PENDAHULUAN
Penyakit trofoblas gestasional (PTG) adalah sekelompok penyakit yang
berasal dari khorion janin. Berdasarkan gambaran proliferasi abnormal trofoblas
pada pemeriksaan patologi anatomi, PTG terdiri dari mola hidatidosa, korio
adenoma destruen (mola invasif), koriokarsinoma dan plasental site trophoblastic
tumor.1 Mola hidatidosa sebagai penyakit trofoblas gestasional jinak dibagi atas
mola komplit dan mola parsialis yang dapat dibedakan secara
makros dan
histopatologis1,2
Mola Hidatidosa di masyarakat dikenal dengan nama hamil anggur, hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan Insiden mola hidatidosa bervariasi dari populasi
diberbagai negara. Dilaporkan, di Amerika Serikat 1:1000 kehamilan, Eropa
1:2000 kehamilan. Asia berkisar 1:500 kehamilan dimana kejadiannya di Asia
Tenggara 8 kali lebih lebih besar seperti di Taiwan insidennya adalah 1:125
kelahiran hidup Diduga faktor risiko mola hidatidosa adalah usia lebih dari 40
tahun, nutrisi ,ras dan lain-lain.3,4,5,6,7
Kejadian kasus mola hidatidosa
dapat
komplit.8,9,10,11
Pada kesempatan ini dilaporkan kasus mola hidatidosa berulang tiga kali
berturut-turut. Kasus ini menarik untuk dibahas karena beberapa alasan, seperti :
-
Insiden mola hidatidosa di Indonesia cukup tinggi akan tetapi kejadian dan,
laporan mola hidatidosa
berulang,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Trofoblas Gestasional (PTG) merupakan gangguan kelainan dari
pertumbuhan abnormal plasenta. Hal ini selalu dikaitkan dengan kehamilan.
PTG adalah sekelompok penyakit yang berasal dari khorion janin.
Dikelompokkan menjadi: Mola hidatidosa, Korioadenoma destruen (mola
invasif), Koriokarsinoma, Plasental site trophoblastik tumour ( PSTT ).1,2
Mola hidatidosa merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas
gestasional, ditunjukkan dengan tidak adanya fetus yang intak dan adanya villi
khorealis yang udem, hiperplasia dari trofoblas dan terdapat disintegrasi dan
hilangnya pembuluh darah atau avaskuler dari villi.1,2
Mola invasif (korioadenoma destruen) adalah bersifat invasif lokal, secara
mikroskopis ditunjukkan adanya invasi trofoblas pada miometrium dengan
ditemukannya struktur villus. Adanya hiperplasia dari elemen sintio dan
sintitiotrofoblas dan persisten dari struktur villi.3
Koriokarsinoma adalah tumor ganas dari epitel trofoblas. Miometrium dan
pembuluh darah telah diinvasi dengan daerah perdarahan dan nekrosis. Dapat
menyebar dan mengadakan metastase ke tempat lain seperti paru, otak, liver,
pelvis, vagina, usus dan ginjal.3
Plasental site trophoblastic tumour ( PSTT ) lebih jarang dari bentuk ganas
penyakit trofoblas gestasional yang lain. Berasal dari jaringan trofoblas pada
tempat implantasi plasenta dan terutama terdiri atas kelompok-kelompok sel
monomorfik yang dibentuk oleh sel-sel trofoblas intermediet dan sebagian kecil
sitotrofoblas serta sedikit sekali sinsisiotrofoblas; gambaran yang sangat
berbeda dengan koriokarsinoma. Pada PSTT kadar hCG rendah sekalipun masa
tumornya besar.8
Mola hidatidosa berulang ( Recurrent Hydatidiform Mole ) merupakan
mola hidatidosa yang terjadi setelah
hidatidosa sebelumnya. Kejadian ini dapat diselingi oleh kehamilan normal atau
berturut-turut, lebih banyak terjadi dengan riwayat kehamilan mola komplit.10,11
2.2 Epidemiologi dan Etiologi
diketahui dengan
baik,
kejadian ini
dihubungkan dengan beberapa faktor seperti usia kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 40 tahun, riwayat kehamilan mola, sosial ekonomi rendah. Wanita
yang lebih dari 40 tahun memiliki insiden 5 kali lebih tinggi untuk kehamilan
mola. Di Singapura insiden kehamilan mola pada wanita usia lebih dari 45
tahun didapatkan 1 : 72 kehamilan. Secara umum wanita dengan usia kurang
dari 20 tahun didapatkan risiko 1,5 - 2 kali lebih tinggi.3,14
Sosial ekonomi yang rendah dihubungkan dengan frekuensi yang lebih
tinggi. Di Philipina kejadiannya 10 kali lebih tinggi pada sosial ekonomi rendah
dibandingkan populasi umum. Hubungan insiden Mola Hidatidosa yang
berbeda sesuai geografis, kultur dan status sosial ekonomi menunjukkan bahwa
diet dan nutrisi
Konsumsi beta karoten yang rendah dan defisiensi dari vit A juga dihubungkan
sebagai penyebab dari kehamilan mola.
Riwayat kehamilan mola sebelumnya merupakan faktor risiko untuk
terjadinya penyakit trofoblas gestasional. Wanita dengan riwayat mola
hidatidosa memiliki 10 kali risiko lebih tinggi untuk terjadinya mola hidatidosa
pada kehamilan berikutnya.2
2.3 Patogenesis
Ada beberapa teori terjadinya Mola Hidatidosa, yaitu teori missed abortion dari
Hertig dan Teori neoplasma dari Park serta teori sitogenetik.4
1. Teori missed abortion menyatakan bahwa janin mati pada kehamilan 3-5
minggu (missed abortion), karena itu terjadi gangguan peredaran darah
sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari vili dan
akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
2. Teori neoplasma dari Park menyatakan bahwa yan abnormal adalah sel-sel
trofoblas dan juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan
kedalam
vili,
sehingga
tumbuh
gelembung-gelembung.
Hal
ini
2.4 Klasifikasi
Gambaran penting untuk menegakkan diagnosis mola hidatidosa adalah
adanya proliferasi trofoblas dan gambaran villi yang hidrofik. Berdasarkan
gambaran morfologi dan klinik, mola hidatidosa dibagi menjadi komplit dan
parsial.1,3
Mola hidatidosa komplit umumnya terdeteksi pada saat trisemester kedua
kehamilan, rata-rata ditemukan pada saat umur kehamilan 18 minggu. Ditandai
dengan sebagian besar villi udem hidrofik, yang mana dibungkus oleh trofoblas
yang hiperplasia dan atipik. tidak ditemukan embrio dan selaput ketuban.
Risiko terjadinya keganasan setelah mola komplit adalah 15%-20%.1
Mola hidatidosa parsialis umumnya ditandai dengan adanya embrio atau
selaput amnion. Mola ini disebut parsial karena perubahan bentuk hidatidiform
pada villi bersifat fokal. Villi hidrofik biasanya tidak teratur dan mempunyai
stroma inklusi yang hiperplastik. Kapiler dari villi tampaknya menjadi
fungsional, karena proporsinya sama dengan inti eritrosit dari fetus seperti
yang ditemukan pada embrio. Pada mola parsialis, perubahan bentukan hidatid
terjadi secara lambat, dan tampaknya proporsi dari penampakan villi normal
berkaitan dengan angka harapan hidup dari fetus. Sekitar 2 %-5 % dari mola
parsial akan menjadi degenerasi ganas .4 Gambaran dari mola komplit dan
parsialis dapat dilihat pada tabel 1.
Komplit
Tidak ada
Jaringan janin/embrio
Parsialis
Ada
Difus
Fokal
Hiperplasia trofoblas
Difus
Fokal
Scalloping of villi
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
klasik adalah bentuk yang paling sering terjadi dari kehamila mola. Gangguan ini
biasanya tampak pada umur kehamilan 11 - 25 minggu, dengan rata-rata umur
kehamilan sekitar 18 minggu.3
Gejala umum yang sering ada dari kehamilan mola adalah perdarahan
pervaginam, tercatat melebihi 97 % dari penderita. adanya perdarahan pervaginam
yang berulang dan lama dapat menyebabkan anemia oleh karena defisiensi
besi.Keluhan oleh karena anemia terjadi sekitar 50 % dari penderita saat diagnosa
ditegakkan. Kadang kala disertai pengeluaran spontan gelembung-gelembung mola
dari uterus sebagai petunjuk untuk menegakkan diagnosa mola hidatidosa.,8
Nyeri abdomen yang terjadi pada kehamilan awal oleh karena adanya
pembesaran dari uterus atau kista teka luteal yang prominen. Pemeriksaan
abdominalpelvis dapat diketahui adanya pembesaran uterus lebih besar dari umur
kehamilan yang diperkirakan. Dapat teraba massa ovarium sebagai akibat dari kista
teka luteal. Kista ini terjadi oleh karena induksi dari hCG hiperstimulasi dari kedua
ovarium, kejadiannya sekitar 50 % dari penderita yang menyebabkan tekanan atau
pendesakan pada pelvis. Biasanya kista ini mengalami regresi spontan setelah
evakuasi mola.3
dari pada
pasti. Pemeriksaan kadar hCG dalam air seni 24 jam melebihi 400.000 IU, bahkan
kadang-kadang mencapai 1-2 juta UI per jam.2
Pada pemeriksaan darah lengkap sering ditemukan kadar Hb yang rendah,
LED meningkat, Lekosit meningkat. Kadang-kadang didapatkan albuminuria,
terutama pada penderita yang disertai udem dan hipertensi. Kadar hCG serum
menunjukkan peningkatan kadar yang tinggi ( > 100.000 mIU/ml).
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) menunjukkan adanya gambaran uterus
yang membesar, dengan massa yang khas intrauterin berupa suatu gugusan anggur
( cluster of grapes) atau gambaran suatu badai salju (snow storm).
Tidak
teridentifikasi bagian janin dan selaput janin ( gestasional sac ), dapat dideteksi
adanya kista ovarium bilateral.8
Pemeriksaan dengan sinar - X yaitu histerografi dengan memakai bahan
kontras yang dimasukkan ke uterus, akan memberikan gambaran yang khas yaitu
gambaran sarang tawon (honey comb) tidak adanya gambaran tulang fetus.
Pemeriksaan ini juga dapat untuk melihat adanya metastase keorgan lain. Untuk
melihat adanya metastase ini kadang diperlukan pemeriksaan computerised
tomography scanning (CT scan) dan magnetic resonance imaging (MRI).
Pada pemeriksaan histopatologik didapat kelainan yang khas dari mola
yaitu : udem dari vili korealis, berkurang atau hilangnya pembuluh darah pada villi,
dan adanya proliferasi dari
Pada ukuran rahim yang tidak terlalu besar , kuretase dilakukan satu kali saja
yakni setelah jaringan mola dikeluarkan dengan vakum kuret langsung
diteruskan dengan sendok kuret tajam. Pada kasus mola dengan uterus yang
ukuran uterusnya besar kadang dilakukan kuretase dua kali, kuretase I dengan
vakum kuret dan kuretase ke II satu minggu kemudian setelah terjadi involusi
uterus dengan sendok kuret tajam.
Besar uterus lebih dari 20 minggu dilakukan evakuasi 2 kali dengan
interval 1 minggu. Bila osteum uteri belum terbuka dan serviks kaku, dilakukan
pemasangan laminaria stif selama 12-24 jam sebelum evakuasi. Pada saat
evakuasi
dipasang
Dilakukan
pemeriksaan
fisik
penderita,
keluhan,
tanda-tanda
metastase,
pemeriksaan tes kehamilan mulai kepekaan yang paling rendah atau pemeriksaan
hCG. Pemeriksan klinis meliputi besar dan involusi uterus, perdarahan (pervaginam
atau hemoptoe), tanda-tanda metastase (vagina, paru-paru dll). Follow up
dilakukan sampai minggu kedua belas. Diagnosis adanya pertumbuhan baru
jaringan trofoblas dengan pemeriksaan
1.7 Prognosis
Prognosis dari mola hidatidosa untuk menjadi keganasan tergantung dari beberapa
faktor antara lain : kadar hCG, besarnya uterus, terdapatnya kista ovarium dan
adanya faktor metabolik dan epidemiologik yang menyertainya. Berdasarkan faktor
risiko terjadinya keganasan, WHO menggolongkan mola hidatidosa kedalam 2
kelompok, yakni mola hidatidosa risiko rendah dan risiko tinggi.2
1. Mola hidatidosa risiko rendah :
- hCG serum < 100.000 IU/ml
- Besarnya uterus umur kehamilan
- Kista ovarium < 6 cm
- Tidak ada faktor metabolik atau epidemiologik.
2. Mola hidatidosa risiko tinggi :
- hCG serum 100.000 IU/ml
- Besar uterus > umur kehamilan
- Kista ovarium 6 cm
- Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti umur 40 tahun,
toksemia, koagulopati, emboli sel trofoblas dan tirotoksikosis.
Seperti telah diketahui mola hidatidosa diperkirakan 80% akan mengalami
remisi spontan pasca evakuasi, dan sisanya 20% dapat berkembang menjadi
10
FAKTOR PROGNOSIS
SKOR
1
2
3
Umur
> 39
39
Anteseden
Mola Hidat.
Abortus
Hamil aterm
Interval kehamilan
< 4 bln
4-6 bln
7-12 bln
Kadar hCG (IU/L)
<10 3
10 3 - 10 4
10 4 - 105
ABO group
OxA, AxO
B, AB
Besar tumor
< 3 cm
3-5 cm
> 5 cm
Tempat metastase
Lien, ginjal GI Trak,hati
Jumlah metastase
1-3
4-8
Kemoterapi sebelumnya
1 obat
Tabel 2. Sistem Skor Prognostik WHO
4
> 12 bln
10 5
Otak
>8
2 obat
11
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA /SUAMI
Nama
Umur
: 24 tahun / 25 tahun
Paritas
:0
Pendidikan
: SD / SD
Pekerjaan
: Petani / petani
Agama
: Hindu / Hindu
Suku
: Bali / Bali
Alamat
No CM
: 620081
MRS tanggal
: 20 Februari 2001
12
Menarche umur 13 tahun, dengan siklus teratur setiap 30 hari, lamanya 3-5
hari tiap kali menstruasi.
Riwayat Perkawinan
Riwayat kontrasepsi
Riwayat Sosial
: GCS 15 ( E4 V5 M6 )
Tekanan darah
: 120/80 mm Hg
Nadi
: 88 x/mnt
Respirasi
: 20 x/mnt
Temperatur
: 37,2 0 C
Berat badan
: 37 kg
Tinggi badan
: 155 cm
Status General
13
Kepala
Toraks
Abdomen
: ~ status ginekologis
Ekstremitas
Status Ginekologis
Abdomen :
Fundus uteri tidak teraba, ballotement (-)
denyut jantung janin (-)
Inspekulo
: V
VI. DIAGNOSA
Post kuretase e.c Mola Hidatidosa
VII. Penatalaksanaan
Monitoring :
- Thorak foto untuk melihat metastase
- HCG
- Periksa lab lengkap, LFT, RFT, T3 dan T4 kalau perlu.
KIE: Penderita dan keluarga tentang pengawasan lanjutan, komplikasi dan
prognosisnya.
VIII. Resume
14
Pasien perempuan 20 tahun, hindu, suku bali datang dengan riwayat post
kuretase oleh karena mola hidatidosa. Keluhan keluar darah pervaginam tidak ada,
mual muntah tidak ada. Keluhan berdebar-debar, sesak nafas, berkeringat dingin,
gemetar dan batuk-batuk tidak ada serta buang air besar dan buang air kecil biasa.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status general dalam
batas normal. Dari pemeriksaan ginekologis didapatkan fundus uteri tidak teraba,
ballotement (-), his (-), denyut jantung janin (-). Pada pemeriksaan dalam
didapatkan perdarahan (-), tidak ada pembukaan serviks, nyeri goyang (-), pada
perabaan CD (Cavum Douglas) tidak ditemukan massa dan tidak terasa nyeri.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien
ini di diagnosis dengan Post Kuretase e.c Mola Hidatidosa.
VIII. Riwayat perjalanan penyakit
Tgl. 4 Maret 2009
S : Telat haid selama 3 bulan dan pendarahan pervaginam. Mual muntah (+)
O : Pemeriksaan fisik
Status Present
TD
: 120/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Temperatur : 36,5o C
Status General
Kepala
Toraks
Abdomen
: ~ status ginekologis
Ekstremitas
Status Ginekologis
Abdomen :
Fundus uteri : 2 jari di bawah pusat
Denyut jantung janin (-)
Distensi (-), nyeri tekan (-)
Vagina
: perdarahan (+)
Inspekulo
: V
15
16
TD
: 120/70 mmHg
Respirasi
Nadi : 78 x/menit
: 20 x/menit
Temperatur : 36,5o C
Status General
Kepala
Toraks
Abdomen
: ~ status ginekologis
Ekstremitas
Status Ginekologis
Abdomen : Fundus uteri tidak teraba
Ballotement (-), denyut jantung janin (-)
Inspekulo
: V
USG : Normal
17
BAB 4
PEMBAHASAN
Masalah yang di bahas pada kasus ini adalah:
1. Diagnosis
2. Etiologi
3. Penatalaksanaan
4. Prognosis dan kehamilan berikutnya
4.1. Diagnosis
Diagnosis Mola Hidatidosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari Anamnesa didapatkan keluhan berupa telat haid selama tiga bulan
dengan tes kehamilan positif yang disertai dengan pendarahan pervaginam,
serta tanda-tanda kehamilan seperti mual dan muntah. Umur pasien yang
masih muda dan status sosial pasien yang rendah juga merupakan faktor
predisposisi diagnosis ini.
18
19
20
B. Pengawasan lanjut.
2. Kasus Mola Hidatidosa dengan kuret 2 kali maka yang dimaksud
dengan pasca evakuasi adalah pasca kuret kedua.
3. Pemeriksaan -hCG urine semi kuantitatif :
a. Setiap minggu untuk Mola hidatidosa resiko tinggi, setiap 2
minggu untuk kasus Mola Hidatidosa resiko rendah.
b. Pemeriksaan dimulai dari tes dengan kepekaan paling rendah
: PPT (kepekaan 1.500 400 SI/L), hCG slide test
(kepekaan 800 SI/L), dan tes pack (kepekaan 25-50 SI/L)
c. Pemeriksaan -hCG serum kuantitatif dilakukan untuk
konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui kadar -hCG normal
atau sebaliknya terjadi Penyakit Trofoblas Ganas.
3. Batas akhir penilaian:
a. PPT harus negative pada minggu ke-4, atau -hCG kurang
dari 1000 mIU/ml
b. -hCG slide test harus negatif pada minggu ke-8 atau hCGserum kurang dari 500 Mui/ml
c. Test Pack harus negative pada minggu ke-12 atau kadar hCG serum adalah normal (ELISA : 0-15 Miu/ml)
4. Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal, atau Test Pack
negative dua kali berturur-turut dengan interval 2 minggu.
a. Pemeriksaan meliputi :
21
Keluhan
b. Jadwal pemeriksaan
Selanjutnya
sewaktu-waktu
apabila
ditemukan
keluhan.
5. Kontrasepsi
a. Sebelum tercapai -hCG serum normal atau Test Pack 2
kali berturut-turut interval 2 minggu negative, dianjurkan
memakai alat kontrasepsi kondom.
b. Setelah tercapai -hCG serum normal atau Test Pack
negative,
dianjurkan
memakai
kontrasepsi
dengan
ketentuan;
tidak menginginkan
tambahan anak.
Pada kasus ini didapatkan besar uterus sesuai dengan umur kehamilan
kurang dari 20 minggu jadi dilakukan evakuasi Mola Hidatidosa sebanyak satu
kali. Pada kasus ini pasien menolak melakukan evakuasi di RSUD
Karangasem dan memilih melakukan evakuasi di Rumah Sakit Swasta di
Denpasar. Satu bulan setelah evakuasi pasien control lagi ke poliklinik
Kebidanan dan kandungan RSUD Karangasem. Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan -hCG urine semi kuantitatif. Pada pasien ini dicurigai termasuk
kasus Mola Hidatidosa resiko tinggi dengan melihat besar uterus lebih dari
umur kehamilan, akan tetapi hal ini masih meragukan karena pasien menolak
melakukan pemeriksaan serum
pemeriksaan -hCG urine semi kuantitatif setiap satu minggu sekali dan
22
spontan pasca
evakuasi, dan sisanya 20% dapat berkembang menjadi keganasan atau korio
karsinoma. Demikian juga dapat terjadi berulang pada kehamilan berikutnya.3
Menurut Gerard MD (2000) risiko berulang terjadinya mola hidatidosa
adalah 1 dalam 100 penderita, tetapi masih ada kesempatan terjadinya
kehamilan normal. Pada kasus ini ada kemungkinan berulangnya Mola
Hidatidosa tetapi tetapi masih ada kesempatan terjadinya kehamilan normal.
3. .
23