibedakan secara klinis, keduanya hanya


dapat dibedakan dengan pemeriksaan lebih lanjut. Untuk itu terapi pada
kasus

ini

menggunakan

terapi

farmakologi

stadium

yang

dikombinasikan antara HF pEF dan HF rEF dengan langkah sebagai


berikut :
1

Menentukan target :
Goal pada teapi farmakologi stadium C adalah :

Mengendalikan gejala / symptoms.


Edukasi pasien.
Meningkatkan kualitas hidup pasien.
Mencegah kekambuhan yang memerluhkan perawatan di rumah

sakit.
Mencegah kematian.
Menentukan strategi :
Strategi ditentukan faktor resiko yang terdapat pada pasien yang
dapat berupa :

Hipertensi
Diabetes Mellitus
Sindrom Metabolik
Penyakit Atherosclerotic
Penggunaan obat rutin :
Diuretic
:Furosemid 3x 20-40 mg
ARB : Valsartan 2x 40-160 mg, ACEI seperti Captopril tidak

digunakan karena pada kasus ini pasien memiliki keluhan batuk.


Beta Blockers : Bisprolol 1x 1.25-10mg.
Aldosterone antagonis : Spironolactone 1x 12.5-50mg.
o Penggunaan obat lain jika diperluhkan :
Isosorbide dinitrate 2x 5mg
Digitalis Digoxin 1x 0,25 mg

Manajemen Kasus I-Interna

Obat yang menjadi pilihan dapat dilihat pada tabel berikut :

Manajemen Kasus I-Interna

Daftar pustaka
Guntur A (2006). Bed Side Teaching Ilmu Penyakit dalam. Solo :Sebelas Maret
University Press
Longmore M, et al (2012). Oxford Handbook of Clinical Medicine 8th. New York :
Oxford Press.
Rilantono (1999). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokterna Universitas
Indonesia.
Sudoyo AW, et al (2011). Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th ed. Jakarta :
Interna Publishing.
Sudoyo AW, et al (2011). Indonesian Doctors Compendium. Jakarta : Luthfan-the
Partner.
Yancy CW, et al (2013). 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart
Failure : A Report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines. Dallas : American Heart
Association,inc.

Manajemen Kasus I-Interna

Anda mungkin juga menyukai