Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Menurut WHO (2006), Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR) atau Low Birth Weight (LBW)

didefinisikan

sebagai bayi dengan berat badan lahir yang kurang


dari

2.500

gram

atau

5,5

pon.

Very

Low

Birth

Weight adalah bayi dengan berat badan lahir yang


kurang dari 1.500 gram dan Extremely Low Brith
Weight (ELBW) adalah bayi dengan berat badan lahir
yang kurang dari 1000 gram.
Lebih dari 20 juta bayi didunia yang lahir,
dilaporkan ada 15,5% bayi lahir dengan berat badan
lahir rendah dari semua kelahiran dan 95,6% berada
di negara berkembang. Tingkat bayi dengan berat
badan lahir rendah di negara berkembang sebesar
16,5%, dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan
bayi dengan berat badan lahir rendah yang ada di
negara maju sebesar 7% (UNICEF, 2004).
Hasil riset kesehatan dasar atau RISKESDAS
tahun
yang

2010

menyatakan

mempunyai

berat

bahwa

badan

presentase

lahir

<

balita

2500

gram

tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (19,2%)

dan terendah di Sumatera Barat (6,0%). Presentase


berat

badan

lahir

<

2500

gram

anak

perempuan

(12,4%) lebih tinggi daripada anak-anak laki-laki


(9,8%) dan presentase berat badan lahir < 2500
gram di pedesaan (12,0%) lebih tinggi daripada di
perkotaan (10,4%). Hasil penelitian yang dilakukan
(Noor, 2010) dari Juni 2008 sampai dengan Mei 2009
didapatkan bahwa prevalensi bayi dengan berat bayi
lahir

rendah

di

RSUP.

Dr.

Sardjito

Yogyakarta

sebesar 20,2%.
Berat badan lahir rendah yaitu kurang dari
1500

gram

merupakan

salah

satu

faktor

risiko

ketulian kongenital yang terjadi pada anak (Beata


et al, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Stoinska et al., (2010), dari tahun 1999
2003

ada

rendah

1,7

yang

pendengaran

bayi

dengan

berat

mengalami

Poznan,

badan

lahir

ketulian/gangguan

Polandia.

Tingkat

ketulian

meningkat dari 3% sampai 7% pada bayi dengan berat


badan

lahir

rendah

pada

tahun

1990-1998

di

Cleveland, Ohio (Costello et al., 2004).


Menurut
kongenital

Wrightson
tidak

(2007),

ditangani

dengan

jika

tuli

baik,

maka

perkembangan berbicara, bahasa, dan kognitif anak


akan

sangat

gangguan

terhambat.
pendengaran

keterlambatan
berbahasa,
untuk

WHO

dapat

pertumbuhan

keterlambatan

memahami,

menyatakan

menyebabkan

dalam

berbicara

pendidikan,

melakukan

suatu

bahwa

dan

kesulitan

pekerjaan,

dan

masalah sosial.
Menurut Wrightson (2007), Selama tahun ajaran
2002-2003,
menerima

di

Amerika

layanan

Serikat

khusus

ada

gangguan

72.000

anak

pendengaran.

Insidensi tuli kongenital di Amerika adalah 1/1000


atau 0,1

kelahiran hidup. Di Jerman prevalensi

gangguan pendengaran meningkat 10-15 kali lipat


pada

bayi

Komite

yang

berisiko

Nasional

(Meyer

et

al.,

Penanggulangan

1999).

Gangguan

Pendengaran Dan Ketulian (KOMNAS PGP DAN KETULIAN)


menyatakan bahwa angka gangguan pendengaran dan
ketulian di Indonesia termasuk yang tinggi di Asia
Tenggara, yaitu 16,8% untuk gangguan pendengaran.
Ketulian sulit untuk dikenali sebelum anak
berusia

tahun

(Beata

et

al.,

2008)

sehingga

deteksi dini pada gangguan pendengaran memiliki


peranan

yang

signifikan

pada

perbaikan

dalam

berbahasa
lambat

dan

berperan

pendidikan
pada

tetapi

gangguan

deteksi

yang

pendengaran

yang

semakin buruk. The Joint Comitte on Infant Hearing


(JCIH) dari American Academy of Pediatrics (AAP)
merekomendasikan

Universal

Newborn

Hearing

Screening (UNHS) untuk semua bayi sebelum berusia


1 bulan dan yang di diagnosis harus di follow-up
hingga berusia 3 bulan dan jika terbukti mengalami
gangguan pendengaran maka harus segera diberikan
intervensi sebelum berusia 6 bulan.
Berdasarkan

fakta-fakta

yang

ada

diatas,

memberikan gambaran bahwa bayi dengan berat badan


lahir

rendah

memiliki

faktor

risiko

untuk

mengalami ketulian, sehingga perlu diteliti besar


frekuensi

bayi

dengan

yang mengalami ketulian


bayi

lahir

rendah

berat

badan

lahir

rendah

dan hubungan antara berat

dengan

terjadinya

gangguan

pendengaran.
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan

uraian

dalam

latar

belakang

masalah di atas, memberi dasar bagi peneliti untuk


merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Berapakah frekuensi gangguan pendengaran pada


berat bayi lahir rendah?
I.3. Tujuan
Penelitian
frekuensi

ini

gangguan

bertujuan

untuk

pendengaran

pada

mengetahui
berat

bayi

lahir rendah.
I.4. Manfaat
I.4.1. Bagi masyarakat
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan
angka

informasi

kejadian

kepada

gangguan

masyarakat

pendengaran

mengenai

pada

berat

bayi lahir rendah. Serta diharapkan mampu memacu


masyarakat

untuk

menyadari

pentingnya

dilakukan

screening ketulian pada bayi dengan berat badan


lahir

rendah

sebagai

upaya

penanganan

dini

terhadap bayi yang terbukti mengalami ketulian.


I.4.2. Bagi Akademik
Penelitian

ini

diharapkan

mampu

menambah

wawasan mahasiswa dan kalangan akademisi lainnya


mengenaifrekuensi gangguan pendengaran pada berat
bayi

lahir

rendah.

dipergunakan

sebagai

peningkatan

screening

Diharapkan
bahan

data

masukan

ketulian

memiliki berat badan lahir rendah.

pada

ini

dapat

dalam

upaya

bayi

yang

I.4.3. Bagi Pengembangan Penelitian


Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
dipergunakan

sebagai

data

penunjang

bagi

penelitian selanjutnya. Penelitian ini diharapkan


mampu

memacu

para

peneliti

lain

untuk

mengembangkannya lebih luas sehingga akan lebih


banyak pengetahuan yang bisa diketahui.
I.5. Keaslian Penelitian
Penelitian

tentang

prevalensi

gangguan

pendengaran pada berat bayi lahir rendah (BBLR)


telah

banyak

dilakukan,

antara

lain

penelitian

mengenai perkembangan sistem saraf dan disabilitas


pada

berat

berat

bayi

bayi

lahir
lahir

rendah
rendah

yang

ekstrim

yang

dan

diamati

perkembangannya hingga berusia dua tahun didapati


ada

(1,7%)

kasus

yang

mengalami

ketulian

(Stoinska et al., 2010), angka kelangsungan hidup


pada berat bayi lahir rendah yang ekstrim yang
terbagi dalam dua periode yaitu tahun 1982-1989
dan tahun 1990 -1998 didapati terjadi peningkatan
ketulian

dari

3%

menjadi

7%(Costello

et

al.,

2004), prevalensi dan karakteristik anak dengan


gangguan pendengaran yang serius di Metropolitan
Atlanta,

1991-1993

tercatat

terjadi

peningkatan

prevalensi
berat

gangguan

yaitu

tingkat

1,1

pendengaran

per

prevalensi

1000

terus

sedang

kelahiran

meningkat

hingga

hidup

sesuai

dan
usia

(Naarden et al.,1999).
Pada
frekuensi

penelitian
gangguan

ini

dilakukan

pendengaran

pada

perhitungan
berat

bayi

lahir rendah dengan menggunakan metode penelitian


deskriptif cross sectional.

Anda mungkin juga menyukai