Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif yang umumnya terjadi pada
dewasa madya dan lansia dengan gangguan pada sendi, yang bersifat kronik, progresif
lambat, tidak meradang dan ditandai dengan deteriosasi dan abrasi rawan sendi dan
adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian. Osteoarthritis ditandai
dengan adanya kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya
ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot-otot yang
menghubungkan sendi.1
Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling sering menyerang manusia
dan dianggap sebagai penyebab disabilitas pada orang tua. Osteoartritis biasanya
berkaitan dengan pertambahan usia dan umumnya mengenai lutut, sendi-sendi di
tangan, pinggul dan tulang belakang. Osteoartritis lutut merupakan jenis penyakit
sendi terbanyak dijumpai di seluruh dunia dan penyebab nyeri serta kecacatan pada
usia lanjut dibandingkan dengan panyakit lain. WHO memperkirakan bahwa 10%
penduduk dunia yang berusia 60 tahun atau lebih mempunyai masalah osteoartritis.
Osteoartritis lutut lebih banyak pada wanita setelah usia 50 tahun.2,3
Penderita osteoartritis lutut biasanya datang dengan keluhan sakit sendi yang
hilang-hilang timbul yang sudah menahun pada lututnya. Pada tahap awal, nyeri sendi
timbul bila selesai latihan fisik yang berat dan kemudian hilang setelah istirahat.
Keluhan kemudian berlanjut menjadi kekakuan sendi sewaktu bangun pagi yang
hilang dalam waktu 15-30 menit dan makin berkurang setelah digerakkan. Jika proses
ini terjadi secara berlebihan maka akan timbul nyeri yang hebat dan penderita
mengalami gangguan aktifitas.4

Penyakit radang sendi ini mulai dikenal sejak abad ke-19, dan pada saat itu
dipandang sebagai akibat dari suatu proses aus karena dipakai selama hidup.
Menjelang abad ke-20, penyakit kelainan sendi adalah penyebab utama gangguan
muskuloskeletal di seluruh dunia, dan dianggap sebagai kecacatan yang kedua di
Amerika Serikat setelah penyakit jantung rematik.5
Berikut ini akan dibahas suatu tinjauan pustaka dan laporan kasus tentang
rehabilitas medik pada osteoartritis genu bilateral.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Osteoartritis berasal dari kata Yunani, yaitu osteo yang berarti tulang, arthro
yaitu sendi dan itis berarti radang atau inflamasi. Osteoartritis (OA) adalah suatu
kelainan sendi kronis (jangka lama) dimana terjadi proses pelemahan dan disintegrasi
dari tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan tulang dan tulang rawan
baru pada sendi. Kelainan ini merupakan suatu proses degeneratif pada sendi yang
dapat mengenai satu atau lebih sendi. Setiap sendi memiliki resiko untuk terserang
OA. Daerah yang paling sering terserang OA adalah lutut, panggul, vertebra dan
pergelangan kaki.5

2.2. Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum
di dunia. Satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap
osteoartritis. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling sering dijumpai.
Penelitian epidemiologi menemukan bahwa kelompok umur 60-64 tahun sebanyak
22%. Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA pada
lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda
halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan
sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7%.6
Data di Indonesia didapatkan dari Malang dimana prevalensinya sekitar 1013,5%. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan 43,8% (19911994) 35% (2000) merupakan penderita dengan osteoartritis. Prevalensi osteoartritis
secara jelas meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Usia, jenis kelamin,
pekerjaan, kegemaran, ras, dan hereditas seluruhnya bisa berperan dalam manifestasi
klinis osteoartritis.2,7

2.3. Etiologi
Sampai saat belum diketahui dengan pasti penyebab dari osteoartritis, tetapi ada
beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit osteoartritis.6,8
2.3.1.

Usia

Faktor resiko yang paling utama pada penyakit osteartritis adalah usia, biasanya
mengenai usia dewasa madya hingga lansia, tetapi sering pada usia lebih dari 50
tahun. Prevalensi dan beratnya osteoartritis akan meningkat sesuai dengan
pertumbuhan umur, namun osteoartritis bukan terjadi akibat pertumbuhan usia saja,
melainkan juga dapat terjadi akibat perubahan pada tulang rawan sendi.

2.3.2.

Jenis Kelamin

Prevalensi osteoartritis lebih meningkat pada jenis kelamin wanita dibanding


dengan pria, 3,2% : 3%. Diperkirakan hal ini terjadi akibat perbedaan bentuk pinggul
antara pria dan wanita.

2.3.3.

Faktor Herediter

Faktor herediter juga berpengaruh terhadap kejadian osteoartritis, misalnya pada


seorang ibu dengan osteoartritis pada sendi lutut, maka kemungkinan anaknya
berpeluang 3 kali lebih sering untuk terkena penyakit yang sama.
2.3.4.

Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko osteoartritis yang dapat dimodifikasi. Selama


berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut oleh karena itu peningkatan
berat badan akan melipat gandakan beban sendi lutut saat berjalan.

2.3.5.

Trauma, Pekerjaan dan Olahraga

Cedera sendi pinggul akan menimbulkan perubahan retikular pada sendi


sehingga berdampak pada kejadian penyakit osteoartritis. Selain itu pekerjaan yang
berat akan menjadi penentu beratnya osteoartritis yang dialami.

2.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis seperti nyeri pada sendi yang terkena terutama sewaktu
bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian
timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan pada
pergerakan sendi, kaku pagi, pembengkakan sendi dan perubahan gaya berjalan.6,8
Lebih lanjut terdapat pembengkakan sendi dan krepitasi tulang. Tempat
predileksi osteoartritis adalah sendi karpometakarpal I, metatarsofalangeal I, apofiseal
tulang belakang, lutut dan paha. Tanda-tanda peradangan pada sendi tersebut tidak
menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri
dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat dan kemerahan.9

2.5. Patofisiologi
Berdasarkan penyebabnya osteoartritis diklasifikasikan menjadi dua kelompok,
yaitu osteoartritis primer dan osteoartritis sekunder. Osteoartritis primer disebut
idiopatik karena disebabkan oleh faktor genetik yaitu dengan adanya abnormalitas
kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan osteoartritis sekunder adalah penyakit
yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan
makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta faktor risiko lainnya, seperti
obesitas.10

Osteoartritis merupakan gangguan keseimbangan dari metabolisme kartilago


dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum diketahui. Kondrosit
adalah sel yang tugasnya membentuk proteglikan dan kolagen pada rawan sendi.
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan
tidak mampu memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks
ekstraseluler termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI dan X yang berlebihan dan
sintesis proteoglikan yang pendek. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan
pada diameter dan orientasi dari serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang
rawan, sehingga tulang rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya.10
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis osteoartritis,
terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak
nyaman. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix
Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam
rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada
akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan
terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik rawan sendi.10
Peningkatan enzim-enzim yang merusak matriks tulang rawan sendi
mengakibatkan terjadi kerusakan fokal tilang rawan sendi secara progresif dan
pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan sendi.10
Osteoartritis disebut sebagai penyakit degeneratif karena dengan bertambahnya
usia terjadi perubahan rawan sendi glikosiaminoglikan menjadi memendek sehingga
kemampuan proteoglikan untuk menahan air menjadi berkurang. Hal ini akan
mengakibatkan fungsi rawan sendi sebagai bantalan terhadap beban sendi akan
berkurang. Selain itu jaringan kolagen juga menjadi patah-patah yang mengakibatkan
timbulnya fisur pada rawan sendi.10

2.6. Diagnosis
Diagnosis pada osteoartritis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis akan didapatkan gejala-gejala yang sudah
berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan. 2 Gejala utama adalah
nyeri pada sendi yang terkena, terutama pada waktu bergerak. Awal mula terasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan pada
gerak sendi, biasanya semakin bertambah berat sejalan dengan bertambahnya rasa
nyeri. Kaku pada pagi hari dapat timbul setelah imobilisasi, seperti duduk dalam
waktu yang cukup lama atau setelah bangun tidur. Krepitasi atau rasa gemeretak pada
sendi yang sakit juga menjadi keluhan dari penderita osteoartritis.8

2.6.1.

Tes-tes provokasi yang dapat dilakukan untuk memeriksa sendi lutut:

1. Tes McMurray
Tes ini merupakan tindakan pemeriksaan untuk mengungkapkan lesi meniskus.
Pada tes ini penderita berbaring terlentang. Dengan satu tangan pemeriksa memegang
tumit penderita dan tangan lainnya memegang lutut. Tungkai kemudian ditekuk pada
sendi lutut. Tungkai bawah eksorotasi/ endorotasi dan secara perlahan-lahan
diekstensikan. Kalau terdengar bunyi klek atau teraba sewaktu lutut diluruskan,
maka meniskus medial atau bagian posteriornya yang mungkin terobek.9

Gambar 1. Pemeriksaan McMurray11

2. Anterior Drawer Test


Merupakan suatu tes untuk mendeteksi ruptur pada ligamen cruciatum lutut.
Penderita harus dalam posisi terlentang dengan panggul fleksi 45.Lutut fleksi dan
kedua kaki sejajar. Caranya dengan menggerakan tulang tibia ke atas maka akan
terjadi gerakan hiperekstresi sendi lutut dan sendi lutut akan terasa kendor. Posisi
pemeriksa di depan kaki penderita. Jika terdorong lebih dari normal, artinya tes
drawer positif.9

Gambar 2. Pemeriksaan Anterior Drawer Test11

3. Posterior Drawer Test


Posterior Drawer Test sama halnya dengan Anterior Drawer Test, hanya saja
menggenggam tibia kemudian didorong kearah belakang.9

Gambar 3. Pemeriksaan Posterior Drawer Test11

4. Lachman Test
Test Lachman dikelola dengan meletakkan lutut pada posisi fleksi kira-kira
dalam sudut 300, dengan tungkai diputar secara eksternal. Satu tangan dari
pemeriksaan menstabilkan tungkai bawah dengan memegang bagian akhir atau ujung
distal dari tungkai atas, dan tangan yang lain memegang bagian proksimal dari tulang
tibia, kemudian usahakan untuk digerakkan ke arah anterior.

Gambar 4. Pemeriksaan Lachman11

5. Apley Compresion Test


Tes ini dilakukan untuk menentukan nyeri lutut yang disebabkan oleh robeknya
meniskus. Penderita dalam posisi berbaring tengkurap lalu tungkai bawah ditekukkan
pada sendi lutut kemudian dilakukan penekanan pada tumit pasien. Penekanan
dilanjutkan sambil memutar tungkai ke arah dalam (endorotasi) dan luar (eksorotasi).
Apabila pasien merasakan nyeri di samping medial atau lateral garis persendian lutut
maka lesi pada meniskus medial dan lateral sangat mungkin ada.9

Gambar 5. Pemeriksaan Apley Compresion Test11


6. Apley Distraction Test
Tes ini dilakukan untuk membedakan lesi meniskal atau ligamental pada
persendian lutut.Tindakan pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari Appley
Comppresion Test. Lakukan distraksi pada sendi lutut sambil memutar tungkai bawah
keluar dan kedalam dan lakukan fiksasi. Apabila pada distraksi eksorotasi dan
endorotasi itu terdapat nyeri maka hal tersebut disebabkan oleh lesi di ligamen.9

Gambar 6. Pemeriksaan Apley Distraction Test11

2.6.2.

Pemeriksaan Penunjang:

A. Pemeriksaan radiologi foto polos lutut


B. Pemeriksaan laboratorium darah
C. Analisa cairan sendi

A. Pemeriksaan Radiologis
Derajat kerusakan sendi berdasarkan gambaran radiologis kriteria Kellgren &
Lawrence :

(A)

(B)

(C)

(D)

Gambar 7. Kriteri Kellgren and Lawrence


(A) Derajat . (B) Derajat 2. (C) Derejat 3. (D )Derajat 4

1. Derajat 0 : radiologi normal.


2. Derajat 1 : penyempitan celah sendi meragukan.

3. Derajat 2 : osteofit dan penyempitan celah sendi yang jelas.


4. Derajat 3 : osteofit sedang dan multipel, penyempitan celah sendi,
sklerosis sedang dan kemungkinan deformitas kontur tulang.

5. Derajat 4 : osteofit yang besar, penyempitan celah sendi yang nyata,


sklerosis yang berat dan deformitas kontur tulang yang nyata.

The American College of Rheumatology menyusun kriteria diagnosis OA lutut


idiopatik berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiologi sebagai berikut:1
Klinis dan Laboratorium

Klinis dan radiologi

Klinis

Nyeri lutut + minimal 5


dari 9 berikut :
- umur > 50 tahun
- stiffness < 30 menit
- krepitasi
- nyeri pada tulang
- pelebaran tulang
-tidak hangat pada perabaan
- LED < 40mm/jam
- Rheumatoid factor <1:40
- Cairan sinovial : jernih,
viscous,leukosit<2000/mm
3

Nyeri lutut + minimal 1 Nyeri lutut + minimal 3


dari 3 berikut
dari 6 berikut :
- umur > 50 tahun
- umur > 50 tahun
- stiffness < 30 menit
- stiffness < 30 menit
- krepitasi + osteofit
- krepitasi
- nyeri pada tulang
- pelebaran tulang
-tidak
hangat
pada
perabaan

2.7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan osteoartritis adalah:12-14
1. Menghilangkan rasa nyeri
2. Mengurangi disabilitas
3. Memperbaiki fungsi sendi yang terkena
4. Menghambat progresifitas
Penatalaksanaan OA terdiri dari pengobatan/medikamentosa yang terdiri dari
analgesik dan anti inflamasi (sering digunakan NSAID) dan program rehabilitasi
medik. Program rehabilitasi medik yang sering dilakukan pada OA dapat berupa:

1. Fisioterapi13-15
a. Terapi panas superfisial
Terapi panas superfisial yaitu panas hanya mengenai kutis atau jaringan sub
kutis saja (Hot pack, infra merah, kompres air hangat, paraffin bath) Sedangkan
terapi panas dalam, yaitu panas dapat menembus sampai ke jaringan yang lebih
dalam yang sampai ke otot,tulang, dan sendi (Diatermi gelombang mikro
(MWD), Diatermi gelombang pendek (SWD), Diatermi gelombang suara
ultra(USD). Pada kasus OA digunakan SWD (short wave diathermi) dan USD
(ultra sound diathermi).
b. Terapi dingin
Terapi dingin digunakan untuk melancarkan sirkulasi darah, mengurangi
peradangan, mengurangi spasme otot dan kekakuan sendi sehingga dapat
mengurangi nyeri. Dapat juga menggunakan es yang dikompreskan pada sendi
yang nyeri. Terapi dingin dapat berupa cryotherapy, kompres es dan masase es.
c. Terapi listrik
Yang digunakan adalah TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation).
TENS merupakan modalitas yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri melalui peningkatan ambang rangsang nyeri.
d. Hidroterapi
Hidroterapi bermanfaat untuk memberi latihan. Daya apung air akan membuat
ringan bagian atau ekstermitas yang direndam sehingga sendi lebih mudah
digerakan. Suhu air yang hangat akan membantu mengurangi nyeri, relaksasi
otot dan memberi rasa nyaman.
e. Latihan penguatan otot

Latihan diketahui dapat meningkatkan dan mempertahankan pergerakan sendi,


menguatkan

otot,

meningkatkan

ketahanan

statik

dan

dinamik

dan

meningkatkan fungsi yang menyeluruh.Latihan terdiri dari latihan pasif, aktif,


ketahanan, peregangan dan rekreasi.

f. Ortotik Prostetik
Digunakan untuk mengembalikan fungsi, mencegah dan mengoreksi kecacatan,
menyangga berat badan dan menunjang anggota tubuh yang sakit. Pada
penderita OA biasa dilakukan rencana penggunaan knee brace atau knee
support.14
g. Terapi okupasi
Terapi okupasi meliputi latihan koordinasi aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS) untuk memberikan latihan pengembalian fungsi sehingga penderita bisa
melakukan kembali kegiatan/perkerjaan normalnya.14,15
h. Psikologi
i. Sosial medik
Tujuannya adalah menyelesaikan/memecahkan masalah sosial yang berkaitan dengan
penyakit penderita, seperti masalah penderita dalam keluarga maupun lingkungan
masyarakat.15-17

Anda mungkin juga menyukai