Anda di halaman 1dari 25

ODS PTERYGIUM DUPLEX STADIUM II

1. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Agama
Suku/bangsa
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan

: Tn. RT
: Laki-laki
: 49 tahun
: Islam
: Bugis/Indonesia
: Wiraswasta
: Jl.A.P Pettarani III
: 15 Juli 2016

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama

Rasa mengganjal pada kedua mata


Anamnesis Terpimpin

Rasa mengganjal pada kedua mata dirasakan sejak + 2 tahun yang lalu, secara
perlahan-lahan. Awalnya timbul selaput pada mata kiri, kemudian muncul pula pada
mata sebelah kanan. Pasien mengeluh matanya terasa berpasir (+), mata merah (+)
minimal, nyeri (+)bila terpapar angin dan matanya terasa kering, air mata berlebih (-),
penglihatan kabur (-). Riwayat sering terpapar debu dan sinar matahari (+) yaitu pada saat
penderita mengendarai motor tanpa menggunakan kacamata pelindung. Riwayat kebiasaa
merokok (+). Riwayat memakai kaca mata sebelumnya (-). Riwayat penglihatan menurun
(-). Riwayat trauma (-). Riwayat Hipertensi (-). Riwayat DM (-). Riwayat Penyakit
Keluarga : tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 15 Juli 2016 jam 11.00 WITA di Poli
mata BKMM.
a. Status Generalis
Keadaan Umum

: tampak kesakitan

Kesadaran

: compos mentis

Tensi

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit, regular

Nafas

: 16 x/menit

Suhu

: 370 C (axiller)

Kulit

: warna kulit sawo matang

Kepala

: mesosefal

Jantung

: tidak ada kelainan

Paru

: tidak ada kelainan

Hati

: tidak ada kelainan

Limpa

: tidak ada kelainan

Limfe

: tidak ada pembesaran

Ekstremitas

: tidak ada kelainan

b. Status Ofthalmologi

Inspeksi

Palpebra
Silia
Apparatus Lakrimalis
Konjungtiva

OD
Edema (-)
Sekret (-)
Lakrimasi (-)
Hiperemis (+),

OS
Edema (-)
Sekret (-)
Lakrimasi (-)
tampak Hiperemis (+),

tampak

selaput bentuk segitiga di selaput bentuk segitiga di


daerah nasal dan temporal, daerah nasal dan temporal,

Bola Mata
Mekanisme Muskular
- ODS
- OD
- OS
Kornea
Bilik Mata Depan
Iris
Pupil
Lensa

dengan

apeks

melewati dengan

apeks

melewati

limbus,

belum

mencapai limbus, belum mencapai

pupil
Normal
Ke segala arah

pupil
Normal
Ke segala arah

Jernih
Kesan Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, Sentral, RC (+)
Jernih

Jernih
Kesan Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, Sentral, RC (+)
Jernih

Gambar

OD

Palpasi

Tensi Okuler
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Glandula PreAurikuler

1. Mata pasien

OS

OD
Tn
(-)
(-)
Tidak Ada Pembesaran

OS
Tn
(-)
(-)
Tidak Ada Pembesaran

Visus
VOD : 6/6
VOS : 6/6
Tonometri
o TOD : 5/5,5 = 17,3 mmHg
o TOS : 5/5,5 = 17,3 mmHg
Campus visual
o Tidak dilakukan pemeriksaan
Color sense
o Tidak dilakukan pemeriksaan
Light sense
o Tidak dilakukan pemeriksaan
Penyinaran oblik

Konjungtiva

OD
Hiperemis

(+),

OS
tampak Hiperemis

(+),

tampak

selaput bentuk segitiga di selaput bentuk segitiga di


daerah nasal, dengan apeks daerah nasal, dengan apeks
melewati

limbus,

belum melewati limbus, belum


3

mencapai pupil
mencapai pupil
Kornea
Jernih
Jernih
Bilik Mata Depan
Kesan Normal
Kesan Normal
Iris
Coklat, Kripte (+)
Coklat, Kripte (+)
Pupil
Bulat, Sentral, RC (+)
Bulat, Sentral, RC (+)
Lensa
Jernih
Jernih
Oftalmoskopi
FODS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR 0,3, a/v : 2/3,

macula : refleks fovea (+), retina perifer kesan normal.


Slit lamp
o SLOD : konjungtiva hiperemis (+), kornea jernih, tampak selaput segitiga
dari arah nasal, apeks melewati limbus belum mencapai pupil,

BMD

kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa
jernih.
o SLOS : konjungtiva hiperemis (+), tampak selaput segitiga (+) di nasal dan
tempotal, apex melewati limbus belum mencapai pupil, kornea jernih,
BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+),
lensa jernih.
Laboratorium
o Tidak dilakukan pemeriksaan
4. RESUME
Seorang laki-laki 49 tahun datang ke poliklinik mata BKMM dengan keluhan rasa
mengganjal pada kedua mata dirasakan sejak + 2 tahun yang lalu, secara perlahan-lahan.
Awalnya timbul selaput pada mata kiri, kemudian muncul pula pada mata sebelah kanan.
Pasien mengeluh matanya terasa berpasir (+), mata merah (+) minimal, nyeri (+)bila
terpapar angin dan matanya terasa kering, air mata berlebih (-), penglihatan kabur (-).
Riwayat sering terpapar debu dan sinar matahari (+) yaitu pada saat penderita
mengendarai motor tanpa menggunakan kacamata pelindung. Riwayat kebiasaa merokok
(+). Riwayat memakai kaca mata sebelumnya (-). Riwayat penglihatan menurun (-).
Riwayat trauma (-). Riwayat Hipertensi (-). Riwayat DM (-).
Pada pemeriksaan oftalmologi, VODS : 6/6, TODS : 17,3mmHg. Pada mata kanan
ditemukan selaput segitiga di nasal dan temporal, dengan apeks melewati limbus, belum
mencapai pupil. Pada mata kiri ditemukan selaput segitiga di nasal dan temporal, dengan
apeks melewati limbus, belum mencapai pupil.

DIAGNOSIS
ODS Pterigium Duplex Stadium II
TERAPI
Cendo lyteers ED ODS 4 dd 1 gtt
ANJURAN
ODS Eksisi Pterigium + graft konjungtiva
DISKUSI
Seorang laki-laki 49 tahun datang ke poliklinik mata BKMM dengan keluhan rasa
mengganjal pada kedua mata dirasakan sejak + 2 tahun yang lalu, secara perlahan-lahan.
Awalnya timbul selaput pada mata kiri, kemudian muncul pula pada mata sebelah kanan.
Pasien mengeluh matanya terasa berpasir (+), mata merah (+) minimal, nyeri (+)bila
terpapar angin dan matanya terasa kering, air mata berlebih (-), penglihatan kabur (-).
Riwayat sering terpapar debu dan sinar matahari (+) yaitu pada saat penderita
mengendarai motor tanpa menggunakan kacamata pelindung. Riwayat kebiasaa merokok
(+). Riwayat memakai kaca mata sebelumnya (-). Riwayat penglihatan menurun (-).
Riwayat trauma (-). Riwayat Hipertensi (-). Riwayat DM (-).
Pada pemeriksaan oftalmologi, VODS : 6/6, TODS : 17,3mmHg. Pada mata kanan
ditemukan selaput segitiga di nasal dan temporal, dengan apeks melewati limbus, belum
mencapai pupil. Pada mata kiri ditemukan selaput segitiga di nasal dan temporal, dengan
apeks melewati limbus, belum mencapai pupil, kornea jernih, BMD kesan normal, iris
coklat, kreipte (+), pupil bulat, sentral, RC (+/+) dan lensa jernih. Pada mata kiri
ditemukan selaput segitiga di nasal dan temporal, dengan apeks melewati limbus, belum
mencapai pupil, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat,
sentral, RC (+/+) dan lensa jernih.
Berdasarkan hasil anamnesis dan hasil pemeriksaan oftalmologi tersebut dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita ODS Pterigium Duplex Stadium II.
Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif, berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea dengan
puncak segitiga di kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak
kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar ke daerah
kornea. Pterigium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa mata
berair dan tampak merah serta mungkin menimbulkan astigmatakibat adanya perubahan
5

bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh pterigium serta terdapat
pendataran dari pada meridian horizontal pada kornea.
Sinar ultraviolet terutama sinar UVB beserta polutannya merupakan pencetus
terjadinya inflamasi kronik sebagai penyebab pertumbuhan jaringan pterigium, selain itu
kekeringan okular dan polusi lingkungan dapat berperan serta dalam progresivitas
pterigium dan rekurensinya.
Prinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obatobatan jika pterigium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada
pterigium yang melebihi derajat 2.Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada pterigium
derajat 1 dan 2 yang telah mengalami gangguan penglihatan.Lindungi mata dengan
pterigium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung.Bila
terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi
steroid.Pemakaian air mata artifisial ini diperlukan untuk membasahi permukaan okular
dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata. Umumnya pterigium bertumbuh
secara perlahan dan jarang sekali menyebabkan kerusakan yang bermakna, karena itu
prognosisadalah baik.

PTERIGIUM
A. DEFENISI
Pterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu Pteron yang artinya sayap
(wing). Pterigium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada
konjungtiva dan tumbuh menginfiltrasipermukaan kornea, umumnya bilateral di sisi
nasal, biasanya berbentuk segitiga dengan kepala/apex menghadap kesentral kornea
dan basis menghadap lipatan semilunar pada cantus.1,3,4
B.

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2%
untuk daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 286

36o. Sebuah hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena
paparan ultraviolet lebih tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan
penurunan angka kejadian di lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di
lintang bawah.2
Pterigium merupakan kelainan mata yang umum di banyak bagian dunia,
dengan prevalensi yang dilaporkan berkisar antara 0,3%-29%. Studi epidemiologis
menemukan adanya asosiasi terhadap paparan sinar matahari yang kronis, dengan
meningkatnya prevalensi geografis 'sabuk pterigium' dalam garis peri-khatulistiwa 37 o
lintang utara dan selatan khatulistiwa.Pterigium terlihat hampir dua kali lebih sering
pada laki-laki daripada wanita.4
Berdasarkan

beberapa

faktor

diantaranya

adalah

jenis

kelamin

dan

umur.Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita.Pterigium lebih sering terjadi padapria tua yang melakukan
pekerjaan di luar rumah.Jarang sekali orang menderita pterigium umurnya di bawah
20 tahun. Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang
tertinggi, sedangkan pasien yang berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai
insidensi pterigium yang paling tinggi.2
C. ANATOMI KONJUNGTIVA
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea
dilimbus.4
Secara anatomi, konjungtiva terdiri atas 3 bagian:4,5
1. Konjungtiva Palpebra
Mulai pada mucocutaneus junction yang terletak pada bagian posterior
kelopak mata yaitu daerah dimana epidermis bertransformasi menjadi
konjungtiva.Dari titik ini, konjungtiva melapisi erat permukaan dalam kelopak
mata.Konjungtiva palpebra dapat dibagi lagi menjadi zona marginal, tarsal, dan
orbital.Konjungtiva marginal dimulai pada mucocutaneus junction hingga
konjungtiva proper.Punktum bermuara pada sisi medial dari zona marginal
7

konjungtiva palpebra sehingga terbentuk komunikasi antara konjungtiva


dengan sistem lakrimal.Kemudian zona tarsal konjungtiva merupakan bagian
dari konjungtiva palpebralis yang melekat erat pada tarsus.Zona ini bersifat
sangat vaskuler dan translusen. Zona terakhir adalah zona orbital, yang mulai
dari ujung perifer tarsus hingga forniks. Pergerakan bola mata menyebabkan
perlipatan horisontal konjungtiva orbital, terutama jika mata terbuka.Secara
fungsional, konjungtiva palpebra merupakan daerah dimana reaksi patologis
bisa ditemui.
2. Konjungtiva Bulbi
Menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya.
Konjungtiva bulbi dimulai dari forniks ke limbus, dan bersifat sangat translusen
sehingga sklera dibawahnya dapat divisualisasikan.Konjungtiva bulbi melekat
longgar dengan sklera melalui jaringan alveolar, yang memungkinkan mata
bergerak ke segala arah.Konjungtiva bulbi juga melekat pada tendon muskuler
rektus yang tertutup oleh kapsula tenon.Sekitar 3 mm dari limbus, konjungtiva
bulbi menyatu dengan kapsula tenon dan sklera.
3. Konjungtiva Forniks
Merupkan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva
bulbi.Lain halnya dengan konjungtiva palpebra yang melekat erat pada struktur
sekitarnya konjungtiva forniks ini melekat secara longgar dengan struktur di
bawahnya yaitu fasia muskulus levator palpebra superior serta muskulus
rektus.Karena perlekatannya bersifat longgar, maka konjungtiva forniks dapat
bergerak bebas bersama bola mata ketika otot-otot tersebut berkontraksi.

Gambar 1.Konjugtiva5
Konjungtiva di vaskularisasi oleh arteri ciliaris anterior dan arteri
palpebralis.Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaringjaring vaskuler konjungtiva yang sangat banyak.Pembuluh limfe konjungtiva
tersusun didalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan
pembuluh lemfe palpebra membentuk pleksus limfatikus.Konjungtiva menerima
persarafan dari percabangan nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus. Saraf ini
memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit.4
Secara histologis, konjungtiva terdiri dari tiga lapisan. Ketiga lapisan tersebut
yaitu:5
1.

Epitel. Lapisan sel epitel dikonjungtiva bervariasi pada masing-masing daerah


dan dalam bagian-bagian. Konjungtiva marginal memiliki 5lapis epitel sel gepeng
bertingkat.Konjungtiva tarsal memiliki 2lapis epitel, yaitu lapisan superficial
terdiri dari sel-sel silinder dan lapisan dalam terdiri dari sel-sel datar. Konjungtiva
forniks dan bulbaris memiliki 3lapisepitel yaitu lapisan superfisial terdiri dari sel
silindris, lapisan tengah terdiri dari sel polyhedral dan lapisan dalam terdiri dari
sel kubus.Limbal konjungtiva memiliki lagi lapisan yang banyak (5 sampai6 lapis)
epitel berlapis gepeng.

2.

Lapisan adenoid. Lapisan ini disebut juga lapisan limfoiddan terdiri dari
retikulum jaringan ikat halusdengan jerat di mana terdapat

limfosit. Lapisan

inipaling pesat perkembangannya di forniks. Lapisan ini tidak di temukan ketika


bayi lahir tapi akan berkembang setelah 3-4 bulan awal kehidupan. Hal

ini

menjelaskan bahwa peradangankonjungtiva pada bayi tidakmenghasilkan reaksi


folikuler.
3.

Lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat kolagen dan serat elastis. Lapisan
inilebih tebal darilapisan adenoid, kecuali di daerah konjungtiva tarsal, di mana
lapisan ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh dan saraf dari
konjungtiva. Lapisan ini bersatu denganmendasari kapsul Tenon di daerah
konjungtiva bulbar.
Konjungtiva berisi dua jenis kelenjar, yakni kelenjarsekresi musin dan
kelenjar lakrimalis aksesoris. Kelenjar ini terdiri dari sel goblet(kelenjar uniseluler
yang terletak di dalam epitel), Crypts of Henle (terdapat di konjungtiva tarsal)dan
kelenjarManz

(ditemukan

dalamkonjungtiva

limbal).Kelenjar-kelenjar

ini

mensekresi mucus yang penting untukmembasahi kornea dan konjungtiva.


Kelenjar lakrimalis aksesoris terdiri dari:Kelenjar Krause (terdapat pada jaringan
ikat subconjunctivalforniks, sekitar 42 buah di atasforniks dan 8 buah di bawah
forniks) dan kelenjar Wolfring (terdapat di sepanjang batas atas tarsus superior
dan sepanjang batas bawah tarsus inferior).6

Gambar 2. Histologi konjungtiva normal5

10

Plica semilunaris merupakan lipatan seperti bulan sabit berwarna merah


muda dari konjungtiva yang terdapat di kantus medial. Batas bebas lateralnya
berbentuk cekung. Karunkula adalah massakecil, oval, merah muda, terletakdi
canthus bagian dalam. Pada kenyataannya, massa ini merupakan potongan
modifikasi kulit dan ditutupi dengan epitel gepeng bertingkat dan berisi kelenjar
keringat, kelenjar sebasea danfolikel rambut.5
Arteri yang memperdarahi konjungtiva berasal daritiga sumber yakni
arkade arteri perifer palpebra, arkade arteri marginal kelopak mata, dan arteri
ciliaris anterior.Konjungtiva palpebralis dan forniks diperdarahi oleh cabangcabang dari arkade arteri perifer dan marginal palpebra.Konjungtiva bulbar
diperdarahi oleh dua setpembuluh darah yaitu: arteri konjungtiva posterior yang
merupakan cabang dari arteri kelopak mata, dan arteri konjungtiva anterioryang
merupakan cabang dari arteri ciliaris anterior.Cabang terminal arteri konjungtiva
posteriormembentuk anastomosis dengan arteri konjungtiva anterior dan
membentuk arkade pericorneal.Vena konjungtiva bermuara ke dalam venapleksus
kelopak matadan beberapa mengelilingi kornea dan bermuara ke vena ciliaris
anterior.Sistem limfatik konjungtiva tersusun dalam dua lapisan, yakni superficial
dan profunda. Sistem ini dari sisi lateral bermuara ke limfonodus preaurikuler dan
sisi medial bermuara ke limfonodus submandibular. Limbus kornea pada
konjungtiva dipersarafi oleh cabang-cabang dari nervus siliaris panjang yang
mempersarafi kornea. Sisa konjungtiva dipersarafi oleh cabang dari lakrimal,
infratrochlear, supratrochlear,supra orbital dan nervus frontal.5

11

Gambar 3.Vaskularisasi Konjungtiva


D. ETIOLOGI
Hingga saat ini etiologi pasti pterigium masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor resiko pterigium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro trauma
kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus, dan degeneratif.Selain itu beberapa kondisi
kekurangan fungsi lakrimal film baik secara kuantitas maupun kualitas, konjungtivitis
kronis dan defisiensi vitamin A juga berpotensi menimbulkan pterigium.Selain itu ada
juga yang mengatakan bahwa etiologi pterigium merupakan suatu fenomena iritatif akibat
pengeringan dan lingkungan dengan banyak angin karena sering terdapat pada orang yang
sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, sinar matahari, berdebu dan
berpasir. Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan
berdasarkan penelitian menunjukkan riwayat keluarga dengan pterigium, kemungkinan
diturunkan autosom dominan.3,4,5
E.

FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi

ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan factor herediter.
1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterygium adalah paparan
sinar

matahari.Sinar

ultraviolet

diabsorbsi

kornea

dan

konjungtiva

12

menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, lamanya waktu
di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.
2. Faktor genetic
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium
dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan
pterygium, kemungkinan diturunkan secara autosom dominan.
3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Yang
juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan
farmakoterapi antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembapan yang
rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus
papilloma juga penyebab dari pterygium.6
F. KLASIFIKASI PTERIGIUM
Pterigium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe, stadium,
progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera , yaitu:5
-

Berdasarkan Tipenya pterigium dibagi atas 3 :3,6


- Tipe I : Pterigium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau
menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm dari kornea.
Stockers line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala
pterigium. Lesi sering asimptomatis, meskipun sering mengalami inflamasi
ringan. Pasien yang memakai lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih
-

cepat.
Tipe II : di sebut juga pterigium tipe primer advanced atau ptrerigium rekuren
tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterigium sering nampak kapilerkapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer
atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan

astigmat.
Tipe III: Pterigium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona optik.
Merupakan bentuk pterigium yang paling berat. Keterlibatan zona optik
membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi mengenai kornea > 4 mm dan
mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat

13

berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan


-

biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.


Berdasarkan stadium pterigium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu:
- Stadium I : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
- Stadium II : jika pterigium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil,
-

tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.


Stadium III : jika pterigium sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-

4 mm).
Stadium IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.

Pterigium stadium 1

Pterigium stadium 2

Pterigium stadium 3
Pterigium stadium 4
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterigium dibagi menjadi 2 yaitu:
- Pterigium progresif : tebal, berdaging, dan vaskularisasi dengan beberapa
infiltrat di kornea di depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium).
- Pterigium regresif : tipis, atrofi, dengan sangat sedikit vaskularisasi. Tidak
terdapat kepala pterigium (cap pterigium). Akhirnya menjadi bentuk

membran, tetapi tidak pernah hilang.


- Berdasarkan lokasi, pterigium dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Pterygium Simpleks, jika terjadi hanya di nasal atau temporal saja
2. Pterygium Dupleks, jika terjadi di nasal dan temporal
G. PATOFISIOLOGI
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Karena penyakit ini lebih sering
pada orang yang tinggal di daerah beriklim panas, maka gambaran yang palingditerima
tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan sepertipaparan
14

terhadap sinar ultraviolet dari matahari, daerah kering, inflamasi, daerahangin kencang
dan debu atau faktor iritan lainnya. Diduga berbagai faktor risikotersebut menyebabkan
terjadinya

degenerasi

elastis

jaringan

kolagen

dan

proliferasifibrovaskular.Dan

progresivitasnya diduga merupakan hasil dari kelainan lapisanBowman kornea. Beberapa


studi menunjukkan adanya predisposisi genetik untukkondisi ini.6
Teori lain menyebutkan bahwa patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi
elastik kolagen dan proliferasi fibrovaskular dengan permukaan yang menutupi epitel.
Hal ini disebabkan karena struktur konjungtiva bulbi yang selalu berhubungan dengan
dunia luar dan secara intensif kontak dengan ultraviolet dan debu sehingga sering
mengalami kekeringan yang mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan
konjungtiva bulbi sampai menjalar ke kornea. Selain itu, pengeringan lokal dari kornea
dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan fibroplastik baru.
Tingginya insiden pterygium pada daerah beriklim kering mendukung teori ini.6
Teori

terbaru

pterygium

menyatakan

kerusakan

limbal

stem

cell

di

daerahinterpalpebra akibat sinar ultraviolet.Limbal stem cell merupakan sumber


regenarasiepitel kornea dan sinar ultraviolet menjadi mutagen untuk p53 tumor supressor
gene pada limbal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi
dalam jumlah berlebihan dan meningkatkan proses kolagenase sehingga sel-sel
bermigrasi dan terjadi angiogenesis. Akibatnya, terjadi perubahan degenerasi kolagen dan
terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular.Pada jaringan subkonjungtiva terjadi perubahan
degenerasi elastik dan proliferasi jaringan vaskular di bawah epitelium yang kemudian
menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran Bowman oleh
pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang sering disertai inflamasi ringan. Epitel dapat
normal, tebal, atau tipis dan kadang terjadi displasia.6
Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva
pada permukaan kornea.Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan
perubahan phenotype, yaitu lapisan fibroblast mengalami proliferasi sel yang
berlebihan.Pada fibroblast pterygium menunjukkan matriks metalloproteinase, yaitu
matriks ekstraselular yang berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang rusak,
penyembuhan luka, dan mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan penyebab pterygium
cenderung terus tumbuh dan berinvasi ke stroma kornea sehingga terjadi reaksi
fibrovaskular dan inflamasi.6
15

H. GEJALA KLINIK
Pterygium biasanya terjadi secara bilateral, namun jarang terlihat simetris,karena
kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinarultraviolet,
debu dan kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerahnasal
konjungtiva secara relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyakdibandingkan
dengan bagian konjungtiva yang lain. Selain secara langsung, bagiannasal konjungtiva
juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibatpantulan dari
hidung.Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara
bersamaanwalaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Perluasan
pterygium dapatsampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu
penglihatan danmenyebabkan penglihatan kabur.Secara klinis muncul sebagai lipatan
berbentuk segitiga pada konjungtiva yangmeluas ke kornea pada daerah fissura
interpalpebra.Biasanya pada bagian nasal tetapidapat juga terjadi pada bagian temporal.
Deposit besi dapat dijumpai pada bagianepitel kornea anterior dari kepala pterygium
(stokers line).5,7
Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara
lain:

Mata sering berair dan tampak merah


Merasa seperti ada benda asing
Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium
Pada pterygium derajat 3 dan 4 dapat terjadi penurunan tajam penglihatan
Dapat terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.

collum

Pterigium memiliki tiga bagian :


1.

apeks

corpus

Bagian kepala atau cap, biasanya datar,

terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast.
Area ini menginvasi dan menghancurkan lapisan Bowman pada kornea. Garis

16

zat besi (iron line/Stockers line) dapat dilihat pada bagian anterior kepala. Area
2.

ini juga merupakan area kornea yang kering.


Bagain whitish.Terletak langsung setelah
cap, merupakan sebuah lapisan vesikuler tipis yang menginvasi kornea seperti

halnya kepala.
Bagian badan atau ekor, merupakan bagian yang mobile (dapat bergerak), lembut,
merupakan area vesikuler pada konjungtiva bulbi dan merupakan area paling
ujung. Badan ini menjadi tanda khas yang paling penting untuk dilakukannya
koreksi pembedahan.
I. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah,
gatal, mata sering berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan
adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada
daerah dengan pajanan sinar mathari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan
riwayat trauma sebelumnya.1
Pemeriksaaan fisik
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata
(sclera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan
kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari
iritasi dan peradangan. .5
Pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada
permukaan konjuntiva.Pterigium dapat memberikan gambaran yang vaskular dan
tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan flat.Perigium paling sering
ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi kr kornea nasal, tetapi dapt
pula ditemukan pterigium pada daerah temporal.
J. PENATALAKSANAAN
1 Konservatif
Penanganan pterigium pada tahap awal adalah berupa tindakann
konservatif seperti penyuluhan pada pasien untuk mengurangi iritasi maupun
paparan sinar ultraviolet dengan menggunakan kacamata anti UV dan pemberian
air mata buatan/topical lubricating drops.Pemberian vasokontriktor perlu kontrol
dalam 2 minggu dan pengobatan dihentikan, jika sudah ada perbaikan. Pterigium
dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata.3
17

Pterigium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila
pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.
Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid
digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2.
Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan
kacamata pelindung ultraviolet. Pengobatan pterigium adalah dengan sikap
konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan
akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterigium yang telah menutupi
media penglihatan.1,2,4
Lindungi mata dari sinar matahari, menghindari debu, asap dan udara
kering dengan kacamata pelindung ultraviolet. Bila terdapat tanda radang
berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen
(lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila vasokonstriktor
maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikan maka pengobatan
dihentikan.1,2,4,6
2 .Tindakan operatif
Adapun indikasi operasi menurut Ziegler, yaitu:11
Menurut Ziegler :
i.
ii.
iii.
iv.
v.

Mengganggu visus
Mengganggu pergerakan bola mata
Berkembang progresif
Mendahului suatu operasi intraokuler
Kosmetik

Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan dengan indikasi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Pterigium telah memasuki kornea lebih dari 4 mm.


Pertumbuhan yang progresif, terutama pterigium jenis vascular.
Mata terasa mengganjal.
Visus menurun, terus berair.
Mata merah sekali.
Telah masuk daerah pupil atau melewati limbus.
Alasan kosmetik.
Mengganggu pergerakan bola mata.

Pada prinsipnya, tatalaksana pterigium adalah dengan tindakan operasi. Eksisi


pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata yang licin. Suatu tehnik
yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan menggunakan pisau yang
18

datar untuk mendiseksi pterygium kearah limbus. Memisahkan pterygium kearah bawah
pada limbus lebih disukai, kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma
jaringan sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol
perdarahan.
Ada berbagai macam teknik operasi yang digunakan dalam penanganan pterigium
di antaranya adalah:1,3,6,10
1. Teknik bare sclera
Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan
sclera untuk epitelisasi.Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89
persen, telah didokumentasikan dalam berbagai laporan.
2. Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, dimana
teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva relatif kecil.
3. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
4. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi
untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan
pada bekas eksisi.
5. Teknik autograft konjungtiva :Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan
serendah 2 persen dan setinggi 40 persen pada beberapa studi prospektif.
Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva
bulbar superotemporal dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat
jaringan.Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan
pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft
konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat
dari

graft

tersebut.

Lawrence

W.

Hirst,

MBBS,

dari

Australia

merekomendasikan menggunakan sayatan besar untuk eksisipterygium dan


6.

telah dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah dengan teknik ini.


Teknik Transplantasi autograft Limbalkonjungtiva: Dalam melakukan penempelan cangkok konjungtiva terdapat dua
teknik yang dapat dilakukan dengan penjahitan dan menggunakan lem fibrin.
Prosedur ini mirip dengan autografting konjungtiva.Penggunaan lem fibrin
pada teknik cangkok konjungtiva limbal telah dikembangkan untuk
meningkatkan kenyamanan pasca operasi, mengurangi peradangan dan
19

kekambuhan. Operasi pterygium dengan teknik transplantasi auto-konjungtiva


menggunakan lem fibrin dapat dilakukan dalam waktu yang lebih cepat dan
mempunyai tingkat peradangan yang lebih ringan pasca operasi dibandingkan
7.

dengan teknik penjahitan dengan benang polyglactin.


Teknik Transplantasi membran amnion
Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah
kekambuhan pterigium. Meskipun keuntungkan dari penggunaan membran
amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah menyatakan
bahwa itu adalah membran amnion berisi faktor penting untuk menghambat
peradangan dan fibrosis dan epithelialisai.Sayangnya, tingkat kekambuhan
sangat beragam pada studi yang ada, diantara 2,6 persen dan 10,7 persen untuk
pterygia primer dan setinggi 37,5 persen untuk kekambuhan pterygia. Sebuah
keuntungan dari teknik ini selama autograft konjungtiva adalah pelestarian
bulbar konjungtiva. Membran Amnion biasanya ditempatkan di atas sklera ,
dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma menghadap ke bawah.
Beberapa studi terbaru telah menganjurkan penggunaan lem fibrin untuk
membantu cangkok membran amnion menempel jaringan episcleral
dibawahnya. Lem fibrin juga telah digunakan dalam autografts konjungtiva. 8
Terapi tambahan
Tingkat kekambuhan

tinggi

yang

terkait

dengan

operasi

terus

menjadimasalah, dan terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke


dalam pengelolaan pterygia.Studi telah menunjukkan bahwa tingkat rekurensi
telah jatuh cukup dengan penambahan terapi ini, namun ada komplikasi dari terapi
tersebut.
a. MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karenakemampuannya
untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip denganiradiasi beta. Namun,
dosis minimal yang aman dan efektif belumditentukan. Dua bentuk MMC
saat ini digunakan: aplikasi intraoperativeMMC langsung ke sclera setelah
eksisi pterygium, dan penggunaan obattetes mata MMC topikal setelah
operasi. Beberapa penelitian sekarangmenganjurkan penggunaan MMC
hanya intraoperatif untuk mengurangitoksisitas.
b. Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan,
karenamenghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium,
20

meskipuntidak ada data yang jelas dari angka kekambuhan yang tersedia.
Namun,efek buruk dari radiasi termasuk nekrosis scleral , endophthalmitis
danpembentukan

katarak,

dan

ini

telah

mendorong

dokter

untuk

tidakmerekomendasikan terhadap penggunaannya.

Jenis-jenis operasi
pterigium4
a. Bare sclera
b. Simple closure
c. Sliding flap
d. Rotational flap
e. Conjungtival
graft
K. DIAGNOSIS BANDING
1. Pinguekula
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi.Keadaan ini tampak
sebagai nodul kuning pada kedua sisi kornea (lebih banyak di sisi nasal) di daerah
aperture palpebrae.Nodul terdiri atas jaringan hialin dan jaringan elastik bening,
jarang bertumbuh besar, tetapi sering meradang.Penebalan terbatas pada
konjungtiva bulbi. Tampak seperti penumpukan lemak bisa karena iritasi ataupun
karena kualitas air mata yang kurang baik.1,5
Pinguekula sangat sering pada orang dewasa, terutama yang matanya sering
mendapat rangsangan sinar matahari, debu, dan angin panas.Pada umumnya tidak
diperlukan terapi, tetapi pada kasus tertentu dapat diberikan steroid topikal lemah
(mis., prednisolone 0.12 %) atau obat anti inflamasi non steroid.1,5

Gambar 6. Pingueculum
2. Pseudopterigium
Pseudopterigiumadalah lipatan konjungtiva

bulbar

yang

melekat

padakornea. Hal ini merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus

21

kornea. Biasanya terjadi pada luka bakar akibat zat kimia pada mata.Pada
pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea.8
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat akibat ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus kornea,
dimana konjungtiva tertarik dan menutupi kornea. Pseudopterigium dapat
ditemukan dimana saja bukan hanya pada fissura palpebra seperti halnya pada
pterigium. Pada pseudopterigium juga dapat diselipkan sonde di bawahnya
sedangkan pada pterigium tidak. Pada pseudopterigium melalui anamnesa selalu
didapatkan riwayat adanya kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus kornea.8

Etiologi
Umur
Lokasi

Perbedaan Pterigium dan Pseudopterigium


Pterigium
Pseudopterigium
Proses degenerasi
Proses inflamasi
Sering terjadi pada orang tua
Terjadi pada semua umur
Pada konjungtiva nasal atau
Dapat terjadi pada semua sisi

Stadium
Tes sondase

temporal
dari konjungtiva
Progresif, regresif atau stationer Biasanya stasioner
Negative
Positif

Gambar 7. Pseudopterigium yang tumbuh dari kuadran inferior nasal konjunctiva bulbar
yang diikuti luka bakar asam lokal
L. KOMPLIKASI
Komplikasi pterygium diantaranya adalah iritasi, kemerahan, diplopia, distorsi /
penurunan penglihatan dan jaringan parut pada konjungtiva, kornea dan musculus rektus
medial.Komplikasi pasca operasi termasuk infeksi, reaksi terhadap bahan jahitan, diplopia
dan jaringan parut.Ablasi retina, perdarahan vitreous dan perforasi bisa terjadi namun
sangat jarang.Komplikasi yang paling umum dari operasi pterigium adalah kekambuhan
22

atau rekurensi. Bedah eksisi sederhana memiliki tingkat rekurensi tinggi sekitar 5080%.Tanpa terapi tambahan yang efektif, ada risiko tinggi kekambuhan setelah excisions
diulang.Ada data luas untuk mendukung bahwa penggunaan transplantasi membran
amnion dalam mengurangi tingkat kekambuhan pada kedua pterigium primer dan
berulang.Operasi terdiri dari penghapusan menyeluruh jaringan abnormal, memulihkan
matriks di daerah eksisi melalui penggunaan membran amnion yang menyediakan
membran basement baru untuk epitelisasi cepat. Untuk lebih mengurangi peradangan,
suntikan subconjunctival kortikosteroid dapat dipertimbangkan.9,10
Komplikasi pterigium meliputi sebagai berikut:3,4
1

Astigmat
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterigium adalah astigmat
karena pterigium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya
mekanisme penarikan oleh pterigium serta terdapat pendataran daripadas
meridian horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya
astigmat.Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat
tear meniscus antara puncak kornea dan peninggian pterigium. Astigmat
yang ditimbulkan oleh pterigium adalah astigmat with the rule dan iireguler

2
3
4
5

astigmat.
Kemerahan
Iritasi
Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan

menyebabkan diplopia.
Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:
1 Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft
konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina.
Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau
nekrosis sklera dan kornea.
M. PROGNOSIS
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan pasien
dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan pterigium rekuren dapat
dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi
membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3-6 bulan pertama setelah operasi.
Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga ataukarena
23

terpapar

sinar

matahari

yang

lama

dianjurkan

memakai

kacamata

sunblock

danmengurangi intensitas terpapar sinar matahari.5

DAFTAR PUSTAKA
1

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2010. hal:2-

2
3

3, 116 117
Voughan & Asbury. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal 119
Caldwell, M. Pterygium. [online]. 2012 [cited 2012 August 9]. Available from :
www.eyewiki.aao.org/Pterygium

Jerome

P Fisher, Pterygium.

[online].

2011

[cited

2012 August

9]

http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
24

Vemuganti, Geeta dkk. International review of cell and molecular biology.


[online]

2009.

[cited2012

August

23].

Available

from:

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1937644809750051
Efstathios T. Pathogenetic Mechanism and Treatment Options for Ophthalmic
Pterygium: Trends and Perspectives (Review). International Journal of Melecular

Medicine. 2009.
Solomon A.S. Pterygium. British.Journal.Ophtalmology.p.665 [online]. 2010.
[cited 2011 December 12]. Availble from : http://bjo.bmjjournals.com

25

Anda mungkin juga menyukai