Anda di halaman 1dari 19

Pengendalian Tikus Pratanam

Sebagai Upaya Pengendalian Tikus Secara dini


I.

Pengandalian Tikus Pratanam

Di daerah tanam serentak; keberhasilan usaha pengendalian tikus lebih efektif


dan efesien.
Pada periode persemaian, petani lebih sering berada di sawah untuk
mengarap/mengolah sawahnya sehinngga petani sekaligus pelaku pengendalian.
Daya tarik persemaian terhadap kedatagan tikus cukup tinggi.
Sekitar persemaian sebagai focus lokasi pegendalian tikus (pada lokasi
pengendalian sempit berdampak positif terhadap sasaran luas).
Pada kondisi pratanam, individu tikus dewasa belum berkembang biak
merupakan padat populasi awal dapat di tekan secara dini (mencegah
perkembang biakan yg dapat mencapai 10-30 kali), maka seranagn tikus
selanjutnya dapat di tekan.
Apabila pengendalian dini tersebut telah di laksanakan secara missal dan
serentak maka pengendalain di pertanam tidak perlu dilakukan/ di minimkan,
sehingga biaya pengendalaian dapat di tekan.
II.

Teknik pengendalian

Strategi; pengandalian tikus dilaksanakan pada saat persiapan tanam


(persemaian dan awal pengolahan tanah sawah).
a. Bubu perangkap tikus persemaian (Alternatif 1)
Persemaian dipagar plastic setinggi 40-50 cm, terletak 50-100 cm dari pematang.
Di psang bubu tikus sebanyak 2 buah tiap persemaian/pemilikan petani.
Pemerangkapan tikus dilakukan selama periode persemaian
Hasil tangkapan bubu (tikus) di ambil setiap hari pada pagi hari.
Pengolahan tanah segera dilakaukan padaa awal persemaian agar tikus lebih
tertarik pada lokasi persemaian.
Dilakukan secara bersamaan/missal u memperoleh hasil yang maksimal.
b. Umpan beracun (Rodenstida) di sekeliling persemaian (Alternatif 2).
Persemaian dip agar plastic setinggi 40-50 cm, terletak 50-100 cm dari
pematang.
Dipasang umpan beracun (rosidentisida) pada pematang di luar pagar sekitar
persemaian sebagai pengganti bubu tikus.
Banyaknya umpan beracun 10 titik (20 gr tiap titik umpan) pada setiap
persemaian/pemilikan petani.
Amati umpan pada hari ke dua setelah pemasangan. Apabila umpan dimakan
mencapai 50% atau lebih maka umpan beracun perlu ditambah menjadi sejumlah
semula. Selanjutnuya pengamatan umpan di lakuakn setiap 2 hari.
Pengolahan tanah segera di lakukan pada awal persemaian agar tikus lebih
tertarik pada lokasi persemaian.
Dilakukan secara bersamaan/missal untuk memperoleh hasil yang maksimal.

III. Maanfaat pengendalian


Menekan kerugian/susut hasil panen akibat serangan tikus.
Menekan kebutuhan tenaga dan biaya untuk pegandalian tikus.
Berdasarkan pengalaman kelompok tani binaan; pengamanan hasil tani produksi
panen mencapai 0,610-1,050 ton per hektar di bandingkan kelompok tani yang
hanya memasang pagar plastic di persemaian.
Pengeluaran biaya pengendalain tikus plastic pagar, rodentisida dan sekam, serta
bubu tikus (biaya penyusutan) sebesar Rp. 60.000,- sampai Rp. 75.000,-.

Cara penutup:
1. Informasi teknis tentang Kombinsi pagar plastic dan perangkap bubu untuk
pengendalian tikus sawah pada persemaian padi sawah terdapat pada ATA-162
News, 14 Mei 1991 yang di keluarkan oleh Sentra (Balai) peramalan hama dan
penyakit tanaman pangan Jatisari. Direktorat Perlindungan Tanaman.
2. Sampai dengan dewasa ini banyak pertain masih mengeluh tentang serangan
tikus namun apakah semua petani kompak aktif mengandalilakan hama utama
yang satu ini secara berkesinambungan.
Penyakit Hawear Daun Bakteri Pada Tanaman Padi
Pengamatan, Peramalamn dan Teknik Pengandaliannya
I. Pendahuluan
Penyakit hwar daun bakteri (HDB) pada tanaman padi yang di sebut juga sebagai
penyakit kresek di sebabkan oleh pathogen Xanthomonas campeteris pv. Oryzae.
Penyakit ini termasuk salah satu penyakit yang paling merugikan tanaman padi.
Secara ekonomis penyakit ini cukup penting oleh karena kehilangan hasilnya yang
cukup tinggi, pada musim penghujan mencapai 20,6-35,6% dan musim kemarau 7,5
23,8 %
Pemuatan secara dini penyakit ini dapat untuk meramalkan kemunculnnya dan
mengambil tindakan pengendalian. Pengetahuan epidemiloogi penyakit yang
mamadai akan sangat membantu untuk mendapatkan metode pengamatan,
peramalan maupun pengendalian yang tepat.
II.

Pengamatan

Gejala: Padatanaman muda yang peka gejala kresek akan muncul, tanaman muda
yang peka gejala kresek akan muncul, tanaman layu dan mati. Seperti terlihat pada
gambar 1.
Gejala hawar daun di mulai dari ujung tepi daun berbentuk gari gelombang,
berwarna kuning yang cepat berubah oranye atau mongering dalam beberapa hari.
Pada permukaan bercak yang msih muda di amati pada pagi hari. Apabila di amati
di bawah mikroskop, koloni bakteri akan keluar dari tep irisan daun bergejala. Pada
varietas peka gejala dapat bverkembang sampaiarah pelepah tanaman.
Kuantitatif Penyakit HDB

Luas area daun uang masih hijau sebagai lokasi terjadinya infeksi bakteri
pathogen bervaiasi se iring dengan waktu dan umur daun yang mongering.
Skala dan scoring untuk menggambarkan perbedaan tingkat infeksi penyakit
HDB seringkali di gunakan untuk mendapatkan informasi intensitas penyakit
maupun keparahan penyakit (Disease Severty). Beberapa skala yang seringkali
dipergunakan antara lain adalah dengan 4 skala. Skala 0 sampai dengan 9 banyak
di pergunakan oleh peneliti, scoring ini memperhatikan posisi daun yang terinfeksi
yang dideskripsikan sebagai berikut:
Skor 1 : Tanaman sehat/tidak ada gejala
Skor 2 : Becak gejala kecil pada daun bagian bawah
Skor 3 : Becak gejala mulai berkembang pada daun bagian bawah.
Skor 4 : Becak gejala mulai berkembang pada daun bagian bawah dan daun bagian
tengah
Skor 5 : Becak gejala mulai berkembang pada daun bagian bawah dan daun bagian
tengah becak telah
mulai berkembang.
Skor 6 : Seperti pada skor 5 tetapi sebagian daun telah mencapai infeksi yang
sangat berat.
Skor 7 : Gejala HBD telah berkembang ke seluruh bagian daun dengan daun tengah
dan bawah telah
mulai mongering.
Skor 8
: seperti pada skor 7, dengan daun yang mongering lebih banyak.
Skor 9 : tanaman terinfeksi berat, 50-100% daun telah layu/kering.
III. Peramalan
Peramalan penyakit HDB yang dikembangkan oleh BPOPT Jatisari adalah
berdasarkan hubungan penyakit dengan hujan dan pengamatan terhadap
bakteriooze. Pemantaun dini bakteriophage pada saluran air persawahan akan
angat berguna untuk meramalkan kemuculan HDB pada persawahan tersebut.
Peramalan kualitatif untuk penyakit HDB yang dikembangkan populasi
bakteriophage di saluran persawahan, keadaan air di persawahan (berkaitan
dengan hujan). Secara garis besar telah di peroleh model peramalan kulitatif seperti
pada table 1.
Populasi Bakteriophage
Kondisi air di persawahan Infeksi Penyakit
Cenderung meningkat
Sering kebanjiran
Sangat Berat
Normal
Berat
Sering kekeringan
Sedang
Cenderung menurun
Sering Kebanjiran
Berat
Normal
Sedang
Sering Keekringan
Ringan
Laju infeksi penyakit tersebut akan semakin tinggi apabila daerah tersebut
akan semakin tinggi apabila daerah tersebut hujan dan di ikuti dengan angin
sehingga penyakit HDB seringkali disebut pula penyakit yang terbawa oleh hujan
atau Rain Borne disease.
Peramalan
kuantitatif
untuk
penyakit
HDB
dilakukan
dengan
mengkuantitatifkan
penyakit
HDB
dilakukan
dengan
mengkuantitatifkan
factor_faktor kunci tersebut, agar supaya dapat di susun menjadi suatu rumus
matematis dan lebih mudah diapliksikan. Secara kuantitatif factor kunci tersebut

telah di ukur lebih rinci intebsits penyakit pada stadia kritis tanam (Y) dapat di
peroleh model peramalan sebagai berikut :

Y = 0.10
X1+0.11+1.03X3-0.19
(R2=0,44*,dengan nilai MPE :
Y : Intensitas penyakit HDB pada stadia kritis.
X1
: Kondisi air persawahan sampai denagn maksimium.
X2
: Rata-rata curah hujan harian sampai dengan stadia maksimum
X3
: Rata-rata hujan harian sampai denagn stadia anakan maksimum
IV.

Pengendalian

Pengendalian penyakit HDB yang di terapkan oleh BPOPT Jatisari adalah denagn
memanfaatkan
bakteri
antagonis.
Bakteri
antagonis
tersebut
adalah
Corynebacterium.
Penghambatan terhadap sebaran Horizontal penyakit HDB
Aplikasi Corynebcterium cenderung mampu menghambat penyeberan
horizontal penyakit HDB. Meskipun demikian aplikasi sebanyak 35 kali, di mulai dari
perlakuan benih, kemudian masing-masing pada 28 hst, 42 hst, dan 56 hst ,mampu
menekan secara nyata penyebaran penyakit HDB, seperti gambar 3.
Jumlah aplikasi yang ekonomis adalah aplikasi sebanyak 3x yaitu pada
perlkuan benih, 28 hst dan 42hst. Tingkat penghambatannya tercantum pada table
2.
Table 2. Pengaruh jumlah aplikasi Corynebacterium terhadap sebaran penyakit HDB
dan tingkat penghambatan.
Jumlah aplikasi
Corynebacterium
1x
2x
3x
4x
5x
Kontrol

Rumpun bergejala (%)


64 b
28,6 c
9,4 d
15 d
12 d
100 a

Tingkat penghambatan
(%)
36 %
71,4 %
90,6 %
85 %
88 %
-

Dari table di atas penghambatan aplikasi Corynebacterium sebanyak 3x dgn


dosis 5 cc/ liter, degan kepadatan populasi bakteri 106 cfu/cc menghambat
penyebaran penyakit HDB 90,6%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa agens
hayati mampu menghambat kemunculan awal penyakit HDB dan selanjutnya
menghambat perkembangan infeksinya di rumpun padi. Aplikasi pada bibit yaitu
sebelum di tanam di lapang menunjukkan beda yang nyata degan control, intensits

awal penyakit HDB pada awal seranagan berkisar antara 3,75-4,69 % yang
bedanyata dengan control 10,03%
Peningkatan intensitas di pengaruhi oleh banyaknya jumlah apliksi
Corynebacterium, meskipun banyaknya alikasi tidak menunjukkan pengaruh yang
beda satu dengan yang lain, akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa laju infeksi
(r) penyakitnya menunjukkan perbedaan pengaruh.
Efektifitas bakteri Antagonis
Efektifitas Corynebacterium sebagai bakteri antagonis terhadap penyakit
HDB nampaknya cukup baik secara umum dapat menghambat timbulnya gejala
awal. Terhadap penyakit HDB, corynebacterium menunjukkan hasil yang baik pada
penghambatan pemunculan gejala awal, penyebaranmaupun intensitasnya.
Jumlah aplikasi
Sebanyak 3 x yaitu bibit, umur 28 hst, dan 42, hst di nilai merupakan waktu yang
paling tepat untuk tujuan pengandalain penyakit HDB.
Pengendalian lainnya
Upaya pengandalian lainnya adalah dengan menggunakan varietas toleran
dan cara-cara lain sebagai mana dalam buku pedoman rekomendasi PHT pada
tanman padi.
Pedoman Gerakan Pengandalain Wereng Coklat
Wereng coklat sangat merugikan petani
Wereng coklat merusak tanaman padi,bahkan dapat menyebablan rumpun
terbakar.
Wereng coklat merusak tanman sejak di persemaian hingga tanaman bermalai
Penyebab
Wereng coklat mampu berkembang biak tinggi, bertelur banyak (100-600 butir),
dan siklus hidup pendek, daya sebar cepat
Adanya renanaman varietas rentan pada pola tanam yang tidak teratur.
Penggunaan insektisida yang tidak bijaksana
Tidak semua petani mau mengendalikan wereng coklat secara bersama-sama.
Tanda kerusakan wereng coklat
Apabila populasi tinggi warna daun dan batang tanaman berubah menjadi kuning
kemudian coklay jerami dan akhirnya seluruh tanaman mongering bgaikan
terbakar.
Wereng coklat ukurannya lebih kecil dari butir padi (2-4 mm). tepatnya di bagian
pangkal tanaman, di batang dan kadang-kadang sampai di daun. Nimfa kecilnya
berwarna putih dan semakin tua warna berubah menjadi kekuningan, coklat
muda dan akhirnya menjadi coklat.
Karakteristik wereng coklat
wereng coklat dewasa mempunyai dua bentuk ayap panjang (makroptera) dan
dewasa sayap pendek (brakhiptera)

bentuk makroptera indicator populasi pendatang dan emigrasi, sedangkan


brakhiptera populasi penetap.
Wereng coklat mampu beradaptasi terhadap pergantian varietas tahan, denagn
membentuk biotipe baru.
Populasi wereng coklat dapat meningkat lebih tinggi dengan aplikasi insektisida
yang tidak diizinkan karena dapat menimbulkan resurjensi.
Pengamatan dan persiapan gerakan pengendalian
Pengamatan dilakukan secara terprogram
Pengamatan sejak awal di persemaian dan tangkapan lampu perangkap
Sesuai pedoman pengamatan dan pelaporan perlindungan tanaman intensitas
serangan wewreng coklat di kategorikan sebagai berikut:
Intensitas seragan rigan adalah derajat seragan <25%
Intensitas serangan sedang adalah sederajat seragan 25% 25 sampai <50%
Intensitas serangan berat adalah adalah derajat seragan 50% sampai <90%
Puso adalah derajat seragan 90%
Waspadai daerah indemis wereng coklat
Waspadai populasi wereng ciklat di persamaian dan tanaman muda
Koordinasikan gerakan dan tingkatkan penyuluhan.

Gerakan pengendalian pra tanam


Peningkatan pengamatan populasi sejak awal persemaian
Pemusnahan singgang/sisa tanaman yang terserang virus yang di tularkan
wereng coklat yaitu kerdil rumput dan kerdil hampa
Pemusnahan bibit yang terserang virus yang di tularkan oleh wereng coklat
Serangan pada tanaman muda
(tanam-anakan masksimum)
Tanamlah varietas yang telah terbukti tahan di daerah yang bersangkutan
hindarkan penanaman varietas rentan maupun varietas pemicu
Tanaman yang terserang ringan s/d berat dieradikasi selektif dan yang terserang
berat dieradikasi total
Penggunaan insektisida yang diizinkan apabila terjadi peningkatan populasi
wereng coklat >.
10 ekor/eumpun pada tanaman umur <40 hari setelah tanam (Hst) atau
> 40 ekor/rumpun saat tanaman berumur . 40 Hst.
Serangan pada tanaman tua
(primordial - panen)
Tanaman yang terserang ringan s/d berat dieradikasi selektif dan yang terserang
puso dieradikasi total
Penggunaan insektiasida diizinkan apabila terjadi peningkatan popilasi
40
ekor/rumpun pada tanaman berumur > 40 hst

Pelestarian musuh alami

Musuh alami utama wereng coklat antara lain adalah laba-laba, angganganggang, kepik air, kepik mired, kumbang karabid, kumbamg coccinellid dan
capung.
Usahakan menggunakan pestisida secara bijaksana, tapi apabila terpaksa
digunakan insektiaida yang dianjurkan / dizinkan dengan memperhatikan jenis
yang tepat sesuai Opt sasaran, dosis, konsentrasi, cara dan waktu aplikasi yang
tepat.
Penggunaan Varietas
Tanaman varietas tahan yang terbukti tahan di lokasi yang bersangkutan
Varietas yang tahan terhadap wereng coklat dapat di anjurkan dengan
mengupayakan populasi wereng coklat tidak belebihan
Gunakan benih varietas tahan yang berlabel
Hindarkanlah penanaman varietas pemicu di sekitar pertanaman varietas tahan,
yang dapat menjadi sumber seranagan.

Penggunaan pestisida
Sebelum memutuskan penggunaan pestisida lakukanlah pengamatan populasi
wereng coklat setiap minggu
Apabila populasi wereng coklat mencapai ayau melampaui ambang
pengendalian, gunakanlah insektisida efektif yang diizinkan untuk wereng coklat.
Apabila populasi wereng coklat meningkat dan seragan meluas, utamakan
menggunakan insektisida berbahan aktif buprofezin (applaud 10 wp, apalaud 100
EC, appalaud 400ew) secara spot treatment.
Apabila dilokasi tidak tersedia applaud, dapat menggunkan insektisida lainnya
yang di izinkan untuk pengandalian wereng coklat.
Penggerek batang padi
Teknik pengamatan dan penganbilan sampel tunggul padi
Penaganan
Penggerek batang putih
Penggerek batang putih, Scripophaga innotata (PBPP) berkembang baik pada
areal sawah denagn elevasi sampai dengan 200 m dari permukaan laut
Mampu berdiapause/tidur panjang pada tunggul padi sisa musim kemarau.
Sering menimbulkan kerusakan pada awal musim hujan, terutama pada areal
sawah yang pada akhir musim kemaraunya terserang PBPP
Tingkat kerusakan/intensitas serangan pada satu hamparan degan varietas dan
umur tanaman yang sama biasanya relative merata.

1. Penetapan lokasi sampling terutama di dasrkan kepada daerh yang di laporkan


terserang PBPP pada musim kemarau sebelumnya
2. Cara pengambilan sampel tunggul padi di tiap hamparan:
a. Jumlah sampel tunggul padi tiap hamparan di tentukan minimal 10 tunggul.
b. Arah pengambilan sampel di tentukan degan cara membuat garis tegak
lurus dari pematang besar/ asluran air/ jalan tanggul kea rah hamparan.
c. Jarak antar sampel tunggul berkisar antara 10-20 meter
d. Di sampel tunggul padi di ambil dengan cara di cangkul (akar utama harus
terambil) kemudian di masukkan ke dalam kantong kertas di beri
penomoran.
e. Seluruh batang dan akar dari sampel tunggul padi diamati denagn cara
pembelahan menggunakan cutter
f. Jenis larva yang di temukan dari hasil pembelahan di simpan dan di catat
3. Hasil seluruh pengamatan di tiap lokasi yang padat populasi larva diapuse
10 ekor di beri tanda khusus karena harus dianggap sebagai kantung larva
yang akan menjadi sumber populsi untuk musim penghujan berikutnya
Pengandalian :
Pra tanam, pengolahan tanah :
Pengolahan lahan dan pengolahan tanah untuk pesemaian dilakukan bersamaan
agar ulat yangberdiapuse (PBPP) dapat terbunuh.
Penundaan waktu sebar benih (untuk PBPP) minimal 10 hari setelah puncak
penerbagan ngengat dari tunggul.
Pemotongan jerami < 5 cm dari permukaan tanah
Persemaian :
Pengumpulan dan inkubasi kel.telur agar parasitoid yang muncul dapar
dilepaskan kembali
Pemasangan lampu ptromak atau lampu listrik u penagkapan ngengat di
kombinasikan dengan pemasangan bak yang berisi air yang di campur denagn
minyak tanah dengan perbandingan 1:40.
Eradiksi selektif tanaman reserang.
Tanaman muda (tanam, anakan maksimum) :
Pengumpulan dan pemeliharaan kel.telur untuk pelepasan parasitoid
Penggunaan insektisida yang di ijinkan dan efektif bila serangan sundep > 6%
Tanaman tua (primodial-berbunga) :
Pencabutan beluk segar sampai bagian bawah malai
Penggunaan insektisida yang di izinkan bila beluk > 10 %
Penggunaan bulir (pengisian-panen):
Pencabutan belus segar
*) Keterangan : pestisida butiran digunakan untuk derah endemis berat pada
persemaian dan sebelum
Tanam

Penyakit blas
(pyricularia Oryzae)
Pada tanman padi
Pendahuluan
Penyakit blas di sebabkan oleh jamur pathogen Pyricularia Oryzae Cav merupakan
salh satu penyakit padi yang mendatangkan kerugian. Infeksi dapat terjadi dari
pembibitan sampai dengan masa panen. Infeksi pada tanaman muda di tandai
dengan adanya bercak daun yang membentuk belah ketupat, yang di kenal dengan
blas daun (leaft blast). Sedangkan pada stadia generative infeksi terjadi pada
pangkal panikel yang disebut dengan neck blst. Beberapa derah di Indonesia pernah
mengalami breakdown oleh infeksi penyakit blas antara lain, varietas cisokan di
Sumatra Barat, IR-64 di Jawa Barat, IR-36 dan Krueng Aceh di Jawa Timur, krueng
Aceh di Bali, IR-36 di Lombok dan Tajum di Kalimantan Selatan (Mogi,1989).
Patahnya ketahanan tanaman terhadap penyakit blas daun pada umumnya tidak di
lanjutkan pada pangkal panikel, sebaliknya di datarn tinggi gejala bls di daun
hamper selalu diikuti dengan perkembangan panikel.
Gejala
Gejala khas bercak daun adalah berbentuk belah ketupat (lebar di tengah
dan meruncing di kedua ujungnya).bercak besar dengan ukuran 1-1.5 x 0.3-0.5 cm
biasanya berkembang menjadi abu-abu ditengahnya. Daun-daun dari varietas
rentan bisa mati. Bercak coklat yang berukuran besar kepala peniti merupakan
indikasi teaksi tahan suatu varietas, bercak ini kerapkali sukat di bedakan dengan
bercak coklat Helminthosporium.
Blas bisa menyerang batang pada ruas-ruasnya. Pangkal pelepah daun
membusuk, berubah menjadi kehitam-hitaman dan mudah patah. Bercak bia terjadi
pada leher malai. Leher malai yang terinfeksi berubah menjadi kehitam-hitaman
dan patah. Apabila busuk leher ternyata hanya sedikit mali berisi atau malainya
hampa.
Epidemiologi penyakit blas
Padaujung daun timbul bercak oval atau elips, kedua ujung-ujungnya meruncing
mirip belah ketupat. Gejala dapat pula muncul pada ruas, malai dan gabah. Stadia
kritis tanaman terjadi mulai umur 1 bulan (padi gogo), anakan maksimum, bunting
dan awal berbunga.
Pembentukan konida selama 14 hari, puncaknya pada 3-8 hari setelah berca
muncul. Pembentukan spora pada kelembapan 89-90%. Spora dapat bertahan pada
sisa jerami dan gabah 1 tahun dan miselia 3 tahun pada suhu kamar. Sumber
inokulum primer di lapangan adalah jerami sakit dan tanman inang.
Pengandalian
Penanaman varietas tahan, pembenaman jerami sakit sebagai kompos,
pemakaian pupuk nitrogen secara optimal, untuk derah serangan endemis paling
tinggi 90 kg N/Ha. Penggunaan benih sehat dan bermutu, perlakuan benih dengan
fungisida (seed treatmen) pada daerah serangan endemis, pergiliran tanamn
dengan bukan padi (tanaman yanbg tidak menjadi inang). Apliksi fungisida efektif
dan di ijinkan ynag didasarkan pada ambang pengandalian.

Pengelolaan ekosistem tanman padi terhadap penyakit blas


Pratanam, pengolahan tanahg :
Pembenaman jerami sakit sampai membusuk, yang dilakukan sambil pegolahan
tanah
Penggunan benih sehat
Persemaian
Penggunaan varitas tahan
Penggunaan benih sehat
Pada daerah serangan padi gogo dapat dilakukan perlakuan benih (seed
treatmen)
Tanaman muda (tanam, anakan maksimum):
Pengaturan jarak tanam sitem legowo
Tanman tua (primodial-berbunga):
Penggunaan fungisida efektif dan diizinkan pada 2 minggu sebelum keluar malai.
PENYEBARAN DAN PERKEMBANGAN PENYAKIT TUNGRO
DI INDONESIA 1)
Oleh :
I Nyoman Raga 2)

PENDAHULUAN
Tungro merupakan penyakit virus pada tanaman padi. Penyakit ini dapat ditularkan oleh wereng hijau
dengan efektifitas penularan tinggi (83 %) khususnya oleh wereng hijau Nephotettix virescens Distan.
Penularan dapat berlangsung dengan cepat dimana dalam waktu 30 menit mengisap tanaman saki dan 30
menit mengisap pada tanaman sehat serangga penular sudah mampu menularkan virus. Tanaman yang
terinfeksi tidak dapat sembuh kembali dan berfungsi sebagai sumber inokulum. Dari sifat-sifat tersebut
menjadikan penyakit tungro serangannya mempunyai potensi eksplosif.
Beras merupakan bahan makanan pokok penduduk Indonesia karena demikian komoditas ini
merupakan komoditas strategis dan politis. Kebutuhan beras nasional terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan beras pemerintah terus berusaha
meningkatkan produksi beras. Bahkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan beras dalam rangka
swasembada, pemerintah mencanangkan program peningkatan produksi beras nasional (P2BN) dengan
target peningkatan 2 juta ton beras. Untuk mencapai target tersebut salah satu upaya adalah introduksi
varietas yang mempunyai potensi produksi tinggi yaitu padi hibrida. Padi hibrida disamping mempunyai
kelebihan dari aspek potensi produksi juga mempunyai kelemahan yaitu umumnya peka terhadap organisme
pengganggu tumbuhan. Hal ini memang telah disadari oleh pemerintah namun terpaksa harus ditempuh.

Introduksi padi hibrida menyebabkan tugas dan tantangan bidang perlindungan semakin berat. Dalam
rangka pengamanan P2BN kegiatan pengawalan tanaman dari gangguan OPT dituntut dilakukan dengan
ekstra ketat. Khususnya pada pertanaman padi hibrida pada daerah endemis OPT antara lain tungro, perlu
kehati-hatian dan pertimbangan yang matang serta kesiapan dalam mengamankannya. Dengan pertimbangan
dan kesiapan yang matang, potensi produksi dari varietas yang diintroduksi atau yang dianjurkan dapat
dicapai.
1. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Prenyakit Tungro di Maros,
Sulawesi Selatan tanggal
5 6 September 2007
2. Tenaga Fungsional Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu
Tumbuhan

PENYEBARAN PENYAKIT TUNGRO


Penyakit tungro merupakan penyakit virus penting pada tanaman padi di Asia Selatan dan Tenggara (
Suranto, 2004). Penyakit ini juga dikenal dengan sebutan nama yang berbeda yaitu dengan nama penyakit
merah di Malaysia, Yellow Orange Leaf (YOL) di Thailand t dan tungro di Filipina (Ling, 1972). Di Indonesia
penyakit tungro telah ditemukan pada tahun 1857. Penyakit ini dikenal dengan nama nama tungro, dan di
beberapa daerah dikenal dengan berbagai nama seperti mentek di Jawa dan Sumatera, habang di
Kalimantan, Cella vance di Sulawesi Selatan, dan kebebeng atau bangsel di Bali. (Directorete of Food Crops
Protection, 1993).
Penyebaran penyakit tungro tungro tidak dapat menyebar sendiri tanpa bantuan serangga penular
atau oleh manusia. Penyebaran oleh serangga dapat terjadi karena serangga penular infektif migrasi dan
menularkan tungro di lokasi baru. Penyebaran oleh manusia biasanya terjadi karena adanya pengangkutan
dan penanaman bibit padi terinfeksi tungrotanpa disadari. Adanya penangkaran dan jual beli bibit padi yang
berkembang di masyarakat seperti dapat menjadi pemicu menyebar dan berkembangnya serangan OPT.
Penangkaran dan jual beli bibit padi sudah menjadi kegiatan usaha di Pemalang, Jawa Tengah. Karene
demikian perlu adanya pembinaan dan pengawasan dari pihak pemerintah antara lain Balai Pengawasan dan
Sertiifikasi benih.
Di Indonesia penyakit tungro sejak tahun 1976 penyebarannya meluas dari satu propinsi ke provinsi lain. Pada tahun
1967 penyakit ini hanya dijumpai di 3 propinsi yaitu Kalimantan Selatan, NTB dan Sulawesi Utara, kemudian

pada tahun 1976, 1980, dan 1986 penyakit ini berturut-tuurut dijumpai di 7 , 17, dan 23 provinsi di Indonesia
(Directorate of Food Crop Protection, 1993). Dalam kurun waktu 20 tahun serangan tungro di Indonesia
meliputi 142 kabupaten dengan luas serangan mencapai 243.639 ha. Daerah-daerah yang sangat rawan
terhadap serangan tungro adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I.Y Yogyakarta, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara (Sama, et al., 1994). Dengan
banyaknya sebaran lokasi tungro, menyebabkan semakin sulit dan berat dalam penanganannya. Penggunaan
varietas tahan dapat menekan intensitas serangan sekaligus menekan infektiifitas serangga penular serta
menekan populasi serangga penular dengan demikian akan menekan atau mengurangi penyebaran tungro.
Pergiliran tanaman padi dengan bukan inang serangga penular dan virus tungro juga menghambat
penyebaran tungro. Penyebaran utama dan komulatif per musim tanam seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Penyebaran utama dan luas serangan tungro MK 2001 MK 2006
Musim Tanam

Sebaran Utama
serangan (Ha)

2001/2002
2002/2003
2003/2004
2004/2005
2005/2006

Provinsi
Kalsel, Jabar,Bali, Banten, Sulsel
Jabar, Jateng, Jatim, Sulsel, Lampung
Jabar, Sulsel, Jateng, Jatim, Bali
Jatim, Jateng, Jabar, Sumut, Sulsel
Jatim, Jateng, Bali, Jabar, Irja
Jabar, Jatim, Bali,Sumut, Lampung
Jabar, Jateng, Jatim,Bali, Sulteng
Jabar, Jatim, Jateng, Bali, Sulteng
Jabar, Jateng, Jatim, Bali, Banten
Jabar, Bali, Jatim, Lampung, Jateng
Jabar, Bali, Jateng, Sulsel, Jatim

PERKEMBANGAN PENYAKIT TUNGRO


Perkembangan serangan tungro merupakan hasil interaksi antara populasi serangga penular, sumber inokulum,
tanaman inang dan lingkungan. Semakin tinggi populasi vektor, sumber inokulum, inang peka seta lingkungan
yang mendukungnya maka semakin cepat perkembangan serangan tungro. Pada daerah dengan pola tanam
tidak serempak puncak penularan tungro di pertanaman terjadi rata-rata 6 minggu setelah tanam dan tampak
puncak pertambahan tanaman terserang terlihat 8 minggu setelah tanam. Populasi wereng hijau biasanya
mencapai puncaknya pada umr tanaman 6 - 7 minggu setelah tanam dan selanjutnya populasinya menurun
dengan semakin miningkatnya umur tanaman (Suzuki, et al., 1992). Tamanan muda atau pada fase vegetatif

merupakan fase rentan terhadap tungro dan wereng hijau. Pada fase tersebut disamping serangan
berdampak terhadap kehilangan hasil yang tinggi, juga merupakan stadia yang mendukung perkembangan
populasi dan infektiivitas serangga penular. Umur dan varietas padi sumber inokukul sumber inokulum serta
jenis inang (tingkat ketahanan) berpengaruh terhadap efisiensi penularan tungro seperti yang ditunjukkan dari
hasil penularan tungro pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh umur Sumber Inokulum Varietas Cisadane terhadap Efisiensi Penularan Tungro
pada Varietas Cisadane, Membramo, IR 64 dan IR 66 (Raga, 1998)

Inokulum
30 HST (S30)
60 HST (S60)
0 HST (S90)

Varietas
Cisadane
Membramo
IR 64
(V1)
(V2)
(V3)
------------------- Intensitas Serangan (%) *) -----------85 a
25 c
66 a
44 b
8 ef
42 b
18 cd
1 g
12 dc
49
11
40

IR 66
(V4)

Rataan

21 c
10 c
2 fg
11

49
26
8

Perkembangan serangan tungro dan mekanisme terjadinya eksplosi umumnya tungro pada awalnya
berkembang pada lokasi pertanaman tidak serempak, bila luas luas serangan atau sumber inokulum dan
populasi cukup memadai, serangan kemudian meluas ke areal pertanaman serempak. Pada saat panenpada
areal tanam serempak sumber inokulum berkurang bahkan hilang pada saat bera atau pengolahan
tanah,namun sumber inokulum tungro pada areal pola tanam tidak serempak biasanya terus bertahan dengan
tingkat intensitas yang berbeda-beda tergantung dari pada interaksi faktor-faktor yang berpengaruh. Karena
demikian sumber inokulum di areal pola tanam tidak serempak merupakan sumber serangan dan sumber
penyebab terjadinya eksplosi tungro.
Secara umum dengan bekembangnya teknologi pengendalian antara lain penggunaan varietas tahan,
pergilihan varietas dan waktu tanam yang tepat, berdampak terhadap turunnya tingkat luas serangan, dan
terjadinya eksplosi tungro. Namun demikian serangan tungro di beberapa provinsi masih berfluktuasi dan
tingkat serangannya masih tinggi.
Faktor-faktor yang dapat sebagai penyebab fluktuasi serangan tungro tersebut dan kendala dalam
pengendaliannya antara lain adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan varietas tahan yang merupakan cara pengendalian yang murah, mudah dan aman
masih banyak belum diterapkan di daerah endemis tungro. Hal ini dapat disebabkan karena
kurangnya sosialisasi/diseminasi.
2. Adanya perubahan minat petani untuk beralih menggunakan varietas padi karena varietas tahan
tungro yang ditanam ketika ada varietas yang lebih menarik dari aspek potensi produksi dan harga
jual.
3. Kurang taatnya petani terhadap jadwal tanam yang btelah ditentukan dimana jadwal tanam
tersebut merupakan waktu tanam yang tepat untuk mengendalikan. Atau adanya perubahan iklim
yang ekstrim yang menyebabkan penyimpangan terhadap waktu tanam yang tepat.
4. Kurangnya upaya pengendalian untuk menekan sumber inokulum dan penekanan terhadap
populasi serangga penular.
5. Masih adanya kebiasaan petani membuat pembibitan/pesemaian sebelum pengolahan tanah yang
menyebabkan sumber inokulum dan populasi dan infektifitas serangga penular di lapangan masih
tinggi.
6. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana yang berakibat terbunuhnya musuh alami seperti
parasitoid dan predator.
Beberapa parasitoid telur wereng hijau seperti Paracentrobia sp. dan Gonatocerus sp.

( Raga dan

Kustariyati, 1988),. .mempunyai daya parasitasi 80 90 % .arsitoid nimfa serta imago Pipunculid
sp. mempunyai daya para sitasi 80 %. Parasitoid tersebut tersebar luas di beberapa propinsi
seperti di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Jawa, Bali, dan NTB ( Widrawan, et al., 1992, Raga, et
al. 1992). Keberadaan musuh alami tersebut dapat menjadi faktor menyebab wereng hijau di
lapangan umumnya statusnya belum sebagai hama walaupun dari aspek biologinya mempunyai
potensi segai hama. Sehubungan dengan hal tersebut untuk menjaga populasi wereng hijau tetap
pada tingkat populasi rendah, maka pelestraian musuh alami sangat diperlukan.
Pola perkembangan serangan tungro di satu propinsi ada yang mirip atau sama dengan pola
perkembangan serangan di propinsi lainnya seperti Bali, NTB, Jawa Tengah dan Jawa Timur;
Sumaterla Selatan dengan Sumatera Barat, serta Jawa Barat dengan Banten (Gambar Lampiran
1 dan Lampiran 2).
.
PENUTUP

Penyebaran dan perkembangan tungro di Indonesia merupakan salah satu informasi penting
dalam pengelolaan penyakit tungro Dalam rangka P2BN informasi ini diperlukan dalam penentuan
lokasi pengembangan produksi khususnya yang berkaitan dengan introduksi padi hibrida yang
peka tungro. Disamping itu untuk pula dalam rangka menyusun strategi dan perencannaan dalam
pengawalan pertanaman dari serangan OPT.

PENDAHULUAN
Penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis, merupakan hama utama pada
tanaman jagung yang menyerang daun dan menggerek batang jagung. Gejala
serangan larva pada batang adalah ditandai dengan adanya kotoran berupa serbuk
yang keluar dari liang gerekan. Serangan yang berat menyebabkan batang patah
sehingga aliran makanan terhambat. Menurut Bato et al. (1983) kehilangan hasil
jagung oleh infestasi hama ini berkisar 20-80%. Di Sulawesi Selatan hama ini
banyak menyerang tanaman di daerah kabupaten Gowa, Sidrap, Wajo dan Luwu.
Serangan hama penggerek batang jagung mulai muncul pada tanaman jagung
sejak tanaman berumur 3-4 minggu dan berakhir sampai masaknya tongkol
(Widodo et al 1987). Batas toleransi kepadatan populasi dalam menentukan strategi
pengendalian adalah ditemukannya satu kelompok telur yang baru menetas per 30
tanaman.
Menurut Nonci dan Baco (1987), penggerek batang jagung mulai meletakkan
telur pada pertanaman yang berumur 2 minggu. Puncak peletakan telur terjadi
pada stadia pembetukan malai sampai keluarnya bunga jantan. Hama ini merusak
daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Jadi hama ini merusak pada
setiap fase pertumbuhan tanaman, dan fase vegetatif aktif sampai fase
pembentukan biji merupakan fase yang paling rentan. Menurut Saito (1980), masa
pembetukan malai atau bunga jantan pada tanaman jagung merupakan stadia yang
paling disenangi, kemudian larva meninggalkan bunga jantan dan kemudian
menggerek batang tanaman atau tongkol tanaman. Akibatnya pengendalian
dengan insektida sulit dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai