Anda di halaman 1dari 7

Jiwa Wayang Purwa

Wayang merupakan salah satu perbendaharaan kebudayaan nasional dan selalu


memiliki kedudukan tersendiri dihati sanubari masyarakat bangsa Indonesia.
Wayang tidak hanya dikenal oleh masyarakat Jawa, tetapi juga oleh sebagian
besar masyarakat Indonesia, bahkan oleh beberapa masyarakat asing di dunia.
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama Jawa, wayang adalah salah
satu karya seni yang dapat dipakai sebagai sumber pencarian nilai-nilai.
Wayang dan seni pertunjukannya telah menjadi wadah nilai-nilai budaya yang
sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan sosial masyarakat Jawa khususnya, dan
sebagian besar masyarakat di luar Jawa pada umumnya. Bahkan munculnya
pemikiran bahwa ketika kita mempelajari, memahami, dan mengenal lebih jauh
mengenai wayang, dapat dikatakan bahwa kita mengetahui pemikiran, perasaan
dan tata kehidupan orang Jawa. Bukan hanya Jawa, pemikiran inipun biasa juga
digunakan di daerah Bali. Karena, pagelaran wayang sebagai sebuah karya seni
bukan hanya merefleksikan kesenian Indonesia, melainkan juga mengandung
segi-segi folosofis, pemikiran moral, maupun banyak pembelajaran mengenai
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam seni atau cerita pewayangan.
Selain itu, wayang juga mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat
universal. Niai-nilai itu mampu memenuhi kebutuhan masyarakat pada zamannya.
Wayang yang diciptakan oleh manusia sebagai salah satu unsur kebudayaan, juga
ternyata dapat membentuk kepribadian manusia, terutama penggemarnya. Hal itu
seringkali dikaitkan dengan nilai-nilai leluhur yang kemudian dijadikan sebagai
acuan sikap dan perilaku manusia dalam hidup dan bermasyarakat.
Hingga saat ini wayang masih merupakan salah satu seni pertunjukkan rakyat
yang masih memiliki banyak penggemar. Selain sebagai sebuah karya seni,
wayang juga memiliki multi fungsi, yaitu baik sebagai media kepercayaan,
hiburan, mendidikan, maupun informasi.
Sebagai sebuah karya seni ini, wayang diketahui telah mengalami perkembangan
sejarah yang cukup panjang sejak zaman pra-sejarah, zaman Hindu Kuno, zaman
Kedatangan Agama Islam, dan kini zaman Kemerdekaan. Berawal dari legenda
Prabu Jayabaya, yang berasal dari Kerajaan Mamenang / Kediri. Sang Prabu

Page | 1

memiliki hasrat mulai membuat wayang, sebab ia memiliki minat dan senang
pada cerita dan riwayat para nenek moyangnya. Sang Prabu kemudian mengamati
candi Penataran di Blitar, dan dilihatnya arca para Dewa dan gambar yang diukir
sepanjang tembok batu sekeliling candi. Ukuran tersebut tampak gaya yang luwes
dari relung-relung, yang berbeda dengan candi Prambanan. Kemudian Prabu
Jayabaya mengambil turunan gambar ukiran candi Penataran, untuk dibuat
coretan meniru arca para Dewa di atas daun Tal, daun pohon Siwalan. Sang Prabu
dibantu oleh sanak saudara dan hambanya sehingga dapat menggambar arca yang
menyerupai manusia. Setelah itu, Prabu memerintahkan untuk memindahkan
gambar tersebut ke atas kulit lembu yang sudah diolah dan dikeringkan. Gambargambar tersebut kemudian ditatah, sesudah selesai diberi pegangan dari bambu.
Pada saat itulah yang menjadi permulaan timbunya atau dinamakannya Wayang
Purwa.
Terdapat beberapa perbedaan pemahaman
mengenai pengertian kata Purwa itu sendiri.
Purwa dapat berarti Timur, dimana asal-usul
wayang Purwa berasal dari Jawa Timur, pada
saat prabu Jayabaya bertahta di Kediri. Candi
Penataran juga terletak di Blitar, sebelah
timur Kediri. Dalam bahasa Jawa, Purwa
dikenal sebagai zaman kuno. Purwa juga
dapat dipahami sebagai awal atau pertama,
yang menceritakan mitologi para Dewa yang
bersumber pada Serat Pustaka Raja Purwa.
Pada intinya, secara etimologi, nama Wayang Purwa mengindikasikan bahwa
wayang Purwa sebagai bentuk wayang yang paling tua atau paling awal yang
hingga saat ini masih dapat mempertahankan eksistensinya dalam kebudayaan
Indonesia.
Pagelaran wayang kulit purwa yang biasanya dilakukan oleh seorang dalang dan
didukung oleh shinden dan niyaga ini masih mampu bertahan, khususnya di
lingkungan masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali. Cerita-cerita pokoknya (babon)
bersumber dari kitab Mahabarata dan Ramayana yang bernafaskan kebudayaan

Page | 2

dan filsafat Hindu India, akan tetapi dalam perkembangannya telah diserap ke
dalam kebudayaan Indonesia. Karena, dalam perjalanan sejarahnya Indonesia
banyak mengalami akulturasi maupun asimilasi dengan berbagai kebudayaan
asing yang berpengaruh bagi negara Indonesia.
Wayang kulit purwa sangat menunjukkan gambaran tentang watak jiwa manusia.
Berkat kepiawaian pencipta wayang tersebut pada zaman-zaman sebelumnya,
sehingga dapat menunjukkan bentuk yang mungkin tidak pernah terpikirkan
sebelumnya oleh orang biasa seperti kita. Seperti beberapa tokok perwayangan
yang tidak asing lagi dikenal pada masa ini, yaitu Gatotkaca, Kresna, Werkudara,
Gareng, Semar, maupun tokoh-tokoh wayang lainnya. Bahkan ketika dalam
pagelarannya, apa yang sedang diceritakan melalui masing-masing tokoh
perwayangan dapat dirasakan oleh penontonnya. Hal itu membuktikan bahwa
wayang tidak hanya sekedar menggambarkan bentuk belaka, tetapi juga
menggambarkan tinggi rendahnya budi yang dapat dirasakan oleh hati sanubari
manusia. Oleh karena itulah perwayangan Purwa ini dapat dikatakan memiliki
jiwa.
Seni Wayang Purwa merupakan warisan budaya bangsa yang bernilai tinggi dan
mencakup berbagai macam unsur estetika. Sehingga, jiwa dalam wayang Purwa
bukan hanya dipengaruhi oleh bentuk atau gambaran dari masing-masing tokoh
wayang Purwa. Selain hal tersebut, jiwa dalam wayang Purwa juga dapat
dirasakan melalui perpaduan yang estetis dari beberapa seni yang dapat diamati,
seperti teknik dalam bermain wayang, seni gerak, seni tari, seni vokal maupun
instrumental, seni ukir, seni sungging, seni drama, dan hal lainnya. Masingmasing unsur seni tersebut berpadu menjadi satu, sehingga menciptakan sebuah
bentuk keindahan yang mengagumkan. Perpaduan yang indah dari beberapa hal
itulah yang kemudian juga dapat membuat penonton merasakan apa maksud yang
ingin disampaikan dalam pagelaran wayang atau dalam arti kata lain merasakan
jiwa dari pagelaran wayang Purwa, yang pada dasarnya tidak dapat dipungkiri
bahwa ada pada setiap pagelaran wayang purwa, memuat beberapa aspek yaitu
tontonan, tuntunan, tatanan, hiburan, serta renungan yang coba digambarkan
dengan penuh makna.

Page | 3

Tentunya apabila membahas mengenai pagelaran wayang Purwa itu sendiri, tidak
dapat dilepaskan dari peranan dalang yang merupakan salah satu elemen yang
sangat penting dalam sebuah pertunjukan. Dalang harus dapat menguasai semua
bidang atau semua elemen, baik sastra, bahasa, tari, musik, drama, dan lain
sebagainya, yang nantinya akan dipadukan dalam sebuah pertunjukan, agar dapat
menciptakan jiwa dalam sebuah pagelaran wayang.
Dalam sebuah pagelaran wayang, hal yang tak kalah pentingnya adalah mengenai
salah satu aspek estetis yang berupa teknik dan berbagai peralatan dalam
pagelaran wayang Purwa. Hal tersebut dapat ditinjau dari beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan dalam pagelaran wayang Purwa, antara lain yaitu:
1. Detail yang tepat mengenai pewayangan yang dahulu dimainkan di
kerajaan Airlangga, Kediri, dan Majapahit tidak dapat diketahui
secara pasti, namun itu mungkin masih dapat dikatakan tidak jauh
berbeda dengan beberapa karakteristik dari tokoh wayang Parwa di
Bali, karena masih terlihat adanya kemiripan dengan ornamenornamen yang terdapat pada ukiran candi Penataran, Jawa Timur.
Beberapa tokoh perwayangan Parwa di Bali-pun terlihat lebih
natural

dalam

merepresentasikan

karakteristik

manusia

dibandingkan dengan Jawa.


2. Banyak terjadinya perubahan dalam ornamen wayang Purwa itu
sendiri dari waktu ke waktu, sehingga adanya keberagaman corak
dari wayang Purwa itu sendiri yang sangat bervariasi seperti di
Yogja, Surakarta, Purwokerto, Surabaya, Malang, dan Cirebon.
Secara garis besar mungkin wayang Purwa masih terlihat sama.
Tetapi, apabila dilihat secara lebih detail maka akan terlihat
perbedaannya. Hal itu dipegaruhi oleh kondisi geografi, estetika
dan perbedaan fokus tiap-tiap daerahnya.
3. Beberapa tokoh utama juga diciptakan memiliki perwatakan yang
berbeda-beda yang dapat tervisualisasikan dari bentuk wajah dari
masing-masing tokoh wayang.
4. Adanya pekmbangan dalam pagelaran musik, yang biasanya
diiringi oleh gamelan, sehingga pagelaran wayang Purwa modern

Page | 4

dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk pagelaran besar seni musik


baik dalam estetik maupun dalam teknik.
Selain unsur-unsur yang telah disebutkan, dalam sebuah pagelaran wayang Purwa
juga terdapat sebuah unsur yang sangat menonjol, yaitu unsur seni rupa. Unsur
seni rupa dalam pagelaran ini
memberikan

kontribusi

yang

cukup banyak, baik dalam segi


boneka, bentuk, tananan, wanda
busana wayang, dan lainnya.
Unsur seni rupa ini dapat dibagi
menjadi unsur yang kasat mata
atau dapat dinikmati langsung
oleh penontonnya, yang berupa
unsur ruang, warna, nada, tekstur, bentuk, titik, dan garis. Maupun unsur yang tak
kasat mata, yang berupa irama, harmonis atau keselarasan, gradiasi,
keseimbangan, perbedaan/kontras, keanekaragaman, klimaks, kesesuaian atau
format, dan kesatuan.
Beberapa hal diatas adalah segelintir aspek atau unsur dimana unsur-unsur
tersebut saling berkaitan dan saling melengkapi dalam sebuah pagelaran wayang
Purwa. Hal tersebut tidak dapat begitu saja dipisahkan, karena pagelaran wayang
merupakan suatu manifestasi dari suatu multi seni. Sebuah pagelaran wayang
tidak dapat terasa sempurna apabila ada suatu unsur yang hilang. Itulah yang akan
menyebabkan hilangnya jiwa dari pagelaran wayang Purwa itu sendiri.
Pada saat ini, dengan adanya perkembangan teknologi dan kebudayaan, pagelaran
wayang memang masih digemari oleh banyak dari masyarakat Indonesia maupun
mancanegara, tetapi lama-kelamaan nilai-nilai dalam pagelaran wayang yang
menjadi jiwa dari pagelaran wayang purwa itu sendiri terkikis, oleh anggapan
bahwa pagelaran itu hanya sebagai hiburan atau tontonan. Nilai-nilai dasar
daripada pagelaran wayang Purwa yang seharusnya bukan hanya dijadikan
sebagai tontonan, tetapi juga tuntunan, tatanan, dan renungan lama-kelamaan
terabaikan. Masyarakat semakin meninggalkan nilai-nilai moral yang dapat
diperoleh dari kebudayaan lokal, seperti kesenian wayang Purwa, dan beralih pada
kebudayaan barat yang modern. Padahal, sejatinya dalam sebuah pagelaran

Page | 5

wayang dapat dikatakan juga sebagai sebuah metode dari proses pembelajaran
atau pendidikan, dalam ilmu pengetahuan maupun nilai dasar moral yang
diperlukan.

Daftar Referensi

Page | 6

1. Paramita, Pradnya. 1981. Ringkasan Sejarah Wayang. Jakarta : PT. Pradnya


Paramita
2. Moerdowo. 1982. Wayang Its Significance in Indonesian Society. Jakarta : PN.
Balai Pustaka
3. Purwadi. 2007. Seni Pendhalangan Wayang Purwa. Yogyakarta : Panji Pustaka
4. Gunarjo, Nursodik., et al. 2011. Wayang sebagai Media Komunikasi Tradisional
dalam Diseminasi Informasi. Jakarta : Kementrian Komunikasi dan Informatika
RI
5. Murtiyoso, Bambang., et al. 2004. Seni Pertunjukkan Wayang. Surakarta : Etnika
6. Suhardi., et al. 1997. Arti Makna Tokoh Pewayangan Ramayana dalam
Pembentukan dan Pembnaan Watak (Seri III). Jakarta : CV. Eka Dharma
7. http://id.wikipedia.org/wiki/Wayang_purwa
8. http://artkimianto.blogspot.com/2010/03/karya-seni-wayang-purwa.html
9. http://senirupaunismuhmakassar.blogspot.com/2012/07/unsur-unsur-seni-rupadalam-pertunjukan.html
10. http://www.pikiran-rakyat.com/node/227634
Sumber Foto :
1. http://www.indonesia-tourism.com/forum/showthread.php?1503-Wayang-LocalArt-Javanese-Proud-of
2. http://storywayang.blogspot.com/2013/02/fungsi-wayang.html

Page | 7

Anda mungkin juga menyukai