BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Saat ini jamur banyak ditemukan sebagai patogen utama pada penderita
dengan imunitas rendah. Pengobatan dan perawatan medis seperti pemakaian
kateter, penggunaan obat imunosupresif, dan sedang menjalani transplantasi
organ atau stem cell beresiko terhadap infeksi jamur. Pandemi human
immunodeficiency virus (HIV) menyebabkan peningkatan dari infeksi jamur
oportunistik, termasuk kandidiasis, kriptokokosis, histoplasmosis, dan penisiliosis.
1
Pada kasus THT infeksi jamur sering ditemukan pada kasus rinosinusitis kronis.
Brawijaya Malang
Memberikan pengetahuan mengenai respon imun tubuh terhadap infeksi
jamur dan cara jamur dalam menghindari respon imun tersebut.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Jamur
Jamur adalah organisme eukariotik, tidak mengandung klorofil. Jamur
biasa ditemukan dalam alam sebagai spesies yang hidup bebas dalam bahan
organik mati, dalam tanah, vegetasi dan cairan tubuh. Jamur tidak tergantung
pada interaksi dengan pejamu mamalia. 4
Spesies jamur terdiri atas molds (kapang), yeast (ragi) dan fungi yang
lebih tinggi. Fungi memiliki struktur sel kompleks, terutama terdiri dari polisakarida,
glukan dan manan. Membran terdiri atas 2 lapisan yang mengandung sterol
(ergosterol dan zymosterol). 4,5
Pertumbuhan jamur, pada umumnya melibatkan 2 fase yaitu vegetatif dan
reproduktif. Dalam fase vegetatif , sel berupa haploid dan membagi secara
mitosis. Kebanyakan jamur berupa kapang dengan hifa, tetapi beberapa
ditemukan dalam bentuk uniselular yaitu sel ragi. Beberapa jamur dapat
mengubah morfologinya dan disebut dismorfik. Dalam fase reproduktif, jamur
menunjukkan adanya reproduksi aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual
meliputi pembentukan spora, sedangkan reproduksi seksual hifa dari jamur yang
berbeda melebur lalu membentuk zigot, zigot tumbuh menjadi tubuh jamur.4,5
Struktur filamen disebut sebagai hifa dan massa hifa yang dikenal
sebagai miselium. Miselium tumbuh di permukaan atau di dalam media dikenal
sebagai miselium vegetatif, sedangkan filamen tambahan di atas koloni disebut
miselium udara. Hifa memiliki bentuk bersekat dan tak bersekat. 4-6
Ragi bereproduksi secara aseksual dengan pembentukan blastokonidia,
di mana sel anak biasanya muncul di salah satu ujung sel ragi dan akhirnya
membesar membentuk sel ragi yang baru. Jika serangkaian sel anak tidak
terlepas sepenuhnya dari sel asal, disebut pseudohifa. 4-6
2.2 Respon Imun terhadap Jamur
2.2.1 Respon Imun Non Spesifik terhadap Jamur
Resistensi alamiah terhadap banyak jamur patogen tergantung pada
fagosit. Meskipun dapat terjadi eliminasi intrasel, jamur banyak dieliminasi
ekstrasel oleh karena ukurannya yang besar. Neutrofil merupakan sel paling
efektif, terutama terhadap Kandida dan Aspergilus. Jamur juga merangsang
produksi sitokin seperti IL-1 dan TNF- yang meningkatkan ekspresi molekul adesi
di endotel setempat yang meningkatkan infiltrasi neutrofil ke tempat infeksi.
Penderita dengan neutropeni sangat rentan terhadap jamur oportunistik. Neutrofil
diduga melepas bahan fungisidal seperti reaktif oxygen species (ROS) dan enzim
lisosom untuk fagositosis jamur secara intraselular. Galur virulen seperti
Kriptokokus neoformans menghambat produksi sitokin TNF- dan IL-12 oleh
makrofag dan merangsang produksi IL 10 yang menghambat aktifasi makrofag. 1,4
Kulit dan mukosa berperan dalam respon imun non spesifik sebagai
penghalang untuk jamur seperti Kandida sp . Efektor utama imunitas nonspesifik
terhadap jamur adalah neutrofil dan makrofag.
medis implan seperti kateter vena sentral merupakan jalan untuk masuknya
mikroba di permukaan epitel. Pembentukan biofilm dapat melindungi Kandida sp
dari obat antijamur dan menyediakan tempat yang aman untuk munculnya variasi
genetik. 1,3
Sel utama dalam sistem imun tubuh yang bertanggung jawab untuk
pengawasan pertahanan terhadap jamur patogen adalah neutrofil dan monosit
serta makrofag jaringan. Sel dendritik mengenali antigen dan membantu inisiasi
sistem imun spesifik. Pattern-recognition receptors (PRR) yang terlibat dalam
pengenalan jamur adalah Toll Like Receptor (TLR)2, TLR4 dan Dektin 1 yang
ditemukan di semua sel. Neutrofil merupakan pertahanan penting tubuh terhadap
Kandida. Makrofag dan monosit juga memainkan peran penting, terutama saat
fungsi neutrofil menurun. Pada infeksi yang disebabkan A. fumigatus, makrofag
dan monosit membentuk baris pertama pertahanan terhadap konidia yang
terhirup, sementara neutrofil memberikan pertahanan terhadap pertumbuhan
hifa.1,3,7
Aktivasi pertahanan tubuh tergantung pada deteksi patogen secara tepat.
Mekanisme yang bertanggung jawab untuk pengenalan tersebut diatur oleh PRR
yang
mengenali
pathogen-associated
molecular
patterns
(PAMPs)
yang
dimunculkan oleh jamur. Pengenalan ligan jamur oleh PRR, mengaktifkan imun
non spesifik. Pertahanan non spesifik terhadap infeksi jamur mengaktifkan proses
fagositosis atau sekresi senyawa mikrobisida yang diperankan oleh makrofag dan
neutrofil, kemudian terjadi pelepasan produk mediator proinflamasi seperti sitokin
dan kemokin. (Gbr. 1).3
Gambar 1. Pengenalan sistem imun terhadap jamur patogen, dikutip dari Chai 3.
Pengenalan jamur patogen oleh TLR merupakan PRR yang utama. TLR
diekspresikan pada berbagai jenis sel imun dan non-imun. Dalam golongan TLR,
TLR2 dan TLR4 berperan dalam imunitas terhadap Kandida dan Aspergilus.
Komponen dari jamur; zymosan, phospholipomannan dan glucuronoxylomannan
(GXM)
diidentifikasi
sebagai
ligan
PAMP
untuk
TLR2,
sementara
glucoronoxylomannan dan ikatan-O pada mannan adalah ligan untuk TLR4. Louis
menyebutkan beberapa penelitian terakhir terhadap TLR2 yang menyebabkan
induksi respon imun 'anti-inflammatory'. Demikian juga, studi pada tikus TLR4
telah menunjukkan peningkatan terhadap infeksi K. Albikan. TLR6 dan TLR9 juga
dilaporkan memiliki peran dalam pengenalan Kandida. Meskipun kecil, konidia dan
hifa A. fumigatus dapat dikenali oleh TLR2 dan TLR4. Hal ini menunjukkan
pentingnya peran masing-masing reseptor berbeda-beda tergantung morfologi
jamur.3
Kelas PRR kedua yang terlibat dalam pengenalan jamur adalah reseptor
tipe C lektin (CLR). CLR Dektin-1, untuk pengenalan -glukan tertentu yang
ditemukan di dinding sel kandida dan aspergillus spp. Dektin 1 dan TLR2 dapat
bekerja sama untuk meningkatkan produksi sitokin proinflamasi. Fagositosis
terhadap konidia juga dapat dimediasi oleh Dektin-1 atau TLR2. Kekurangan
Dektin-1 menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap terjadinya Kandidemia.
CLR lainnya, seperti reseptor mannose makrofag dan Dendritic Cell-SIGN juga
berperan dalam pengenalan ikatan-N pada mannan dari jamur.3,8
2.2.2 Respon imun Spesifik terhadap Jamur
Imunitas spesifik pada infeksi jamur banyak diperankan oleh sel T
sebagai antifungal. PRRs pada APC yang mengenali PAMPs akan mengeluarkan
sitokin yang akan menyebabkan sel T helper naive (Th0) berubah menjadi subset
dari Thelper.3,7
Dektin-1 memicu untuk berubahnya Th0 menjadi Th1 dan Th17. Sinyal
dektin 1 melalui jalur Syk-dependent menyebabkan aktivasi dari NF-kB subunit
p65 dan c-Rel serta dari nonkanonik NF-kB subunit RelB. Dektin-1 dapat bekerja
sama dengan TLRs (misalnya, TLR2 dan TLR4) melalui jalur Syk-independent dan
Raf-1, yang terintegrasi dengan jalur Syk pada titik aktivasi NF-kB. Dengan
demikian, Dektin 1 menginduksi dua jalur sinyal independen, satu melalui Syk dan
satu melalui Raf-1, menginduksi produksi IL-6 dan IL-23 dan IL-12 yang
menginduksi sel Th0 menjadi sel Th17 dan Th1 untuk mengendalikan kekebalan
adaptif terhadap jamur. (Gambar 2). 7
Meskipun mediasi sinyal dari TLR berespon terhadap perubahan Th1,
aktivasi TLR2 oleh K. albikan menurunkan inflamasi dan meningkatkan respon
Th2 melalui produksi IL-10. Efek imunomodulator oleh TLR2 dimediasi oleh sel
Treg. Pengenalan zymosan oleh TLR2 dan Dektin-1 dari sel dendritik
pelepasan
sitokin
yang
memungkinkan
tubuh
untuk
membatasi
helper
dikutip
dari
wuthrich.7
-mannose
(Th),
yang
phospholipomannan
2.
O-linked mannan
K.albican
A.fumigatus
K.neoforman
-mannose
K.albican
M.audouinii
malaseziap
Sp.
T.rubrum
F.pedrossai
-mannan
gambar
diperlukan untuk imunitas yang optimal dari infeksi kulit Kandida. Sel Th17
mensintesis IL-22, sitokin ini mempunyai pengaruh utama pada terhadap protektif,
terminal
receptors
A.fumigatus
recognition
-mannan
diferensiasi
P.carinii
(PRRs)
T.rubrum
M.audouinii
K.neoforman
H.capsulatum F.pedrossai
A.fumigatus
K.albican
P.brasiliensis malaseziap Sp.K.neoforman P.brasiliensis
K.albican
K.albican
K.albican
H.capsulatum F.ped
A.fumigatus
-ma
mala
P.brasiliensis
K.neoforman
K.albi
K.albican
P.carinii
K.albican
P.brasiliensis
H.capsulatum
K.neoforman
M.audouinii
T.rubrum
-mannan
K. albican
K.albican
P.brasiliensis
H.capsulatum-g
-glukan/Zymosa
nlukan
K.neoforman
M.audouinii
T.rubrum
-mannan
P.carinii
mengakibatkan
K. albican
-glukan
K. albican
P.carinii
A.fumigatus
K. albican
-glukan
K. albican
P.carinii
A.fumigatus
pattern-
-glukan/Zymosa
-g
n
lukan
K. albican
-glukan/Zymosan
K. albican
-glukan/Zymosan
K. albican
10
sebagian besar diperankan oleh IL-22. Sel Th17 sangat penting untuk pengaktifan
neutrofil terutama melalui produksi kemokin CXC. Penelitian pada tikus yang
dibuat secara genetik kekurangan TLR2, menghasilkan respon imun yang
dimediasi Th17 dengan berkurangnya sel Treg. Oleh karena itu, signaling
terhadap TLR2 mempertahankan keseimbangan Th17 dan Treg.7
11
12
albikan tidak dapat dikenali oleh dektin-1. Dektin-1 juga mengaktifkan efek
fungisida neutrofil, yang merupakan sel efektor penting terhadap morfologi hifa.
Saat pertumbuhan hifa -glukan terselubungi, sehingga dektin-1 tidak mampu
mendeteksi jamur. Dalam sel dendritik, bentuk hifa juga menginduksi tipe sel Th2
daripada sel Th1. Oleh karena itu, sel-sel imun tubuh merespon berbeda dengan
bentuk ragi dan hifa. (Gambar 4.a) 3
13
(AM).
Dengan
prematur
shedding
nya
gpA sebagai
umpan,
14
disaluran napas dapat membatasi induksi sitokin proinflamasi IL-6 dan IL-8. K.
albikan dapat menginduksi melalui endositosis dalam sel endotel melalui Ncadherin. K. neoformans dapat menginduksi sendiri endositosis dalam sel endotel
mikrovaskuler dan kemudian melintasi sawar otak menyebabkan meningitis.3
Aspergillus dan Kandida memicu aktivasi komplemen melalui deposisi C3
pada permukaan jamur yang memudahkan opsonisasi dan produksi C5a sehingga
leukosit menuju ke lokasi infeksi. Konidia A. fumigatus pada permukaan telah
terbukti mempengaruhi virulensi dengan membatasi deposisi C3 dan aktivasi
neutrofil. Secara fisiologis, sistem komplemen menjaga agar aktivasi tetap
berjalan dengan regulasi protein, seperti Faktor H melalui jalur Alternatif, factor Hlike protein 1 (FHL- 1) dan C4 binding protein (C4BP) untuk jalur klasik. Dalam
upaya penghindaran respon imun tubuh, K. albikans, A. fumigatus mempunyai
kemampuan untuk mengikat faktor H, FHL-1 dan C4BP di permukaan sehingga
menurunkan kaskade komplemen(Gambar. 4e). 3
15
BAB 3
RINGKASAN
1. Jamur adalah organisme eukariotik, Spesies jamur terdiri atas molds
(kapang), yeast (ragi) dan fungi yang lebih tinggi. Fungi memiliki struktur
sel kompleks, terutama terdiri dari polisakarida, glukan dan manan.
2. Kulit dan mukosa berperan dalam imunitas non spesifik sebagai
penghalang untuk jamur. Efektor utama imunitas nonspesifik terhadap
jamur adalah neutrofil dan makrofag.
16
Kandida dan
17
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Chai LY, Netea MG, Vonk AG, Kullberg BJ. Fungal strategies for
overcoming host innate immune response. Medical mycology.
2009;47(3):227-36.
4.
5.
Actor J.K.
Elsevier's integrated
Philadelphia: elsevier; 2007.P137-144
6.
Immunology
and
Microbiology.
18
7.
8.
Netea MG, Sutmuller R, Hermann C, Van der Graaf CA, Van der Meer JW,
van Krieken JH, et al. Toll-like receptor 2 suppresses immunity against
Candida albicans through induction of IL-10 and regulatory T cells. Journal
of immunology (Baltimore, Md : 1950). 2004;172(6):3712-8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.