Manajemen CKD
Manajemen CKD
ISLAM
INDONESIA
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda
NIM
Tanggal Ujian
Rumah sakit
Gelombang Periode
Tanda Tangan
RSUD Purbalingga
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn S
Jenis kelamin
: laki-laki
Umur
: 52 tahun
Alamat
: Purbalingga
Pekerjaan
: Wiraswasta
Agama
: Islam
No. CM
: 0531344
Bangsal
: Flamboyan
Tanggal masuk
: 16 September 2014
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal
: 17 September 2014
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Suhu tubuh
: 36,5OC
: 96 x/menit
Frekuensi nafas
: 31 x /menit
Tinggi badan
: 162 cm
Berat badan
: 48 kg
Status gizi
B. PEMERIKSAAN FISIK :
Status generalis
Keadaan Umum
Kepala
: Rambut hitam, uban (-), ikal (+), distribusi merata (+), alopesia
(-), mudah dicabut (-)
Mata
Hidung
Telinga
: deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan
mastoid (-/-), sekret (-/-), tuli (-/-)
Mulut
: bibir kering (+), pucat (+), sianosis (-), lidah kotor (-), tepi ujung
hiperemis (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), faring hiperemis
(-), tonsil tenang (-), ukuran (T1/T1)
Leher
Thoraks
Inspeksi
: Dinding dada kanan dan kiri simetris, retraksi supra sternal (+/
+), retraksi intercosta (-/-), pengembangan dada kurang maksimal
(+/+)
Paru
Anterior
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Posterior
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Dextra
Simetris Statis dan Dinamis(-)
Vocal fremitus ()
Sonor pada seluruh lapang paru
SD Vesikuler, ronkhi (++)
Sinistra
Simetris Statis dan Dinamis(-)
Vocal fremitus ()
Sonor pada seluruh lapang paru
SD Vesikuler, ronkhi (++)
Dextra
Simetris Statis dan Dinamis(-)
Vocal fremitus ()
Sonor pada seluruh lapang paru
SD Vesikuler, ronkhi (+)
Sinistra
Simetris Statis dan Dinamis(-)
Vocal fremitus ()
Sonor pada seluruh lapang paru
SD Vesikuler, ronkhi (+)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas kanan
Batas kiri
Batas atas
Batas pinggang
: Cekung
Kesan
Auskultasi :
Suara dasar : S1 S2 murni, reguler nadi 96x/menit
Mitral
: M1>M2, reguler
Trikuspid
: T1>T2, reguler
Aorta
: A1<A2, reguler
Arteri Pulmonalis
: P1<P2, reguler
Suara tambahan
: (-)
Abdomen
Inspeksi
(-)
: Dinding perut flat (+), jaringan parut (-), masa (-), spider nevi
Auskultasi
Palpasi
: Supel (+), nyeri tekan (+), nyeri ulu hati (-), massa (-),
Ballotemen ginjal (-/-), Hepar teraba (-), lien teraba (-), nyeri
ketok ginjal (+)
Perkusi
Inguinal
Genitalia
Ekstremitas
Ekstremitas :
Superior
Dex/Sin
-/-/+/+
Clubbing Finger
Sianosis
Oedem
Inferior
Dex/Sin
-/-/+/+
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal : 16 September 2014
HEMATOLOGI
Paket Darah Rutin
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCH
MCHC
MCV
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
Golongan Darah
Hasil
Satuan
Nilai Normal
6,5
10,2
42
5,5
235
18
32
58
g/dl
103/uL
%
106/uL
103/uL
pg
g/dl
fl
11,7 15,5
3,8 10,6
40 - 52
4,4 5,9
150 - 440
26 - 34
32 36
80 100
1
0
93
24
9
%
%
1-3
01
50 70
25 40
28
mg/dl
10 - 50
0,4-0,9
PEMERIKSAAN
KIMIA KLINIK
Ureum
Kreatinin
Gula darah sewaktu
278,4
5,1
55
100-150
Asam urat
9,8
SGOT
49
SGPT
32
PEMERIKSAAN
<6,8
KADAR
ELEKTROLIT
Widal
Na
135
6,4
Cl
108
USG
-
VI.
Hipoglikemi
Anemia
O2 3 L/menit
Pasang DC
Prognosis : Dubia
TINJAUAN PUSTAKA
I.
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang
abnormal baik secara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan
menahun, umumnya bersifat irreversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal
terminal yang menyebabkan penderita harus menjalani dialisis bahkan transplantasi
ginjal.1Penyakit ini sering terjadi, seringkali tanpa disadari dan bahkan dapat timbul
bersamaan dengan berbagai kondisi (penyakit kardiovaskuler dan diabetes).2
Di Indonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang
abnormal, diperkirakan pasien dengan GGK ialah sebesar 2000/juta penduduk.2
GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease)
memiliki prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan
pada anak-anak, kecuali dengan kelainan genetik, seperti misalnya pada Sindroma
Alport ataupun penyakit ginjal polikistik autosomal resesif.3,4
GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncul ketika
klirens kreatinin turun kira-kira 40ml/mnt/1,73m 2 dari permukaan tubuh. Anemia akan
menjadi lebih berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila
penyakit ginjal telah mencapai stadium akhir, anemia akan secara relatif menetap.
Anemia pada GGK terutama diakibatkan oleh berkurangnya eritropoietin. Anemia
merupakan kendala yang cukup besar bagi upaya mempertahankan kualitas hidup
pasien GGK.5
World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa prevalensi
diabetes mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millennium ketiga,
termasuk negara Asia Tenggara di antaranya Indonesia. Sekitar 40 % dari pasien DM
terdapat keterlibatan ginjal, sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik
(PGD) juga akan mengalami peningkatan di era awal abad 21. Pada pasien DM,
berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi seperti batu saluran kemih, infeksi saluran
kemih, pielonefritis akut maupun kronik dan glomerulonephritis yang pada akhirnya
terjadi suatu kelainan patologis berkepanjangan yang menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus secara progresif dan irreversible yang disebut sebagai Gagal Ginjal
Kronik.6
II.
DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi
ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.6
EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di Amerika
Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG >60ml/menit/1,73m2. Data
pada tahun 1995-1999, menyatakan bahwa di Amerika Serikat insiden penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus/juta penduduk/tahun dan angka ini meningkat 8% setiap
tahun. Di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru
gagal ginjal per tahun. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan
sekitar 40-60 juta/tahun.6
World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa prevalensi
diabetes mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia pada milennium ketiga,
termasuk negara Asia Tenggara di antaranya Indonesia. Sekitar 40 % dari pasien DM
terdapat keterlibatan ginjal, sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik
(PGD) juga akan mengalami peningkatan di era awal abad 21.1
IV.
ETIOLOGI
Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu dan
negara lain. Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit gagal
ginjal kronik di Amerika Serikat.6
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 3.6
Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat,
intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyebab yang tidak
diketahui.6
Insiden
44%
Diabetes Melitus
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar
Glomerulonefritis
27%
Nefritis interstitialis
10%
4%
3%
Neoplasma
2%
Tidak diketahui
2%
Penyakit lain
4%
4%
V.
Glomerulonefritis
Insiden
46,39%
Diabetes Melitus
18,65%
12,85%
Hipertensi
8,46%
Sebab lain
13,65%
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktur
dan fungsi dari nefron yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini diperantarai oleh molekul
vasoaktif, sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi,
yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi nefron
yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi sklerosis dan progresifitas penyakit tersebut.6
Pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dimana kemampuan pancreas untuk menghasilkan
insulin sudah tidak adekuat yang menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah.
Kelebihan gula darah yang memasuki sel glomerulus melalu fasilitasi glucose
transporter (GLUT), yang mengakibatkan aktivasi beberapa mekanisme seperti poloy
pathway, hexoamine pathyway, Protein Kinase C (PKC) pathyway, dan penumpukan zat
yang disebut dengan advance glycation end-products (AGEs).1
Penelitian dengan menggunakan micro-puncture menunjukkan bahwa tekanan
intraglomerulus meningkat pada pasien DM bahkan sebelum tekanan darah sistemik
meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai
hormon vasoaktif, seperti Angiotensin-II (A-II) dan endotelin.1
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai
oleh Growth factor, seperti Transforming Growth Factor (TGF-). Beberapa hal yang
juga dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia. Terdapat variabilitas inter
individual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial.
Pada stadium paling dini penyait ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal,
pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien
masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat
badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan sebagainya. Pasien jugamudah terkena
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan
terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan
keseimbangan elektrolit, antara lain Na+ dan K+. Pada LFG di bawah 15%, akan terjadi
gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti
ginjal (Renal Replacement Therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.6
VI.
KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit, dibuat atas dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang awalnya
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault, yaitu:6
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 Umur) x Berat Badan
*)
LFG (ml/mnt/1.73m2)
90
60 89
30 59
15 29
15 atau dialisis
VII.
DIAGNOSIS
Diagnosis Penyakit Ginjal Kronik yang diakibatkan oleh Diabetes Mellitus
diabetes
Penyakit glomerular
Penyakit ginjal non
diabetes
Penyakit pada
transplantasi
Rejeksi kronik
Keacunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
dimulai
dari
dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah
protein/albumin di dalam urin masih sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan
metode pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24 jam ataupun >20
ug/menit, disebut juga sebagai mikroalbuminuria. Ini sudah dianggap sebagai nefropati
insipient. Derajat albuminuria/proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan rationya
terhadap kreatinin dalam urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin/kreatinin
ratio (ACR). Tingginya eksresi albumin/protein dalam urin selanjutnya akan menjadi
petunjuk tingkatan kerusakan ginjal.1
Tabel 7. Tingkat Kerusakan Ginjal Yang dihubungkan dengan Eksresi Albumin/
Protein dalam Urin
Kategori
Kumpulan Urin 24
Kumpulan Urin
Urin sewaktu
Jam (mg/24 hr)
sewaktu (ug/min)
(ug/mg creat)
Normal
<30
<30
<30
Mikroalbuminuria
30-299
20-199
30-299
Albuminuria Klinis
300
300
300
Secara tradisional Penyakit Ginjal Diabetik selalu dibagi dalam tahapan sebagai berikut:
Tahap I : Pada tahap ini LFG meningkat sampai 40% di atas normal yang disertai
pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya
normal. Tahap ini masih ireversibel dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis
DM tipe I ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat biasanya
kelainan fungsi ginjal akan normal kembali.
Tahap II : Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis diabetes ditegakkan, saat perubahan
struktur ginjal berlanjut dan LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya akan
meningkat setelah latihan jasmani, keadaan stress, atau kendali metabolik yang
memburuk. Keadaan ini bisa berlangsung lama . hanya sedikit yang akan berlanjut ke
tahap berikutnya . Progresivitas biasanya terkait dengan memburuknya kendali
metabolik. Tahap ini disebut sebagai tahap sepi (silent stage).
Tahap III : Ini adalah tahap awal nefropati (incipient diabetic nephropathy), saat
mikroalbuminuria telah nyata . Tahap ini biasanya terjadi setelah 10-15 tahun diagnosis
diabetes tegak. Secara histopatologis juga telah jelas penebalan membrane basalis
glomerulus. LFG masih tetap tinggi dan tekanan darah sudah mulai meningkat.
Keadaan ini dapat bertahan bertahun-tahun dan progresifitasnya masih mungkin
dicegah dengan kendali glukosa dan tekanan darah yang ketat.
Tahap IV : Ini merupakan tahapan saat nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis
dengan proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa , tekanan darah sering
meningkat serta LFG yang sudah mulai menurun di bawah normal. Ini terjadi 15-20
tahun diabetes tegak. Penyulit diabetes lain sudah mulai dapat dijumpai seperti
retinopati, neuropati, gangguan profil lemak dan gangguan vaskular umum.
Progresivitas kearah gagal ginjal hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa
darah, lemak darah dan tekanan darah.
Tahap V : Ini adalah tahap gagal ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga
pasien menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus
yaitu terapi pengganti, dialysis maupun cangkok.
Pada DM Tipe II, saat diagnose ditegakkan, sudah banyak pasien yang
mengalami mikro dan makro albuminuria, karena sebenarnya DM telah berlangsung
bertahun-tahun sebelumnya. Lagipula keberadaan albuminuria kurang specifik untuk
adanya nefropati diabetik. Tanpa penanganan khusus 20-40 % dari pasien akan melanjut
pada nefropati nyata. Setelah terjadi penurunan LFG maka laju penurunan akan
bervariasi secara individual akan tetapi 20 tahun setelah keadaan ini hanya sekitar 20%
dari mereka yang berlanjut menjadi penyakit ginjal tahap akhir.1
VIII.
PENATALAKSANAAN
Tanda klinik bagi setiap tahap terutama adalah hiperglikemia, hipertensi, dan
pasien DM Tipe 1 maupun DM Tipe 2. Oleh karena itu perlu sekali diupayakan agar
terapi ini dilaksanakan sesegera mungkin. Yang dimaksud dengan pengendalian secara
intensif adalah pencapaian kadar HbAIc <7%, kadar gula darah preprandial 90-130
mg/dl, post-prandial <180 mg/dl.1
b. Pengendalian Tekanan Darah
Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi efek perlindungan
yang besar, baik terhadap ginjal, renoproteksi, maupun terhadap organ kardiovaskular.
Makin rendah tekanan darah yang dicapai makin baik pula renoproteksi. Banyak
panduan yang menetapkan target yang seharusnya dicapai dalam pengendalian tekanan
darah pada pasien diabetes. Pada umumnya target adalah tekanan darah <130/90
mmHg, akan tetapi bila proteinuria lebih berat, >lgr/24 jam maka target perlu lebih
rendah, yaitu <125/75 mmHg. Harus diingatbahwa mencapai target ini tidak mudah.
Sering harus memakai kombinasi berbagai jenis obat, dengan berbagai efek samping,
dan harga obat yang kadang sulit dijangkau pasien. Hal terpenting yang perlu
diperhatikan adalah tercapainya tekanan darah yang ditargetkan, apapun jenis obat yang
dipakai. Tetapi karena Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I) dan
angiotensin receptor blocker (ARB) dikenal mempunyai efek antiproteinurik maupun
renoproteksi yang baik, maka obat-obatan ini sebagai awal pengobatan hipertensi pada
pasien DM.1
c. Pengaturan Diet
Pengaturan diet terutama dalam kerangka manajemen DM tidak diterangkan
dalam judul ini Dalam upaya mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet
rendah protein sangat penting. Dalam suatu peneliti di klinik selama 4 tahun pada
pasien DM tipe 1 yang diberi diet mengandung protein 0,9 gram/kgBB/hari selama 4
tahun menurunkan risiko terjadinya penyakit ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD)
sebanyak 76%. Umumnya dewasa ini disepakati pemberian diet mengandung protein
sebanyak 0,8 gram/kgBB/hari, atau sekitar 10% kebutuhan kalori, pada pasien dengan
Nefropati overt, tetapi bila LFG telah mulai menurun maka pembatasan protein dalam
diet menjadi 0,6 gram/kgBB/hari mungkin bermanfaat untuk memperlambat penurunan
LFG selanjutnya. Begitupun harus diantisipasi terjadinya kekurangan nutrisi. Jenis
protein juga berperan dalam terjadinya dislipidemia. Mengganti daging merah dengan
daging ayam pada pasien DM tipe 2 menurunkan ekskresi albumin dalam urin sebanyak
46% dengan disertai penurunan kolesterol total, LDL kolesterol, dan apolipoprotein B.
Ini mungkin karena komposisi lemak jenuh dan tak jenuh pada kedua jenis bahan
PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik. Palembang: Perhimpunan Nefrologi
Indonesia. 2003: 13-22.
2. Mansjoer A, Thyantik, Santini R. Gagal Ginjal Kronik. Kapite Selekta Kedokteran
Edisi Ketiga. 2001(6):531-4.
3. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Harrisons Principles
and Internal Medicine. 16th edition. 2005(11):1653-63.
4. Pradeep,
A.
Chronic
Kidney
Disease.
www.emedicine.medscape.com/article/238798-overview. 2014.
5. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi kelima. 2009(137): 1035-40.
6. Harun R. Penyakit Ginjal Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
kelima. 2009(126): 534.