Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit trofoblas gestasional (PTG) adalah sekelompok penyakit yang
berasal dari khorion janin. Berdasarkan gambaran proliferasi abnormal trofoblas
pada pemeriksaan patologi anatomi, PTG terdiri dari mola hidatidosa, korio
adenoma destruen (mola invasif), koriokarsinoma dan plasental site trophoblastic
tumor.1 Mola hidatidosa sebagai penyakit trofoblas gestasional jinak dibagi atas
mola komplit dan mola parsialis yang dapat dibedakan secara

makros dan

histopatologis1,2
Mola Hidatidosa di masyarakat dikenal dengan nama hamil anggur, hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan Insiden mola hidatidosa bervariasi dari populasi
diberbagai negara. Dilaporkan, di Amerika Serikat 1:1000 kehamilan, Eropa
1:2000 kehamilan. Asia berkisar 1:500 kehamilan dimana kejadiannya di Asia
Tenggara 8 kali lebih lebih besar seperti di Taiwan insidennya adalah 1:125
kelahiran hidup Diduga faktor risiko mola hidatidosa adalah usia lebih dari 40
tahun, nutrisi ,ras dan lain-lain.3,4,5,6,7
Kejadian kasus mola hidatidosa

dapat

berulang pada kehamilan

berikutnya; secara berturut-turut atau diselingi oleh kehamilan normal., disebut


mola hidatidosa berulang (recurrent hydatidiform mole). Risiko terjadi mola
hidatidosa berulang sekitar 1 :100 kehamilan mola dan kejadian mola hidatidosa
berulang

berkisar antara 0,6 % - 2,57 %

terutama pada mola hidatidosa

komplit.8,9,10,11
Pada kesempatan ini dilaporkan kasus mola hidatidosa berulang tiga kali
berturut-turut. Kasus ini menarik untuk dibahas karena beberapa alasan, seperti :
-

Insiden mola hidatidosa di Indonesia cukup tinggi akan tetapi kejadian dan,
laporan mola hidatidosa

berulang,

eksplorasi kausa mola hidatidosa

berulang jarang dilaporkan, terutama dari sitogenetika.


-

Mola hidatidosa sebagai PTG jinak, 15% berkembang menjadi keganasan


korio karsinoma.

Mola hidatidosa berulang memberikan pengaruh pada aspek psikososial.

Masih terdapat kontroversi penanganan mola hidatidosa berulang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Trofoblas Gestasional (PTG) merupakan gangguan kelainan dari
pertumbuhan abnormal plasenta. Hal ini selalu dikaitkan dengan kehamilan.
PTG adalah sekelompok penyakit yang berasal dari khorion janin.
Dikelompokkan menjadi: Mola hidatidosa, Korioadenoma destruen (mola
invasif), Koriokarsinoma, Plasental site trophoblastik tumour ( PSTT ).1,2
Mola hidatidosa merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas
gestasional, ditunjukkan dengan tidak adanya fetus yang intak dan adanya villi
khorealis yang udem, hiperplasia dari trofoblas dan terdapat disintegrasi dan
hilangnya pembuluh darah atau avaskuler dari villi.1,2
Mola invasif (korioadenoma destruen) adalah bersifat invasif lokal, secara
mikroskopis ditunjukkan adanya invasi trofoblas pada miometrium dengan
ditemukannya struktur villus. Adanya hiperplasia dari elemen sintio dan
sintitiotrofoblas dan persisten dari struktur villi.3
Koriokarsinoma adalah tumor ganas dari epitel trofoblas. Miometrium dan
pembuluh darah telah diinvasi dengan daerah perdarahan dan nekrosis. Dapat
menyebar dan mengadakan metastase ke tempat lain seperti paru, otak, liver,
pelvis, vagina, usus dan ginjal.3
Plasental site trophoblastic tumour ( PSTT ) lebih jarang dari bentuk ganas
penyakit trofoblas gestasional yang lain. Berasal dari jaringan trofoblas pada
tempat implantasi plasenta dan terutama terdiri atas kelompok-kelompok sel
monomorfik yang dibentuk oleh sel-sel trofoblas intermediet dan sebagian kecil
sitotrofoblas serta sedikit sekali sinsisiotrofoblas; gambaran yang sangat
berbeda dengan koriokarsinoma. Pada PSTT kadar hCG rendah sekalipun masa
tumornya besar.8
Mola hidatidosa berulang ( Recurrent Hydatidiform Mole ) merupakan
mola hidatidosa yang terjadi setelah

seseorang mempunyai riwayat mola

hidatidosa sebelumnya. Kejadian ini dapat diselingi oleh kehamilan normal atau
berturut-turut, lebih banyak terjadi dengan riwayat kehamilan mola komplit.10,11
2.2 Epidemiologi dan Etiologi

Prevalensi dari mola hidatidosa bervariasi pada populasi yang berbeda. Di


Asia insidennya 1 : 400 - 500 kehamilan , di Amerika latin berkisar 1 : 200
kehamilan. Kehamilan mola komplit terjadi 1 : 40 dari kehamilan mola, 1 dalam
15.000 abortus dan 1 dari 150.000 kehamilan normal.3,5. Untuk wanita lebih
dari 50 tahun risiko kehamilan adalah 411 kali dan untuk wanita kurang dari 15
tahun adalah 6 kali dibandingkan dengan kelompok umur 25-29 tahun.2
Etnis dan ras yang berbeda juga memberikan kontribusi dari bervariasinya
insiden Mola Hidatidosa. Pada suatu studi, didapatkan bahwa pada wanita
Afrika dan Amerika di Amerika Serikat diperkirakan insidennya lebih tinggi dari
wanita kulit putih, tetapi studi lain tidak menunjangnya.
Meskipun etiologinya tidak

diketahui dengan

baik,

kejadian ini

dihubungkan dengan beberapa faktor seperti usia kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 40 tahun, riwayat kehamilan mola, sosial ekonomi rendah. Wanita
yang lebih dari 40 tahun memiliki insiden 5 kali lebih tinggi untuk kehamilan
mola. Di Singapura insiden kehamilan mola pada wanita usia lebih dari 45
tahun didapatkan 1 : 72 kehamilan. Secara umum wanita dengan usia kurang
dari 20 tahun didapatkan risiko 1,5 - 2 kali lebih tinggi.3,14
Sosial ekonomi yang rendah dihubungkan dengan frekuensi yang lebih
tinggi. Di Philipina kejadiannya 10 kali lebih tinggi pada sosial ekonomi rendah
dibandingkan populasi umum. Hubungan insiden Mola Hidatidosa yang
berbeda sesuai geografis, kultur dan status sosial ekonomi menunjukkan bahwa
diet dan nutrisi

juga memberikan kontribusi dari etiologi penyakit ini.

Konsumsi beta karoten yang rendah dan defisiensi dari vit A juga dihubungkan
sebagai penyebab dari kehamilan mola.
Riwayat kehamilan mola sebelumnya merupakan faktor risiko untuk
terjadinya penyakit trofoblas gestasional. Wanita dengan riwayat mola
hidatidosa memiliki 10 kali risiko lebih tinggi untuk terjadinya mola hidatidosa
pada kehamilan berikutnya.2
2.3 Patogenesis
Ada beberapa teori terjadinya Mola Hidatidosa, yaitu teori missed abortion dari
Hertig dan Teori neoplasma dari Park serta teori sitogenetik.4

1. Teori missed abortion menyatakan bahwa janin mati pada kehamilan 3-5
minggu (missed abortion), karena itu terjadi gangguan peredaran darah
sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari vili dan
akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
2. Teori neoplasma dari Park menyatakan bahwa yan abnormal adalah sel-sel
trofoblas dan juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan
kedalam

vili,

sehingga

tumbuh

gelembung-gelembung.

Hal

ini

menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian janin.


3.

Teori sitogenetika menyatakan bahwa Mola Hidatidosa dapat terjadi bila


sperma tunggal membuahi telur yang tidak berinti sehingga membentuk
embrio yang abnormal yang hanya memiliki materi genetik paternal, atau
bisa juga dua sperma membuahi satu sel telur. Kejadian ini menghasilkan
abnormalitas dari trofoblas dan memungkinkan embrio mati lebih awal.
Tumbuhnya elemen plasenta yang terus menerus ditandai oleh adanya udem
dari villi yang kemudian tampak sebagai gambaran gelembung air. Sel-sel
trofoblas menghasilkan hormon kehamilan yaitu hCG, yang dipakai sebagai
dasar tes kehamilan. Produksi yang berlebihan dari hCG menyebabkan
keluhan-keluhan pada penderita.3

2.4 Klasifikasi
Gambaran penting untuk menegakkan diagnosis mola hidatidosa adalah
adanya proliferasi trofoblas dan gambaran villi yang hidrofik. Berdasarkan
gambaran morfologi dan klinik, mola hidatidosa dibagi menjadi komplit dan
parsial.1,3
Mola hidatidosa komplit umumnya terdeteksi pada saat trisemester kedua
kehamilan, rata-rata ditemukan pada saat umur kehamilan 18 minggu. Ditandai
dengan sebagian besar villi udem hidrofik, yang mana dibungkus oleh trofoblas
yang hiperplasia dan atipik. tidak ditemukan embrio dan selaput ketuban.
Risiko terjadinya keganasan setelah mola komplit adalah 15%-20%.1
Mola hidatidosa parsialis umumnya ditandai dengan adanya embrio atau
selaput amnion. Mola ini disebut parsial karena perubahan bentuk hidatidiform
pada villi bersifat fokal. Villi hidrofik biasanya tidak teratur dan mempunyai
stroma inklusi yang hiperplastik. Kapiler dari villi tampaknya menjadi

fungsional, karena proporsinya sama dengan inti eritrosit dari fetus seperti
yang ditemukan pada embrio. Pada mola parsialis, perubahan bentukan hidatid
terjadi secara lambat, dan tampaknya proporsi dari penampakan villi normal
berkaitan dengan angka harapan hidup dari fetus. Sekitar 2 %-5 % dari mola
parsial akan menjadi degenerasi ganas .4 Gambaran dari mola komplit dan
parsialis dapat dilihat pada tabel 1.
Komplit
Tidak ada

Jaringan janin/embrio

Parsialis
Ada

Oedema villi chorealis

Difus

Fokal

Hiperplasia trofoblas

Difus

Fokal

Scalloping of villi

Tidak ada

Ada

Trophoblastic stromal inclusion

Tidak ada

Ada

Tabel 1. Gambaran dari mola komplit dan mola parsialis 2


2.5 Gambaran klinis dan Diagnosis
Mola hidatidosa komplit

yang juga diketahui sebagai mola hidatidosa

klasik adalah bentuk yang paling sering terjadi dari kehamila mola. Gangguan ini
biasanya tampak pada umur kehamilan 11 - 25 minggu, dengan rata-rata umur
kehamilan sekitar 18 minggu.3
Gejala umum yang sering ada dari kehamilan mola adalah perdarahan
pervaginam, tercatat melebihi 97 % dari penderita. adanya perdarahan pervaginam
yang berulang dan lama dapat menyebabkan anemia oleh karena defisiensi
besi.Keluhan oleh karena anemia terjadi sekitar 50 % dari penderita saat diagnosa
ditegakkan. Kadang kala disertai pengeluaran spontan gelembung-gelembung mola
dari uterus sebagai petunjuk untuk menegakkan diagnosa mola hidatidosa.,8
Nyeri abdomen yang terjadi pada kehamilan awal oleh karena adanya
pembesaran dari uterus atau kista teka luteal yang prominen. Pemeriksaan
abdominalpelvis dapat diketahui adanya pembesaran uterus lebih besar dari umur
kehamilan yang diperkirakan. Dapat teraba massa ovarium sebagai akibat dari kista
teka luteal. Kista ini terjadi oleh karena induksi dari hCG hiperstimulasi dari kedua
ovarium, kejadiannya sekitar 50 % dari penderita yang menyebabkan tekanan atau
pendesakan pada pelvis. Biasanya kista ini mengalami regresi spontan setelah
evakuasi mola.3

Toksemia dini atau preeklampsia ( hipertensi, udem,proteinuria ) tampak


pada trisemester pertama atau kedua dari kehamilan tetapi hal ini tidak umum
terjadi pada kehamila mola. Hal ini terjadi oleh karena pengeluaran yang berlebihan
dari bahan vasoaktiv yang berasal dari jaringan tropoblas yang nekrotik.3
Hiperemesis gravidarum dengan keluhan mual dan muntah yang berlebihan
selama kehamilan diobservasi pada sekitar 10 % dari penderita dengan kehamilan
mola. Dihubungkan dengan adanya pembesaran uterus yang berlebihan dan
peningkatan kadar hCG.3
Keluhan berdebar dan tremor sebagai akibat dari hipertiroid dapat terjadi.
Kejadian hipertiroid sekitar 7 % dari kehamilan mola. Adanya peningkatan dari
triiodothyronine (T3) dan thyroxine

(T4) diobservasi lebih sering

dari pada

manifestasi klinik seperti takikardi, berkeringat, penurunan berat badan.


Peningkatan hormon ini terjadi secara sekunder oleh karena kesamaan struktur
hCG dengan thyroid stimulating hormon (TSH) , selanjutnya peningkatan kadar
hCG intrinsik menstimulasi aktivitas dari kelenjar tiroid. Tindakan evakuasi atau
anastesi dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid. Manifestasinya dapat berupa
hipertermi, delirium, konvulsi, takikaritmia, kolaps kardiovaskuler.
Emboli paru oleh karena tropoblas dapat terjadi dan menyebabkan
terjadinya distres pernapasan pada sekitar 2 % dari penderita mola. Distres
pernapasan biasanya didiagnosis pada penderita dengan adanya pembesaran uterus
yang berlebihan dan peningkatan kadar hCG. Keluhan yang timbul dapat berupa
nyeri dada, dispnea, takikardia. Distres pernapasan yang berat dapat terjadi selama
dan setelah evakuasi mola. Insufisiensi pernapasan dapat terjadi karena emboli
trofoblas atau dari komplikasi kardiopulmoner oleh karena krisis tiroid,
preeklampsia, dan pemberian cairan yang berlebihan.8
Pada pemeriksaan abdomen terdapat pembesaran uterus lebih besar dari
periode amenore, terjadi sekitar 50% dari kasus, 25% sesuai dengan umur
kehamilan, dan 25% lebih kecil. Konsistensi uterus lunak, tidak terasa balotement
dan tidak teraba bagian janin danpada auskultasi tidak terdengar denyut jantung
janin. Kista ovarium bilateral

(5-20 cm) terdapat pada 50% kasus. Adanya

pengeluaran gelembung mola menunjukkan diagnosa pasti dari mola hidatidosa.3,8


Pada pemeriksaan tes kencing untuk kehamilan positiv dalam dilusi yang
tinggi. 1/200 menunjukkan kecurigaan yang tinggi , 1/500 menunjukkan diagnosa

pasti. Pemeriksaan kadar hCG dalam air seni 24 jam melebihi 400.000 IU, bahkan
kadang-kadang mencapai 1-2 juta UI per jam.2
Pada pemeriksaan darah lengkap sering ditemukan kadar Hb yang rendah,
LED meningkat, Lekosit meningkat. Kadang-kadang didapatkan albuminuria,
terutama pada penderita yang disertai udem dan hipertensi. Kadar hCG serum
menunjukkan peningkatan kadar yang tinggi ( > 100.000 mIU/ml).
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) menunjukkan adanya gambaran uterus
yang membesar, dengan massa yang khas intrauterin berupa suatu gugusan anggur
( cluster of grapes) atau gambaran suatu badai salju (snow storm).

Tidak

teridentifikasi bagian janin dan selaput janin ( gestasional sac ), dapat dideteksi
adanya kista ovarium bilateral.8
Pemeriksaan dengan sinar - X yaitu histerografi dengan memakai bahan
kontras yang dimasukkan ke uterus, akan memberikan gambaran yang khas yaitu
gambaran sarang tawon (honey comb) tidak adanya gambaran tulang fetus.
Pemeriksaan ini juga dapat untuk melihat adanya metastase keorgan lain. Untuk
melihat adanya metastase ini kadang diperlukan pemeriksaan computerised
tomography scanning (CT scan) dan magnetic resonance imaging (MRI).
Pada pemeriksaan histopatologik didapat kelainan yang khas dari mola
yaitu : udem dari vili korealis, berkurang atau hilangnya pembuluh darah pada villi,
dan adanya proliferasi dari

sel-sel trofoblas.2,3 Pada mola parsialis seringkali

terdapat jaringan fetus, amnion, dan sel darah merah bayi.5,7


2.6 Penataksanaan
Penanganan mola hidatidosa pada prinsipnya adalah segera mungkin dilakukan
evakuasi begitu diagnosa ditegakkan. Sebelum evakuasi dilakukan dicari dahulu
ada tidaknya penyulit berupa tirotoksikosis, preeklampsia dan hal-hal lain yang
dapat memperburuk prognosis penderita, upaya evakuasi baru dilakukan bila
penyulit sudah diobati dan teratasi. Metoda yang dilakukan tergantung dari ukuran
besarnya uterus, ada tidaknya ekpulsi parsial, umur penderita dan fertilitasnya.
Sebelum dilakukan evakuasi harus disiapkan darah, pemeriksaan darah lengkap, tes
fungsi hati dan ginjal, faal hemostasis, thorak foto, kadar serum hCG.2,12,23,53
Cara evakuasi jaringan mola :
1. Kuretasi :

Pada ukuran rahim yang tidak terlalu besar , kuretase dilakukan satu kali saja
yakni setelah jaringan mola dikeluarkan dengan vakum kuret langsung
diteruskan dengan sendok kuret tajam. Pada kasus mola dengan uterus yang
ukuran uterusnya besar kadang dilakukan kuretase dua kali, kuretase I dengan
vakum kuret dan kuretase ke II satu minggu kemudian setelah terjadi involusi
uterus dengan sendok kuret tajam.
Besar uterus lebih dari 20 minggu dilakukan evakuasi 2 kali dengan
interval 1 minggu. Bila osteum uteri belum terbuka dan serviks kaku, dilakukan
pemasangan laminaria stif selama 12-24 jam sebelum evakuasi. Pada saat
evakuasi

dipasang

oksitosin drip. Hasil kuretase dilakukan pemeriksaan

histopatologi untuk mencari ada tidaknya

gambaran proliferasi berlebih dan

ada tidaknya penetrasi jaringan trofoblas kedalam endometrium.


2. Histerektomi :
Histerektomi dikerjakan sebagai cara evakuasi jaringan mola pada kasus mola
risiko tinggi pada umur lebih dari 40 tahun dengan anak cukup. Tujuannya
disamping sebagai upaya untuk mengurangi kemungkinan timbulnya keganasan
sekaligus juga bila kemudian timbul koriokarsinoma maka derajat skor pada
skor prognostik akan lebih rendah sehingga sitostatika yang diperlukan akan
lebih sederhana dan kurang toksis dan biayanya akan lebih ringan.
Pemberian kemoterapi profilaksis setelah evakuasi mola masih kontroversi.
Di negara yang sedang berkembang pemberian kemoterapi profilaksis merupakan
kebijakan yang masih diperlukan . Umumnya diberikan kemoterapi tunggal yaitu
Methotrexate atau Actinomycin D, hanya diberikan 1 rangkaian, selanjutnya
penderita dipantau dengan tata cara follow up yang berlaku bagi mola risiko rendah
pasca evakuasi. Keberatan dari

pemberian sitostatika profilaktik adalah efek

samping obat dan kemungkinan terjadinya resistensi bila kelak diperlukan


pemberian sitostatika untuk terapi tumor trofoblastik gestasional.2
Follow up atau pengawasan lanjut pasca evakuasi mola merupakan bagian
dari penatalaksanaan mola hidatidosa. Pengawasan ketat kasus mola pasca
evakuasi perlu dilakukan oleh karena sekitar 10%-30% mola akan mengalami
transformasi menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG). Pada penderita mola
risiko rendah follow up mulai dilakukan seminggu setelah evakuasi mola .

Dilakukan

pemeriksaan

fisik

penderita,

keluhan,

tanda-tanda

metastase,

pemeriksaan tes kehamilan mulai kepekaan yang paling rendah atau pemeriksaan
hCG. Pemeriksan klinis meliputi besar dan involusi uterus, perdarahan (pervaginam
atau hemoptoe), tanda-tanda metastase (vagina, paru-paru dll). Follow up
dilakukan sampai minggu kedua belas. Diagnosis adanya pertumbuhan baru
jaringan trofoblas dengan pemeriksaan

hCG ditetapkan dengan kriteria yang

dianjurkan oleh Mozisuki dkk, yakni : 2


- Kadar hCG 1000 mIU/ml pada minggu ke 4.
- Kadar hCG 100 mIU/ml pada minggu ke 6.
- Kadar hCG 30 mIU/ml pada minggu ke 8.
Bila hCG melebihi batas-batas diatas dan atau secara klinis ada tandatanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka selanjutnya penderita dikelola
sebagai tumor trofoblas gestasional.
Koriokarsinoma klinis merupakan istilah yang masih kontroversi, ada yang
menyebutnya Persistent Trophoblastic Disease. Di Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung dipakai istilah koriokarsinoma klinis. Yang dimaksud dengan pengertian
ini adalah bila penderita pasca mola secara klinis dan atau laboratoris menunjukkan
adanya tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas tanpa diperkuat dengan
hasil pemeriksaan patologi anatomi. Pengelompokan penderita seperti ini penting
mengingat sebagian penderita masih memerlukan fungsi reproduksinya sehingga
tidak mungkin dilakukan histerektomi untuk konfirmasi patologi anatomi.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan uterus membesar lagi dengan atau tanpa
adanya perdarahan pervaginam dan atau bila pada pemantauan kadar hCG pasca
evakuasi jaringan mola melebihi batas-batas seperti diatas sekalipun tidak
ditemukan tanda-tanda atau gejala-gejala klinis lainnya . Pada koriokarsinoma
klinis pilihan pertama kemoterapi yang diberikan adalah Methotrexate dan
Actinomycin D. Pemberian terapi dilakukan beberapa seri dan selama terapi
dilakukan pemeriksaan kadar serum hCG sampai normal, kemudian diberikan
tambahan terapi (after course) 2-3 kali.2
Selama pengawasan lanjut pasca evakuasi mola perlu dilakukan pencegahan
kehamilan baru, penderita dianjurkan menggunakan KB kondom. Tidak dianjurkan
memakai IUD karena efek samping perdarahan akan menyulitkan diagnosis adanya

pertumbuhan baru jaringan trofoblas, sedangkan KB hormonal dilaporkan akan


menimbulkan resistensi terhadap sitostatika bila diperlukan. Penderita dianggap
sembuh dari pengawasan lanjut pasca evakuasi mola bila dengan follow up 12
bulan tidak ada tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas atau penderita
sudah hamil normal lagi kurang dari 12 bulan setelah evakuasi mola. Adanya
kehamilan normal dibuktikan dengan berbagai cara termasuk USG. Pengertian
sembuh tidak berarti bahwa tidak mungkin terjadi TTG dimasa yang akan datang
karena sifat sel trofoblas yang dormant. Penderita tidak boleh hamil lagi paling
sedikitnya selama 1 tahun untuk yang belum memiliki anak atau 2 tahun untuk
penderita yang sudah mempunyai anak.1,2

1.7 Prognosis
Prognosis dari mola hidatidosa untuk menjadi keganasan tergantung dari beberapa
faktor antara lain : kadar hCG, besarnya uterus, terdapatnya kista ovarium dan
adanya faktor metabolik dan epidemiologik yang menyertainya. Berdasarkan faktor
risiko terjadinya keganasan, WHO menggolongkan mola hidatidosa kedalam 2
kelompok, yakni mola hidatidosa risiko rendah dan risiko tinggi.2
1. Mola hidatidosa risiko rendah :
- hCG serum < 100.000 IU/ml
- Besarnya uterus umur kehamilan
- Kista ovarium < 6 cm
- Tidak ada faktor metabolik atau epidemiologik.
2. Mola hidatidosa risiko tinggi :
- hCG serum 100.000 IU/ml
- Besar uterus > umur kehamilan
- Kista ovarium 6 cm
- Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti umur 40 tahun,
toksemia, koagulopati, emboli sel trofoblas dan tirotoksikosis.
Seperti telah diketahui mola hidatidosa diperkirakan 80% akan mengalami
remisi spontan pasca evakuasi, dan sisanya 20% dapat berkembang menjadi

10

penyakit trofoblas ganas (PTG). Disamping perkembangan stadiumnya, prognosis


PTG juga tergantung dari beberapa faktor yang terdapat pada penderita.
Berdasarkan sistem skor dari faktor-faktor prognosis tersebut, WHO membuat
kriteria dan membagi PTG kedalam 3 kelompok yakni risiko rendah, risiko sedang
dan risiko tinggi seperti yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

FAKTOR PROGNOSIS

SKOR
1
2
3
Umur
> 39
39
Anteseden
Mola Hidat.
Abortus
Hamil aterm
Interval kehamilan
< 4 bln
4-6 bln
7-12 bln
Kadar hCG (IU/L)
<10 3
10 3 - 10 4
10 4 - 105
ABO group
OxA, AxO
B, AB
Besar tumor
< 3 cm
3-5 cm
> 5 cm
Tempat metastase
Lien, ginjal GI Trak,hati
Jumlah metastase
1-3
4-8
Kemoterapi sebelumnya
1 obat
Tabel 2. Sistem Skor Prognostik WHO

4
> 12 bln
10 5
Otak
>8
2 obat

Pada sistem WHO diatas klasifikasinya :


1. Risiko rendah, skor total 4
2. Risiko sedang, skor total 5 - 7
3. Risiko tinggi, skor total 8.
Pencegahan kehamilan direkomendasikan pada tahun pertama setelah mola
hidatidosa diterapi. Hal ini akan mencegah kekeliruan tentang interpretasi dari
peningkatan kadar Hcg. Tidak tampak peningkatan angka infertilitas, kesempatan
yang lebih sedikit untuk kehamilan yang normal, atau peningkatan kejadian abortus
spontan. Terdapat peningkatan insiden dari penyakit penyakit trofoblas gestasional
berikutnya.23
2.8 Diagnosis banding
1. Abortus iminen
2. Gemeli
Kehamilan dengan mioma
BAB III

11

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA /SUAMI
Nama

: Ni Kt. Marni/ Made Sentra

Umur

: 24 tahun / 25 tahun

Paritas

:0

Pendidikan

: SD / SD

Pekerjaan

: Petani / petani

Agama

: Hindu / Hindu

Suku

: Bali / Bali

Alamat

: Br. Santi Karya Ungasan Kuta Badung

No CM

: 620081

MRS tanggal

: 20 Februari 2001

II. KELUHAN UTAMA : Kontrol post kuretase


III. ANAMNESA
Penderita datang ke poliklinik kebidanan dan kandungan RSUD
Karangasem dengan riwayat penyakit post kuretasi mola di RS swasta di denpasar.
Sebelumnya pasien memeriksakan diri ke poliklinik kebidanan dan kandungan
RSUD Karangasem pada tanggal 4 Maret 2009 dengan keluhan telat haid dan
pendarahan dari kemaluan. Saat itu penderita telat haid tiga bulan (hari pertama
haid terakhir 3 Desember 2008). Penderita sudah pernah memeriksakan kencing
untuk tes kehamilan pada tanggal 15 februari 2009 di bidan dan hasilnya positif.
Setelah mengalami pendarahan penderita memeriksakan diri ke bidan dan
melakukan tes kencing kembali dengan hasil tetap positif. Selain itu penderita juga
mengeluh sering mual dan muntah-muntah. Kemudian penderita disarankan untuk
memeriksakan diri ke RSUD Karangasem. Pada tanggal 4 Maret 2009 penderita
memeriksakan diri ke Poliklinik Kebidanan dan kandungan RSUD Karangasem dan
dilakukan pemeriksaan USG. Dari hasil USG didapatkan hamil anggur dan
penderita disarankan MRS untuk rencana kuretase tapi penderita menolak dengan
alasan mau ke denpasar dan memutuskan untuk melakukan kuretase di rumah
sakit swasta di denpasar. Pada tanggal 3 April 2009 penderita kontrol lagi ke

12

Poliklinik kebidanan dan kandungan RSUD Karangasem dengan riwayat post


kuretase. Keluhan pendarahan dari kemaluan tidak ada. Keluhan berdebar-debar,
sesak nafas, berkeringat dingin, gemetar dan batuk-batuk tidak ada serta buang air
besar dan buang air kecil biasa.
Riwayat Menstruasi

Menarche umur 13 tahun, dengan siklus teratur setiap 30 hari, lamanya 3-5
hari tiap kali menstruasi.

Riwayat Perkawinan

Pasien belum menikah

Riwayat kontrasepsi

Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi.

Riwayat Penyakit Sistemik

Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit asma, hipertensi, diabetes


mellitus dan penyakit jantung.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Di keluarga pasien juga tidak ada riwayat penyakit asma, hipertensi,


diabetes mellitus dan penyakit jantung.

Riwayat Sosial

Penderita tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Status present:
Kesadaran

: GCS 15 ( E4 V5 M6 )

Tekanan darah

: 120/80 mm Hg

Nadi

: 88 x/mnt

Respirasi

: 20 x/mnt

Temperatur

: 37,2 0 C

Berat badan

: 37 kg

Tinggi badan

: 155 cm

Status General

13

Kepala

: Mata : anemia -/-, ikterus -/-

Toraks

: Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)


Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

: ~ status ginekologis

Ekstremitas

: edema tidak ada pada keempat ekstremitas

Status Ginekologis
Abdomen :
Fundus uteri tidak teraba, ballotement (-)
denyut jantung janin (-)
Inspekulo

: V

: fluor (-), fluksus (-)

Po : (-) konsistensi lunak, nyeri goyang (-).


AP : kanan : nyeri (-), massa (-)
kiri

: nyeri (-), massa (-)

CD : nyeri (-), massa (-).


V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

USG (3-4-2009) : Normal

PPT (-) (3-4-2009)

VI. DIAGNOSA
Post kuretase e.c Mola Hidatidosa
VII. Penatalaksanaan
Monitoring :
- Thorak foto untuk melihat metastase
- HCG
- Periksa lab lengkap, LFT, RFT, T3 dan T4 kalau perlu.
KIE: Penderita dan keluarga tentang pengawasan lanjutan, komplikasi dan
prognosisnya.
VIII. Resume

14

Pasien perempuan 20 tahun, hindu, suku bali datang dengan riwayat post
kuretase oleh karena mola hidatidosa. Keluhan keluar darah pervaginam tidak ada,
mual muntah tidak ada. Keluhan berdebar-debar, sesak nafas, berkeringat dingin,
gemetar dan batuk-batuk tidak ada serta buang air besar dan buang air kecil biasa.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status general dalam
batas normal. Dari pemeriksaan ginekologis didapatkan fundus uteri tidak teraba,
ballotement (-), his (-), denyut jantung janin (-). Pada pemeriksaan dalam
didapatkan perdarahan (-), tidak ada pembukaan serviks, nyeri goyang (-), pada
perabaan CD (Cavum Douglas) tidak ditemukan massa dan tidak terasa nyeri.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien
ini di diagnosis dengan Post Kuretase e.c Mola Hidatidosa.
VIII. Riwayat perjalanan penyakit
Tgl. 4 Maret 2009
S : Telat haid selama 3 bulan dan pendarahan pervaginam. Mual muntah (+)
O : Pemeriksaan fisik
Status Present
TD

: 120/70 mmHg

Nadi : 78 x/menit

Respirasi

: 20 x/menit

Temperatur : 36,5o C

Status General
Kepala

: Mata : anemia -/-, ikterus -/-

Toraks

: Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)


Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

: ~ status ginekologis

Ekstremitas

: edema tidak ada pada keempat ekstremitas

Status Ginekologis
Abdomen :
Fundus uteri : 2 jari di bawah pusat
Denyut jantung janin (-)
Distensi (-), nyeri tekan (-)
Vagina

: perdarahan (+)

Inspekulo

: V

: fluor (-), fluksus (+)

15

Po : (-) konsistensi lunak, nyeri goyang (-).


CUAF b/c ~ 18 minggu
APCD : massa (-), nyeri (-)
Sonde (+)
Pemeriksaan penunjang

Tes kencing (PPT) Positif

USG : Tampak gambaran ekogenik merata seperti badai salju intra


uterin dan tidak terlihat sakus gestasional.

Assesment : Mola Hidatidosa


Penatalaksanaan :

Evakuasi Mola Hidatidosa

Pengawasan lanjut pasca evakuasi.

Mx : Observasi keluhan, vital sign dan perdarahan, lab lengkap.


KIE : Pasien dan keluarga tentang rencana tindakan.
Pasien menolak untuk masuk rumah sakit dengan alasan akan ke Denpasar dan
pasien memutuskan untuk melakukan tindakan evakuasi Mola Hidatidosa di
Rumah Sakit swasta di Denpasar. Pasien meninggalkan poliklinik RSUD
Karangasem setelah menandatangani surat penolakan tindakan dan setelah
mendengarkan penjelasan dokter tentang penyakitnya dan bahayanya jika penyakit
ini tidak ditindaklanjuti.
Tanggal 3 April 2009
S : Kontrol post kuretase e.c Mola Hidatidosa minggu IV
Pendarahan pervaginam (-), mual muntah (-), keluhan berdebar-debar,
sesak nafas, berkeringat dingin, gemetar dan batuk-batuk tidak ada.
O : Pemeriksaan fisik
Status present:

16

TD

: 120/70 mmHg

Respirasi

Nadi : 78 x/menit

: 20 x/menit

Temperatur : 36,5o C

Status General
Kepala

: Mata : anemia -/-, ikterus -/-

Toraks

: Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)


Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

: ~ status ginekologis

Ekstremitas

: edema tidak ada pada keempat ekstremitas

Status Ginekologis
Abdomen : Fundus uteri tidak teraba
Ballotement (-), denyut jantung janin (-)
Inspekulo

: V

: fluor (-), fluksus (-)

Po : (-) konsistensi lunak, nyeri goyang (-).


AP : kanan : nyeri (-), massa (-)
kiri

: nyeri (-), massa (-)

CD : nyeri (-), massa (-).


Pemeriksaan penunjang

Tes kencing (PPT) Negatif

USG : Normal

Assesment : Post kuretase e.c Mola Hidatidosa minggu IV


Penatalaksanaan
Monitoring :
- Thorak foto untuk melihat metastase
- HCG
- Periksa lab lengkap, LFT, RFT, T3 dan T4 kalau perlu.
KIE: Penderita dan keluarga tentang pengawasan lanjutan, komplikasi dan
prognosisnya.

17

BAB 4
PEMBAHASAN
Masalah yang di bahas pada kasus ini adalah:
1. Diagnosis
2. Etiologi
3. Penatalaksanaan
4. Prognosis dan kehamilan berikutnya

4.1. Diagnosis
Diagnosis Mola Hidatidosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari Anamnesa didapatkan keluhan berupa telat haid selama tiga bulan
dengan tes kehamilan positif yang disertai dengan pendarahan pervaginam,
serta tanda-tanda kehamilan seperti mual dan muntah. Umur pasien yang
masih muda dan status sosial pasien yang rendah juga merupakan faktor
predisposisi diagnosis ini.

18

Sedangkan dari pemeriksaan fisik pada abdomen didapatkan tinggi fundus


uteri setinggi 2 jari di bawah pusat, dengan konsistensi lunak, tetapi tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin. Pada inspikulo didapatkan adanya
livide. Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam, didapatkan uterus dengan
besar dan konsistensi sesuai dengan umur kehamilan 18 minggu. Dari
anamnesis riwayat telat haidnya adalah sekitar 3 bulan dengan Hari Pertama
Haid Terakhir pada tanggal 3 Desember 2009. Dari hasil ini secara klinis
menunjang adanya suatu Mola Hidatidosa. Seperti kita ketahui gejala dari
mola hidatidosa yang sering terdapat adalah adanya riwayat perdarahan
pervaginam, tinggi fundus uteri sering lebih besar dari umur kehamilan
berdasarkan haid terakhir, gerakan anak tidak pernah dirasakan, gejala mual
dan muntah berlebihan, pada perabaan konsistensi uterus lembek dan tidak
teraba bagian anak atau tidak ada ballotement, serta pada auskultasi tidak
terdengar denyut jantung janin.
Dari pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan USG didapatkan gambaran
ekogenik merata seperti badai salju intra uterin dan tidak terlihat sakus
gestasional.
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut
dapat disimpulkan diagnosis kerja berupa Mola Hidatidosa.
4.2. Etiologi
Penyebab Mola Hidatidosa pada pasien ini belum diketahui secara pasti,
namun beberapa penyebab yang dipikirkan sebagai penyebabnya antara lain
dapat berupa : Faktor usia, sosial ekonomi rendah, riwayat kehamilan Mola
Hidatidosa dan adanya riwayat abortus spontan berulang
Pada pasien ini faktor predisposisi terjadinya KPD dilakukan dengan
metode eksklusi dimana adanya riwayat kehamilan Mola Hidatidosa dan
riwayat abortus spontan berulang dapat disingkirkan. Pada pasien ini
didapatkan bahwa ini merupakan kehamilan yang pertama. Jadi kemungkinan
penyebab dari Mola Hidatidosa ini adalah faktor usia yang masih muda dan
sosial ekonomi yang rendah yang dihubungkan dengan defisiensi nutrisi.
4.3. Penatalaksanaan

19

Pada prinsipnya penatalaksanaan Mola Hidatidosa ada 2 hal yaitu evakuasi


Mola Hidatidosa dan pengawasan lanjut pasca evakuasi. Menurut Protap
Rumah Sakit Sanglah penatalaksanaan Mola Hidatidosa adalah sebagai berikut
:
A. Evakuasi Mola Hidatidosa.
1. Masuk Rumah Sakit walaupun tanpa pendarahan
2. Persiapan pre evakuasi terdiri atas :
a. Pemeriksaan fisik
b. Foto rontgen toraks.
c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal, faal
hemostasis, dan kalau perlu elektrolit, T3, dan T4.
d. Catatan :
Pada kasus abortus Mola Hidatidosa dengan pendarahan
banyak dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk
evakuasi segera. Jenis pemeriksaan persiapan pre evakuasi
hanya yan dianggap perlu.
3. Evakuasi :
a. Besar uterus kurang dari 20 minggu, dilakukan evakuasi
satu kali.
b. Besar uterus lebih dari 20 minggu dilakukan evakuasi dua
kali dengan interval 1 minggu.
c. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan
pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam.
d. Pada saat evakuasi dipasang venous line denan drip
oksitosin 10-40 IU/500cc dektrosa 5% 28 tetes/menit dan
cairan fisiologis. Evakuasi dilakukan dengan kuret isap
dilanjutkan dengan kuret tumpul, diakhiri dengan kuret
tajam.
e. Diambil specimen pemeriksaan Patologi Anatomi yang
dibagi atas 2 sampel yaitu :

PA1 adalah jaringan dan gelembung mola

20

PA2 adalah kerokan endometrial uterus yaitu


jaringan Mola Hidatidosa yang melekat pada dinding
uterus.

f. Penderita dipulangkan satu hari pasca evakuasi, kecuali


diperlukan perbaikan keadaan umum.
g. Evakuasi yang kedua dilakukan denan kuret tajam dan
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi.
h. Histerektomi

Indikasi umur 40 tahun dan anak cukup

Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret


pertama.

B. Pengawasan lanjut.
2. Kasus Mola Hidatidosa dengan kuret 2 kali maka yang dimaksud
dengan pasca evakuasi adalah pasca kuret kedua.
3. Pemeriksaan -hCG urine semi kuantitatif :
a. Setiap minggu untuk Mola hidatidosa resiko tinggi, setiap 2
minggu untuk kasus Mola Hidatidosa resiko rendah.
b. Pemeriksaan dimulai dari tes dengan kepekaan paling rendah
: PPT (kepekaan 1.500 400 SI/L), hCG slide test
(kepekaan 800 SI/L), dan tes pack (kepekaan 25-50 SI/L)
c. Pemeriksaan -hCG serum kuantitatif dilakukan untuk
konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui kadar -hCG normal
atau sebaliknya terjadi Penyakit Trofoblas Ganas.
3. Batas akhir penilaian:
a. PPT harus negative pada minggu ke-4, atau -hCG kurang
dari 1000 mIU/ml
b. -hCG slide test harus negatif pada minggu ke-8 atau hCGserum kurang dari 500 Mui/ml
c. Test Pack harus negative pada minggu ke-12 atau kadar hCG serum adalah normal (ELISA : 0-15 Miu/ml)
4. Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal, atau Test Pack
negative dua kali berturur-turut dengan interval 2 minggu.
a. Pemeriksaan meliputi :

21

Keluhan

Fisik dan Ginekologik

hCG urin dengan Test Pack atau -hCG serum

Lain-lain kalau diperlukan misalnya : foto thoraks.

b. Jadwal pemeriksaan

Satu tahun pertama setiap bulan

Satu tahun kedua setiap 3 bulan

Selanjutnya

sewaktu-waktu

apabila

ditemukan

keluhan.
5. Kontrasepsi
a. Sebelum tercapai -hCG serum normal atau Test Pack 2
kali berturut-turut interval 2 minggu negative, dianjurkan
memakai alat kontrasepsi kondom.
b. Setelah tercapai -hCG serum normal atau Test Pack
negative,

dianjurkan

memakai

kontrasepsi

dengan

ketentuan;

Satu tahun untuk pasien yan belum mempunyai anak

Dua tahun atau lebih untuk pasien yan sudah


mempunyai anak

Kontap untuk pasien yang

tidak menginginkan

tambahan anak.
Pada kasus ini didapatkan besar uterus sesuai dengan umur kehamilan
kurang dari 20 minggu jadi dilakukan evakuasi Mola Hidatidosa sebanyak satu
kali. Pada kasus ini pasien menolak melakukan evakuasi di RSUD
Karangasem dan memilih melakukan evakuasi di Rumah Sakit Swasta di
Denpasar. Satu bulan setelah evakuasi pasien control lagi ke poliklinik
Kebidanan dan kandungan RSUD Karangasem. Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan -hCG urine semi kuantitatif. Pada pasien ini dicurigai termasuk
kasus Mola Hidatidosa resiko tinggi dengan melihat besar uterus lebih dari
umur kehamilan, akan tetapi hal ini masih meragukan karena pasien menolak
melakukan pemeriksaan serum

-hCG. Penderita disarankan melakukan

pemeriksaan -hCG urine semi kuantitatif setiap satu minggu sekali dan
22

disarankan juga untuk melakukan pemeriksaan -hCG serum kuantitatif


dengan tujuan untuk mengetahui apakah kadar -hCG sudah normal atau
sebaliknya terjadi Penyakit Trofoblas Ganas. Pada pemeriksaan PPT pada saat
pasien control didapatkan hasil negatif dan pada saat laporan kasus ini dibuat
pasien belum memeriksakan -hCG serum, jika -hCG serum kurang dari
1000 mIU/ml penilaian sudah boleh diakhiri.
4.4. Prognosis dan kehamilan berikutnya
Mola hidatidosa diperkirakan 80% akan mengalami remisi

spontan pasca

evakuasi, dan sisanya 20% dapat berkembang menjadi keganasan atau korio
karsinoma. Demikian juga dapat terjadi berulang pada kehamilan berikutnya.3
Menurut Gerard MD (2000) risiko berulang terjadinya mola hidatidosa
adalah 1 dalam 100 penderita, tetapi masih ada kesempatan terjadinya
kehamilan normal. Pada kasus ini ada kemungkinan berulangnya Mola
Hidatidosa tetapi tetapi masih ada kesempatan terjadinya kehamilan normal.

3. .

23

Anda mungkin juga menyukai