Anda di halaman 1dari 11

Menu

Search

ikancerdas
Keberhasilan adalah kualitas perjalan hidup setiap orang

Rencana Induk Pembangunan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara


Angke dan Dampaknya bagi Nelayan
1. 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pelabuhan perikanan merupakan suatu wilayah yang terdiri dari daratan dan lautan yang di dalamnya terdapat
berbagai aktivitas seperti tambat labuh kapal, bongkar muat, pendaratan hasil tangkapan dan aktivitas perikanan
lainnya. Keberadaan pelabuhan perikanan sangat penting dalam menunjang aktivitas perikanan tangkap.
Keberadaan pelabuhan perikanan mampu membantu usaha nelayan, pedagang ikan, pengolah hasil perikanan dan
pengusaha perikanan untuk meningkatkan pendapatan dan menghemat biaya usaha. Sehingga diperlukan
pengembangan bagi sebuah pelabuhan perikanan untuk meningkatkan fungsinya. Dalam proses pengembangan
suatu pelabuhan perikanan diperlukan sebuah manajemen pengembangan pelabuhan perikanan yang tepat agar
pelabuhan perikanan tersebut dapat difungsikan secara optimal. Manajemen tersebut dapat terdiri dari
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengontrolan/pengawasan
(controlling).
Perencanaan merupakan langkah awal yang dilakukan dalam mengembangkan suatu pelabuhan perikanan.
Perencanaan berisi tujuan serta target utama yang ingin dicapai dalam suatu proses pengembangan. Oleh karena
itu, diperlukan suatu perencanaan yang benar dan tepat dalam mengembangkan pelabuhan perikanan agar tujuan
dan target utama dari pelabuhan perikanan tersebut dapat terlaksana secara optimal. Dalam makalah yang
berjudul Rencana Induk Pembangunan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke dan Dampaknya bagi
Nelayan ini akan dibahas tentang rencana induk yang dimiliki PPI Muara Angke serta bagaimana dampaknya bagi
nelayan yang beraktifitas atau bermukim di sekitar PPI Muara Angke.
1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan rencana induk yang dimiliki oleh PPI
Muara Angke serta bagaimana dampak dari proses pembangunan dan pengembangannya terhadap nelay
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rencana Induk Pembangunan Pelabuhan Perikanan
Rencana Induk (master plan) adalah outline jangka panjang dari suatu kegiatan. Rencana Induk (master plan) juga
dapat disebut sebagai pembuatan keputusan, pemecahan masalah, strategi, perencanaan, dan penjadwalan dari
suatu kegiatan. Sehingga dapat diketahui bahwa Rencana Induk (master plan) berisi rencana, strategi, masalah dan
pemecahannya, keputusan, dan jadwal suatu kegiatan yang akan di lakukan.Pengembangan pelabuhan perikanan
juga memerlukan sebuah rencana induk. Perencanaan sangat perlu dilakukan agar pelaksanaan kegiatan
pengembangan pelabuhan perikanan lebih terarah dan agar tujuan dari kegiatan tersebut dapat tercapai. Adapun
tujuan dari rencana induk pengembangan pelabuhan perikanan adalah: peningkatan produksi, pengembangan
masyarakat nelayan, penyediaan tempat labuh kapal perikanan, pendaratan ikan hasil tangkapan, pelayanan
kegiatan operasional kapal-kapal, pengawasan, dan penyuluhan.Dalam penyusunan rencana induk pengembangan
pelabuhan perikanan haruslah diperhatikan beberapa hal yakni: target pelabuhan perikanan yang akan dibangun

dan dikembangkan, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan potensi masyarakat. Sebuah rencana induk
pengembangan pelabuhan hendaknya memiliki target yang hendak dicapai untuk jangka pendek (5 tahun), jangka
menengah (10 tahun), dan jangka panjang. Contoh target yang hendak dicapai antara lain: tingkat produksi yang
diharapkan, pengembangan kegiatan perikanan, dan rencana pembangunan fasilitas.
Lahan adalah salah satu faktor yang perlu diantisipasi atau diperhitungkan untuk mencapai target pengembangan
pelabuhan perikanan. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya pembebasan lahan, menghindari
pengembangan pelabuhan perikanan di dua tempat, dan menghindari pelabuhan ditutup lalu dipindah ke tempat
lain yang dapat menyebabkan target tidak bisa dicapai. Sebelum penyusunan rencana induk sebaiknya dilakukan
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana induk
pengembangna pelabuhan perikanan. Faktor tersebut antara lain:
1. Fungsi dan klasifikasi pelabuhan
2. Rencana induk pengembangan pelabuhan perikanan regional/nasional
3. Rencana induk pembangunan daerah
4. Potensi sumberdaya ikan yang tersedia
5. Proyeksi peningkatan produksi dan kegiatan perikanan
6. Proyeksi konsumsi
7. Fasilitas yang sudah ada
8. Potensi masyarakat
9. Akibat sampingan
Salah satu hal yang perlu menjadi perhatian dalam penyusunan rencana induk pengembangan pelabuhan perikanan
adalah potensi masyarakat yang tersedia di sekitar pelabuhan perikanan. Potensi masyarakat tersebut dapat
dieksplor secara maksimal jika fasilitas yang tersedia di pelabuhan mencukupi, tingkat keterampilan yang tinggi,
kekuatan modal, dan tingkat industri yang ada di pelabuhan perikanan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan
penyusunan rencana pembinaan potensi masyarakat perikanan, dan penyusunan tahapan fasilitas yang akan
dibangun dalam penyusunan rencana induk pengembangan pelabuhan perikanan.
2.2. Prosedur Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelabuhan Perikanan
Menentukan peranan PP dari segi kepentingan nasional dan regional:
a. mempelajari fungsi dan peranan PP
b. membuat proyeksi pengembangan
c. mempelajari jenis fasilitas yang diperlukan dan ukurannya
d. mempe ilih recana yang paling baik
f. menentukan pilihan
Menentukan peranan pelabuhan perikanan dari segi kepentingan nasional dari regional artinya menentukan tipe
pelabuhan perikanan yang akan dibangun, besar target sumbangan pelabuhan perikanan kepada devisa negara dan
daerah, posisi pelabuhan perikanan dilihat dari sisi daerah dan nasional, serta apakah pelabuhan perikanan tersebut
memiliki posisi atau kedudukan yang strategis dilihat dari sisi daerah dan nasional.Mempelajari fungsi dan peranan
pelabuhan perikanan dilakukan dengan menganalisis pelabuhan perikanan tersebut memiliki tipe apa. Dengan
melihat kepada tipe pelabuhan perikanan tersebut maka dapat diketahui fungsi dan peranan pelabuhan, adapun
fungsi dan peran yang dilihat atau di analisis kederadaannya antara lain: tempat pengembangan masyarakat
nelayan, penyediaan tempat labuh kapal perikanan, pendaratan ikan hasil tangkapan, pelayanan kegiatan
operasional kapal-kapal, pengawasan, penyuluhan, dan pengumpulan data perikanan.
Mempelajari jenis fasilitas yang digunakan beserta ukurannya dimaksud yaitu menentukan fasilitas apa yang harus
ada di pelabuhan perikanan tersebut dan berapa ukurannya. Hal tersebut disesuaikan dengan tipe, jenis, dan peran
pelabuhan perikanan yang akan dibangun. Adapun fasilitas yang wajib ada di masing-masing tipe antara lain :
a) Tipe A (Pelabuhan Perikanan Samudera)

Panjang dermaga minimal 300m


Dalam kolam pelabuhan minimal 3m
Fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan minimal 60 GT
Luas lahan minimal 30 Ha
Terdapat industri perikanan
Punya laboratorium mutu
Dll

b) Tipe B (Pelabuhan Perikanan Nusantara)


Panjang dermaga minimal 150m
Dalam kolam pelabuhan minimal 3m
Fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan minimal 30 GT
Luas lahan minimal 15 Ha
Terdapat industry perikanan
Punya laboratorium mutu
Dll

c) Tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai)


Panjang dermaga minimal 100m
Dalam kolam pelabuhan minimal 2m
Fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan minimal 10 GT
Luas lahan minimal 5 Ha
Dll

d) Tipe D (Pangkalan Pendaratan Ikan)


Panjang dermaga minimal 50m
Dalam kolam pelabuhan minimal 2m
Fasilitas tambat labuh untuk akapl perikanan minimal 3 GT
Luas lahan minimal 2 Ha
Dll
Bentuk penahan gelombang ditentukan atau bergantung kepada lokasi pelabuhan perikanan akan dibangun, apakah
pelabuhan perikanan dibangun di teluk, atau di selat yang terlindung pulau. Sedangkan bentuk kolam perlabuhan
dipengaruhi oleh kondisi geografi, panjang garis pantai tepi air minimum, luas kolam yang idrencanakan, keadaan
pantai, dan radius dari turning basin. Setelah menentukan jenis fasilitas dan ukurannya. Fasilitas yang telah

ditentukan, disusun berdasar kebutuhan efektifitas, bentuk lahan pelabuhan perikanan yang tersedia, siklus
kegiatan, dan rencana pengembangan pelabuhan perikanan. Susunan fasilitas yang dibuat tidak hanya 1 buah,
tetapi terdiri dari beberapa alternatif rencana. Dari alternatif rencana tersebut dianalisis, lalu dipilih alternatif yang
paling baik dilakukan di pelabuhan perikanan tersebut.
2.3. Profil Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke
Muara Angke memiliki luas 65 ha yang terletak di kawasan Muara Angke. Secara administratif terletak di Kelurahan
Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kawasan Muara Angke berbatasan dengan kali Angke di
sebelah barat dan Selatan, jalan Pluit di sebelah timur, dan Laut Jawa di Utara. Lahan seluas 65 ha digunakan untuk
perumahan nelayan (21,26 ha); Tambak Uji Coba Budidaya Air Payau (9,12 ha); hutan bakau (8 ha); Tempat
pengolahan Ikan Tradisional (5 ha); Docking kapal (1,35 ha); lahan kosong (6,7 ha); pasar, bank, dan bioskop (1 ha);
serta terminal (2,7 ha); dan lapangan sepak bola (1 ha).
Sejak tahun 1977 pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun kawasan Muara Angke yang bertujuan sebagai
Pangkalan Pendaratan Ikan Daerah dan Pusat Pembinaan Kegiatan Perikanan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Kawasan Muara Angke mempunyai kontur permukaaan tanah datar, dengan ketinggian dari permukaan laut antara
0-1 meter. Geomorfologi kawasan pantainya lunak sehingga daya dukung tanah rendah, sedimen dasar laut
dominan oleh lumpur (lempung dan lanau). Pasang surut kawasan ini mempunyai sifat harian tunggal dan kisaran
antara surut tertinggi dan terendah adalah 1,2 meter dan gerakan periodik ini walaupun kecil tetap berpengaruh
pada kondisi pantai kawasan ini. Arus laut pada musim barat berkecepatan 1,5 knot dengan ketinggian gelombang
antara 0-1 meter, jika terjadi angin kuat gelombang dapat mencapai 1,5-2 meter. Di kawasan tersebut, pemerintah
telah membangun Tempat Pelelangan Ikan, gedung pasar grosir ikan, gedung pengecer ikan, kios, gudang, kantor
yang dimanfaatkan oleh para pengusaha perikanan, tempat pengepakan ikan, serta berbagai fasilitas penunjang
lainnya. Selain pembangunan yang dilakukan pemerintah, sektor swasta juga diberikan kesempatan untuk
melaksanakan pembangunan kawasan dengan dibantu oleh pemerintah. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya
fasilitas-fasilitas penting bagi usaha perikanan seperti cold storage, pabrik es, tempat-tempat penyimpanan ikan
yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan ikan namun juga berfungsi sebagai stabilisator harga
ikan.
2.4. Profil Nelayan PPI Muara Angke
Bedasarkan statusnya nelayan yang memanfaatkan PPI muara angke sebagai tempat tambat labuh maupun
bongkar muat terbagi atas nelayan penetap dan nelayan pendatang. Klasifikasi nelayan tersebut dapat terbagi lagi
menjadi nelayan pekerja dan nelayan pemilik unit penangkapan ikan. Nelayan yang beroperasi di wilayah Jakarta
Utara umumnya merupakan penduduk asli. Berdasarkan status kependudukanya nelayan juga terdiri dari nelayan
penetap dan nelayan pendatang. Nelayan pendatang adalah nelayan yang berasal luar wilayah Jakarta Utara,
sedangkan nelayan penetap adalah nelayan yang berasal dari luar maupun dari dalam wilayah Jakata Utara yang
bertempat tinggal menetap di wilayah tersebut.
Berdasarkan status kepemilikian sarana penangkap ikan, nelayan di wilayah Jakarta Utara terdiri atas nelayan
pemilik dan nelayan pekerja. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki sarana penangkapan ikan, yaitu kapal
dan alat tangkap. Sementara nelayan pekerja adalah nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan.Menurut
Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara (2009), jumlah nelayan yang melakukan kegiatan
penangkapan di wilayah Jakarta Utara pada tahun 2008 sebanyak 30.091 jiwa. Nelayan tersebut terdiri atas 19.460
jiwa nelayan setempat dan 10.631 nelayan pendatang. Apabila ditinjau dari status kepemilikan maka usaha nelayan
terbagi atas 4.132 orang nelayan pemilik dan 25.959 orang nelayan pekerja.
Menurut wawancara dengan beberapa nelayan di PPI Muara Angke, pada tahun 2007 terjadi penurunan jumlah
nelayan yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak. Kenaikan harga BBM oleh Pemerintah dari
Rp.4500,00 menjadi Rp.6000,00 untuk premium dan dari Rp.4300,00 menjadi Rp.5500,00 untuk solar
(Pertamina,2010) sehingga sebagian banyak nelayan tidak melaut dengan alasan biaya yang cukup tinggi dan
merugikan nelayan.
Status Nelayan

Jumlah nelayan pada tahun (orang)

Rata-rata

Nelayan
Penetap

Nelayan
Pendatang

Jumlah

2004

2005

2006

2007

2008

Pemilik

2.994

3.395

3.588

3.484

2.424

3.177

Pekerja

11.223

12.347

13.400

11.452

17.036

13.092

Jumlah

14.217

15.742

16.988

14.936

19.460

16.269

Pemilik

2.142

1.096

1.305

1.758

1.708

1.602

Pekerja

7.736

7.198

6.697

5.996

8.923

7.310

Jumlah

9.878

8.294

8.002

7.754

10.631

8.921

Pemilik

5.136

4.491

4.893

5.242

4.132

4.779

Pekerja

18.959

19.545

20.097

17.448

25.959

20.402

Jumlah

24.095

24.036

24.990

22.690

30.091

25.180

Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, 2004-2008


Menurut Yana (2010) penurunan jumlah nelayan di suatu pelabuhan perikanan dapat dikarenakan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Makin jauh daerah penagkapan ikan (fishing ground) menyebabkan biaya operasionalnya lebih mahal
sehingga nelayan tidak sanggup membiayainya
2. Naiknya harga bahan bakar minyak bumi menyebabkan biaya operasionalnya menjadi mahal sehingga
sebagian nelayan beralih profesi seperti menjadi pedagang, sopir, buruh pabrik dan tukang ojek.
3. Mahalnya biaya perawatan sehingga banyak kapal yang rusak tidak dapat beroperasi.
4. Semakin sulitnya hidup di Jakarta dan banyak tempat tinggal mereka yang ditertibkan maka sebagian nelayan
kembali ke daerah masing-masing
5. Beralihnya fungsi kapal ikan menjadi kapal transportasi umum seperti kapal barang dan penumpang.

1. 3. PEMBAHASAN

Kawasan Muara Angke terletak di delta Muara Angke disebelah barat dan selatan berbatasan dengan kali Angke, di
sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Pluit dan di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa. Kondisi saat ini
kawasan PPI Muara Angke telah dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan
nelayan yang secara garis besarnya terbagi kedalam empat kawasan yaitu:
a. Perumahan Nelayan
Pembangunan kompleks perumahan nelayan telah dialokasikan lahan seluas 21,16 ha yang pembangunannya
sudah dilaksanakan sejak tahun 1978 dan jumlah rumah yang telah dibangun yaitu sebanyak 1.728 unit. Perumnas
yaitu dengan secara sewa-beli dengan jangka waktu antara 15-18 tahun. Sedangkan sebanyak 600 unit berupa
rumah susun disalurkan kepada nelayan dengan cara sewa.
Di kompleks perumahan nelayan tersebut telah dibangun pula fasilitas pendukung lainnya seperti: TK, SD, SMP,
Mushola dan Mesjid, Puskesmas dan Rumah sakit paru-paru, pasar inpres dan berbagai fasilitas lainnya.
b. Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT)

Guna menampung aktivitas para pengolah ikan, pada tahun 1983 pemerintah propinsi DKI Jakarta telah
membangun 201 unit pengolahan tradisional diatas lahan seluas 5 ha, setiap unit pengolahan terdiri dari rumah
kerja berlantai 2 ukuran 5 x 6 m dan terdapat tempat penjemuran ikan seluas 120 m2 yang disalurkan dengan cara
sewa yang besarnya sesuai peraturan daerah yang berlaku.
c. Tambak Uji Coba Air payau
Melalui tambak uji coba air payau tersebut pemerintah memberikan alternatif bagi para nelayan maupun pengusaha
untuk mempelajari teknik budidaya dan mereka dapat memanfaatkan pengetahuan yang diperolehnya guna
menbangun usaha budidaya di daerah lain yang memiliki sumberdaya alam yang memungkinkan bagi
pengembangan usaha budidaya air payau.

d. Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan


Di Kawasan Pelabuhan Prerikanana dan Pangkalan Pendaraatan Ikan Muara angke telah dibangun berbagai
fasilitas baik yang dibangun oleh UPT PKPP dan PPI, Instansi Terkait maupun pihak swasta, sebagaimana yang
disayaratkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 tahun 2004 tentang Pelabuhan
Perikanaan.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pamanfaatan dari masing-masing fasilitas yang berada di kawasan
pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan Muara Angke dapat diketahui dari penjelasan berikut.
1. Tempat Pelelangan Ikan
TPI mempunyai nilai yang strategis dalam upaya menigkatkan kesejahteraan nelayan, karena ditempat ini
pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan pelayanan lelang sehingga harga yang terjadi dalam proses lelang
tersebut merupakan harga optimal yang dapat diperoleh nelayan.
TPI dalam satu melayani sekitar 15 kapal dan sekitar 45 perahu yang membongkar ikan hasil tangkapannya dengan
produksi ikan yang masuk ke DKI Jakarta dalam satu hari rata-rata mencapai 100-125 ton.
1. Pasar Grosir
Pasar grosir merupakan salah satu mata rantai distribusi/pemasaran ikan yang berada di Muara Angke. Pada pasar
grosir ini tersedia 870 lapak yang dimanfaatkan oleh 275 pedagang grosir. Aktivitas pasar grosir ini dilakukan pada
malam hari dan ikan yang diperdagangkan selain dari hasil lelang di Muara Angke serta Muara Baru juga berasal
dari luar daerah seperti Tuban, Pekalongan, Tegal, Cilacap, Lampung dan daerah lainnya. Dalam satu perputaran
perdagangan ikan di pasar grosir rata-rata mencapai 35 ton. Untuk meningkatkan pelayanan kepada pedagang dan
pembeli ikan pada tahun 2007-2008 telah dibangun pasar grosir baru dengan kapasitas 216 lapak.
1. Pasar Pengecer
Dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan ikan dalam jumlah kecil, di Muara
Angke telah tersedia fasilitas bagi pedagang pengecer. Luas pasar pengecer 1.260 m2 dengan jumlah lapak 150
buah yang dimanfaatkan oleh 148 orang. Pasar pengecer ini melayani kebutuhan konsumen dan para pengunjung
yang akan mengkonsumsi ikan bakar di pusat jajanan serba ikan yang masih berada dikawasan Muara Angke.
1. Pabrik Es
Untuk memenuhi kebutuhan nelayan, pedagang dan pengolah ikan di kawasan Muara Angke telah tersedia 1 unit
pabrik es dengan kapasitas 100.000 ton yang dibangun oleh PT AGB ICE pada 2004
1. Cold Strorage
Ikan merupakan suatu produk yang cepat sekali mengalami pembusukan apabila tidak ditangani secara baik. Oleh
karena itu kegiatan penanganan ikan seharusnya dilakukan sejak penangkapan, pembongkaran, pengangkutan,

distribusi dan pemasaran. Untuk penanganan ikan setelah pembongkaran di kawasan Muara Angke tersedia 1 unit
Cold Storage dengan kapasitas 1.000 ton yang dibangun oleh PT AGB Tuna pada tahun 2003 dengan luas lahan
3.000 m2.
1. SPBU/SPBB
Fasilitas fungsional yang sangat dibutuhkan oleh para nelayan untuk operasional penangkapan yaitu solar.
Penyediaan bahan bakar minyak ini baik untuk kebutuhan kapal maupun kendaraan darat sejak 1997 dilayani oleh
SPBU dwi fungsi yang dibangun diatas lahan 2.212 m2.
Adapun sarana yang tersedia dan omzet bahan bakar minyak yang terjual di SPBU/SPBB yang berada di darat yaitu
sebagai berikut:
Jumlah pompa solar sebanyak 10 buah
Jumlah pompa premium sebanyak 3 buah
Jumlah pompa pertamax sebanyak 1 buah
Kapasitas tangki solar 180.000 liter
Kapasitas tanki premium 50.000 liter
Kapasitas tanki pertamax 20.000 liter
Penjualan solar (data tahun 2004) 45.811.978 liter
Penjualan premium (data tahun 2004) 4.680.879 liter
Penjualan pertamax (data tahun 2004) 245.219 liter
Dapat melayani 10-25 kapal per hari
1. Tempat pengepakan ikan
Tempat pengepakan ikan merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh pemerintah di kawasan Muara
Angke terutama untuk memenuhi kebutuhan ikan segar di super market dan kebutuhan pasar ekspor. Di kawasan
Muara Angke terdapat 30 unit gedung pengepakan dengan luas masing-masing 50-200 m2 terdiri dari bangunan
satu lantai dan dua lantai. Produksi dari pengepakan ini rata-rata per bulan mencapai 75 ton dengan negara tujuan
ekspor yaitu Singapura, Malaysia dan Hongkong. Sedangkan jenis ikan yang diekspor meliputi: bawal, ekor kuning,
kakap merah, kerapu, tenggiri dan lain-lain
1. Pusat Jajan Serba ikan
Pusat jajan serba ikan merupakan fasilitas kios ikan bakar yang dibangun pada tahun 1996 dengan jumlah kios
sebanyak 24 buah masing-masing berukuran 5 x 17 m. Tujuan pembangunan pusat jajan serba ikan yaitu dalam
rangka merangsang minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan dan menciptakan peluang pasar produk hasil
perikanan khususnya jenis-jenis ikan yang lazim dikonsumsi dalam bentuk bakar.
1. Instansi lain, fasos dan fasum
Dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang berada dikawasan pelabuhan perikanan dan
pangkalan pendaratan ikan Muara Angke terdapat pula instansi pemerintah maupun kelembagaan serta fasilitas
sosial dan fasilitas umum
Rencana pengembangan kawasan diarahkan dalam rangka mewujudkan visi masyarakat sejahtera melalui
pengolahan sumberdaya perikanan dan kelautan yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan.
Misi yang ingin dicapai dalam pengembangan kawasan antara lain:
1. Mendorong peningkatan ketersediaan dan keamanan produk yang berasal dari ikan
2. Melakukan penataan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan
3. Menjadikan pusat bisnis hasil perikanan dan kelautan

Sesuai dengan keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1263 tahun 2006 tentang panduan rancang kota
kawasan pembangunan terpadu Muara Angke Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan Kotamadya Jakarta Utara,
Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan ke depan akan terbagi dalam empat zona yaitu:
1. Zona Perumahan Nelayan
2. Zona Dermaga Penyebrangan
3. Zona Industri Perikanan dan Kelautan
4. Zona Eco Marine Centre
Pengembangan dari masing-masing zona tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perumahan Nelayan
Area sebelah selatan jalur tegangan tinggi atau perbatasan sebelah selatan akses jalan masuk ke jalan menuju
PHPT sepenuhnya akan dipergunakan untukpeumahan nelayan baikperumahan yang sudah ada maupun untuk
pengembangan rumah susun beserta fasilitas kelengkapannya. Di kawasan tersebut saat ini seluas 5 ha masih
dipergunakan untuk PHPT oleh karena kedepan PHPT akan dipindahkan ke zona industri perikanan rakyat.
Adanya area perumahan nelayan ini dapat memberikan dampak positif kepada nelayan yaitu memberikan
kemudahan akan tempat tinggal yang juga dapat mendukung kinerja nelayan berupa kemudahan mobilisasi dari
tempat tinggal menuju ke lokasi kerja. Fasilitas perumahan ini dapat diperoleh dengan cara mencicil biaya semi
sewa sehingga nantinya nelayan dapat memperoleh hak milik bangunan saja namun tetap menyewa tanah tempat
perumahan tersebut (tanah masih milik pemerintah). Dampak negatif yang mungkin dapat timbul dari sistem semi
sewa ini adalah adanya kebauran pengertian yang didapat oleh nelayan atas kepemilikan bangunan bukan
kepemilikan tanah beserta bangunan.
1. Dermaga Penyeberangan
Sesuai dengan keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 125 tahun 1995 tentang penbangunan Dermaga
Penyebrangan Ke Pulau Seribu, sebelah utara tengah kawasan Muara Angke direncanakan untuk digunakan
sebagai pelabuhan penyebrangan ke pulau seribu dan dermaga penyimpanan kapal-kapal pemerintah daerah.
Kawasan seluas 2 ha di daratan dan 4 ha di perairan tersebut ditunjuk oleh pemerintah untuk dibangun pelabuhan
penyeberangan sebagai pengganti tempat penyeberangan yang selama ini menggunakan dermaga dan kolam
pelabuhan perikanan Muara Angke. Pembangunan tersebut sangat diperlukan mengingat kegiatan di pelabuhan
perikanan Muara Angke semakin padat sehingga tidak memungkinkan lagi untuk menampung aktivitas
penyeberangan ke pulau Seribu. Namun, dalam proses pembangunan dan pengelolaannya dermaga penyeberangan
tersebut perlu terus dipantau dan diantisipasi antara lain kemungkinan berubahnya fungsi dermaga penyeberangan
menjadi pelabuhan umum. Oleh karena itu sistem pengelolaan dermaga penyeberangan diharapkan tetap menjadi
bagian dari pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan Muara Angke.
Dampak yang diharapkan dari pembangunan dermaga penyebrangan ini adalah diperolehnya kemudahan dalam
kegiatan transportasi perikanan yang dapat meningkatkan distribusi hasil perikanan. Peningkatan distribusi hasil
perikanan ini nantinya mampu meningkatkan pendapatan pelabuhan tersebut sehingga kegiatan perikanan yang
ada dapat berjalan secara efektif dan efisien.
1. Indusri Perikanan dan Kelautan
Pada zona industri perikanan dan kelautan akan dikelompokkan kedalam blok-blok antara lain:
Blok A adalah kolam kawasan tambat labuh dan bongkar muat, dengan sub bloknya yaitu kolam pelabuhan,
dermaga, pelayanan air bersih dan perbekalan, pelayanan BBM
Blok B adalah kawasan produksi, dengan sub bloknya tempat pelelangan ikan, pasar grosir, pasar pengencer,
tempat pengepakan ikan dan pos pelayanan terpadu
Blok C adalah kawasan administrasi/perkantoran, dengan sub bloknya kantor UPT PKPP dan PPI dan kantor
lembaga/instansi terkait
Blok D adalah kawasan industri pendukung, dengan sub bloknya Cold Storage dan pabrik es

Blok E adalah kawasan industri perikanan rakyat, diperuntukkan PHPT


Blok F adalah Kawasan pendukung dengan sub bloknya kolam limbah water treatment, tempat sampah
sementara, tempat singgah, kantin dan masjid
Pembangunan kawasan industri perikanan dan kelautan ini diharapkan mampu memberikan dampak positif kepada
nelayan sesuai dengan fungsi masing-masing blok yang pada umumnya adalah untuk memberikan kemudahan
kepada nelayan dalam melaksanakan kegiatan produksi hasil tangkapan mulai dari bongkar muat hingga
pengolahan ikan.
1. Eco Marine Centre
Sebelah utara-barat kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan Muara Angke direncanakan
akan dibangun sebuah zona untuk digunakan oleh masyarakat beraktivitas di pantai diantaranya kerimbunan hutan
mangove. Di lokasi ini akan dibangun pula restoran serba ikan sebagai pengganti pusat jajanan serba ikan yang
saat ini berada di lingkungan pelabuhan perikanan. Areal yang disediakan oleh pemerintah tersebut mempunyai
potensi wisata cukup besar. Mengingat lokasi rumah makan serba ikan akan mengarah ke utara menghadap laut
lepas dan ke sebelah barat akan menghadap ke sungai dan hutan lindung kapuk. Dampak positif yang dapat
ditimbulkan dengan adanya Eco Marine Centre ini adalah tersedianya kesempatan berusaha di bidang wisata dan
kuliner. Kesempatan ini mampu memberikan pendapatan tambahan dan sangat sesuai untuk dijalankan oleh istri
para nelayan sehingga perempuan nelayan mampu berkontribusi secara nyata dan dapat meningkatkan
pendapatan rumah tangga.

1. 4. KESIMPULAN
Dalam mengembangkan sebuah pelabuhan perikanan diperlukan sebuah manajemen pengembangan yang tepat
agar pelabuhan perikanan tersebut dapat berkembang dengan baik. Manajemen pengembangan terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
Perencanaan merupakan langkah awal dari pengembangan pelabuhan perikanan yang berisi rencana, strategi,
masalah dan pemecahannya, keputusan, dan jadwal suatu kegiatan yang akan dilakukan. Hal tersebut dilakukan
guna mencapai tujuan yang akan dicapai seperti peningkatan produksi, pengembangan masyarakat nelayan,
penyediaan tempat labuh kapal perikanan, pendaratan ikan hasil tangkapan, pelayanan kegiatan operasional kapalkapal, pengawasan, dan penyuluhan.
Perencanaan pengembangan atau pembangunan PPI Muara Angke akan berdampak terhadap nelayan. Sehingga,
pihak-pihak terkait seperti pemerintah daerah harus benar-benar menganalisis kebutuhan dan kondisi nelayan
setempat agar kesejahteraannya meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Shanticka, Livia Octaviani. 2008. Tingkat Kepuasan Nelayan Terhadap Pelayanan Penyediaan Kebutuhan Melaut di
PPI Muara Angke [Skripsi]. IPB. Bogor
Solihin, Iin. 2009. Rencana Induk Pengembangan Pelabuhan Perikanan [Bahan kuliah]. IPB. Bogor.
Sunea, Merta. 2010. Efisiensi Pendaratan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke [Skripsi]. IPB.
Bogor

About these ads

Share this:

Twitter

Facebook

Like
Be the first to like this.

2 Replies

September 25, 2011

Previous

Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment

Name

*
Email

Next

Website

Post Comment

Notify me of new comments via email.

dahroji on December 5, 2011 at 3:04 am

asalam..
bagai mana dgn orang yang mempunyai kiriman dari daeran namun tidak mempunyai lapak , hanya ngontrak
, kami mohon ada penyediaan lapak untuk berdagang
Reply

ikansarui on December 6, 2011 at 1:11 pm

wasslam,,, kiriman ini maksudnya apa,,


Reply

View Full Site


Create a free website or blog at WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai