Anda di halaman 1dari 21

UNIVERSITAS

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

ISLAM
INDONESIA

STATUS PASIEN UNTUK UJIAN


FAKULTAS

KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda
NIM
Tanggal Ujian
Rumah sakit
Gelombang Periode

Untuk Dokter Muda


M Danar Januari
06711244

Tanda Tangan

RSUD Purbalingga

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn S

Jenis kelamin

: laki-laki

Umur

: 52 tahun

Alamat

: Purbalingga

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Islam

No. CM

: 0531344

Bangsal

: Flamboyan

Tanggal masuk

: 16 September 2014

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal

:17 September 2014

Keluhan Utama : Nyeri perut


Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut (+), keluhan dirasakan sejak 1 bulan
yang lalu, di perut sebelah kanan dan kiri, semakin lama semakin memberat.
Pasien juga mengeluh nyeri saat buang air kecil, BAK jarang, dan warna urin
coklat pekat. Selain itu pasien juga mengeluh dada terasa sesak untuk bernafas (+)
dan nafas menjadi cepat, BAB (+) cair, mual (+) muntah (-), dan kepala terasa
pusing (+)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat Diabetes Melitus (-)


Riwayat Opname dengan keluhan serupa (+)
Riwayat menolak terapi HD (+)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat Keluarga dengan keluhan serupa (disangkal)
Riwayat Keluarga Diabetes Melitus (disangkal)
Riwayat Tekanan Darah Tinggi (tidak diketahui)
Riwayat alergi dikeluarga (disangkal)
Lingkungan dan Kebiasaan serta Sosial Ekonomi :
Pola makan pasien sudah teratur, sehari 3 kali dengan lauk seadanya
Pasien sehari-hari bekerja sebagai buruh.
Pasien menggunakan jaminan BPJS PBI
Merokok disangkal
Minum minuman keras disangkal
Anamnesis Sistem :
Sistem Saraf : pusing (-), demam (-), Kejang (-)
Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (-), Berdebar-debar (+)
Sistem Respirasi : sesak napas (+), batuk (-)
Sistem Digesti : mual (+), muntah (-), diare (+), lemas (+), nafsu makan (<)
Sistem Urogenital : disuria (+), BAK (+) coklat pekat, BAK jarang (+)
Sistem intergumentum : normal
Sistem Endokrin : tremor (-), Pertumbuhan rambut tidak wajar (-)
III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)
Dilakukan pada tanggal

: 17 September 2014

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Suhu tubuh

: 36,5OC

Frekuensi denyut nadi

: 96 x/menit

Frekuensi nafas

: 31 x /menit

IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK :


A. KEADAAN UMUM :
Kesadaran

: Compos mentis, GCS : 16

Tinggi badan

: 162 cm

Berat badan

: 48 kg

Status gizi

: BMI = BB/ (TB2)


= 48/ (2,6244)
= 18,28 (underweight)

B. PEMERIKSAAN FISIK :
Status generalis
Keadaan Umum

: Pasien sadar tampak lemah dan sesak nafas

Kepala

: Rambut hitam, uban (-), ikal (+), distribusi merata (+), alopesia
(-), mudah dicabut (-)

Mata

: Supersilia rata (-/-), palpebra superior oedem (-/-), hordeolum


(-/-), sclera ikterik (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+),
hiperemis (-/-), pupil isokor, diameter pupil (3/3) mm

Hidung

: Nafas Cuping Hidung (-), hidung sianosis (-), deviasi septum


(-), secret (-/-), perdarahan (-/-), mukosa hidung hiperemis/pucat
(-/-).

Telinga

: deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan
mastoid (-/-), sekret (-/-), tuli (-/-)

Mulut

: bibir kering (+), pucat (+), sianosis (-), lidah kotor (-), tepi ujung
hiperemis (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), faring hiperemis
(-), tonsil tenang (-), ukuran (T1/T1)

Leher

: deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran


kelenjar limfonodi (-/-)

Thoraks
Inspeksi

: Dinding dada kanan dan kiri simetris, retraksi supra sternal (+/
+), retraksi intercosta (-/-), pengembangan dada kurang maksimal
(+/+)

Paru
Anterior

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Posterior
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Dextra
Simetris Statis dan Dinamis(-)
Vocal fremitus ()
Sonor pada seluruh lapang paru
SD Vesikuler, ronkhi (++)

Sinistra
Simetris Statis dan Dinamis(-)
Vocal fremitus ()
Sonor pada seluruh lapang paru
SD Vesikuler, ronkhi (++)

Dextra
Simetris Statis dan Dinamis(-)
Vocal fremitus ()
Sonor pada seluruh lapang paru
SD Vesikuler, ronkhi (+)

Sinistra
Simetris Statis dan Dinamis(-)
Vocal fremitus ()
Sonor pada seluruh lapang paru
SD Vesikuler, ronkhi (+)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tampak pada SIC V, 2 cm medial dari linea midklavikula


sinistra

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada SIC V, 2 cm medial dari linea


midklavikularis sinistra, diameter ictus 2 cm, kuat angkat (-), trill (-).

Perkusi

Batas kanan

: SIC IV, Linea parasternalis dextra

Batas kiri

: SIC V, 2cm medial dari Linea midklavikularis sinistra

Batas atas

: SIC II, linea sternalis sinistra

Batas pinggang

: Cekung

Kesan

: Konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi :
Suara dasar : S1 S2 murni, reguler nadi 96x/menit
Mitral

: M1>M2, reguler

Trikuspid

: T1>T2, reguler

Aorta

: A1<A2, reguler

Arteri Pulmonalis

: P1<P2, reguler

Suara tambahan

: (-)

Abdomen
Inspeksi
(-)

: Dinding perut flat (+), jaringan parut (-), masa (-), spider nevi

Auskultasi

: Bunyi peristaltik (+), frekuensi 20x/menit

Palpasi

: Supel (+), nyeri tekan (+), nyeri ulu hati (-), massa (-),
Ballotemen ginjal (-/-), Hepar teraba (-), lien teraba (-), nyeri
ketok ginjal (+)

Perkusi

: Timpani di empat kuadran abdomen, nyeri costovertebra (-/-),


redup berpindah (-).

Inguinal

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Genitalia

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas :

Superior
Dex/Sin
-/-/+/+

Clubbing Finger
Sianosis
Oedem

Inferior
Dex/Sin
-/-/+/+

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal : 16 September 2014
HEMATOLOGI
Paket Darah Rutin
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCH
MCHC
MCV
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
Golongan Darah

Hasil

Satuan

Nilai Normal

6,5
10,2
42
5,5
235
18
32
58

g/dl
103/uL
%
106/uL
103/uL
pg
g/dl
fl

11,7 15,5
3,8 10,6
40 - 52
4,4 5,9
150 - 440
26 - 34
32 36
80 100

1
0
93
24
9

%
%

1-3
01
50 70
25 40
28

mg/dl

10 - 50
0,4-0,9

PEMERIKSAAN
KIMIA KLINIK
Ureum
Kreatinin
Gula darah sewaktu

278,4
5,1
55

100-150

Asam urat

9,8

SGOT

49

SGPT

32

PEMERIKSAAN

<6,8

KADAR

ELEKTROLIT
Widal
Na

135

6,4

Cl

108

USG
-

VI.

Hidronefrosis bilateral ec, Obstruksi, kemungkinan ureterolithiasis bilateral

DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS


DAN PEMERIKSAAN FISIK)

Daftar Masalah Aktif :


Nyeri perut (+) menjalar sampai ke pinggang
Nyeri berkemih (+), BAK (+) sedikit dan jarang
Mual (+)
BAB (+) cair
Sesak nafas (+)
Daftar Masalah Pasif :
-

Hidronefrosis bilateral ec ureterolithiasis bilateral

Hipoglikemi

Anemia

VI. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Colic Abdomen ec ureterolithiasis bilateral dd: nefrolithiasis
Anemia
Hipoglikemi
VII. DIAGNOSIS KERJA
CKD grade V
Ureterolithiasis
VIII. RENCANA
A. TINDAKAN TERAPI :
Medikamentosa :

O2 3 L/menit

Pasang DC

IVFD D5% 20tpm dengan drip biknat 3flash

Insulin 20iU +D40% 2 flash

Inj Ranitidin 2x1 amp

Inj Ondancentron 2x1 amp

Inj Ceftriaxon 2x1 amp

Inj Furosemid 2x1 amp

Tab Aminoral 3x1 tab

Tab Allopurinol 1x1 tab


Non Medikamentosa :

Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang


diderita pasien.

Memberikan motivasi kepada pasien supaya minum obat sesuai aturan.

Memberikan edukasi mengenai efek samping obat.

Memberikan pengarahan kepada pasien dan keluarga untuk menjalani pola


hidup sehat.

Diet dengan makanan yang bergizi

Istirahat yang cukup

Memberikan motivasi kepada pasien supaya melakukan HD

Memberikan edukasi mengenai manfaat dan efek samping HD

Edukasi diet asam urat : hindari kacang-kacangan, pete, jengkol, melinjo

Prognosis : Dubia

TINJAUAN PUSTAKA
I.

PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang

abnormal baik secara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan
menahun, umumnya bersifat irreversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal
terminal yang menyebabkan penderita harus menjalani dialisis bahkan transplantasi
ginjal.1Penyakit ini sering terjadi, seringkali tanpa disadari dan bahkan dapat timbul
bersamaan dengan berbagai kondisi (penyakit kardiovaskuler dan diabetes).2
Di Indonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang
abnormal, diperkirakan pasien dengan GGK ialah sebesar 2000/juta penduduk.2

GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease)
memiliki prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan
pada anak-anak, kecuali dengan kelainan genetik, seperti misalnya pada Sindroma
Alport ataupun penyakit ginjal polikistik autosomal resesif.3,4
GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncul ketika
klirens kreatinin turun kira-kira 40ml/mnt/1,73m 2 dari permukaan tubuh. Anemia akan
menjadi lebih berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila
penyakit ginjal telah mencapai stadium akhir, anemia akan secara relatif menetap.
Anemia pada GGK terutama diakibatkan oleh berkurangnya eritropoietin. Anemia
merupakan kendala yang cukup besar bagi upaya mempertahankan kualitas hidup
pasien GGK.5
World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa prevalensi
diabetes mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millennium ketiga,
termasuk negara Asia Tenggara di antaranya Indonesia. Sekitar 40 % dari pasien DM
terdapat keterlibatan ginjal, sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik
(PGD) juga akan mengalami peningkatan di era awal abad 21. Pada pasien DM,
berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi seperti batu saluran kemih, infeksi saluran
kemih, pielonefritis akut maupun kronik dan glomerulonephritis yang pada akhirnya
terjadi suatu kelainan patologis berkepanjangan yang menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus secara progresif dan irreversible yang disebut sebagai Gagal Ginjal
Kronik.6

II.

DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi
ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.6

Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronis6,7

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3


bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes
pencitraan (imaging tests)
2. Laju
filtrasi
glomerulus
(LFG)
kurang
dari
60ml/menit.1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama
atau lebih dari 60ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.6
III.

EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di Amerika

Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG >60ml/menit/1,73m2. Data
pada tahun 1995-1999, menyatakan bahwa di Amerika Serikat insiden penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus/juta penduduk/tahun dan angka ini meningkat 8% setiap
tahun. Di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru
gagal ginjal per tahun. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan
sekitar 40-60 juta/tahun.6
World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa prevalensi
diabetes mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia pada milennium ketiga,
termasuk negara Asia Tenggara di antaranya Indonesia. Sekitar 40 % dari pasien DM
terdapat keterlibatan ginjal, sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik
(PGD) juga akan mengalami peningkatan di era awal abad 21.1
IV.

ETIOLOGI
Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu dan

negara lain. Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit gagal
ginjal kronik di Amerika Serikat.6
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 3.6
Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat,
intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyebab yang tidak
diketahui.6

Tabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika


Serikat (1995-1999)6
Penyebab

Insiden
44%

Diabetes Melitus
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar
Glomerulonefritis

27%

Nefritis interstitialis

10%

Kista dan penyakit bawaan lain

4%

Penyakit sistemik (missal Lupus dan vaskulitis)

3%

Neoplasma

2%

Tidak diketahui

2%

Penyakit lain

4%
4%

Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di


Indonesia Tahun 20006
Penyebab

V.

Glomerulonefritis

Insiden
46,39%

Diabetes Melitus

18,65%

Obstruksi dan Infeksi

12,85%

Hipertensi

8,46%

Sebab lain

13,65%

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktur
dan fungsi dari nefron yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini diperantarai oleh molekul
vasoaktif, sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi,

yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi nefron
yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi sklerosis dan progresifitas penyakit tersebut.6
Pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dimana kemampuan pancreas untuk menghasilkan
insulin sudah tidak adekuat yang menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah.
Kelebihan gula darah yang memasuki sel glomerulus melalu fasilitasi glucose
transporter (GLUT), yang mengakibatkan aktivasi beberapa mekanisme seperti poloy
pathway, hexoamine pathyway, Protein Kinase C (PKC) pathyway, dan penumpukan zat
yang disebut dengan advance glycation end-products (AGEs).1
Penelitian dengan menggunakan micro-puncture menunjukkan bahwa tekanan
intraglomerulus meningkat pada pasien DM bahkan sebelum tekanan darah sistemik
meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai
hormon vasoaktif, seperti Angiotensin-II (A-II) dan endotelin.1
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai
oleh Growth factor, seperti Transforming Growth Factor (TGF-). Beberapa hal yang
juga dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia. Terdapat variabilitas inter
individual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial.
Pada stadium paling dini penyait ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal,
pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien
masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat
badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan sebagainya. Pasien jugamudah terkena
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan
terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan
keseimbangan elektrolit, antara lain Na+ dan K+. Pada LFG di bawah 15%, akan terjadi

gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti
ginjal (Renal Replacement Therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.6
VI.

KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar

derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit, dibuat atas dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang awalnya
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault, yaitu:6
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 Umur) x Berat Badan

*)

72 x kreatinin plasma (mg/dl)


*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tetapi sekarang ini, lebih banyak mempergunakan rumus MDRD (Modification of Diet
in Renal Disease), yaitu :1
LFG (ml/min/1.73m2) = 170 x [SCr]0.999 x [Umur]0.176 x [0.762 jika pasien adalah
wanita] x [1.180 jika pasien berwarna kulit hitam] x [SUN]-0.170 x [albumin]+ 0.318

Ket : SCr : Serum Creatinine (mg/dl)


SUN : Serum Urea Nitrogen (mg/dl)

Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat


Penyakit6
Derajat
Penjelasan
1
Kerusakan ginjal dengan LFG
normal atau
2

Kerusakan ginjal dengan LFG


ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG
sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
Gagal ginjal

LFG (ml/mnt/1.73m2)
90

60 89

30 59

15 29

15 atau dialisis

Klasifikasi menurut NICE 2008


1. Memeriksa adanya proteinuria saat menentukan stadium dari GGK
2. Proteinuria:
a. Urin ACR (albumin clearance ratio) 30 mg/mmol atau lebih
b. Urin PCR 50 mg/mmol atau lebih
(dengan perkiraan urinary protein excreation 0,5 g/24jam atau lebih)
3. Stadium 3 dari GGK harus dibagi menjadi 2 subkategori:
a. LFG 45 59 ml/min/1,73 m2 (stadium 3A)
b. LFG 30 44 ml/min/1,73 m2 (stadium 3B)
4. Penangaan GGK tidak boleh dipengaruhi oleh usia
Pada orang dengan usia >70 tahun dengan LFG 45 59 ml/min/1,73 m2, apabila
keadaan tersebut stabil seiring dengan waktu tanda ada kemungkinan dari gagal
gagal ginjal, biasanya hal tersebut tidak berhubungan dengan komplikasi dari
GGK.
Tabel 5. Derajat GGK menurut NICE 20088

VII.

DIAGNOSIS
Diagnosis Penyakit Ginjal Kronik yang diakibatkan oleh Diabetes Mellitus

Tabel 6. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis


Etiologi6
Penyakit
Penyakit ginjal

Tipe Mayor (contoh)


Diabetes Tipe 1 dan 2

diabetes
Penyakit glomerular
Penyakit ginjal non
diabetes

(penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat,


neoplasia)
Penyakit vaskular
(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial
(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan
obat)
Penyakit kistik
(ginjal polikistik)

Penyakit pada
transplantasi

Rejeksi kronik
Keacunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

dimulai
dari

dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah
protein/albumin di dalam urin masih sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan
metode pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24 jam ataupun >20
ug/menit, disebut juga sebagai mikroalbuminuria. Ini sudah dianggap sebagai nefropati
insipient. Derajat albuminuria/proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan rationya
terhadap kreatinin dalam urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin/kreatinin
ratio (ACR). Tingginya eksresi albumin/protein dalam urin selanjutnya akan menjadi
petunjuk tingkatan kerusakan ginjal.1
Tabel 7. Tingkat Kerusakan Ginjal Yang dihubungkan dengan Eksresi Albumin/
Protein dalam Urin
Kategori
Kumpulan Urin 24
Kumpulan Urin
Urin sewaktu
Jam (mg/24 hr)
sewaktu (ug/min)
(ug/mg creat)
Normal
<30
<30
<30
Mikroalbuminuria
30-299
20-199
30-299
Albuminuria Klinis
300
300
300
Secara tradisional Penyakit Ginjal Diabetik selalu dibagi dalam tahapan sebagai berikut:
Tahap I : Pada tahap ini LFG meningkat sampai 40% di atas normal yang disertai
pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya
normal. Tahap ini masih ireversibel dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis
DM tipe I ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat biasanya
kelainan fungsi ginjal akan normal kembali.
Tahap II : Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis diabetes ditegakkan, saat perubahan
struktur ginjal berlanjut dan LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya akan
meningkat setelah latihan jasmani, keadaan stress, atau kendali metabolik yang
memburuk. Keadaan ini bisa berlangsung lama . hanya sedikit yang akan berlanjut ke
tahap berikutnya . Progresivitas biasanya terkait dengan memburuknya kendali
metabolik. Tahap ini disebut sebagai tahap sepi (silent stage).
Tahap III : Ini adalah tahap awal nefropati (incipient diabetic nephropathy), saat
mikroalbuminuria telah nyata . Tahap ini biasanya terjadi setelah 10-15 tahun diagnosis
diabetes tegak. Secara histopatologis juga telah jelas penebalan membrane basalis
glomerulus. LFG masih tetap tinggi dan tekanan darah sudah mulai meningkat.
Keadaan ini dapat bertahan bertahun-tahun dan progresifitasnya masih mungkin
dicegah dengan kendali glukosa dan tekanan darah yang ketat.

Tahap IV : Ini merupakan tahapan saat nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis
dengan proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa , tekanan darah sering
meningkat serta LFG yang sudah mulai menurun di bawah normal. Ini terjadi 15-20
tahun diabetes tegak. Penyulit diabetes lain sudah mulai dapat dijumpai seperti
retinopati, neuropati, gangguan profil lemak dan gangguan vaskular umum.
Progresivitas kearah gagal ginjal hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa
darah, lemak darah dan tekanan darah.
Tahap V : Ini adalah tahap gagal ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga
pasien menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus
yaitu terapi pengganti, dialysis maupun cangkok.
Pada DM Tipe II, saat diagnose ditegakkan, sudah banyak pasien yang
mengalami mikro dan makro albuminuria, karena sebenarnya DM telah berlangsung
bertahun-tahun sebelumnya. Lagipula keberadaan albuminuria kurang specifik untuk
adanya nefropati diabetik. Tanpa penanganan khusus 20-40 % dari pasien akan melanjut
pada nefropati nyata. Setelah terjadi penurunan LFG maka laju penurunan akan
bervariasi secara individual akan tetapi 20 tahun setelah keadaan ini hanya sekitar 20%
dari mereka yang berlanjut menjadi penyakit ginjal tahap akhir.1
VIII.

PENATALAKSANAAN
Tanda klinik bagi setiap tahap terutama adalah hiperglikemia, hipertensi, dan

selalu dijumpai hiperlipidemia. Keseluruhan tanda klinik ini sekaligus merupakan


faktor risiko untuk progresivitas ke tahap berikutnya sampai ke tahap akhir. Faktor
risiko lainnya adalah konsumsi rokok. Dengan demikian maka terapi di tiap tahapan
pada umumnya sama dan adalah juga merupakan tindakan pencegahan untuk
memperlambat progresivitas dimaksud. Terapi dasar adalah kendali kadar gula darah,
kendali tekanan darah dan kendali lemak darah. Di samping itu perlu pula dilakukan
upaya mengubah gaya hidup seperti pengaturan diet, menurunkan berat badan bila
berlebih, latihan fisik, menghentikan kebiasaan merokok, dll, juga tindakan preventif
terhadap penyakit kardiovaskular. 1,6
a. Pengendalian Kadar Gula Darah
Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun), dengan melibatkan ribuan
pasien telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif akan
mencegah progresivitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskular, baik pada

pasien DM Tipe 1 maupun DM Tipe 2. Oleh karena itu perlu sekali diupayakan agar
terapi ini dilaksanakan sesegera mungkin. Yang dimaksud dengan pengendalian secara
intensif adalah pencapaian kadar HbAIc <7%, kadar gula darah preprandial 90-130
mg/dl, post-prandial <180 mg/dl.1
b. Pengendalian Tekanan Darah
Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi efek perlindungan
yang besar, baik terhadap ginjal, renoproteksi, maupun terhadap organ kardiovaskular.
Makin rendah tekanan darah yang dicapai makin baik pula renoproteksi. Banyak
panduan yang menetapkan target yang seharusnya dicapai dalam pengendalian tekanan
darah pada pasien diabetes. Pada umumnya target adalah tekanan darah <130/90
mmHg, akan tetapi bila proteinuria lebih berat, >lgr/24 jam maka target perlu lebih
rendah, yaitu <125/75 mmHg. Harus diingatbahwa mencapai target ini tidak mudah.
Sering harus memakai kombinasi berbagai jenis obat, dengan berbagai efek samping,
dan harga obat yang kadang sulit dijangkau pasien. Hal terpenting yang perlu
diperhatikan adalah tercapainya tekanan darah yang ditargetkan, apapun jenis obat yang
dipakai. Tetapi karena Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I) dan
angiotensin receptor blocker (ARB) dikenal mempunyai efek antiproteinurik maupun
renoproteksi yang baik, maka obat-obatan ini sebagai awal pengobatan hipertensi pada
pasien DM.1
c. Pengaturan Diet
Pengaturan diet terutama dalam kerangka manajemen DM tidak diterangkan
dalam judul ini Dalam upaya mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet
rendah protein sangat penting. Dalam suatu peneliti di klinik selama 4 tahun pada
pasien DM tipe 1 yang diberi diet mengandung protein 0,9 gram/kgBB/hari selama 4
tahun menurunkan risiko terjadinya penyakit ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD)
sebanyak 76%. Umumnya dewasa ini disepakati pemberian diet mengandung protein
sebanyak 0,8 gram/kgBB/hari, atau sekitar 10% kebutuhan kalori, pada pasien dengan
Nefropati overt, tetapi bila LFG telah mulai menurun maka pembatasan protein dalam
diet menjadi 0,6 gram/kgBB/hari mungkin bermanfaat untuk memperlambat penurunan
LFG selanjutnya. Begitupun harus diantisipasi terjadinya kekurangan nutrisi. Jenis
protein juga berperan dalam terjadinya dislipidemia. Mengganti daging merah dengan
daging ayam pada pasien DM tipe 2 menurunkan ekskresi albumin dalam urin sebanyak
46% dengan disertai penurunan kolesterol total, LDL kolesterol, dan apolipoprotein B.
Ini mungkin karena komposisi lemak jenuh dan tak jenuh pada kedua jenis bahan

makanan berbeda. Pasien DM sendiri cenderung mangalami keadaan dislipidemia.


Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan obat. Bila diperlukan dislipidemia diatasi
dengan statin dengan target LDL kolesterol <100 mg/dl pada pasien DM dan <70 mg/dl
bila sudah ada kelainan kardiovaskular.1
d. Penanganan Multifaktorial
Suatu penelitian klinik dari Steno Diabetes Centre di Copenhagen mendapatkan
bahwa penanganan intensif secara multifactorial pada pasien DM tipe dengan
mikroalbuminuria menunjukkan pengurangan faktor risiko yang jauh melebihi
penanganan sesuai panduan umum penanggulangan diabetes nasional mereka. Juga
ditunjukkan bahwa terjadi penurunan yang sangat bermakna pada kejadian
kardiovaskular, termasuk strok yang fatal dan non-fatal. Demikian pula kejadian
spesifik seperti nefropati, retinopati, dan neuropati autonomik lebih rendah. Yang
dimaksud dengan intensif adalah terapi yang dititrasi sampai mencapai target, baik
tekanan darah, kadar gula darah, lemak darah, dan mikroalbuminuria serta juga disertai
pencegahan penyakit kardiovaskular dengan pemberian aspirin. Dalam kenyataannya
pasien dengan terapi intensif lebih banyak, mendapat obat golongan ACE-I dan ARB.
Demikian juga dengan obat hipoglikemik oral dan insulin. Untuk pengendalian lemak
darah lebih banyak.1
e. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan mal nutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir karena akan memperburuk faal ginjal (LFG).
IX.

PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya

buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang


ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu,
biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan
menimbulkan gejala, sehingga penanganannya seringkali terlambat.6

DAFTAR PUSTAKA
1. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik. Palembang: Perhimpunan Nefrologi
Indonesia. 2003: 13-22.
2. Mansjoer A, Thyantik, Santini R. Gagal Ginjal Kronik. Kapite Selekta Kedokteran
Edisi Ketiga. 2001(6):531-4.
3. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Harrisons Principles
and Internal Medicine. 16th edition. 2005(11):1653-63.
4. Pradeep,
A.
Chronic
Kidney

Disease.

www.emedicine.medscape.com/article/238798-overview. 2014.
5. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi kelima. 2009(137): 1035-40.

6. Harun R. Penyakit Ginjal Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
kelima. 2009(126): 534.

Anda mungkin juga menyukai