Page | 1
memiliki hasrat mulai membuat wayang, sebab ia memiliki minat dan senang
pada cerita dan riwayat para nenek moyangnya. Sang Prabu kemudian mengamati
candi Penataran di Blitar, dan dilihatnya arca para Dewa dan gambar yang diukir
sepanjang tembok batu sekeliling candi. Ukuran tersebut tampak gaya yang luwes
dari relung-relung, yang berbeda dengan candi Prambanan. Kemudian Prabu
Jayabaya mengambil turunan gambar ukiran candi Penataran, untuk dibuat
coretan meniru arca para Dewa di atas daun Tal, daun pohon Siwalan. Sang Prabu
dibantu oleh sanak saudara dan hambanya sehingga dapat menggambar arca yang
menyerupai manusia. Setelah itu, Prabu memerintahkan untuk memindahkan
gambar tersebut ke atas kulit lembu yang sudah diolah dan dikeringkan. Gambargambar tersebut kemudian ditatah, sesudah selesai diberi pegangan dari bambu.
Pada saat itulah yang menjadi permulaan timbunya atau dinamakannya Wayang
Purwa.
Terdapat beberapa perbedaan pemahaman
mengenai pengertian kata Purwa itu sendiri.
Purwa dapat berarti Timur, dimana asal-usul
wayang Purwa berasal dari Jawa Timur, pada
saat prabu Jayabaya bertahta di Kediri. Candi
Penataran juga terletak di Blitar, sebelah
timur Kediri. Dalam bahasa Jawa, Purwa
dikenal sebagai zaman kuno. Purwa juga
dapat dipahami sebagai awal atau pertama,
yang menceritakan mitologi para Dewa yang
bersumber pada Serat Pustaka Raja Purwa.
Pada intinya, secara etimologi, nama Wayang Purwa mengindikasikan bahwa
wayang Purwa sebagai bentuk wayang yang paling tua atau paling awal yang
hingga saat ini masih dapat mempertahankan eksistensinya dalam kebudayaan
Indonesia.
Pagelaran wayang kulit purwa yang biasanya dilakukan oleh seorang dalang dan
didukung oleh shinden dan niyaga ini masih mampu bertahan, khususnya di
lingkungan masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali. Cerita-cerita pokoknya (babon)
bersumber dari kitab Mahabarata dan Ramayana yang bernafaskan kebudayaan
Page | 2
dan filsafat Hindu India, akan tetapi dalam perkembangannya telah diserap ke
dalam kebudayaan Indonesia. Karena, dalam perjalanan sejarahnya Indonesia
banyak mengalami akulturasi maupun asimilasi dengan berbagai kebudayaan
asing yang berpengaruh bagi negara Indonesia.
Wayang kulit purwa sangat menunjukkan gambaran tentang watak jiwa manusia.
Berkat kepiawaian pencipta wayang tersebut pada zaman-zaman sebelumnya,
sehingga dapat menunjukkan bentuk yang mungkin tidak pernah terpikirkan
sebelumnya oleh orang biasa seperti kita. Seperti beberapa tokok perwayangan
yang tidak asing lagi dikenal pada masa ini, yaitu Gatotkaca, Kresna, Werkudara,
Gareng, Semar, maupun tokoh-tokoh wayang lainnya. Bahkan ketika dalam
pagelarannya, apa yang sedang diceritakan melalui masing-masing tokoh
perwayangan dapat dirasakan oleh penontonnya. Hal itu membuktikan bahwa
wayang tidak hanya sekedar menggambarkan bentuk belaka, tetapi juga
menggambarkan tinggi rendahnya budi yang dapat dirasakan oleh hati sanubari
manusia. Oleh karena itulah perwayangan Purwa ini dapat dikatakan memiliki
jiwa.
Seni Wayang Purwa merupakan warisan budaya bangsa yang bernilai tinggi dan
mencakup berbagai macam unsur estetika. Sehingga, jiwa dalam wayang Purwa
bukan hanya dipengaruhi oleh bentuk atau gambaran dari masing-masing tokoh
wayang Purwa. Selain hal tersebut, jiwa dalam wayang Purwa juga dapat
dirasakan melalui perpaduan yang estetis dari beberapa seni yang dapat diamati,
seperti teknik dalam bermain wayang, seni gerak, seni tari, seni vokal maupun
instrumental, seni ukir, seni sungging, seni drama, dan hal lainnya. Masingmasing unsur seni tersebut berpadu menjadi satu, sehingga menciptakan sebuah
bentuk keindahan yang mengagumkan. Perpaduan yang indah dari beberapa hal
itulah yang kemudian juga dapat membuat penonton merasakan apa maksud yang
ingin disampaikan dalam pagelaran wayang atau dalam arti kata lain merasakan
jiwa dari pagelaran wayang Purwa, yang pada dasarnya tidak dapat dipungkiri
bahwa ada pada setiap pagelaran wayang purwa, memuat beberapa aspek yaitu
tontonan, tuntunan, tatanan, hiburan, serta renungan yang coba digambarkan
dengan penuh makna.
Page | 3
Tentunya apabila membahas mengenai pagelaran wayang Purwa itu sendiri, tidak
dapat dilepaskan dari peranan dalang yang merupakan salah satu elemen yang
sangat penting dalam sebuah pertunjukan. Dalang harus dapat menguasai semua
bidang atau semua elemen, baik sastra, bahasa, tari, musik, drama, dan lain
sebagainya, yang nantinya akan dipadukan dalam sebuah pertunjukan, agar dapat
menciptakan jiwa dalam sebuah pagelaran wayang.
Dalam sebuah pagelaran wayang, hal yang tak kalah pentingnya adalah mengenai
salah satu aspek estetis yang berupa teknik dan berbagai peralatan dalam
pagelaran wayang Purwa. Hal tersebut dapat ditinjau dari beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan dalam pagelaran wayang Purwa, antara lain yaitu:
1. Detail yang tepat mengenai pewayangan yang dahulu dimainkan di
kerajaan Airlangga, Kediri, dan Majapahit tidak dapat diketahui
secara pasti, namun itu mungkin masih dapat dikatakan tidak jauh
berbeda dengan beberapa karakteristik dari tokoh wayang Parwa di
Bali, karena masih terlihat adanya kemiripan dengan ornamenornamen yang terdapat pada ukiran candi Penataran, Jawa Timur.
Beberapa tokoh perwayangan Parwa di Bali-pun terlihat lebih
natural
dalam
merepresentasikan
karakteristik
manusia
Page | 4
kontribusi
yang
Page | 5
wayang dapat dikatakan juga sebagai sebuah metode dari proses pembelajaran
atau pendidikan, dalam ilmu pengetahuan maupun nilai dasar moral yang
diperlukan.
Daftar Referensi
Page | 6
Page | 7