1. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Agama
Suku/bangsa
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
: Tn. RT
: Laki-laki
: 49 tahun
: Islam
: Bugis/Indonesia
: Wiraswasta
: Jl.A.P Pettarani III
: 15 Juli 2016
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Rasa mengganjal pada kedua mata dirasakan sejak + 2 tahun yang lalu, secara
perlahan-lahan. Awalnya timbul selaput pada mata kiri, kemudian muncul pula pada
mata sebelah kanan. Pasien mengeluh matanya terasa berpasir (+), mata merah (+)
minimal, nyeri (+)bila terpapar angin dan matanya terasa kering, air mata berlebih (-),
penglihatan kabur (-). Riwayat sering terpapar debu dan sinar matahari (+) yaitu pada saat
penderita mengendarai motor tanpa menggunakan kacamata pelindung. Riwayat kebiasaa
merokok (+). Riwayat memakai kaca mata sebelumnya (-). Riwayat penglihatan menurun
(-). Riwayat trauma (-). Riwayat Hipertensi (-). Riwayat DM (-). Riwayat Penyakit
Keluarga : tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 15 Juli 2016 jam 11.00 WITA di Poli
mata BKMM.
a. Status Generalis
Keadaan Umum
: tampak kesakitan
Kesadaran
: compos mentis
Tensi
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit, regular
Nafas
: 16 x/menit
Suhu
: 370 C (axiller)
Kulit
Kepala
: mesosefal
Jantung
Paru
Hati
Limpa
Limfe
Ekstremitas
b. Status Ofthalmologi
Inspeksi
Palpebra
Silia
Apparatus Lakrimalis
Konjungtiva
OD
Edema (-)
Sekret (-)
Lakrimasi (-)
Hiperemis (+),
OS
Edema (-)
Sekret (-)
Lakrimasi (-)
tampak Hiperemis (+),
tampak
Bola Mata
Mekanisme Muskular
- ODS
- OD
- OS
Kornea
Bilik Mata Depan
Iris
Pupil
Lensa
dengan
apeks
melewati dengan
apeks
melewati
limbus,
belum
pupil
Normal
Ke segala arah
pupil
Normal
Ke segala arah
Jernih
Kesan Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, Sentral, RC (+)
Jernih
Jernih
Kesan Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, Sentral, RC (+)
Jernih
Gambar
OD
Palpasi
Tensi Okuler
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Glandula PreAurikuler
1. Mata pasien
OS
OD
Tn
(-)
(-)
Tidak Ada Pembesaran
OS
Tn
(-)
(-)
Tidak Ada Pembesaran
Visus
VOD : 6/6
VOS : 6/6
Tonometri
o TOD : 5/5,5 = 17,3 mmHg
o TOS : 5/5,5 = 17,3 mmHg
Campus visual
o Tidak dilakukan pemeriksaan
Color sense
o Tidak dilakukan pemeriksaan
Light sense
o Tidak dilakukan pemeriksaan
Penyinaran oblik
Konjungtiva
OD
Hiperemis
(+),
OS
tampak Hiperemis
(+),
tampak
limbus,
mencapai pupil
mencapai pupil
Kornea
Jernih
Jernih
Bilik Mata Depan
Kesan Normal
Kesan Normal
Iris
Coklat, Kripte (+)
Coklat, Kripte (+)
Pupil
Bulat, Sentral, RC (+)
Bulat, Sentral, RC (+)
Lensa
Jernih
Jernih
Oftalmoskopi
FODS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR 0,3, a/v : 2/3,
BMD
kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa
jernih.
o SLOS : konjungtiva hiperemis (+), tampak selaput segitiga (+) di nasal dan
tempotal, apex melewati limbus belum mencapai pupil, kornea jernih,
BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+),
lensa jernih.
Laboratorium
o Tidak dilakukan pemeriksaan
4. RESUME
Seorang laki-laki 49 tahun datang ke poliklinik mata BKMM dengan keluhan rasa
mengganjal pada kedua mata dirasakan sejak + 2 tahun yang lalu, secara perlahan-lahan.
Awalnya timbul selaput pada mata kiri, kemudian muncul pula pada mata sebelah kanan.
Pasien mengeluh matanya terasa berpasir (+), mata merah (+) minimal, nyeri (+)bila
terpapar angin dan matanya terasa kering, air mata berlebih (-), penglihatan kabur (-).
Riwayat sering terpapar debu dan sinar matahari (+) yaitu pada saat penderita
mengendarai motor tanpa menggunakan kacamata pelindung. Riwayat kebiasaa merokok
(+). Riwayat memakai kaca mata sebelumnya (-). Riwayat penglihatan menurun (-).
Riwayat trauma (-). Riwayat Hipertensi (-). Riwayat DM (-).
Pada pemeriksaan oftalmologi, VODS : 6/6, TODS : 17,3mmHg. Pada mata kanan
ditemukan selaput segitiga di nasal dan temporal, dengan apeks melewati limbus, belum
mencapai pupil. Pada mata kiri ditemukan selaput segitiga di nasal dan temporal, dengan
apeks melewati limbus, belum mencapai pupil.
DIAGNOSIS
ODS Pterigium Duplex Stadium II
TERAPI
Cendo lyteers ED ODS 4 dd 1 gtt
ANJURAN
ODS Eksisi Pterigium + graft konjungtiva
DISKUSI
Seorang laki-laki 49 tahun datang ke poliklinik mata BKMM dengan keluhan rasa
mengganjal pada kedua mata dirasakan sejak + 2 tahun yang lalu, secara perlahan-lahan.
Awalnya timbul selaput pada mata kiri, kemudian muncul pula pada mata sebelah kanan.
Pasien mengeluh matanya terasa berpasir (+), mata merah (+) minimal, nyeri (+)bila
terpapar angin dan matanya terasa kering, air mata berlebih (-), penglihatan kabur (-).
Riwayat sering terpapar debu dan sinar matahari (+) yaitu pada saat penderita
mengendarai motor tanpa menggunakan kacamata pelindung. Riwayat kebiasaa merokok
(+). Riwayat memakai kaca mata sebelumnya (-). Riwayat penglihatan menurun (-).
Riwayat trauma (-). Riwayat Hipertensi (-). Riwayat DM (-).
Pada pemeriksaan oftalmologi, VODS : 6/6, TODS : 17,3mmHg. Pada mata kanan
ditemukan selaput segitiga di nasal dan temporal, dengan apeks melewati limbus, belum
mencapai pupil. Pada mata kiri ditemukan selaput segitiga di nasal dan temporal, dengan
apeks melewati limbus, belum mencapai pupil, kornea jernih, BMD kesan normal, iris
coklat, kreipte (+), pupil bulat, sentral, RC (+/+) dan lensa jernih. Pada mata kiri
ditemukan selaput segitiga di nasal dan temporal, dengan apeks melewati limbus, belum
mencapai pupil, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat,
sentral, RC (+/+) dan lensa jernih.
Berdasarkan hasil anamnesis dan hasil pemeriksaan oftalmologi tersebut dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita ODS Pterigium Duplex Stadium II.
Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif, berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea dengan
puncak segitiga di kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak
kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar ke daerah
kornea. Pterigium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa mata
berair dan tampak merah serta mungkin menimbulkan astigmatakibat adanya perubahan
5
bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh pterigium serta terdapat
pendataran dari pada meridian horizontal pada kornea.
Sinar ultraviolet terutama sinar UVB beserta polutannya merupakan pencetus
terjadinya inflamasi kronik sebagai penyebab pertumbuhan jaringan pterigium, selain itu
kekeringan okular dan polusi lingkungan dapat berperan serta dalam progresivitas
pterigium dan rekurensinya.
Prinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obatobatan jika pterigium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada
pterigium yang melebihi derajat 2.Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada pterigium
derajat 1 dan 2 yang telah mengalami gangguan penglihatan.Lindungi mata dengan
pterigium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung.Bila
terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi
steroid.Pemakaian air mata artifisial ini diperlukan untuk membasahi permukaan okular
dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata. Umumnya pterigium bertumbuh
secara perlahan dan jarang sekali menyebabkan kerusakan yang bermakna, karena itu
prognosisadalah baik.
PTERIGIUM
A. DEFENISI
Pterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu Pteron yang artinya sayap
(wing). Pterigium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada
konjungtiva dan tumbuh menginfiltrasipermukaan kornea, umumnya bilateral di sisi
nasal, biasanya berbentuk segitiga dengan kepala/apex menghadap kesentral kornea
dan basis menghadap lipatan semilunar pada cantus.1,3,4
B.
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2%
untuk daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 286
36o. Sebuah hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena
paparan ultraviolet lebih tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan
penurunan angka kejadian di lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di
lintang bawah.2
Pterigium merupakan kelainan mata yang umum di banyak bagian dunia,
dengan prevalensi yang dilaporkan berkisar antara 0,3%-29%. Studi epidemiologis
menemukan adanya asosiasi terhadap paparan sinar matahari yang kronis, dengan
meningkatnya prevalensi geografis 'sabuk pterigium' dalam garis peri-khatulistiwa 37 o
lintang utara dan selatan khatulistiwa.Pterigium terlihat hampir dua kali lebih sering
pada laki-laki daripada wanita.4
Berdasarkan
beberapa
faktor
diantaranya
adalah
jenis
kelamin
dan
umur.Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita.Pterigium lebih sering terjadi padapria tua yang melakukan
pekerjaan di luar rumah.Jarang sekali orang menderita pterigium umurnya di bawah
20 tahun. Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang
tertinggi, sedangkan pasien yang berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai
insidensi pterigium yang paling tinggi.2
C. ANATOMI KONJUNGTIVA
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea
dilimbus.4
Secara anatomi, konjungtiva terdiri atas 3 bagian:4,5
1. Konjungtiva Palpebra
Mulai pada mucocutaneus junction yang terletak pada bagian posterior
kelopak mata yaitu daerah dimana epidermis bertransformasi menjadi
konjungtiva.Dari titik ini, konjungtiva melapisi erat permukaan dalam kelopak
mata.Konjungtiva palpebra dapat dibagi lagi menjadi zona marginal, tarsal, dan
orbital.Konjungtiva marginal dimulai pada mucocutaneus junction hingga
konjungtiva proper.Punktum bermuara pada sisi medial dari zona marginal
7
Gambar 1.Konjugtiva5
Konjungtiva di vaskularisasi oleh arteri ciliaris anterior dan arteri
palpebralis.Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaringjaring vaskuler konjungtiva yang sangat banyak.Pembuluh limfe konjungtiva
tersusun didalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan
pembuluh lemfe palpebra membentuk pleksus limfatikus.Konjungtiva menerima
persarafan dari percabangan nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus. Saraf ini
memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit.4
Secara histologis, konjungtiva terdiri dari tiga lapisan. Ketiga lapisan tersebut
yaitu:5
1.
2.
Lapisan adenoid. Lapisan ini disebut juga lapisan limfoiddan terdiri dari
retikulum jaringan ikat halusdengan jerat di mana terdapat
limfosit. Lapisan
ini
Lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat kolagen dan serat elastis. Lapisan
inilebih tebal darilapisan adenoid, kecuali di daerah konjungtiva tarsal, di mana
lapisan ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh dan saraf dari
konjungtiva. Lapisan ini bersatu denganmendasari kapsul Tenon di daerah
konjungtiva bulbar.
Konjungtiva berisi dua jenis kelenjar, yakni kelenjarsekresi musin dan
kelenjar lakrimalis aksesoris. Kelenjar ini terdiri dari sel goblet(kelenjar uniseluler
yang terletak di dalam epitel), Crypts of Henle (terdapat di konjungtiva tarsal)dan
kelenjarManz
(ditemukan
dalamkonjungtiva
limbal).Kelenjar-kelenjar
ini
10
11
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi
ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan factor herediter.
1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterygium adalah paparan
sinar
matahari.Sinar
ultraviolet
diabsorbsi
kornea
dan
konjungtiva
12
menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, lamanya waktu
di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.
2. Faktor genetic
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium
dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan
pterygium, kemungkinan diturunkan secara autosom dominan.
3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Yang
juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan
farmakoterapi antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembapan yang
rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus
papilloma juga penyebab dari pterygium.6
F. KLASIFIKASI PTERIGIUM
Pterigium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe, stadium,
progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera , yaitu:5
-
cepat.
Tipe II : di sebut juga pterigium tipe primer advanced atau ptrerigium rekuren
tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterigium sering nampak kapilerkapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer
atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan
astigmat.
Tipe III: Pterigium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona optik.
Merupakan bentuk pterigium yang paling berat. Keterlibatan zona optik
membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi mengenai kornea > 4 mm dan
mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat
13
4 mm).
Stadium IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
Pterigium stadium 1
Pterigium stadium 2
Pterigium stadium 3
Pterigium stadium 4
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterigium dibagi menjadi 2 yaitu:
- Pterigium progresif : tebal, berdaging, dan vaskularisasi dengan beberapa
infiltrat di kornea di depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium).
- Pterigium regresif : tipis, atrofi, dengan sangat sedikit vaskularisasi. Tidak
terdapat kepala pterigium (cap pterigium). Akhirnya menjadi bentuk
terhadap sinar ultraviolet dari matahari, daerah kering, inflamasi, daerahangin kencang
dan debu atau faktor iritan lainnya. Diduga berbagai faktor risikotersebut menyebabkan
terjadinya
degenerasi
elastis
jaringan
kolagen
dan
proliferasifibrovaskular.Dan
terbaru
pterygium
menyatakan
kerusakan
limbal
stem
cell
di
H. GEJALA KLINIK
Pterygium biasanya terjadi secara bilateral, namun jarang terlihat simetris,karena
kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinarultraviolet,
debu dan kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerahnasal
konjungtiva secara relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyakdibandingkan
dengan bagian konjungtiva yang lain. Selain secara langsung, bagiannasal konjungtiva
juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibatpantulan dari
hidung.Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara
bersamaanwalaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Perluasan
pterygium dapatsampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu
penglihatan danmenyebabkan penglihatan kabur.Secara klinis muncul sebagai lipatan
berbentuk segitiga pada konjungtiva yangmeluas ke kornea pada daerah fissura
interpalpebra.Biasanya pada bagian nasal tetapidapat juga terjadi pada bagian temporal.
Deposit besi dapat dijumpai pada bagianepitel kornea anterior dari kepala pterygium
(stokers line).5,7
Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara
lain:
collum
apeks
corpus
terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast.
Area ini menginvasi dan menghancurkan lapisan Bowman pada kornea. Garis
16
zat besi (iron line/Stockers line) dapat dilihat pada bagian anterior kepala. Area
2.
halnya kepala.
Bagian badan atau ekor, merupakan bagian yang mobile (dapat bergerak), lembut,
merupakan area vesikuler pada konjungtiva bulbi dan merupakan area paling
ujung. Badan ini menjadi tanda khas yang paling penting untuk dilakukannya
koreksi pembedahan.
I. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah,
gatal, mata sering berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan
adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada
daerah dengan pajanan sinar mathari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan
riwayat trauma sebelumnya.1
Pemeriksaaan fisik
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata
(sclera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan
kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari
iritasi dan peradangan. .5
Pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada
permukaan konjuntiva.Pterigium dapat memberikan gambaran yang vaskular dan
tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan flat.Perigium paling sering
ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi kr kornea nasal, tetapi dapt
pula ditemukan pterigium pada daerah temporal.
J. PENATALAKSANAAN
1 Konservatif
Penanganan pterigium pada tahap awal adalah berupa tindakann
konservatif seperti penyuluhan pada pasien untuk mengurangi iritasi maupun
paparan sinar ultraviolet dengan menggunakan kacamata anti UV dan pemberian
air mata buatan/topical lubricating drops.Pemberian vasokontriktor perlu kontrol
dalam 2 minggu dan pengobatan dihentikan, jika sudah ada perbaikan. Pterigium
dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata.3
17
Pterigium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila
pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.
Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid
digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2.
Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan
kacamata pelindung ultraviolet. Pengobatan pterigium adalah dengan sikap
konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan
akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterigium yang telah menutupi
media penglihatan.1,2,4
Lindungi mata dari sinar matahari, menghindari debu, asap dan udara
kering dengan kacamata pelindung ultraviolet. Bila terdapat tanda radang
berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen
(lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila vasokonstriktor
maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikan maka pengobatan
dihentikan.1,2,4,6
2 .Tindakan operatif
Adapun indikasi operasi menurut Ziegler, yaitu:11
Menurut Ziegler :
i.
ii.
iii.
iv.
v.
Mengganggu visus
Mengganggu pergerakan bola mata
Berkembang progresif
Mendahului suatu operasi intraokuler
Kosmetik
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan dengan indikasi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
datar untuk mendiseksi pterygium kearah limbus. Memisahkan pterygium kearah bawah
pada limbus lebih disukai, kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma
jaringan sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol
perdarahan.
Ada berbagai macam teknik operasi yang digunakan dalam penanganan pterigium
di antaranya adalah:1,3,6,10
1. Teknik bare sclera
Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan
sclera untuk epitelisasi.Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89
persen, telah didokumentasikan dalam berbagai laporan.
2. Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, dimana
teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva relatif kecil.
3. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
4. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi
untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan
pada bekas eksisi.
5. Teknik autograft konjungtiva :Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan
serendah 2 persen dan setinggi 40 persen pada beberapa studi prospektif.
Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva
bulbar superotemporal dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat
jaringan.Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan
pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft
konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat
dari
graft
tersebut.
Lawrence
W.
Hirst,
MBBS,
dari
Australia
tinggi
yang
terkait
dengan
operasi
terus
meskipuntidak ada data yang jelas dari angka kekambuhan yang tersedia.
Namun,efek buruk dari radiasi termasuk nekrosis scleral , endophthalmitis
danpembentukan
katarak,
dan
ini
telah
mendorong
dokter
untuk
Jenis-jenis operasi
pterigium4
a. Bare sclera
b. Simple closure
c. Sliding flap
d. Rotational flap
e. Conjungtival
graft
K. DIAGNOSIS BANDING
1. Pinguekula
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi.Keadaan ini tampak
sebagai nodul kuning pada kedua sisi kornea (lebih banyak di sisi nasal) di daerah
aperture palpebrae.Nodul terdiri atas jaringan hialin dan jaringan elastik bening,
jarang bertumbuh besar, tetapi sering meradang.Penebalan terbatas pada
konjungtiva bulbi. Tampak seperti penumpukan lemak bisa karena iritasi ataupun
karena kualitas air mata yang kurang baik.1,5
Pinguekula sangat sering pada orang dewasa, terutama yang matanya sering
mendapat rangsangan sinar matahari, debu, dan angin panas.Pada umumnya tidak
diperlukan terapi, tetapi pada kasus tertentu dapat diberikan steroid topikal lemah
(mis., prednisolone 0.12 %) atau obat anti inflamasi non steroid.1,5
Gambar 6. Pingueculum
2. Pseudopterigium
Pseudopterigiumadalah lipatan konjungtiva
bulbar
yang
melekat
padakornea. Hal ini merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus
21
kornea. Biasanya terjadi pada luka bakar akibat zat kimia pada mata.Pada
pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea.8
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat akibat ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus kornea,
dimana konjungtiva tertarik dan menutupi kornea. Pseudopterigium dapat
ditemukan dimana saja bukan hanya pada fissura palpebra seperti halnya pada
pterigium. Pada pseudopterigium juga dapat diselipkan sonde di bawahnya
sedangkan pada pterigium tidak. Pada pseudopterigium melalui anamnesa selalu
didapatkan riwayat adanya kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus kornea.8
Etiologi
Umur
Lokasi
Stadium
Tes sondase
temporal
dari konjungtiva
Progresif, regresif atau stationer Biasanya stasioner
Negative
Positif
Gambar 7. Pseudopterigium yang tumbuh dari kuadran inferior nasal konjunctiva bulbar
yang diikuti luka bakar asam lokal
L. KOMPLIKASI
Komplikasi pterygium diantaranya adalah iritasi, kemerahan, diplopia, distorsi /
penurunan penglihatan dan jaringan parut pada konjungtiva, kornea dan musculus rektus
medial.Komplikasi pasca operasi termasuk infeksi, reaksi terhadap bahan jahitan, diplopia
dan jaringan parut.Ablasi retina, perdarahan vitreous dan perforasi bisa terjadi namun
sangat jarang.Komplikasi yang paling umum dari operasi pterigium adalah kekambuhan
22
atau rekurensi. Bedah eksisi sederhana memiliki tingkat rekurensi tinggi sekitar 5080%.Tanpa terapi tambahan yang efektif, ada risiko tinggi kekambuhan setelah excisions
diulang.Ada data luas untuk mendukung bahwa penggunaan transplantasi membran
amnion dalam mengurangi tingkat kekambuhan pada kedua pterigium primer dan
berulang.Operasi terdiri dari penghapusan menyeluruh jaringan abnormal, memulihkan
matriks di daerah eksisi melalui penggunaan membran amnion yang menyediakan
membran basement baru untuk epitelisasi cepat. Untuk lebih mengurangi peradangan,
suntikan subconjunctival kortikosteroid dapat dipertimbangkan.9,10
Komplikasi pterigium meliputi sebagai berikut:3,4
1
Astigmat
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterigium adalah astigmat
karena pterigium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya
mekanisme penarikan oleh pterigium serta terdapat pendataran daripadas
meridian horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya
astigmat.Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat
tear meniscus antara puncak kornea dan peninggian pterigium. Astigmat
yang ditimbulkan oleh pterigium adalah astigmat with the rule dan iireguler
2
3
4
5
astigmat.
Kemerahan
Iritasi
Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan
menyebabkan diplopia.
Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:
1 Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft
konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina.
Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau
nekrosis sklera dan kornea.
M. PROGNOSIS
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan pasien
dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan pterigium rekuren dapat
dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi
membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3-6 bulan pertama setelah operasi.
Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga ataukarena
23
terpapar
sinar
matahari
yang
lama
dianjurkan
memakai
kacamata
sunblock
DAFTAR PUSTAKA
1
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2010. hal:2-
2
3
3, 116 117
Voughan & Asbury. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal 119
Caldwell, M. Pterygium. [online]. 2012 [cited 2012 August 9]. Available from :
www.eyewiki.aao.org/Pterygium
Jerome
P Fisher, Pterygium.
[online].
2011
[cited
2012 August
9]
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
24
2009.
[cited2012
August
23].
Available
from:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1937644809750051
Efstathios T. Pathogenetic Mechanism and Treatment Options for Ophthalmic
Pterygium: Trends and Perspectives (Review). International Journal of Melecular
Medicine. 2009.
Solomon A.S. Pterygium. British.Journal.Ophtalmology.p.665 [online]. 2010.
[cited 2011 December 12]. Availble from : http://bjo.bmjjournals.com
25