Anda di halaman 1dari 18

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Saat ini jamur banyak ditemukan sebagai patogen utama pada penderita
dengan imunitas rendah. Pengobatan dan perawatan medis seperti pemakaian
kateter, penggunaan obat imunosupresif, dan sedang menjalani transplantasi
organ atau stem cell beresiko terhadap infeksi jamur. Pandemi human
immunodeficiency virus (HIV) menyebabkan peningkatan dari infeksi jamur
oportunistik, termasuk kandidiasis, kriptokokosis, histoplasmosis, dan penisiliosis.
1

Pada kasus THT infeksi jamur sering ditemukan pada kasus rinosinusitis kronis.

Di Amerika Serikat dilaporkan 5-15% dari semua kasus rinosinusitis kronis


disebabkan oleh jamur. Ponikau menyatakan jamur menjadi agen etiologi dalam
sebagian besar kasus rinosinusitis kronis. 2
Sistem imun non spesifik tubuh adalah sistem pertahanan tubuh pertama
terhadap patogen dan penting dalam menentukan hasil eliminasi patogen
tersebut. Sel efektor utama respon imun nonspesifik terhadap jamur adalah
neutrofil dan makrofag. Pengenalan jamur oleh antigen presenting cell (APC)
menjadi kunci dalam respon imun spesifik terhadap infeksi jamur.1,3
Dalam referat ini penulis ingin menyampaikan bagaimana respon imun
tubuh terhadap infeksi jamur dan bagaimana cara jamur dapat menghindari
respon imun tersebut.

1.2 Tujuan Penulisan


1 Sebagai karya ilmiah keempat untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh
Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas
2

Brawijaya Malang
Memberikan pengetahuan mengenai respon imun tubuh terhadap infeksi
jamur dan cara jamur dalam menghindari respon imun tersebut.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Jamur
Jamur adalah organisme eukariotik, tidak mengandung klorofil. Jamur
biasa ditemukan dalam alam sebagai spesies yang hidup bebas dalam bahan
organik mati, dalam tanah, vegetasi dan cairan tubuh. Jamur tidak tergantung
pada interaksi dengan pejamu mamalia. 4
Spesies jamur terdiri atas molds (kapang), yeast (ragi) dan fungi yang
lebih tinggi. Fungi memiliki struktur sel kompleks, terutama terdiri dari polisakarida,
glukan dan manan. Membran terdiri atas 2 lapisan yang mengandung sterol
(ergosterol dan zymosterol). 4,5
Pertumbuhan jamur, pada umumnya melibatkan 2 fase yaitu vegetatif dan
reproduktif. Dalam fase vegetatif , sel berupa haploid dan membagi secara
mitosis. Kebanyakan jamur berupa kapang dengan hifa, tetapi beberapa
ditemukan dalam bentuk uniselular yaitu sel ragi. Beberapa jamur dapat
mengubah morfologinya dan disebut dismorfik. Dalam fase reproduktif, jamur
menunjukkan adanya reproduksi aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual
meliputi pembentukan spora, sedangkan reproduksi seksual hifa dari jamur yang
berbeda melebur lalu membentuk zigot, zigot tumbuh menjadi tubuh jamur.4,5
Struktur filamen disebut sebagai hifa dan massa hifa yang dikenal
sebagai miselium. Miselium tumbuh di permukaan atau di dalam media dikenal
sebagai miselium vegetatif, sedangkan filamen tambahan di atas koloni disebut
miselium udara. Hifa memiliki bentuk bersekat dan tak bersekat. 4-6
Ragi bereproduksi secara aseksual dengan pembentukan blastokonidia,
di mana sel anak biasanya muncul di salah satu ujung sel ragi dan akhirnya

membesar membentuk sel ragi yang baru. Jika serangkaian sel anak tidak
terlepas sepenuhnya dari sel asal, disebut pseudohifa. 4-6
2.2 Respon Imun terhadap Jamur
2.2.1 Respon Imun Non Spesifik terhadap Jamur
Resistensi alamiah terhadap banyak jamur patogen tergantung pada
fagosit. Meskipun dapat terjadi eliminasi intrasel, jamur banyak dieliminasi
ekstrasel oleh karena ukurannya yang besar. Neutrofil merupakan sel paling
efektif, terutama terhadap Kandida dan Aspergilus. Jamur juga merangsang
produksi sitokin seperti IL-1 dan TNF- yang meningkatkan ekspresi molekul adesi
di endotel setempat yang meningkatkan infiltrasi neutrofil ke tempat infeksi.
Penderita dengan neutropeni sangat rentan terhadap jamur oportunistik. Neutrofil
diduga melepas bahan fungisidal seperti reaktif oxygen species (ROS) dan enzim
lisosom untuk fagositosis jamur secara intraselular. Galur virulen seperti
Kriptokokus neoformans menghambat produksi sitokin TNF- dan IL-12 oleh
makrofag dan merangsang produksi IL 10 yang menghambat aktifasi makrofag. 1,4
Kulit dan mukosa berperan dalam respon imun non spesifik sebagai
penghalang untuk jamur seperti Kandida sp . Efektor utama imunitas nonspesifik
terhadap jamur adalah neutrofil dan makrofag.

Potensi invasi awal untuk

keberhasilan kolonisasi dari jamur, memerlukan kemampuan menempel pada


permukaan epitel. Untuk menghindari pembersihan

oleh silia pada mukosa,

Kandida sp. menggunakan adesin -glukan yang merupakan protein permukaan


dinding sel, untuk membantu menempelnya pada epitel permukaan. Adesin,
agglutinin like-squence (ALS) protein dan hyphal wall protein-1 (HWP1),
berpartisipasi dalam pembentukan biofilm dengan memfasilitasi menempelnya sel
dengan permukaan epitel dan sel jamur terhadap sel jamur lain. Secara klinis, alat

medis implan seperti kateter vena sentral merupakan jalan untuk masuknya
mikroba di permukaan epitel. Pembentukan biofilm dapat melindungi Kandida sp
dari obat antijamur dan menyediakan tempat yang aman untuk munculnya variasi
genetik. 1,3
Sel utama dalam sistem imun tubuh yang bertanggung jawab untuk
pengawasan pertahanan terhadap jamur patogen adalah neutrofil dan monosit
serta makrofag jaringan. Sel dendritik mengenali antigen dan membantu inisiasi
sistem imun spesifik. Pattern-recognition receptors (PRR) yang terlibat dalam
pengenalan jamur adalah Toll Like Receptor (TLR)2, TLR4 dan Dektin 1 yang
ditemukan di semua sel. Neutrofil merupakan pertahanan penting tubuh terhadap
Kandida. Makrofag dan monosit juga memainkan peran penting, terutama saat
fungsi neutrofil menurun. Pada infeksi yang disebabkan A. fumigatus, makrofag
dan monosit membentuk baris pertama pertahanan terhadap konidia yang
terhirup, sementara neutrofil memberikan pertahanan terhadap pertumbuhan
hifa.1,3,7
Aktivasi pertahanan tubuh tergantung pada deteksi patogen secara tepat.
Mekanisme yang bertanggung jawab untuk pengenalan tersebut diatur oleh PRR
yang

mengenali

pathogen-associated

molecular

patterns

(PAMPs)

yang

dimunculkan oleh jamur. Pengenalan ligan jamur oleh PRR, mengaktifkan imun
non spesifik. Pertahanan non spesifik terhadap infeksi jamur mengaktifkan proses
fagositosis atau sekresi senyawa mikrobisida yang diperankan oleh makrofag dan
neutrofil, kemudian terjadi pelepasan produk mediator proinflamasi seperti sitokin
dan kemokin. (Gbr. 1).3

Gambar 1. Pengenalan sistem imun terhadap jamur patogen, dikutip dari Chai 3.

Pengenalan jamur patogen oleh TLR merupakan PRR yang utama. TLR
diekspresikan pada berbagai jenis sel imun dan non-imun. Dalam golongan TLR,
TLR2 dan TLR4 berperan dalam imunitas terhadap Kandida dan Aspergilus.
Komponen dari jamur; zymosan, phospholipomannan dan glucuronoxylomannan
(GXM)

diidentifikasi

sebagai

ligan

PAMP

untuk

TLR2,

sementara

glucoronoxylomannan dan ikatan-O pada mannan adalah ligan untuk TLR4. Louis
menyebutkan beberapa penelitian terakhir terhadap TLR2 yang menyebabkan
induksi respon imun 'anti-inflammatory'. Demikian juga, studi pada tikus TLR4
telah menunjukkan peningkatan terhadap infeksi K. Albikan. TLR6 dan TLR9 juga
dilaporkan memiliki peran dalam pengenalan Kandida. Meskipun kecil, konidia dan
hifa A. fumigatus dapat dikenali oleh TLR2 dan TLR4. Hal ini menunjukkan
pentingnya peran masing-masing reseptor berbeda-beda tergantung morfologi
jamur.3
Kelas PRR kedua yang terlibat dalam pengenalan jamur adalah reseptor
tipe C lektin (CLR). CLR Dektin-1, untuk pengenalan -glukan tertentu yang

ditemukan di dinding sel kandida dan aspergillus spp. Dektin 1 dan TLR2 dapat
bekerja sama untuk meningkatkan produksi sitokin proinflamasi. Fagositosis
terhadap konidia juga dapat dimediasi oleh Dektin-1 atau TLR2. Kekurangan
Dektin-1 menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap terjadinya Kandidemia.
CLR lainnya, seperti reseptor mannose makrofag dan Dendritic Cell-SIGN juga
berperan dalam pengenalan ikatan-N pada mannan dari jamur.3,8
2.2.2 Respon imun Spesifik terhadap Jamur
Imunitas spesifik pada infeksi jamur banyak diperankan oleh sel T
sebagai antifungal. PRRs pada APC yang mengenali PAMPs akan mengeluarkan
sitokin yang akan menyebabkan sel T helper naive (Th0) berubah menjadi subset
dari Thelper.3,7
Dektin-1 memicu untuk berubahnya Th0 menjadi Th1 dan Th17. Sinyal
dektin 1 melalui jalur Syk-dependent menyebabkan aktivasi dari NF-kB subunit
p65 dan c-Rel serta dari nonkanonik NF-kB subunit RelB. Dektin-1 dapat bekerja
sama dengan TLRs (misalnya, TLR2 dan TLR4) melalui jalur Syk-independent dan
Raf-1, yang terintegrasi dengan jalur Syk pada titik aktivasi NF-kB. Dengan
demikian, Dektin 1 menginduksi dua jalur sinyal independen, satu melalui Syk dan
satu melalui Raf-1, menginduksi produksi IL-6 dan IL-23 dan IL-12 yang
menginduksi sel Th0 menjadi sel Th17 dan Th1 untuk mengendalikan kekebalan
adaptif terhadap jamur. (Gambar 2). 7
Meskipun mediasi sinyal dari TLR berespon terhadap perubahan Th1,
aktivasi TLR2 oleh K. albikan menurunkan inflamasi dan meningkatkan respon
Th2 melalui produksi IL-10. Efek imunomodulator oleh TLR2 dimediasi oleh sel
Treg. Pengenalan zymosan oleh TLR2 dan Dektin-1 dari sel dendritik

mengeluarkan IL-10 dan TGF- sehingga sitokin proinflamasi berkurang yang


menyebabkan aktivasi dari sel Treg.7,9
Pada kandidiasis peningkatan jumlah sel Treg ini muncul dalam infeksi
sistemik, dan jumlahnya ditentukan oleh sinyal melalui TLR2. Sel Treg
menurunkan inflamasi dan membuat jamur bertahan hidup. Tidak adanya TLR2
menghasilkan penurunan jumlah sel Treg, dan perubahan ini terkait dengan
ditandai peningkatan inflamasi dan peningkatan sel Th17. Meskipun literatur
menyebut peranan sel Treg pada infeksi jamur akan menimbulkan infeksi yang
lebih berat namun sel Treg meningkatkan produksi sitokin oleh sel T, IL-17,
sehingga memungkinkan polarisasi sel T. Aktivitas ini memfasilitasi aktivasi sel
Th17 sebagai pertahanan pada kandidiasis. 7
TLR4 diperlukan untuk pengembangan respon imun Th1 sebagai
pertahanan terhadap infeksi jamur melalui pengenalan ikatan-O pada mannan
yang akan menghasilkan sitokin proinflamasi. TLR4 diperlukan untuk ketahanan
terhadap infeksi primer dan sekunder dari Kandida dan A. fumigatus.7
Sel T mengaktifkan fungsi efektor secara luas, tetapi tidak eksklusif,
melalui

pelepasan

sitokin

yang

memungkinkan

tubuh

untuk

membatasi

pertumbuhan jamur. Meskipun beberapa sitokin yang penting dalam mediasi


kekebalan protektif, IFN-, TNF-, dan IL-17/22 adalah tiga sitokin utama yang
berkontribusi terhadap respon imun pada beberapa jamur patogen (Gambar 3).
Sitokin tersebut menghasilkan pelepasan nitrate oxide dan merangsang ROS,
yang keduanya merupakan efektor seluler yang penting. TNF- diperlukan untuk
imunitas optimal sel T pada kriptokokosis dan histoplasmosis.7

helper

dikutip

dari

wuthrich.7

-mannose

(Th),

yang

phospholipomannan

2.

O-linked mannan

K.albican
A.fumigatus
K.neoforman

-mannose

K.albican
M.audouinii
malaseziap
Sp.
T.rubrum
F.pedrossai
-mannan

gambar

Pertumbuhan jamur terbatas di mukosa sebagai efek dari peningkatan

regulasi oleh -defensin 3 yang memberikan aktivitas anti kandida. IL-17-IL-23

diperlukan untuk imunitas yang optimal dari infeksi kulit Kandida. Sel Th17

mensintesis IL-22, sitokin ini mempunyai pengaruh utama pada terhadap protektif,

sedangkan IL-17 membantu IL-22. Pertahanan terhadap kandidiasis mukosa


mannose

terminal

receptors

A.fumigatus

recognition

-mannan

diferensiasi

P.carinii

(PRRs)

T.rubrum

M.audouinii

K.neoforman

H.capsulatum F.pedrossai

A.fumigatus

K.albican
P.brasiliensis malaseziap Sp.K.neoforman P.brasiliensis

K.albican

K.albican

K.albican

H.capsulatum F.ped

A.fumigatus

-ma

mala

P.brasiliensis

K.neoforman

K.albi

K.albican
P.carinii

K.albican
P.brasiliensis
H.capsulatum
K.neoforman
M.audouinii
T.rubrum
-mannan

K. albican

K.albican
P.brasiliensis
H.capsulatum-g
-glukan/Zymosa
nlukan
K.neoforman
M.audouinii
T.rubrum
-mannan

P.carinii

mengakibatkan

K. albican

-glukan

K. albican
P.carinii
A.fumigatus

K. albican

-glukan

K. albican
P.carinii
A.fumigatus

pattern-

-glukan/Zymosa
-g
n
lukan

K. albican

-glukan/Zymosan

K. albican

-glukan/Zymosan

K. albican

10

sebagian besar diperankan oleh IL-22. Sel Th17 sangat penting untuk pengaktifan
neutrofil terutama melalui produksi kemokin CXC. Penelitian pada tikus yang
dibuat secara genetik kekurangan TLR2, menghasilkan respon imun yang
dimediasi Th17 dengan berkurangnya sel Treg. Oleh karena itu, signaling
terhadap TLR2 mempertahankan keseimbangan Th17 dan Treg.7

Gambar 3. Efektor pada sistem imun spesifik, dikutip dari wutrich.7

Respon sistem imun spesifik Th2 melalui jalur alternatif mencegah


makrofag yang aktif agar terjadi pertumbuhan jamur dan menahan sinyal oleh IFN. Th2

meningkatkan ekspresi transferin dan Mannose Receptor (MR),

meningkatkan aktivitas arginase 1 yang berpotensi mengurangi jumlah nitrate


oxide

yang tersedia untuk aktivitas antijamur. Th2 mencetuskan proses

11

Efferocytosis, menyebabkan keluarnya ragi Kriptokokus ke ekstrasel sehingga


makrofag dapat mengeliminasi Kriptokokus.7
Wuthrich menyatakan telah dilaporkan Th2 mempunyai efek Imunitas
antibodi yang independen, di mana aktivasi makrofag diinduksi oleh IL-13 dan
diperkuat oleh IL-33 sehingga memiliki efek fungisida. Temuan diatas memberikan
gambaran Th2 adalah kontributor yang signifikan untuk eliminasi jamur.7
Tidak banyak bukti bahwa antibodi berperan dalam respon resolusi dan
kontrol infeksi jamur. Pada mukosa peran antibodi terhadap jamur juga belum
jelas. Namun, beberapa penelitian yang dikutip Casadevall telah menunjukkan
bahwa sekretori IgA mengurangi masuknya K. albikan ke sel epitel. Penelitian
yang dilakukan Rodier dkk, menunjukkan IgG bisa berperan dalam menghalangi
pengikatan K. albikans pada permukaan tubuh. Hasilnya menunjukkan bahwa
tingkat IgG total pada pasien yang menderita hipogamaglobulinemi dapat
memperberat kondisi kandidiasis sistemik. Penelitian lain yang dikutip oleh
Wutrich menunjukkan bahwa antibodi monoklonal antijamur mengikat reseptor
permukaan. Antibodi IgM pada infeksi K. neoforman atau H. capsulatum
meningkatkan CD11b dan CD11c, sehingga mendorong fagositosis.7,10,11. Infeksi
jamur juga dihubungkan dengan berbagai gangguan alergi ditandai oleh respon
IgE yang tinggi. Pada individu atopik, sumbatan saluran nafas oleh karena jamur
akibat paparan spora jamur

yang tinggi mengakibatkan respon Th2, yang

memediasi reaksi IgE dan eosinofilik.12


Potensi antibodi terhadap jamur telah dibuktikan oleh percobaan
terhadap tikus dengan infeksi kandida yang diobati dengan imunoglobulin
intravena

manusia dalam kombinasi dengan amfoterisin B, sedangkan pada

manusia, terapi imunoglobulin intravena secara signifikan menggambarkan


penurunan kejadian infeksi jamur pada penderita dengan transplantasi liver yang

12

menerima profilaksis anticytomegalovirus. Penelitian yang dikutip harrison,


pemberian Imunoterapi pasif menggunakan antibodi monoklonal terhadap K.
neoformans dievaluasi dalam fase 1 dosis terlihat penurunan titer antigen pada
pasien dengan kriptokokosis. Tikus yang diberikan vaksin -1,3glucan terkonjugasi
untuk toksoid difteri mengembangkan respon kekebalan IgG protektif terhadap
infeksi K. albikans dan A. Fumigatus. Imunisasi aktif yang diperoleh dari antibodi
terhadap glucuronoxylomannan untuk melindungi pasien berisiko tinggi terhadap
pengembangan kriptokokosis telah dipelajari pada tikus dengan kriptokokosis.13
Penelitian Marby dkk yang dkutip oleh Daniel menyebutkan pasien dengan
allergic fungal rhinosinusitis yang diterapi dengan imunoterapi antigen jamur dan
antigen non jamur menunjukkan pengurangan dari krusta dan sekret, dan
menurunkan penggunaan kortikosteroid oral dan topikal.14
2.3 Mekanisme jamur menghindari sistem imun
Salah satu mekanisme penting dari jamur patogen adalah untuk
melindungi PAMP proinflamasi dari pengenalan oleh PRRs. Dektin-1 sebagai PRR
penting untuk pengenalan jamur patogen, dengan mengenali -glukan, pada
dinding sel jamur. K. albikan adalah jamur polimorfik yang mampu beralih fenotipe
antara bentuk

ragi dan filamen/hifa. Selama pertumbuhan hifa, -glukan K.

albikan tidak dapat dikenali oleh dektin-1. Dektin-1 juga mengaktifkan efek
fungisida neutrofil, yang merupakan sel efektor penting terhadap morfologi hifa.
Saat pertumbuhan hifa -glukan terselubungi, sehingga dektin-1 tidak mampu
mendeteksi jamur. Dalam sel dendritik, bentuk hifa juga menginduksi tipe sel Th2
daripada sel Th1. Oleh karena itu, sel-sel imun tubuh merespon berbeda dengan
bentuk ragi dan hifa. (Gambar 4.a) 3

13

(1,3)-glukan pada lapisan luar dinding sel Histoplasma kapsulatum


berkontribusi untuk patogenesis dengan melindungi dari deteksi oleh dektin-1.
Pembungkus -glukan merupakan salah satu mekanisme penghindaran dari
imunitas tubuh. K. neoforman menutup PAMP permukaannya melalui produksi
kapsul ekstraselular glucuronoxylomannan (GXM) yang menghasilkan penurunan
dari produksi proinflamasi TNF- dan interleukin- 1beta (IL-1b).3
Sel Th1 memproduksi sitokin proinflamasi seperti IFN- menginduksi
respon imun yang diperlukan untuk aktivasi fagosit dan sitotoksisitas, dimana
respon tersebut penting melawan patogen intrasel dan jamur. Sel Th2 diwakili oleh
sitokin seperti IL-4, IL-5 dan IL-10, merangsang respon humoral dan pada
akhirnya menghambat mekanisme seluler yang diperankan oleh sel Th1. K.
albikan dapat menghindari pertahanan tubuh melalui sinyal yang berasal dari
TLR2. Potensi imunosupresif serupa juga ditimbulkan oleh K. neoforman. Kapsul
K. neoformans, yang merupakan faktor virulensi utama, terutama terdiri dari
glucuronoxylomannan polisakarida yang memiliki potensi antiinflamasi sitokin IL10 pada monosit manusia. (gambar 4.b)3
Kompleks Glikoprotein A (gpA) adalah antigen protein di permukaan
pneumokistik. Struktur ini dikenali oleh Mannose Receptor (MR) pada alveolar
macrofag

(AM).

Dengan

prematur

shedding

nya

gpA sebagai

umpan,

Pneumokistik berusaha secara kompetitif memblokir MR pada AM dan merusak


fungsi fagositosis mereka. (Gambar. 4.c). 3
Jamur dapat masuk untuk bersembunyi di dalam sel tubuh sehingga
dapat menghindari sistem imun (Gambar. 4.d). Sel tersebut dapat berupa sel
inang yang non-fagositik, seperti sel epitel atau sel endotel, di mana patogen
dilindungi dari lingkungan eksternal. Konidia A. fumigatus dapat mengikat dan
menjadi bagian dari sel epitel. Konidia Aspergillus yang menjadi bagian sel epitel

14

disaluran napas dapat membatasi induksi sitokin proinflamasi IL-6 dan IL-8. K.
albikan dapat menginduksi melalui endositosis dalam sel endotel melalui Ncadherin. K. neoformans dapat menginduksi sendiri endositosis dalam sel endotel
mikrovaskuler dan kemudian melintasi sawar otak menyebabkan meningitis.3
Aspergillus dan Kandida memicu aktivasi komplemen melalui deposisi C3
pada permukaan jamur yang memudahkan opsonisasi dan produksi C5a sehingga
leukosit menuju ke lokasi infeksi. Konidia A. fumigatus pada permukaan telah
terbukti mempengaruhi virulensi dengan membatasi deposisi C3 dan aktivasi
neutrofil. Secara fisiologis, sistem komplemen menjaga agar aktivasi tetap
berjalan dengan regulasi protein, seperti Faktor H melalui jalur Alternatif, factor Hlike protein 1 (FHL- 1) dan C4 binding protein (C4BP) untuk jalur klasik. Dalam
upaya penghindaran respon imun tubuh, K. albikans, A. fumigatus mempunyai
kemampuan untuk mengikat faktor H, FHL-1 dan C4BP di permukaan sehingga
menurunkan kaskade komplemen(Gambar. 4e). 3

15

Gambar 4. Mekanisme jamur menghindari sistem imun, dikutip dari Chai.3

BAB 3
RINGKASAN
1. Jamur adalah organisme eukariotik, Spesies jamur terdiri atas molds
(kapang), yeast (ragi) dan fungi yang lebih tinggi. Fungi memiliki struktur
sel kompleks, terutama terdiri dari polisakarida, glukan dan manan.
2. Kulit dan mukosa berperan dalam imunitas non spesifik sebagai
penghalang untuk jamur. Efektor utama imunitas nonspesifik terhadap
jamur adalah neutrofil dan makrofag.

16

3. Potensial invasi untuk keberhasilan kolonisasi dari jamur, memerlukan


adesin, -glukan yang merupakan protein permukaan dari dinding sel,
untuk membantu menempelnya pada epitel permukaan.
4. Sel dendritik mengenali antigen dan membantu terhadap inisiasi sistem
imun spesifik. pattern-recognition receptors (PRRS) terlibat dalam
pengenalan jamur: TLR2, TLR4 dan Dectin 1.
5. TLR2 dan TLR4 berperan dalam imunitas terhadap

Kandida dan

Aspergillus. Komponen dari jamur; zymosan, phospholipomannan dan


glucuronoxylomannan (GXM) diidentifikasi sebagai ligan (PAMPs) untuk
TLR2, sementara glucoronoxylomannan dan O-linked mannan adalah ligan
untuk TLR4.
6. Dektin-1 memicu untuk berubahnya TH0 menjadi Th1 dan Th17 sel. Dektin
1 sinyal melalui jalur Syk-dependent
7. TLR2 mengeluarkan IL-10 dan TGF- sehingga sitokin proinflamasi
berkurang yang menyebabkan aktivasi dari sel Treg.
8. TLR4 diperlukan untuk pengembangan respon imun Th1 sebagai
pertahanan terhadap infeksi jamur melalui pengenalan mannosyl O-linked
yang akan menghasilkan sitokin proinflamasi.
9. INF-, TNF-, dan IL-17/22 adalah sitokin utama terhadap respon imun
pada jamur patogen.
10. Imunoglobulin yang terlibat pada respon inmun terhadap infeksi jamur :
IgA, IgG dan IgM.
11. Mekanisme jamur menghindari sistem imun: Melindungi PAMP dari
pengenalan oleh PRR; pengaktifan Th2 melalui TLR2; secara kompetitif
memblokir mannose reseptor pada makrofag; masuk dalam lingkungan
intrasel; menghambat kaskade komplemen.

17

DAFTAR PUSTAKA

1.

Abbas AK, Lichtman AHH, Pillai S. Cellular and Molecular Immunology.


philadelphia: Elsevier Health Sciences; 2011. p 545 .

2.

Chatterjee SS, A C. Epidemiology and Medical Mycology of Fungal


Rhinosinusitis. Otorhinolaryngology Clinics: An International Journal.
2009;1(1):1-13.

3.

Chai LY, Netea MG, Vonk AG, Kullberg BJ. Fungal strategies for
overcoming host innate immune response. Medical mycology.
2009;47(3):227-36.

4.

Baratawidjaya KG, Iris R. Imunologi Dasar. jakarta: Balai Penerbit FKUI;


2009.p 429-433

5.

Actor J.K.
Elsevier's integrated
Philadelphia: elsevier; 2007.P137-144

6.

Iwen P.C .Mycotic Disease. Henry's Clinical Diagnosis and Management by


Laboratory Methods in. McPherson RA, Pincus MR editor: Elsevier Health
Sciences; 2011.p1155-1186

Immunology

and

Microbiology.

18

7.

Wuthrich M, Deepe GS, Jr., Klein B. Adaptive immunity to fungi. Annual


review of immunology. 2012;30:115-48.

8.

Netea MG, Sutmuller R, Hermann C, Van der Graaf CA, Van der Meer JW,
van Krieken JH, et al. Toll-like receptor 2 suppresses immunity against
Candida albicans through induction of IL-10 and regulatory T cells. Journal
of immunology (Baltimore, Md : 1950). 2004;172(6):3712-8.

9.

Mogensen TH. Pathogen Recognition and Inflammatory Signaling in Innate


Immune Defenses. Clinical Microbiology Reviews. 2009;22(2):240-73.

10.

Rodier MH, Imbert C, Kauffmann-Lacroix C, Daniault G, Jacquemin JL.


Immunoglobulins G could prevent adherence of Candida albikans to
polystyrene and extracellular matrix components. Journal of medical
microbiology. 2003;52(Pt 5):373-7.

11.

Casadevall A. Antibody immunity and invasive fungal infections. Infection


and Immunity. 1995;63(11):4211-8.

12.

Crameri R, Blaser K. Allergy and immunity to fungal infections and


colonization. The European respiratory journal. 2002;19(1):151-7.

13.

Harrison T S, Levitz SM. Immunology In: Anaissie E J, Pfaller M A, editor.


Clinical mycology. New York ; : Edinburgh : Churchill Livingstone; 2003.

14.

Glass D. Allergic Fungal Rhinosinusitis: A Review. 2011;11(3):271-5.

Anda mungkin juga menyukai