Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Tiga tahun
Indonesia

sebelum menginjak abad XXI, terjadi peristiwa besar di

mengawali abad yang dinantikan oleh seluruh masyarakat dunia.

Gerakan Reformasi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 demikian dasyat
sehingga mampu menggulingkan pemerintahan Orde Baru, yang dianggap sudah
tidak populer untuk meNjalankan pemerintahan Indoesia.
Sejalan dengan terjadinya gerakan Reformasi marak pula isu-isu heroik
yang berkaitan dengan penegakan demokrasi, upaya menghindari disintegrasi,
upaya pembentukan pemerintahan yang baik dan bersih, kredibilitas pemimpin,
pemberantasan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), pemberdayaan masyarakat,
pembangunan berkelanjutan, pembentukan otonomi daerah , dan masih banyak
isu-isu lainnya. Gerakan Reformasi yang gencar dan luas merupakan akumulasi
dari carut-marut pemerintahan yang sudah tidak sesuai dengan harapan
masyarakat, ditambah dengan krisis ekonomi yang parah. Akar kekacauan tersebut
di atas adalah pemerintah Orde Baru yang dianggap melaksanakan pemerintahan
sentralistik, otoriter dan

korup. Dengan jatuhnya pemerintahan Orde Baru

semakin gencar pula tuntutan masyarakat, baik di tingkat elite pusat maupun
daerah untuk memberlakukan otonomi daerah secara lebih luas .
Otonomi daerah sebagai suatu sistem pemerintahan di Indonesia bukan
merupakan hal yang baru. Penyelenggaraan otonomi daerah sebenarnya sudah
diatur dalam UUD 1945. Walaupun demikian dalam perkembangannya selama ini
pelaksanaan otonomi daerah belum menampakkan hasil yang optimal. Setelah
gerakan Reformasi berlangsung dan pemerintahan Suharto jatuh, wacana untuk
mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah terdengar kembali gaungnya,
bahkan lebih keras dan mendesak untuk segera dilaksanakan.
Tuntutan masyarakat untuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah
disambut oleh presiden Habibie sehingga kemudian ditetapkan Undang-undang
i

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor


25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Dengan disahkannya kedua undang-undang tersebut, maka terjadi
perubahan paradigma, yaitu dari pemerintahan sentralisasi ke pemerintahan
desentralisasi.

Berdasarkan

undang-undang

otonomi

daerah

tersebut,

pemberlakuan undang-undang tersebut efektif dilaksanakan setelah dua tahun


sejak ditetapkannya. Pada masa pemerintahan presiden Abdurachman Wachid
Undang-undang Otonomi Daerah mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 2001.
Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,
ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru
pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati
Soekarno Putri mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti
sendiri dan namos yang berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian
otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat,1985).
Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri.
Sedangkan makna yang lebih luas diartikan sebagai berdaya. Otonomi daerah
dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan
pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah
sudah mampu mencapai kondisi sesuai yang dibutuhkan daerah maka dapat
dikatakan bahwa daerah sudah berdaya (mampu) untuk melakukan apa saja secara
mandiri tanpa tekanan dan paksaan dari pihak luar dan tentunya disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan
bahwa :
1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2.

Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna


kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan (tidak terikat atau
tidak bergantung kepada orang lain atau pihak tertentu). Kebebasan yang
terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.

3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan
memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah yaitu kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa (inisiatif) sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom itu sendiri adalah


kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

B. Dasar Hukum Otonomi Daerah


Berikut dasar hukum otonomi daerah yang diatur lebih lanjut oleh undangundang.
a. UUD 1945 Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, Pemerintahan daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
b. UUD 1945 Pasal 18 ayat (5) tertulis, Pemerintahan daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
c. UUD 1945 Pasal 18 ayat (6) pasal yang sama menyatakan, Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
d. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU
Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
e. UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai
berikut. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
f. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah Undang-Undang sebagai pengganti

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan


antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dalam

kedudukannya

sebagai

Daerah

Otonom,

dan

dalam

menyelenggarakan pemerintahan daerah, dengan kewenangan yang diberikan oleh


Pemerintah Pusat untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat, ditegaskan pula dalam UU No. 32 Tahun
2004, bahwa Daerah berkewajiban untuk:
1.

melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan


nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2.

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

3.

mengembangkan kehidupan demokrasi;

4.

mewujudkan keadilan dan pemerataan;

5.

meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

6. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;


7. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
8. mengembangkan sistem jaminan sosial;
9. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
10.

mengembangkan sumber daya produktif di daerah;

11. melestarikan lingkungan hidup;


12. mengelola administrasi kependudukan;
13. melestarikan nilai sosial budaya;
14. membentuk

dan

menerapkan

peraturan

perundang-undangan

sesuai

dengankewenangannya; dan
15. kewajiban lain yang diatur dalam perundang-undangan

C. Tujuan, Asas dan Prinsip Otonomi Daerah


i

1. Tujuan Otonomi Daerah


Menurut pengalaman dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu
sistem

Sentralistik

tidak

dapat

menjamin

kesesuaian

tindakan-tindakan

Pemerintah Pusat dengan keadaan di daerah-daerah. Maka untuk mengatasi hal


ini, pemerintah kita menganut sistem Desentralisasi atau Otonomi Daerah. Hal ini
disebabkan wilayah kita terdiri dari berbagai daerah yang masing-masing
memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang dipengaruhi oleh faktor geografis
(keadaan alam, iklim, flora-fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa),
tingkat pendidikan dan lain sebagainya.
Dengan sistem desentralisasi diberikan kekuasaan kepada daerah untuk
melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan khusus di daerah
kekuasaannya masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh menyimpang dari
garis-garis aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Jadi pada
dasarnya, maksud dan tujuan diadakannya pemerintahan di daerah adalah untuk
mencapai efektivitas pemerintahan.
Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat
mandiri dan bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk membuat
peraturan bagi wilayahnya. Namun, harus tetap mempertanggungjawabkannya
dihadapan Negara dan pemerintahan pusat.
Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari
otonomi daerah. Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat
dari beberapa aspek :
a) Dari aspek politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah
penumpukan

kekuasaan

dipusat

dan

membangun

masyarakat

yang

demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih
diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
b) Dari aspek pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai
pemerintahan yang efisien.
c) Dariaspek sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar
perhatian lebih fokus kepada daerah.

d) Dari aspek ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
2. Asas dan Prinsip Otonomi Daerah
Dalam sistem otonomi daerah, dikenal tiga asas, yakni asas desentralisasi,
asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan, yakni :
a) Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia,
b) Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah
dan/atay kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
c) Asas tugas pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada
daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau
desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan
tugas tertentu.
Atas dasar pencapaian tujuan dan asas, prinsip-prinsip yang dijadikan
pedoman dalam pemberian Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan
UU No. 32 Tahun 2004) :
1. Prinsip otonomi seluas-luasnya
Prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang menjadi urusan
Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
2. Prinsip otonomi yang nyata
Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan
pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban
yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi

dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya,
adapun yang dimaksud
3. Prinsip otonomi yang bertanggung jawab
Prinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud
pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah
termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama
dari tujuan nasional.

D. Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah


Kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom provinsi dalam
rangka desentralisasi mencakup :
1. Kewenangan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, seperti kewenangan
dalam bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, dan perkebunan.
2. Kewenangan pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan pengendalian
pembangunan regional secara makro, pelatihan bidang alokasi sumber daya
manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah provinsi dan
perencanaan tata ruang provinsi.
3. Kewenangan kelautan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan
pengelolaan kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, penegakan
hukum dan bantuan penegakan keamanan, dan kedaulatan negara.
4. Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan
daerah kota diserahkan kepada provinsi dengan pernyataan dari daerah
otonom kabuapaten atau kota tersebut.

E. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia


Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan UndangUndang tersebut. Termasuk diharapkannya penerapan otonomi daerah karena
kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di jakarta.
Sementara itu pembangunan di beberapa wilayah lain dilalaikan. Disamping itu
i

pembagian kekayaan secara tidak adil dan merata di setiap daerahnya. Daerahdaerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, seperti:Aceh, Riau,
Irian Jaya (Papua), Kalimantan dan Sulawesi ternyata tidak menerima perolehan
dana yang patut dari pemerintah pusat serta kesenjangan sosial antara satu daerah
dengan daerah lain sangat mencolok.
Secara sederhana perubahan pola hubungan pada masa sentralisasi dan
desentralisasi terlihat dalam diagram-diagram berikut ini.
Diagram 1. Masa Sentralisasi
Pemerintah Pusat

Pemerintah
Provinsi
Pemerintah
kabupaten/kota

Diagram 2. Masa Otonomi Daerah


Pemerintah Pusat

Pemerintah
Provinsi
Pemerintah
Kabupaten/kota

Kedua diagram tersebut tidaklah menunjukkan hal yang sederhana,


melainkan menunjukkan bahwa telah terjadi devolusi kekuasaan dari pemerintah
pusat ke pemerintah lokal. Diberlakukannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004
membuat pemerintah lokal secara formal mempunyai kekuatan tawar yang kuat
baik terhadap pemerintah provinsi maupun terhadap pemerintah nasional dan
mempunyai otoritas di banyak hal untuk membuat keputusan sendiri.
i

Otonomi Daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah


dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini
menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung
menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau
sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah sangat baik,
yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong
prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan
pembangunan.
Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan
dalih

pemerataan

pembangunan.

Alih-alih

mendapatkan

manfaat

dari

pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa.


Dengan kewenangan yang didapat daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah,
banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak
menguntungkan tersebut.
Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan
otonomi daerah yaitu:
1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang
mendukung telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang
suatu aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat
kemasyarakatan

(community-based).

Aturan

itu

ditetapkan

untuk

memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk


mengelola hutan milik negara dengan cara yang berkelanjutan.
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSMLSM setempat serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru
tersebut berhasil mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah
perikanan tradisional/adat mereka.
Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang
suara pro dan kontra. Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan
sumber daya, daerah-daerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah
tersebut segera diberlakukan. Sebaliknya, untuk suara kontra bagi daerah-daerah
yang tidak kaya akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era otonomi
i

daerah tersebut. Masalahnya, otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala


bidang termasuk peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah.
Oleh karena itu, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya pada
umumnya belum siap ketika Otonomi Daerah pertama kali diberlakukan.
Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan
sumber daya dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi
daerah juga dapat timbul karena adanya berbagai penyelewengan dalam
pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.

F. Dampak Penyelenggaraan Otonomi Daerah


1. Dampak Positif
Sesuai dengan tujuan pemberian otonomi daerah, diharapkan pelaksanaan
otonomi daerah menurut Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2004 membawa dampak positif yang secara umum
dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Perkembangan

proses

demokrasi

dalam

kehidupan

masyarakat

dan

pemerintahan akan meningkat;


b

Partisipasi aktif masyarakat dalam proses kepemerintahan, baik dalam proses


penentuan kebijakan, dan pelaksanaan maupun dalam proses evaluasi dan
pengawasan, akan semakin meningkat;

munculnya

kreativitas

dan

inovasi

daerah

untuk

mengembangkan

pembangunan daerahnya;
d

meningkatnya

gairah

birokrasi pemerintahan

daerah, karena

adanya

keleluasaan untuk mengambil keputusan, serta terbukanya peluang karier yang


lebih tinggi, karena kompetisi professional;
e

meningkatnya pengawasan atas jalannya pemerintahan Daerah, baik yang


dilakukan oleh masyarakat maupun DPRD, sehingga keinginan untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, terpercaya dan akuntabel
semakin sangat didambakan oleh masyarakat;
i

meningkatnya peranan DPRD sebagai wahana demokrasi dan penyalur


aspirasi rakyat dalam menjalankan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan;

pemberian pelayanan umum kepada masyarakat semakin meningkat, baik


kualitas maupun kuantitas, sejalan dengan meningkatnya tuntutan dari
masyarakat akan pelayanan yang lebih baik, yang pada gilirannya akan
menimbulkan keterpercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah.

munculnya semangat kedaerahan yang menjadi faktor pendorong yang kuat


bagi pengembangan daerahnya, dalam arti peningkatan Akuntabilitas.

2. Dampak Negatif
Walaupun kita melihat secara potensial dampak positif dari pelaksanaan
otonomi daerah, namun perlu juga mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi
secara negatif dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu :
a.

Keinginan bagi daerah otonom untuk meningkatkan penghasilan asli


daerah (PAD) yang berlebihan, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak
ekonomi biaya

tinggi, memberatkan masyarakat, dan kurang terjaminnya

kelestarian lingkungan (tidak transparan.


b.

Kemungkinan munculnya konflik kepentingan antar daerah dan antara


daerah dan pusat yang berkaitan dengan pendayagunaan sumber daya alam,
seperti sumber daya air, hutan, lautan, lingkungan hidup.Karena lemahnya
antara perencanaan pembangunan Daerah Kabupaten/ Kota, Daerah Propinsi,
dan Pusat, sehingga masing masing daerah merasa mempunyai kompetensi
sendiri sendiri.

c.

Munculnya egoisme kedaerahan yang sempit yang mendorong atau


menjurus kepada eksklusivisme daerah dan proteksionisme kedaerahan,
sehingga akan mengganggu kepada makna persatuan dan kesatuan bangsa.

d. Pada umumnya, sumber daya manusia pada pemerintah daerah memiliki


sumber informasi dan pengetahuan yang lebih terbatas dibandingkan dengan
sumber daya pada pemerintah pusat. Hal ini mungkin diakibatkan oleh sistem
kepegawaian yang masih tersentralisasi sehingga pemerintah daerah memiliki

keterbatasan wewenang dalam mengelola sumber daya manusianya sesuai


dengan kriteria dan karakteristik yang dibutuhkan oleh suatu daerah.
Sehingga pelayanan yang diberikan hanya standar minimum.

G. Upaya Mengatasi Masalah Yang Terjadi Dalam Otonomi


Daerah Pada Masa Reformasi
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan dalam
otonomi daerah adalah sebagai berikut :
a. Pemerintah pusat harus melaksanakan otonomi daerah dengan penuh
keikhlasan agar daerah dapat memperoleh hak untuk mengolah sumber daya
di daerah secara optimal.
b. Bahwa tujuan dan semangat yang melandasi otonomi daerah adalah hasrat
untuk menggali sendiri pendapatan daerahnya serta kewenangan untuk
meningkatkan kesejahteraan masing-masing daerah menuju peningkatan
kesejahteraan masing-masing daerah menuju peningkatan masyarakat daerah,
oleh karena itu untuk mencegah kondisi disintesif, pemda dalam rangka
otonomi daerah perlu mengembangkan strategi efesiensi dalam segala bidang.
c. Untuk menopang pelaksanaan otonomi daerah perlu dikembangkan ekonomi
kerakyatan secara sistematis, mensinergikan kegiatan lembaga/institusiriset
pada PTN/PTS di daerah dengan industri kecil menengah dan tradisional.
d. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk memperbaiki dasar-dasar
ekonomi yang sudah rapuh, dengan mengembangkan usaha kecil/menengah
dan koperasi menjadi lebih produktif serta berupaya terus untuk memberantas
kemiskinan structural.
e. Memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam dengan baik agar supaya
sumber kekayaan yang tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan secara
lestari.
f. Mendorong desentralisasi pembangunan daerah, mendayagunakan lembaga di
daerah khususnya DPRD untuk memiliki wewenang dan kemandirian dalam
membuat produk hukum pembangunan di daerah. Ketentuan-ketentuan yang
menyangkut perizinan, pengelolaan, pendayagunaan dan lain sebagainya yang
berkaitan dengan masalah pembangunan yang di rumuskan oleh DPRD dan
pemerintah daerah.
i

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa (inisiatif) sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemberian

otonomi

daerah

bertujuan

untuk

mempercepat

terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan


peran masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah Pemerintah
dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejalan dengan diberlakukannya
undang-undang otonomi tersebut memberikan kewenangan penyelenggaraan
Pemerintah daerah yang lebih luas yang dapat dilihat dari beberapa aspek,
diantaranya adalah aspek politik, ekonomi dan pendidikan.
Sejalan dengan itu, Pemerintah Daerah harus dapat mendayagunakan
potensi sumber daya daerah secara optimal. Dengan semakin berkurangnya
tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap Pemerintah Pusat, Daerah
dituntut mampu meningkatkan profesionalisme aparatur Pemerintah Daerah,
melaksanakan reformasi akuntansi keuangan daerah dan manajemen keuangan
daerah, melaksanakan perencanaan strategik secara benar, sehingga akan memacu
terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab.

B. Saran
Pemerintah pusat tetap harus mengatur dan menjalankanurusan di
beberapa sektor di tingkat kabupaten dan menjamin bahwapemerintah lokal punya
kapasitas dan mekanisme bagi pengaturanhukum tambahan atas bidang-bidang
tertentu dan penyelesaianperselisihan.

Daftar Pustaka

http://adityanovista.blogspot.com/2013/12/makalah-pancasila-hubunganpembukaan.html. 29 Januari 2015


http://sri-wiji-lestari.blogspot.com/2013/09/otonomi-daerah.html. 29 Januari 2015
http://amankeun.blogspot.com/2013/12/makalah-otonomi-daerah.html. 29 Januari
2015
https://arozieleroy.files.wordpress.com/2010/10/tm-2-otda.ppt.29 Januari 2015
http://jdih.sumselprov.go.id/userfiles/makalah/Makalah%20Otonomi%20Daerah
%20dan%20Pemekaran%20Wilayah.pdf.pdf. 30 Januari 2015
https://pascaunisti.files.wordpress.com/2010/05/otda-pelayanan-publik.doc.

29

Januari 2015
http://www.mdp.ac.id/materi/2012-2013-1/EK302/121074/EK302-121074-9107.ppt.2 Februari 2015
UUD 1945 Pasal 18 ayat (2), (5), (6)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.

Daftar Isi
Daftar Isi.i
Bab I ..1
Pendahuluan ...1 - 2
Bab II..3
Pembahasan 3 - 14
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

Pengertian Otonomi Daerah.3 - 4


Dasar Hukum Otonomi Daerah4 - 5
Tujuan Asas dan Prinsip Otonomi daerah6 - 8
Pembagian Kekuasaan dalam kerangka Otonomi daerah 8
Pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia...9 - 11
Dampak Penyelenggaraan Otonomi Daerah.11- 12
Upaya Mengatasai masalah Otonomi Daerah pada Masa reformasi 13-14

Bab III...15
Penutup..15-16
A. Kesimpulan15
B. Saran..16
Daftar pustaka ..17

Anda mungkin juga menyukai