Anda di halaman 1dari 80

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah lima
tahun) terbesar di dunia. Menurut UNICEF, setiap detik satu balita meninggal
karena karena diare. (Ridwan Amiruddin, 2007).
Diare sering kali dianggap sebagai sepele. Padahal di tingkat global dan
nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare
infeksi. Tingginya kejadian diare di negara barat ini oleh karena foodborne
infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella Spp,
compylobacter jejuni, strafilococcus aureus, bacillus careus, clostridium
perfringens dan enterhemorragic Escherichia coli (EHEC). Diare infeksi di
negara berkembang menyebabkan kematian disekitar 3 juta penduduk setiap
tahunya. Di Afrika anak-anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunya di
banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap
tahun. (Ridwan Amiruddin, 2007).
Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral dari
pembangunan kesehatan salah satu sendi utama dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan keterkaitan yang erat dengan upaya untuk mewujudkan
pola hidup bersih dan sehat. Menurut Blum (1974) menyatakan bahwa derajat

vi

kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu keturunan, pelayanan


menyatakan bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Faktor lingkungan dan
prilaku merupakan faktor yang amat besar pengaruhnya terhadap kesehatan,
kedua faktor ini banyak disebabkan oleh berbagai pihak diluar sektor kesehatan.
Oleh karena itu masalah kesehatan tidak hanya ditanggulangi bersama oleh
berbagai pihak dan segenap masyarakat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dan Organisasi Masyarakat (Depkes RI, 2000).
Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan
menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta seringkali
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Di Indonesia sekitar 162 ribu balita
meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Penyakit diare di
negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi
masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah
kesehatan. Hasil survei Program Pemberantasan (P2) diare di Indonesia
menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2000 sebesar
301 per 1000 penduduk dengan episode diare balita adalah 1,0 1,5 kali
pertahun. Tahun 2003 angka kesakitan penyakit ini meningkat menjadi 374 per
1000 penduduk dan merupakan penyakit dengan frekuensi KLB kedua tertinggi
setelah DBD. Survei Departemen Kesehatan (2003), penyakit diare menjadi
penyebab kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi dan nomor lima

vi

pada semua umur. Kejadian diare pada golongan balita secara proposional lebih
banyak dibandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur yakni sebesar
55%.
Kebijakan pemerintah dalam pemberantasan diare antara lain bertujuan untuk
menurunkan angka kesakitan, angka kematian dan penganggulangan Kejadian
Luar Biasa (KLB). Departemen kesehatan RI melalui keputusan Direktorat
Jendral Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan lingkungan (PPM & PL) telah
mengeluarkan pedoman pelaksanaan dan pemantauan Program Pemberantasan
Diare dengan tujuan khusus menurunkan angka kematian pada semua umur dari
54 per 100.00 penduduk menjadi 28 per 100.000 penduduk, menurunkan angka
kematian balita dari 2,5 per 1.000 balita menjadi 1,25

per 1000 balita dan

menurunkan angka fasilitas kasus (CER) diare pada KLB dari 1-3,8 persen
menjadi 1,5 persen. Penyakit diare merupakan salah satu yang berbasis pada
lingkungan. Dua faktor lingkungan yang dominant berpengaruh adalah sarana air
bersih dan pembuangan tinja. Hal ini sering berinterkasi bersama perilaku maka
akan dapat menimbulkan kejadian diare. Data terakhir menunjukkan bahwa
kualitas air minum yang buruk menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk.
Daerah endemis penyakit diare tersebut di empat kabupaten di Sumatera
Selatan yaitu Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, Banyu Asin dan Musi
Banyu Asin. (Ridwan Amiruddin, 2007)
Data yang tercatat di Dinas Kesehatan provinsi Sumatera Selatan, sejak
Januari hingga 31 September 2008 penderita diare di provinsi Sumatera Selatan

vi

mencapai 143.822 jiwa yang umumnya diderita oleh balita dan anak-anak.
(Ridwan Amiruddin, 2007)
Di Kabupaten OKU pada tahun 2006 jumlah kasus penyakit diare 1.151
orang, diantaranya pada balita terdapat 577 orang. Pada tahun 2007 jumlah kasus
penyakit diare 10.432 orang, diantaranya pada balita sebanyak 5.440 orang
(Dinkes OKU, 2007).
Di wilayah kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur
Kabupaten Ogan Komering Ulu pada tahun 2005 jumlah kasus penyakit diare
pada balita sebanyak 354 orang. Pada tahun 2006 jumlah kasus penyakit diare
pada balita sebanyak 532 orang. Pada tahun 2007 jumlah kasus penyakit diare
pada balita sebanyak 1.007 orang. Sedangkan pada tahun 2008 julah kasus
penyakit diare pada balita sebanyak 462 orang. (Dinkes, 2008)
Di desa Kemalaraja pada tahun 2007 jumlah kasus penyakit diare pada balita
sebanyak 315 orang, sedangkan pada tahun 2008 jumlah kasus diare pada balita
sebanyak 425 orang (Data Puskesmas, 2008)
Berdasarkan data diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita
Di Desa Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu
Tahun 2009.

vi

B. Rumusan Masalah
Belum Diketahuinya Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Upaya
Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Kemalaraja Kecamatan Baturaja
Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.

C. Pertanyaan Penelitian
1.

Bagaimana gambaran upaya pencegahan diare pada balita di desa


Kemalaraja?

2.

Adakah hubungan pendidikan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare


pada balita di desa Kemalaraja?

3.

Adakah hubungan pengetahuan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare


pada balita di desa Kemalaraja?

4.

Adakah hubungan sikap ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada
balita di desa Kemalaraja?

5.

Adakah hubungan penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan kejadian


diare pada balita di desa Kemalaraja?

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya

Faktor-faktor

Yang

Berhubungan

Dengan

Upaya

Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Kemalaraja Kecamatan


Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.

vi

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran upaya pencegahan diare pada balita di desa
Kemalaraja.

b. Diketahuinya hubungan pendidikan ibu dengan upaya pencegahan


kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja.

c. Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu dengan upaya pencegahan


kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja.

d. Diketahuinya hubungan sikap ibu dengan upaya pencegahan kejadian


diare pada balita di desa Kemalaraja.

e. Diketahuinya hubungan penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan


kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Ogan Komering Ulu
Memberikan informasi kepada Dinas Kesehatan Ogan Komering Ulu
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya pencegahan kejadian
diare pada balita. Dan sebagai bahan masukan dan informasi serta menambah

vi

pengetahuan ilmiah mengenai diare. Hasil penelitian ini diharapkan dapat


digunakan untuk mengembangkan keilmuan di bidang kesehatan khususnya
tentang penyakit diare.

2. Bagi sekolah kesehatan Akper Depkes Baturaja


Sebagai informasi tambahan bagi Akper Depkes Baturaja khususnya
informasi mengenai hubungan prilaku ibu dengan kejadian penyakit diare
pada balita dan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dan masukan untuk penelitian.

3. Bagi Penulis
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang di dapat selama mengikuti
pendidikan di Akper Depkes Baturaja dan memberi pengalaman serta
penambahan wawasan terutama dengan metode penelitian, hubungan
pengetahuan, sikap dan tindakan dalam upaya analisa masalah kesehatan.

F. Ruang Lingkup Penelitian


Di lihat dari latar belakang diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian
tentang Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Kejadian
Diare Pada Balita Di Desa Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten
Ogan Komering Ulu Tahun 2009. Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah
pendidikan, pengetahuan, sikap dan penyediaan air bersih yang berhubungan

vi

dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di Kemalaraja Kecamatan


Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.

vi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Upaya Pencegahan Kejadian Diare pada Balita


1. Pengertian Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
buang air besar lebih dari biasanya (lazimnya frekuensi ini lebih dari 3
kali/hari) disertai adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari
penderita (Depkes RI, 2002)
2. Jenis Diare
Ada empat jenis diare (Depkes RI, 2000)
a. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari) akibat dari diare akut adalah penderita diare.
b. Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinja, akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadi
komplikasi pada mukosa.
c. Diare parsisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus, akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.

vi

d. Diare dengan masalah lain. Anak yang menderita diare (diare akut dan
diare persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam,
gangguan gizi dan penyakit lainnya.
3. Gejala
Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi tiga kali atau lebih
dalam sehari yang kadang disertai :
a. Muntah
b. Badan lesu dan lemah
c. Panas
d. Tidak nafsu makan
e. Darah dan lendir dalam kotoran
Rasa mual dan muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh
infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja
berdarah, demam, penurunan nafsu makan, sakit perut dan kejang perut.
4. Jenis Dehidrasi
a. Dehidrasi berat
1) Latergis atau tidak sadar
2) Mata cekung
3) Tidak bisa minum atau malas minum
4) Cubitan perut kembalinya sangat lambat.

vi

b. Dehidrasi ringan atau sedang


Terdapat dua atau lebih tanda berikut ini:
1)

Gelisah, rewel atau mudah marah

2)

Mata cekung

3)

Haus, minum dengan lahap

4)

Cubitan kulit perut kembalinya lambat


c. Diare tanpa dehidrasi
Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan dalam kategori diare
berat, ringan atau sedang.
5. Etiologi (penyebab) Diare
Penyebab penyakit diare yang dikeluarkan Depkes RI tahun 2001
dapat dikelompokkan menjadi 5 golongan besar, yaitu:
a. Infeksi
1) Virus (Rotavirus, Adenovirus, Nortwalk like agent)
2) Bakteri (shingella, salmonella, eshericia coli)
3) Parasit (Protoza, cacing perut, jamur)
b. Malabsorbsi : karbohidrat (intoleran mukosa), lemak atau protein.
c. Keracunan
Keracunan bahan kimia
Keracunan oleh racun yang dikandung atau diproduksi (jasad renik dan
algae, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran.
d. Imunodefisiensi

vi

e. Alergi
6. Tata laksana penyakit diare
a. Tata laksana penderita diare dirumah
1) Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga seperti : kuah sayur, air
tajin, larutan gula garam terutama untuk penderita tanpa dehidrasi dan
bila tersedia berikan oralit.
2) Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang
serta makanan ekstra sesudah diare.
3) Membawa penderita ke sarana kesehatan, bila dalam tiga hari tidak
membaik atau ada salah satu tanda :
a) Berak cair berkali-kali
b) Muntah berulang-ulang
c) Rasa haus yang nyata
d) Makan atau minum sedikit
e) Demam
f) Tinja berdarah
b. Tata laksana penderita diare di sarana kesehatan
1) Rehidrasi oral dengan oralit
2) Pemberian cairan intravena dengan ringer laktat untuk penderita diare
dehidrasi berat dan tidak bisa minum.
3) Penggunaan antibiotika secara rasional.

vi

4) Nasehat pada keluarga tentang pentingnya meneruskan pemberian


makanan rujukan dan pencegahan.
c. Penggulangan KLB
1) Pengamatan intensif dan pelaksaan SKD
2) Penemuan kasus secara aktif
3) Pembentukan pusat rehidrasi dan tim gerak cepat
4) Penyediaan logistik saat KLB
5) Penyelidikan terjadinya KLB
6) Pemutusan rantai penularan penyebab KLB
d. Pencegahan penyakit
1) Meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI)
2) Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI
3) Menggunakan air bersih yang cukup
4) Mencuci tangan dengan sabun
5) Menggunakan jamban yang benar
6) Membuang tinja bayi dan anak-anak yang tepat
7) Imunisasi campak
7. Cara Penularan Penyakit Diare
a. Kontak anatra sumber dan host dapat terjadi melalui lingkungan yang
kurang baik dan perilaku yang buruk seperti membuang kotoran di tempat
terbuka dan pengetahuan yang kurang tentang diare.

vi

b. Kontak melalui makanan terjadi melalui makanan yang terinfeksi oleh


kuman dan makanan yang berasal dari hewan yang terjangkut kuman
penyebab penyakit diare.
c. Kontak oral fecal dapat langsung antara feces sumber infeksi melalui
tangan ke mulut host atau tidak langsung melalui benda atau makanan
minuman yang tercemar oleh feces (Depkes RI, 2001).
8. Prinsip Tata laksana Penderita Diare
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
dengan memberikan minuman yang lebih banyak dengan cairan rumah
tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur dan air sup.
b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi segera di bawa ke petugas kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat.
c. Memberikan makanan
Berikan makanan selama serangan diare untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
kurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan
sesuai yang dianjurkan.
1) Anak yang masih minum ASI harus sering diberi ASI
2) Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya.

vi

3) Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan yang mudah dicerna sedikit-sedikit tapi sering.
d. Mengobati masalah lain
Apabila ditemukan penderita lain disertai dengan penyakit lain maka
diberi makanan sesuai indikasi, tetap mengutakamakan rehidrasi. Tidak
ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare (Ditjen PPM &
PLP, 2000)
9. Cara membuat oralit
a. 1 gelas belimbing atau 200 ml air masak
b. 1 sendok makan gula pasir
c. Seujung sendok garam dan diaduk sampai rata.
10. Cara memberikan oralit
a. Berikan dengan sendok atau gelas
b. Berikan sedikit demi sedikit sampai habis atau hingga tidak kelihatan
haus.
c. Bila muntah, dihentikan selama sekitar 10 menit, kemudian dilanjutkan
dengan sabar setiap 2 atau 3 menit.
d. Walau diare tidak berlanjut, oralit tetap diberikan.
e. Bila gelas pertama habis, buatkan gelas berikutnya.
f. Larutan oralit jangan disimpan lebih dari 24 jam (Depkes RI, 2000).
11. Upaya pencegahan diare pada balita

vi

Dalam upaya untuk menurunkan angka kesakitan maupun kematian


akibat penyakit diare, WHO telah melakukan penelitian tentang beberapa cara
pencegahan dan pemberantasan penyakit diare yang benar-benar berguna,
efektif dan dapat dilaksanakan dalam mengurangi insiden diare, keparahanya
dan angka kematian pada anak yang berumur dibawah lima tahun (balita).
Dari 18 cara intervensi yang dipelajari da baru-baru ini dibahas, 6 buah
diantaranya terbukti paling berguna karena kelayakan dan efektifitasnya yaitu
sebagai berikut:
a. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
b. Memperbaiki makanan sapihan
c. Membuang tinja anak secara baik dan benar
d. Membuang tinja anak secara baik dan benar.
e. Menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan
f. Penggunaan air bersih
Untuk menanggulangi masalah-masalah tersebut di atas, maka dapat
dilakukan upaya pendidikan terhadap para ibu yang memiliki anak dibawah 2
tahun tentang cara-cara penyapihan yang dapat mengurangi angka kesakitan
diare bagi anak. Hal yang diharapkan dari pendidikan antara lain (Depkes RI,
1999).
a. Mengurangi tercemarnya makanan melalui cara-cara perbaikan kebersihan
makanan yang dapat menyebabkan rendahnya angka kesakitan diare.

vi

b. Memperbaiki keadaan gizi melalui perbaikan makanan, akan membawa


dampak terhadap berkurangnya keadaan kurang gizi dan lamanya
kesakitan diare.
c. Mencuci tangan, kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan diri
adalah bagian penting dalam penularan kuman penyebab diare, mengubah
kebiasaan tertentu (misalnya mencuci tangan) dapat memutuskan mata
rantai penularan diare.
d. Membuang tinja anak secara baik dan benar, anak kecil merupakan
sumber penting bagi kuman penyebab diare infeksius, misalnya shigella
dan vibro cholera. Tinja anak kecil yang mengandung diare dapat
merupakan infeksi bagi orang lain.
Berikut ini merupakan 4 kegiatan pokok yang banyak berhubungan
dengan upaya pemberantasan penyakit diare dan penyakit lainya, sebagai
berikut (Depkes RI, 1999).
a. Buang air besar di jamban yang memenuhi syarat
b. Pengolahan air yang hygienes
c. Cuci tangan yang benar
d. Pembuangan sampah yang sehat.

B. Perilaku
1. Konsep Perilaku

vi

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas


organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah
suatu aktivitas daripada manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perilaku manusia
itu mempunyai bentangan yang cukup luas, mencakup: berjalan, bereaksi,
berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti berfikir,
persepsi dan juga emosi merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan
kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan
oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak
langsung.
2. Definisi Perilaku
Perilaku menurut Notoatmodjo (2003) adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun tidak dapat
diamati oleh pihak luar. Sedangkan menurut Morgan (1986) menyatakan
pengukuran prilaku dapat dilakukan dengan menggunakan pengamatan
langsung dan menggunakan checklist kepada objek perilaku. Pengamatan ini
dapat dilakukan dengan beberapa teknik tergantung pada peran serta
pengamatan dalam kelompok yang diamatinya.
Sedangkan menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003), bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus:
1. Bentuk pasif yaitu respon internal yang terjadi dalam diri manusia dan
tidak secara langsung dapat dilihat oleh orang lain, misalnya: berfikir,

vi

tanggapan, sikap serta pengetahuan. Bentuk pasif ini masih terselubung


(covert behavior).
2. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat di observasi secara
langsung sudah nampak dalam bentuk nyata (overt behavior)
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan adalah segala bentuk
pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya yang menyangkut
pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakan yang berhubungan
dengan kesehatan.
Bentuk operasional dan perilaku ini dapat dikelompokkan menjadi tiga
jenis yaitu:
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi atau
rangsangan dari luar.
2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar subjek, sehingga alam itu sendiri mencetak perilaku
manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat dan keadaan alam
tersebut. Karena pengaruh lingkungan sedemikian rupa terhadap
individu/kelompok, maka seakan-akan terbentuk sesuai kepribadian pada
orang tersebut yang menjadi pola perilaku mereka. Oleh karena itu tidak
mudah merubah perilaku seseorang.
3. Perilaku dalam bentuk yang konkrit, berupa tindakan (action) terhadap
situasi dan rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2003).
3. Proses Perubahan Perilaku

vi

Adapun beberapa teori yang menyatakan tentang adopsi, sehingga


individu dapat melakukan perubahan sesuai dengan yang diharapkan, menurut
teori Lewin (Mico dan Rose, 1975) mengemukakan teori tentang unfreezing
yang berlangsung dalam lima fase yaitu :
a. Fase pencairan (the unfreezing fase) : pada fase ini individu
mempertimbangkan penerimaan terhadap perubahan dan dalam keadaan
siap menerima perubahan yaitu dalam hubungan dengan sikap dasar,
motibasi dan perilaku.
b. Fase diagnosis masalah (the problem diagnose fase) : dalam fase ini
individu atau kelompok mulai mengidentifikasi kekuatan-kekuatan baik
yang mendukung perlunya perubahan dan yang tidak mendukung
perubahan.
c. Fase penentuan tujuan (the goal setting fase) : pada fase ini individu
memahami masalah dan mulai menentukan tujuan sesuai dengan
perubahan yang diterima.
d. Fase perilaku (the new behavioer fase) : pada fase ini individu mulai
mencoba dan membandingkan praktek yang telah dilakukan.
e. Fase pembentukan ulang (the refrezzing fase) : pada fase ini individu atau
kelompok telah merasakan kegunaan dan kemudian menjadi pola perilaku
yang permanen.
Menurut Harjono Sujono dalam Notoatmodjo (1985), bahwa dalam
penerimaan suatu proses tricle down effect sehingga terjadi perubahan sikap

vi

dan pendapat. Ide bergerak di dalam atau atas dasar latar belakang sosial
ekonomi dan lingkungan tertentu (budaya dan sistem pertahanan nasional),
yang melalui proses-proses yaitu bertambah pengetahuan.
(knowledge increase) credibility, evaluasi dan percobaan (trial). Bila
mendapat dukungan sosial dan dukungan psikologis akan diterima (adaption)
oleh sasaran yang dituju. Bila diadopsi ini dapat penguatan (reinforcement),
baik sosial maupun individual maka akan terjadi perubahan dalam diri
individu atau kelompok.
Proses perubahan perilaku itu sendiri menurut teori Rogers dan
Shoemaker (Notoatmodjo, 1984), untuk menuju pada perilaku Adopted
diperlukan lima langkah yaitu:
a. Awarenes

yaitu

menyadarkan

masyarakat

dengan

memberikan

penerangan yang bersifat informative dan edukatif.


b. Interest yaitu masyarakat yang sudah mulai tertarik perhatianya terhadap
usaha pembaharuan.
c. Evaluation yaitu masyarakat yang sudah mulai menimbang-nimbang
terhadap informasi yang diperoleh.
d. Trial, mencoba perilaku baru.
e. Adaption, yaitu masyarakat telah berperilaku baru sesuai dengan apa
yang diharapkan.
Teori ini kemudian diperbaharui oleh Rogers sendiri menjadi empat fase
yaitu :

vi

1. Knowledge,

yaitu

dengan

memberikan

pengetahuan-pengetahuan

mengenai kesehatan, sesuai dengan bidang yang akan dicapai oleh


program tersebut.
2. Persuasion, yaitu dalam tingkat ini masyarakat sudah mulai tertarik
terhadap pengetahuan yang diperolehnya.
3. Decision, yaitu dalam fase ini masyarakat sudah memutuskan untuk
mencoba perilaku baru.
4. Confirmation, yaitu apabila masyarakat telah mau melaksanakan perilaku
baru sesuai dengan norma-norma kesehatan maka perilaku ini perlu
dipertahankan dengan cara meneruskan usaha-usaha yang telah ada.
4. Teori Determinan Perilaku
Beberapa teori perilaku yang telah mencoba untuk mengungkapkan
determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku,
khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori
Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003). Green mencoba untuk
menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor prilaku (behavioer causes)
dan faktor di luar prilaku (non behavioer causes). Selanjutnya perilaku itu
sendiri terbentuk oleh tiga faktor, yakni:
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor-faktor yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai dan kebiasaan.

vi

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors)


Faktor-faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau
tidaknya fasilitas-fasilitas kesehatan, misalnya Puskesmas, Obat-obatan,
jamban dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors)
Faktor-faktor yang terwujud dalam perilaku petugas kesehatan yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
5. Perilaku Kesehatan
Perilaku

kesehatan

pada

dasarnya

adalah

respon

seseorang

(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,


makanan serta lingkungan. Secara lebih rinci perilaku kesehatan itu
mencakup:
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit itu bagaimana manusia
merespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan persepsi tentang
penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya) maupun
aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit
tersebut.
b. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
(health promotion behavior).

vi

c. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior). Prilaku


sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior)
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation
behavior).
e. Perilaku terhadap sistem pelayanan.
f.

Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior)

g. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)


Menurut ebsiklopedi Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi reaksi
organisme terhadap lingkunganya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi
apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi yakni yang
disebut rangsangan. Dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan
menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoatmodjo, 2003).
6. Perilaku Masyarakat Sehubungan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan
tidak merasakan sakit (desease but not illness) sudah barang tentu tidak akan
bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka sering
diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai
macam perilaku dan usaha (Notoatmodjo, 2007).
Pertama: tidak bertindak (no action). Alasanya bahwa kondisi yang
demikian tidak menganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari, tidak
jarang juga masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih
penting dari pada pada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti

vi

bahwa kesehatan belum merupakan priortias dalam hidup dan kehidupanya.


Alasan lain adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya,
para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak responsive dan sebagainya.
Kedua, bertindak mengobati sendiri (self treatment), di samping alasan
tersebut diatas alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau
masyarakat tersebut sudah percaya pada diri sendiri dan merasa bahwa
berdasarkan pengalaman yang lalu usaha sendiri dapat mendapatkan
kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak
diperlukan.
Ketiga,

mencari

pengobatan

ke

fasilitas-fasilitas

pengobatan

tradisional (tranditional remedy). Untuk masyarakat pedesaan khususnya,


pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat teratas di bandingkan
dengan pengobatan-pengobatan yang lain.
Keempat, mencari pengobatan dengan mencari obat-obat ke warungwarung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk tukang-tukang jamu.
Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang
diadakan oleh pemerintah atau lembaga kesehatan swasta yang di kategorikan
ke dalam balai pengobatan, puskesmas dan rumah sakit.
Keenam, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang
diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine).
Dari uraian diatas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap
sehat sakit adalah berbeda dengan konsep kita tentang sehat sakit itu sendiri.

vi

Demikian juga persepsi sehat sakit antara kelompok-kelompok masyarakat


pun akan berbeda-beda pula.
Persepsi masyarakat terhadap sehat sakit erat hubunganya dengan
perilaku pencarian obat. Kedua pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi
atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila
persepsi sehat sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat sakit kita,
maka jelas masyarakat belum tentu mau menggunakan fasilitas yang
diberikan. Dan bila persepsi sehat sakit masyarakat sudah sama dengan
pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan. Dan bila
persepsi sehat masyarakat sudah sama dengan pengertian kita, maka
kemungkinan besar fasilitas yang diberikan akan digunakan.
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di
puskesmas-puskesmas perlu ditunjang dengan adanya penelitian-penelitian
sosial budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat tersebut terhadap
sehat sakit. Bila diperoleh data bahwa masyarakat masih mempunyai persepsi
sehat sakit yang berbeda dengan kita, maka kita dapar melakukan
pembentukan konsep sehat sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat.
Dengan demikian pelayanan yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat.

C. Faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya pencegahan kejadian diare


pada balita.
1. Pendidikan

vi

Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti


seseorang sampai selesai secara formal (Depdikbud, 1997). Menurut pendapat
Kuncoro Ningrat (1992) dalam (Depdikbud, 1997) bahwa semakin tinggi
pendidikanya seseorang akan semakin mudah menerima informasi sehingga
semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, pendidikan
yang kurang akan menghambat sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan. Pendidikan juga mampu merubah tingkah laku seseorang
sehingga mencapai kualitas hidup. Pendidikan merupakan faktor internal dari
seseorang yang mengetahui orang lain dalam berprilaku (Blum, 1980).
2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan proses penginderaan manusia terhadap objek
di luarnya melalui indera-indera yang dimilikinya seperti penginderaan,
penglihatan, penciuman. Dengan sendirinya pada waktu proses penginderaan
ini dalam diri individu terjadi proses perhatian, persepsi dan penghayatan
terhadap stimulus atau objek dari luar individu (Notoatmodjo, 1993).
Semua ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Rogers dan
Shoemeker tentang teori inovasi yang dikenal dengan adaption prosess.
Menurut

teori ini, untuk mencapai perubahan

diperlukan tahap-tahap (Notoatmodjo, 2002), yakni :


a. Awerness (tahu)

vi

perilaku/pengetahuan

Pada tahap, pendidikan kesehatan diperlukan untuk menyadarkan


masyarakat dengan penerangan yang bersifat informatif dan deduktif
dalam penyediaan.

b. Interest (tertarik)
Tahap ini, masyarakat telah untuk menggunakan BAB sehingga perlu
diberikan tambahan penerangan untuk pesan kesehatan yang telag
didengarnya.
c. Evaluation (penilaian)
Tahap dimana masyarakat mulai melakukan penilaian terhadap
pentingnya menggunakan sarana air bersih, untuk itu petugas perlu
meyakinkan, memberikan bimbingan dan penyuluhan yang lebih mantap.
d. Trial (percobaan)
Melakukan suatu uji coba di hadapan masyarakat, akan perbedaan air
bersih dengan air yang tidak bersih atau kotor.
3. Sikap
a. Pengertian
1) Merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek.
2) Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
(Notoatmodjo, 2003)

vi

b. Tingkatan sikap
1)

Menerima (receiving)

2)

Merespon (responding)

3)

Menghagari (valoving)

4)

Bertanggung jawab (responsible) (Notoatmodjo, 2007)


c. Pengukuran sikap
1) Secara langsung : pendapat responden terhadap objek
2) Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan
hipotesis, kemudian dipertanyakan pendapat responden (Azrul Azwar,
2003)
4. Penyediaan Air Bersih
Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia, di dalam tubuh
manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Untuk tubuh orang dewasa
dan anak-anak memerlukan air sekitar 55-60% dari berat badan dan untuk
bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia dan air sangat kompleks antara lain
untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan sebagainya.
Menurut perhitungan WHO di Negara-negara maju setiap orang
memerlukan air antara 20-120 liter perhari. Sedangkan di Negara-negara
berkembang termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter
perhari oleh karena itu untuk keperluan minum termasuk untuk memasak, air
harus mempunyai persyaratan khusus (Notoatmodjo, 2003)
5. Sumber-sumber Air Minum

vi

a. Air hujan
Air hujan dapat ditampung di jadikan air minum. Tetapi air hujan ini
tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu, agar dapat dijadikan air
minum yang sehat perlu ditambahkan kalsium di dalamnya.
b. Air sungai dan danau
Menurut asalnya sebagian dari air sungai dan air danau ini juga dari
hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai atau danau
ini. Kedua sumber ini sering juga disebut air permukaan. Oleh karena air
sungai dan danau ini sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai
macam kotoran, makanya bila akan dijadikan air minum harus diolah
terlebih dahulu.
c. Mata air
Air yang keluar dari mata iar ini biasanya berasal dari air tanah yang
muncul secara alamiah. Oleh karena itu, air dari mata air ini bila belum
tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air minum langsung. Tapi
karena kita belum yakin apakah betul belum tercemar, maka alangkah
baiknya air tersebut di rebus dahulu sebelum di minum.
d. Air sungai dangkal
Air ini keluar dari dalam tanah, sering juga disebut air tanah. Air
berasal dari lapisan air di dalam tanah dari tempat yang satu ke tempat
yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar 5 sampai 15 meter dari
permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal belum begitu sehat, karena

vi

kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh karena itu,
perlu disebus dahulu sebelum di minum.

e. Air sumur dalam


Air ini berasal dari air kedua di dalam tanah. Dalamnya dari
permukaan tanah biasanya diatas 15 meter, sebagian besar air sumur
dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum yang langsung
(tanpa melalui proses pengolahan) (Juli Soemirat, 1994)
6. Pengolahan Air Minum Secara Sederhana
Ada beberapa cara pengolahan air minum antara lain sebagai berikut:
a. Pengolahan secara alamiah
Pengolahan ini dilakukan dalam bentuk penyimpanan (storage)
dari air yang diperoleh dari berbagai sumber air seperti air danau, air
kali, air sumur dan sebagainya. Di dalam penyimpanan ini air
dibiarkan untuk beberapa jam ditempatnya. Kemudian akan terjadi
koagulasi dari zat-zat yang terdapat di dalam air dan akhirnya
terbentuk endapan. Air akan menjadi jernih karena partikel-partikel
yang ada dalam air akan ikut mengendap.
b. Pengolahan air dengan menyaring
Penyaringan air dengan sederhana dapat dilakukan dengan
kerikil, ijuk dan pasir. Penyaringan pasir dan teknologi tinggi

vi

dilakukan oleh P.A.M (Perusahaan Air Minum) yang hasilnya dapat


dikonsumsi umum.

c. Pengolahan air dengan menambahkan zat kimia


Zat kimia yang digunakan dapat berupa 2 macam, yakni zat
kimia yang berfungsi untuk koagulasi dan akhirnya mempercepat
pengendapan (misalnya tawas). Zat kimia yang kedua adalah berfungsi
untuk menyucihamakan (membunuh bibit penyakit dalam air, dalam
chlor).
d. Pengolahan Air dengan Mengalirkan udara
Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan rasa serta bau
yang tidak enak, menghilangkan gas-gas yang tak diperlukan,
misalnya CO2 dan juga menaikan derajat keasaman air.
e. Pengolahan Air dengan memanaskan sampai mendidih
Tujuanya untuk membunuh kuman-kuman yang terdapat pada air.
Pengolahan semacam ini lebih tepat hanya untuk konsumsi kecil,
misalnya untuk kebutuhan rumah tangga.
Di lihat dari segi konsumenya, pengolahan air dibagi menjadi 2
golongan:
a. Pengolahan air minum untuk umum
1) Penampungan air hujan

vi

Air hujan dapat ditampung di dalam suatu dam (danau buatan),


semua air sungai dialirkan ke danau tersebut melalui alur-alur air.
Air hujan juga dapat ditampung dengan bak-bak ferosemen dan di
sekitarnya di bangun atap-atap untuk mengumpulkan air hujan. Air
hujan baik yang berasal dari sumur (danau) dan bak penampungan
tersebut secara bakteriologi belum terjamin, untuk itu kewajiban
keluarga-keluarga untuk memasaknya sendiri.
2) Pengolahan air sungai
Air sungai di alirkan ke suatu bak penampung 1, melalui
saringankasar yang dapat memisahkan benda-benda padat dalam
partikel besar. Bak penampung 1 tadi di beri saringan yang terdiri
dari ijuk, pasir, kerikil dan sebagainya. Kemudian air dialirkan
kebak penampungan ke 2 diberi tawas dan chlor. Setelah itu bisa di
konsumsi.
3) Pengolahan mata air
Mata air yang secara alamiah timbul di desa-desa perlu
dikelola dengan melindungi mata air tersebut, agar tidak tercemar
oleh kotoran. Air dapat di alirkan ke rumah-rumah melalui pipapipa bambu atau datang langsung ke sumber yang sudah
terlindungi (Notoatmodjo, 2003)
b. Pengolahan air untuk rumah tangga

vi

Air sumur pompa sudah cukup memenuhi persyaratan


kesehatan. Tetapi sumur pompa di daerah pedesaan masih di anggap
mahal sehingga lebih umum digunakan adalah sumur gali. Agar air
sumur pompa gali tidak tercemar oleh kotoran sekitarnya, perlu
adanya syarat-syarat sebagai berikut:
1) Harus ada bibir sumur, agar bila musim air hujan tiba air tanah
tidak masuk kedalamnya.
2) Pada bagian atas kurang lebih 3 meter dari permukaan tanah, harus
ditembok agar air dari atas tidak dapat mengotori air sumur.
3) Perlu diberi pelapis kerikil di bagian bawah sumur tersebut untuk
mengurangi kekeruhan. Sebagai pengganti kerikil, ke dalam sumur
dapat dimasukan suatu zat yang dapat membentuk endapan,
misalnya tawas.
Membersihkan air sumur yang kerush dapat dilakukan dengan
saringan yang dapat dibuat sendiri dari kaleng bekas (Juli Soemirat,
1994).

D. Kerangka Teori
Menurut teori L. Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2007) menganalisis
perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan. Bahwa
kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu
perilaku (beahavior causes) dan faktor luar perilaku (non behavior causes),

vi

selanjutnya perilaku seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu presdisposing


factors meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma dan unsure lain
yang terkait pada individu. Enabling factors meliputi semua karakter lingkungan
dan sumber daya atau fasilitas yang mendukung terjadinya perilaku, yang
termasuk sebagai faktor pendukung ini adalah ketersediaan dan keterjangkauan
fasilitas pelayanan kesehatan dan reinforcing factors yaitu sikap dan perilaku di
luar individu yang menguatkan perilaku seseorang, misalnya pengaruh dari teman
atau kelompok sebaya, tokoh masyarakat, pemimpin dan sebagainya. Secara
skema di gambarkan sebagai berikut:
Keturunan

Pelayanan
Kesehatan

Status
Kesehatan

Lingkungan

Perilaku

Predisposing
factors
(pengetahuan, sikap
kepecayaan, tradisi
nilai, dsb)

Komunikasi
(Penyuluhan)

Enabling
factors
(Ketersediaan sumber
sumber/fasilitas

Pemberdayaan
Masyarakat
(Pembedayaan sosial)

vi

Reinforcing
Faktors
(sikap dan prilaku
petugas, peraturan
UU dll)

Training

Promosi kesehatan

Gambar 2.1.

: Kerangka teori penelitian L. Green

Sumber

: Notoatmodjo, 2007

vi

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua factor, yakni
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior
causes) di simpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan perilaku
petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku. Dikarenakan keterbatasan waktu dan sesuai dengan
kepentingan penelitian maka peneliti hanya meneliti faktor yang terdapat didalam
kerangka konsep dibawah ini.
1. Pendidikan
2. Pengetahuan
3. Sikap
Upaya pencegahan
kejadian diare pada
balita

4. Penyediaan Air
Bersih.

Variabel Independent

Variabel Dependent

vi

B. Definisi Operasional
No

Variabel

Definisi
Operasional

Cara Ukur

Semua tindak
tanduk
responden
dalam upaya
pencegahan
diare pada
balita.

Kuesioner

wawancara 1. Positif, bila


responden
memberikan
jawaban benar
mean (kode
2)
2. Negatif, bila
responden
memberikan
jawaban benar
< mean (kode
1)

Ordinal

Kuesioner

wawancara 1. Tinggi, apabila


lulus SMU
(kode 2)
2. Rendah,
apabila tidak
lulus SMU
(kode 1)

Ordinal

Kuesioner

wawancara

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala
Ukur

Variabel
Dependen
1

Upaya
pencegahan
diare pada
balita

variabel
Independen
Pendidikan

Pengetahuan

Pendidikan
formal yang
pernah
dijalani sesuai
dengan ijazah
terakhir yang
dimiliki
sesuai dengan
pengakuanya.
Hal-hal yang
diketahui
responden
tentang diare,
meliputi
penyebab
diare dan
pencegahan
diare.

vi

1. Baik, bila
responden
memberikan
jawaban benar
mean (kode
2).
2. Tidak baik,
bila responden
memberikan
jawaban benar
< mean (kode
1).

Ordinal

No

Variabel

Sikap

Penyediaan
air bersih

Definisi
Operasional
Perilaku
tertutup ibu
terhadap halhal yang
berhubungan
dengan upaya
pencegahan
penyakit
diare.

Cara Ukur

Sumber air
yang
digunakan
masyarakat
baik dari air
sumur
maupun air
sungai.

Alat Ukur

Hasil Ukur

Kuesioner

Wawancar
a

1. Positif, bila
responden
memberikan
jawaban
positif mean
(kode 2).
2. Negatif, bila
responden
memberikan
jawaban
positif < mean
(kode 1).

Kuesioner

Wawancar
a

1. Memenuhi
syarat
kesehatan bila
responden
memberikan
jawaban benar
sama / diatas
mean (kode 2).
2. Tidak
memenuhi
syarat
kesehatan bila
responden
memberiakan
jawaban benar
dibawah mean
(kode 1).

vi

Skala
Ukur
Ordinal

Ordinal

C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare
pada balita
2. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan upaya pencegahan kejadian
diare pada balita.
3. Ada hubungan antara sikap ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada
balita
4. Ada hubungan antara penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan
kejadian diare pada balita.

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional (non-experimen) yaitu
penelitian ini tidak dilakukan perlakuan terhadap subjek penelitian tetapi

vi

penelitian dengan melakukan observasi apa yang terjadi sesungguhnya pada


subjek penelitian di populasi dengan rancangan potong lintas (cross sectional)
yang digunakan untuk analisa data yang menyangkut variabel dependen dan
variabel independent yang di observasi dan diambil pada waktu bersamaan.
(Notoatmodjo, 2003).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Kemalaraja Wilayah Kerja
Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan
Komering Ulu Tahun 2009.
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan bulan Mei Juni 2009.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai
balita 0-5 tahun sebanyak 425 orang dan bertempat tinggal di desa
kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur.
2. Sampel Penelitian

vi

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti sebagai


jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan teknik simple random sampling untuk pengambilan
sampel menurut Sugiono (2005), dikatakan simpel (sederhana) karena
pengambilan sampel dalam anggota populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada didalam populasi. Peneliti akan membagikan
kuesioner kepada seluruh ibu yang mempunyai balita yang mengikuti
Posyandu di desa Kemalaraja wilayah kerja puskesmas Kemalaraja. Besar
sampel dalam penelitian ini di hitung dengan rumus Iwan Ariawan (1998)
sebagai berikut:
Z2.1-/2.P (1-P).N
n

=
d2.(N 1) + Z2.1-/2.p (1-p)

keterangan :
N

: Sampel yang akan diteliti.

Z .1-/2

: Derajat kepercayaan diri seluruh populasi yaitu 95% (1,96).

: Proporsi pada populasi 0,5.

: Simpangan dari proporsi populasi yaitu presisi digunakan 0,1

: Jumlah seluruh populasi yaitu


Z2.1-/2.P (1-P).N

=
d2.(N 1) + Z2.1-/2.p (1-p)

1,962.0,5 (1-0,5).425
0,12 x (540-1) + 1,962. 0,5.(1-0,5)

vi

3,8416.0,5.0,5.425
0,01.540 + 3,8416.0,5.0,5

= 408,17
5,2004

= 78,4 dibulatkan menjadi 79 sampel.

D. Etika Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian, responden akan menandatangani formal
persetujuan sebagai responden dalam penelitian. Hal ini dilakukan sebelum
penelitian menyerahkan kuesioner untuk dilakukan wawancara.

E. Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data


1. Teknik Pengumpulan Data
a. Data primer
Data primer adalah data yang didapatkan dari responden melalui
wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner serta observasi
langsung dan sebagai respondennya adalah ibu balita.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan,
Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan
Komering Ulu Tahun 2009.

vi

F. Tahap Pengolahan Data dan Analisa Data


1. Tahap Pengolahan Data
a. Editing (pengeditan)
Meneliti kembali apakah jawaban dari lembar kuesioner sudah cukup
baik sehingga dapat di proses lebih lanjut. Editing dapat dilakukan
ditempat pengumpulan data sehingga jika terjadi kesalahan, maka upaya
perbaikan dapat segera dilakukan.
b. Coding (pengkodean)
Usaha

mengklasifikasi

jawaban-jawaban

yang

ada

menurut

macamnya, menjadi yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.

c. Entry (pemasukan data)


Memasukan data ke dalam tabel yang disediakan.
d. Cleaning data (pembersihan data)
Data yang telah dimasukan kedalam kolom di cek kembali/diperiksa
kemblai untuk mengoreksi kemungkinan kesalahan.
e.

Tabulating
Data dikelompokan dan dimasukan dalam bentuk tabel.
2. Analisa Data
a. Univariat
Analisa dilakukan pada setiap variabel dari hasil penelitian dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk mendapatkan gambaran

vi

distribusi dan variabel dependen (upaya pencegahan diare pada balita) dan
variabel independen (pendidikan, pengetahuan, sikap, penyediaan air
bersih). (Sutanto, 2001)
b. Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel
dependen dengan variabel independen. Dalam hal ini mengingat data dari
penelitian ini baik dari variabel dependen maupun variabel independen
merupakan data kategori makan uji statistik yang digunakan adalah uji chi
square dengan confident interval atau derajat kepercayaan 95%. Bila P
Value < 0,05 berarti hasil perhitungan statistic bermakna. (Arianto, 2005)

vi

BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum
1. Gambaran Umum Puskesmas Kemalaraja
Puskesmas Kemalaraja merupakan salah satu Puskesmas yang berada dalam
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ulu. Puskesmas
Kemalaraja berdiri pada tahun 1991 dengan Luas Wilayah Kerja 36,79 Km2
dan membawahi 4 Kelurahan yaitu Kemalaraja, Baturaja lama, Kemelak dan
Sepancar. Jumlah Penduduk pada tahun 2009 yaitu 31.468 jiwa, terdiri dari 14.
183 laki-laki dan 17.285 Perempuan.
Secara geografis, batas-batas Puskesmas Kemalaraja meliputi:
-

Utara berbatasan dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukaraya

Selatan berbatasan dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Penyandingan

Barat berbatasan dengan wilayah kerja UPTD PuskesmasbTanjung Agung

Timur berbatasan dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Martapura


Sebagian wilayah merupakan daerah perkotaan dan sebagian besar merupakan
dataran tinggi dalam bentuk persawahan dan perkebunan

vi

2. Visi dan Misi Puskesmas Kemalaraja


a. Visi
Tercapainya masyarakat yang hidup dilingkungan yang sehat, dan
berprilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu, adil dan merata.
b. Misi
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan diwilayah kerja
UPTD Puskesmas Kemalaraja.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Kemalaraja.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, permerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan sesuai standard an memuaskan masyarakat.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungan.
3. Tugas Pokok Puskesmas Kemalaraja
Meningkatakan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas, agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
4. Fungsi Puskesmas Kemalaraja

vi

a.

Sebagai pusat pengerak pembangunan berwawasan kesehatan

b.

Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat

c.

Sebagai pusat pelayanan kesehatan


1) Pelayanan kesehatan masyarakat
2) Pelayanan kesehatan peorangan
5. Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Kemalaraja berjumlah 48 orang
dengan perincian status sebagai berikut:
a. PNS sebanyak 28 orang
b. PTT sebanyak 1 orang
c. TKS sebanyak 19 orang
( Propil Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Tahun 2009)

vi

B. Gambaran Umum Kelurahan Kemalaraja


1. Keadaan Demografi
Kelurahan Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur memiliki Luas wilayah 3,5
Km 2 dengan jumlah penduduk desa kemalarja sebanyak 13. 789 dan jumlah
kepala keluarga 3319 Kepala Keluarga dengan Komposisi sebagai berikut:
Tabel 5.1
Jumlah Penduduk menurut mata pencaharian di kelurahan Baturaja Timur
tahun 2009
No
1.

Umur
PNS
TNI
Karyawan Swasta
Wiraswasta
Tani
Pertukangan
Buruh Tani
Pensiunan
Nelayan
Pemulung
Jasa
total

Jumlah (Jiwa)
1869
103
105
731
84
163

Persentase (%)
52,94
5,43
2,95
20,59
2,36
4,59

327
4

9,21

74
3. 550

2,08
100

(Profil Kelurahan Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Tahun 2009

2. Keadaan Geografi

vi

Kelurahan Kemalaraja merupakan salah satu dari keluran yang ada di


kecamatan Baturaja Timur dengan luas wilayah 850 ha dan batas wilayah
1. Sebelah Utara berbatasan dengan desa Tanjung Kemala
2. Sebelah selatan berbatasan dengan sungai ogan.
3. Barat berbatasan dengan desa Sukajadi
4. Timur berbatasan dengan sungai ogan
3. Trasnsportasi
Kelurahan Kemalaraja berada ditengah kota Baturaja yang mudah
dijangkau artinya transportasi di Kelurahan adalah lancar, dapat di jangkau
dengan kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat jarak ke Kota
Kecamatan terdekat 5 Km, jarak ke Kota Kabupaten 7 Km.
(Propil Kelurahan Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur, 2009).

1. Hasil Penelitian
a. Hasil analisa univariat

vi

Tabel 5.2
Distribusi frekuensi upaya pencegahan diare pada balita di desa
Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja
Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009
N
o
1
2

Upaya pencegahan
diare pada balita
Negatif
Positif
Jumlah

Jumlah

Persentase

40
39
79

50,6
49,4
100

Hasil analisis upaya pencegahan diare pada balita mayoritas negative


sebanyak 40 orang (50,6%) sedangkan yang positif 39 orang (49,4%).
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi menurut tingkat pendidikan dengan upaya pencegahan
diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas
Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu
Tahun 2009
No
1
2

Pendidikan
Rendah
Tinggi
Jumlah

Jumlah
49
30
79

Persentase
62
38
100

Dari tabel distribusi frekuensi diatas, dapat diketahui sebagian besar


pendidikan responden rendah sebanyak 49 responden (62%), sedangkan
yang berpendidikan tinggi sebanyak 30 responden (38,0%).

Tabel 5.4
Distribusi frekuensi menurut tingkat pengetahuan dengan upaya
pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja

vi

Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan


Komering Ulu Tahun 2009
No
1
2

Pengetahuan
Tidak baik
Baik
Jumlah

Jumlah
54
24
79

Persentase
68,4
31,6
100

Hasil analisis pengetahuan tentang upaya pencegahan kejadian diare


pada balita mayoritas yang berpengetahuan tidak baik sebanyak 54 orang
(68,4%), sedangkan yang berpengetahuan baik sebanyak 24 orang
(31,6%).
Tabel 5.5
Distribusi frekuensi menurut sikap dengan upaya pencegahan diare pada
balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja
Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009
No
1
2

Sikap
Negatif
Positif
Jumlah

Jumlah
42
37
79

Persentase
53,2
46,2
100

Dari tabel distribusi frekuensi diatas, dapat diketahui responden yang


bersikap negatif sebanyak 42 responden (53,2%), sedangkan yang
bersikap positif sebanyak 37 responden (46,2%).

Tabel 5.6

vi

Distribusi frekuensi menurut penyediaan air bersih dengan upaya


pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja
Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten
Ogan Komering Ulu Tahun 2009
No
1
2

Penyediaan air bersih


Tidak memenuhi syarat kebersihan
Memenuhi syarat kebersihan
Jumlah

Jumlah
42
37
79

Persentase
53,2
46,8
100

Hasil analisis penyediaan air bersih responden mayoritas tidak


memenuhi syarat kesehatan 42 orang (53,2%) sedangkan memenuhi syarat
kesehatan sebanyak 37 orang (46,8%).

b.

Hasil analisa bivariat


Tabel 5.7
Hubungan pendidikan responden dengan upaya pencegahan diare pada
balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja
Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten
Ogan Komering Ulu Tahun 2009
Pendidika
n
Rendah
Tinggi
Jumlah

Upaya pencegahan kejadian diare


pada balita
Negatif
Positif
Jumlah
30
19
49
(61,2%)
(38,8%)
(100%)
10
20
30
(33,3%)
(66,7%)
(100%)
40
39
79
(50,5%)
(49,4%)
(100%)

p.value
0,030

Dari tabel 5.7. hasil analisis hubungan antara pendidikan responden


dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita diperoleh bahwa ada
sebanyak 19 dari 49 responden (38,8%) yang berpendidikan rendah dan

vi

berperilaku positif, sedangkan responden yang berpendidikan tinggi ada


20 orang (66,7%) dan berperilaku positif.
Berdasarkan uji statistik didapat hubungan yang bermakna antara
variabel pendidikan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita
dengan nilai p.value 0,030 (p.value < 0,5).
Tabel 5.8
Hubungan pengetahuan responden dengan upaya pencegahan diare
pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja
Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten
Ogan Komering Ulu Tahun 2009
Pengetahua
n
Tidak baik
Baik
Jumlah

Upaya pencegahan kejadian diare


pada balita
Negatif
Positif
Jumlah
34
20
54
(63%)
(37%)
(100%)
6
19
25
(24%)
(76%0
(100%)
40
39
79
(50,6%)
(49,4%
(100%)

p.value
0,003

Dari tabel 5.8 hasil analisis hubungan antara pengetahuan responden


dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita diperoleh ada
sebanyak 20 responden (37%) yang berpengetahuan tidak baik dengan
perilaku positif, sedangkan ibu yang berpengetahuan baik sebanyak 19
orang (76%) dengan prilaku positif. Berdasarkan uji statistik didapat
hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan dengan upaya
pencegahan kejadian diare pada balita dengan p.value 0.003 (p < 0,5).
Tabel 5.9

vi

Hubungan sikap responden dengan upaya pencegahan diare pada balita di


desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan
Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009
Sikap
Negatif
Positif
Jumlah

Upaya pencegahan kejadian diare


pada balita
Negatif
Positif
Jumlah
28
14
37
(66,7%)
(33,3%)
(100%)
12
25
42
(32,4%)
(67,6%)
(100%)
40
39
79
(50,6%)
(49,4%)
(100%)

p.value
0,005

Dari tabel 5.9 hasil analisis hubungan sikap responden dengan upaya
pencegahan kejadian diare pada balita diperoleh ada sebanyak 14 dari 37
responden (33,3%) yang bersikap negative dengan perilaku positif.
Sedangkan ibu yang bersikap positif sebanyak 25 orang (67,6%) dengan
perilaku positif. Berdasarkan uji statistik didapat hubungan yang
bermakna antara variabel sikap dengan upaya pencegahan kejadian diare
pada balita dengan p.value 0.005 (p < 0,5).

Tabel 5.10
Hubungan penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan diare pada
balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja
Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten
Ogan Komering Ulu Tahun 2009
Penyediaan air
bersih
Tidak memenuhi
syarat kesehatan

Upaya pencegahan kejadian


diare pada balita
Negatif
Positif
Jumlah
25
17
42
(59,5%) (40,5%)
(100%)

vi

p.value
1,045

Memenuhi syarat
kesehatan
Jumlah

15
(40,5%)
40
(50,6%)

22
(59,5%)
39
(49,4%)

37
(100%)
79
(100%)

Dari tabel 5.10 Hasil analisis hubungan penyediaan air bersih dengan
upaya pencegahan kejadian diare pada balita diperoleh ada sebanyak 17
responden (40,5%) yang penyediaan air bersihnya tidak memenuhi syarat
kesehatan dengan prilaku positif. Sedangkan yang penyediaan air
bersihnya memenuhi syarat kesehatan sebanyak 22 orang (59,5%)
dengan perilaku positif. Berdasarkan uji statistik, tidak di dapat
hubungan yang bermakna antara variabel penyediaan air bersih dengan
upaya pencegahan kejadian diare pada balita dengan nilai p.value 1,045
(p > 0,5).

vi

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian
1. Desain penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian
cross sectional dengan potong lintang karena data yang dikumpulkan baik
variabel independent maupun variabel dependen dikumpulkan dan dianalisa
secara bersamaan. Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah upaya
pencegahan diare pada balita, pendidikan, pengetahuan, sikap dan penyediaan
air bersih. Tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak variabel yang
terkait dengan penelitian ini namun karena keterbatasan waktu yang dimiliki
maka peneliti hanya membahas beberapa faktor diatas saja.
2. Waktu penelitian
Karena keterbatasan waktu penelitian, maka hasil penelitian ini masih
banyak kekurangan, yang mana penelitian tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa
Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur
Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.

vi

3. Kualitas Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kuesioner dalam
bentuk pertanyaan tertutup yang memerlukan jawaban singkat. Penelitian ini
tidak dilakukan pengkajian yang mendalam kualitas data sangat tergantung
dari kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Data yang didapatkan adalah bentuk angka-angka yang telah
dikategorikan sesuai kebutuhan penelitian. Maka informasi yang didapat tidak
dapat mengungkapkan lebih banyak mengenai upaya pencegahan diare pada
balita.

B. Pembahasan hasil penelitian


1. Hubungan pendidikan responden dengan upaya pencegahan kejadian diare
pada balita di desa kemalaraja tahun 2009
Pada hasil penelitian diketahui dari 79 responden, proporsi responden
dengan pendidikan rendah menunjukan adanya upaya pencegahan kejadian
diare hanya sebesar 19 (38,8%) sedangkan responden dengan pendidikan
tinggi menunjukan adanya upaya pencegahan kejadian diare sebesar 20
(66,7%). Dari hasil uji statistic chi-square menunjukan p.value = 0,030 (P <
0,5), hal ini berarti bahwa ada hubungan signifikan atau bermakna antara
tingkat pendidikan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita.
Sehingga hipotesis yang menyatakan ada hubungan tingkat pendidikan
dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita terbukti. Dari hasil

vi

penelitian diketahui bahwa pendidikan responden dapat berpengaruh besar


terhadap upaya pencegahan kejadian diare pada balita.
Hal ini menurut Kuncoro Ningrat dalam Depdikbud (1997) bahwa makin
tinggi pendidikan seseorang akan semakin mudah menerima informasi
sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya apabila
pendidikan yang kurang akan menghambat sikap seseorang terhadap nilainilai yang baru diperkenalkan, pendidikan juga mampu mengubah tingkah
laku seseorang sehingga mencapai kualitas hidup.
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu
perlu ditingkatkan lagi dengan bantuan petugas kesehatan untuk memberikan
penyuluhan kesehatan.
Penelitian yang sebelumnya juga pernah dilakukan oleh Afryan (2007)
tentang hubungan tingkat pendidikan terhadap upaya pencegahan kejadian
diare pada balita di desa Pusar. Dari hasil penelitiannya diketahui memang
terdapat hubungan tingkat pendidikan dengan upaya pencegahan kejadian
diare pada balita.
2. Hubungan pengetahuan responden dengan upaya pencegahan kejadian diare
pada balita di desa Kemalaraja tahun 2009
Pada hasil penelitian diketahui dari 79 responden, proposi responden
dengan pengetahuan tidak baik menunjukan adanya upaya pencegahan
kejadian diare hanya sebesar 20 (37%) sedangkan responden dengan
pengetahuan baik menunjukan adanya upaya pencegahan kejadian diare

vi

sebesar 19 (76%). Dari hasil uji statistik chi-square menunjukan nilai p.value
= 0,003 (P < 0,,05). Hal ini berarti bahwa ada hubungan signifikan atau
bermakna antara pengetahuan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare
pada balita terbukti. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kurangnya tingkat
pengetahuan responden tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare maka
akan semakin tinggi tingkat kejadian diare. Sebaliknya semakin baik tingkat
pengetahuan responden tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare maka
akan semkain rendah kejadian diare.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh Notoatmodjo (1993), pengetahuan
merupakan proses penginderaan manusia terhadap objek diluarnya melalui
indera-indera yang dimilikinya seperti penginderaan, penglihatan, penciuman.
Dengan sendirinya pada waktu proses penginderaaan dalam diri individu
terjadi proses perhatian, persepsi dan penghayatan terhadap stimulus atau
objek dari luar individu.
Haryanti (2006) juga pernah melakukan penelitian tentang hubungan
tingkat pengetahuan terhadap upaya pencegahan kejadian diare pada balita di
Puskesmas Mekarsari desa Kepala Dua. Dari hasil penelitianya diketahui
memang terdapat hubungan tingkat pengetahuan dengan upaya pencegahan
kejadian diare pada balita.
3. Hubungan sikap responden dengan upaya pencegahan kejadian diare pada
balita di desa Kemalaraja tahun 2009

vi

Pada hasil penelitian diketahui dari 79 responden, proporsi dengan


sikap negatif menunjukan adanya upaya pencegahan kejadian diae sebesar 14
(33,3%) sedangkan responden dengan sikap positif menunjukan adanya upaya
pencegahan kejadian diare sebesar 25 (67,6%). Dari hasil uji statistic chisquare menunjukan p.value = 0,005 (p < 0,05), hal ini berarti bahwa ada
hubungan signifikan atau bermakna antara sikap ibu dengan upaya
pencegahan kejadian diare pada balita, sehingga hipotesis yang menyatakan
ada hubungan sikap dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita
terbukti.
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap adalah reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek serta sikap juga
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
responden memiliki sikap negatif terhadap pencegahan dan pengobatan diare
berarti tidak ada kecenderungan responden untuk melakukan tindakan
pencegahan terhadap terjadinya diare dan melakukan pengobatan atau
pertolongan pertama terhadap kejadian diare secara tepat dan benar.
Penelitian tentang hubungan sikap terhadap upaya pencegahan
kejadian diare pada balita juga pernah dilakukan oleh Yusmita (2006) di
RSUD Kabupaten Musi Rawas. Dari hasil penelitianya diketahui memang
terdapat hubungan sikap dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita

vi

dengan sebagian besar responden memiliki sikap negatif terhadap pencegahan


dan pengobatan diare. Berarti tidak ada kecenderungan responden untuk
melakukan tindakan pencegahan terhadap terjadinya diare dan melakukan
pengobatan atau pertolongan pertama terhadap kejadian diare secara tepat dan
benar.
4. Hubungan penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan kejadian diare
pada balita di desa Kemalaraja tahun 2009
Pada hasil penelitian diketahui dari 79 responden, proporsi responden
dengan penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat kesehatan menunjukan
tidak adanya upaya pencegahan kejadian diare sebesar 17 (40,5%) sedangkan
responden dengan penyediaan air bersih memenuhi syarat kesehatan
menunjukkan adanya upaya kejadian diare sebesar 22 (59,5%). Dari hasil uji
statistik chi-square menunjukan p.value = 1,045 (P > 0,05) hal ini berarti
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara penyediaan air
bersih dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita. Tetapi, dari
sebagian besar responden yang penyediaan air bersihnya tidak memenuhi
syarat kesehatan untuk kebutuhan dapur seperti memasak dan kebutuhan
minum sehari-hari responden menggunakan air isi ulang sebagai antisipasi
terhadap terjadinya diare. Sedangkan kebutuhan mandi dan mencuci mereka
menggunakan sumber air yang ada dirumah mereka seperti air sumur dan air
sungai.

vi

Dari hasil penelitian diatas, bahwa mayoritas penyediaan air bersih


responden tidak memenuhi syarat kesehatan dan ini merupakan salah satu
faktor terjadinya diare pada balita.
Maka dari itu diperlukan perhatian yang lebih dari tenaga-tenaga
kesehatan agar dapat memberikan penyuluhan kepada ibu terhadap
pentingnya penyediaan air bersih sebagai upaya pencegahan diare pada balita.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari permasalahan dan pembahasan yang dikaji pada bab-bab terdahulu, maka
penulis menarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Distribusi frekuensi upaya pencegahan kejadian diare pada balita sebagian
besar negatif yaitu sebanyak 40 (50,5%) sedangkan yang positif 39 (49,4%),
pendidikan tinggi 30 (38%) sedangkan pendidikan rendah 49 (62%),
pengetahuan baik 24 (31,6%) sedangkan pengetahuan tidak baik 54 (68,4%),

vi

sikap positif 37 (46,8%) sedangkan sikap negatif 42 (53,2%), penyediaan air


bersih yang memenuhi syarat kesehatan 37 (46,8%), penyediaan air bersih
responden yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebanyak 42 (53,2%).
2. Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan responden dengan upaya
pencegahan kejadian diare pada balita dengan p.value 0.030 di
3. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden dengan upaya
pencegahan kejadian diare pada balita dengan p.value 0.003 di desa
kemalaraja tahun 2009.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh Notoatmodjo (1993), pengetahuan
merupakan proses penginderaan manusia terhadap objek diluarnya melalui
indera-indera yang dimilikinya seperti penginderaan, penglihatan, penciuman.
Dengan sendirinya pada waktu proses penginderaaan dalam diri individu
terjadi proses perhatian, persepsi dan penghayatan terhadap stimulus atau
objek dari luar individu. Jadi, semakin baik tingkat pengetahuan responden
tentang pencegahan diare maka akan semakin rendah kejadian diare.
4. Ada hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan upaya
pencegahan kejadian diare pada balita dengan p.value 0.005 di desa
kemalaraja tahun 2009.
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap adalah reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek serta sikap juga
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Jadi, kesimpulanya bahwa tidak

vi

ada kecenderungan responden untuk melakukan tindakan pencegahan


terhadap terjadinya diare dan melakukan pengobatan atau pertolongan
pertama terhadap kejadian diare secara tepat dan benar.
Tetapi, dari sebagian besar responden yang penyediaan air bersihnya
tidak memenuhi syarat kesehatan untuk kebutuhan dapur seperti memasak dan
kebutuhan minum sehari-hari responden menggunakan air isi ulang sebagai
antisipasi terhadap terjadinya diare. Sedangkan kebutuhan mandi dan mencuci
mereka menggunakan sumber air yang ada dirumah mereka seperti air sumur
dan air sungai
5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara penyediaan air bersih dengan
upaya pencegahan kejadian diare pada balita dengan p.value 1,045 di desa
kemalaraja tahun 2009.
Tetapi, dari sebagian besar responden yang penyediaan air bersihnya
tidak memenuhi syarat kesehatan untuk kebutuhan dapur seperti memasak dan
kebutuhan minum sehari-hari responden menggunakan air isi ulang sebagai
antisipasi terhadap terjadinya diare. Sedangkan kebutuhan mandi dan mencuci
mereka menggunakan sumber air yang ada dirumah mereka seperti air sumur
dan air sungai.

vi

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian dikemukakan beberapa usulan
berupa saran sebagai berikut:
1. Diharapkan tenaga kesehatan dapat lebih di intensifkan penyuluhan,
pengarahan, kunjungan rumah dan pengawasan secara konsisten terhadap
penanggulangan diare pada anak usia 0-5 tahun.
2. Agar masyarakat khususnya ibu dapat berupaya meningkatkan pengetahuan
dengan cara mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang penyakit diare.
3. Diharapkan agar masyarakat khususnya para ibu mempunyai motivasi dan
kemauan dalam upaya pencegah penyakit diare pada balita.
4. Bagi peneliti lain yang menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi,
hendaknya dapat melakukan penelitian berikutnya dengan lebih mendalam
dan menjelaskan dengan lebih rinci guna mempermudah penelitian yang
berikutnya guna menyusun Karya Tulis Ilmiah.

vi

DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin,Ridwan.2007.Current Issue Kematian Anak Karena Penyakit
Diare(online)
(http://www.medicastore.com.diakses20februari2009)
(http://www.library.usu.ac.id)
(http://www.jkt.detik.net.com)
Aritonang Irianto, dkk. 2005. Aplikasi Statistika. Yogjakarta : Media Pressindo.
Azwar, Azrul. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Depkes RI. 1999. Buku Ajar Diare, Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman: Jakarat.
Depkes RI. 2000. Pedomen Penatalaksanaan Program P2 Diare, Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman:
Jakarat.
. 2002. Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit 2 bulan sampai 5 tahun.
Depkes RI dan WHO : Jakarta.
Dinkes OKU. 2008. Rekapitulasi Laporan Diare Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
Ptiyo Sutanto. 2004. Analisis Data. Jakarta : FKUI
Puskesmas Kemalaraja. 2007. Rekapitulasi Laporan Penyakit Diare Tingkat
Puskesmas.
Soegijanto, Soegeng. 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan.
Jakarta : Salemba Medika.

vi

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................

HALAMAN JUDUL .......................................................................................

ii

ABSTRAK .......................................................................................................

iii

LEMBAR PERSEMBAHAN ..........................................................................

LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................

vi

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..........................................................................

viii

KATA PENGANTAR ......................................................................................

ix

DAFTAR ISI ....................................................................................................

xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

xiv

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................

xv

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................

B. Rumusan Masalah ....................................................................

C. Pertanyaan penelitian ...............................................................

D. Tujuan Penelitian .....................................................................

E. Manfaat Penelitian ..................................................................

F. Ruang lingkup ..........................................................................

TINJAUAN PUSTAKA
A. Upaya Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita ......................

1. Pengertian Diare ................................................................

2. Jenis Diare .........................................................................

vi

3. Gejala
4.
5.
6.
7.
8.

..........................................................................10

Jenis Dehidrasi ...................................................................


Etiologi (penyebab) Diare ..................................................
Tata laksana penyakit diare ................................................
Cara Penularan penyakit diare ...........................................
Prinsip tata laksana penderita diare ...................................

10
11
12
13
14

9. Cara membuat oralit ..........................................................

15

10. Cara memberikan oralit .....................................................

15

B. Perilaku ....................................................................................

17

C. Faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya pencegahan

BAB III

kejadian diare pada balita ........................................................

26

D. Kerangka Teori .........................................................................

34

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL


A. Kerangka Konsep .....................................................................

36

B. Definisi Operasional ................................................................

37

C. Hipotesis ..................................................................................

39

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V

BAB VI

A. Desain Penelitian .....................................................................

40

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................

40

C. Populasi dan Sampel Penelitian ...............................................

41

D. Etika Penelitian ........................................................................

42

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ...............................

42

F. Tahap Pengolahan Data Dan Analisa Data ..............................

43

HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian......................................

45

B. Hasil Analisis Univariat ...........................................................

50

PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian ..........................................................

57

B. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................

58

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

vi

A. Kesimpulan ..............................................................................

64

B. Saran ........................................................................................

65

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 5.1.
Tabel 5.2.
Tabel 5.3.
Tabel 5.4.
Tabel 5.5.

Jumlah pendudukan menurut mata pencaharian di kelurahan


Kemalaraja .

48

Distribusi frekuensi upaya pencegahan diare pada balita di desa


Kemalaraja wilayah kerja puskesmas Kemalaraja...

50

Distribusi frekuensi menurut tingkat pendidikan dengan upaya


pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja..........................

50

Distribusi frekuensi menurut tingkat pengetahuan dengan upaya


pencegahan diare pada balita di desa ...........................

51

Distribusi frekuensi menurut sikap dengan upaya pencegahan


diare pada balita di desa Kemalaraja.....................................

51

Tabel 5.6.

Distribusi frekuensi menurut penyediaan air bersih dengan upaya


pencegahan diare pada balita di desa ..............................
52

Tabel 5.7.

Hubungan pendidikan responden dengan upaya pencegahan diare


pada balita di desa Kemalaraja......................................... 52

Tabel 5.8.

Hubungan pengetahuan responden dengan upaya pencegahan diare


pada balita di desa Kemalaraja.................................. 53

Tabel 5.9.

Hubungan sikap responden dengan upaya pencegahan diare pada


balita di desa Kemalaraja ..................................... 54

Tabel 5.10

Hubungan penyediaan air bersih responden dengan upaya


pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja..........................

vi

55

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Lembar persetujuan sebagai responden

Lampiran 2

Lembar kuesioner dan checklist penelitian

Lampiran 3

Surat izin penelitian

Lampiran 4

Lembar hasil analisis dan penelitian

Lampiran 5

Lembar konsultasi penelitian

vi

DAFTAR SINGKATAN

1. ASI

: Air Susu Ibu

2. DBD

: Demam Berdarah Dengue

3. EHEC

: Enter Hemorrage Escherichia Coli

4. LSM

: Lembaga Swadaya Masyarakat

5. KLB

: Kejadian Luar Biasa

6. P2
7. PPM & PL

: Program Pemberantasan
: Pemberantasan Penyakit Menular &

Penyehatan Lingkungan
8. PAM

: Penyediaan Air Minum

9. UNICEF

: United National Children Fund

10. WHO

: World Health Organization

vi

vi

FORMAT KUESIONER PENELITIAN


A. Data Umum
N
o

Nama
Responde
n

Umu
r Ibu

Umur
bayi
/
balita

Alama
t

Pendidikan Ibu
Lulus Tidak lulus
SMA
SMA

Kod
e

Pekerjaan Ibu
Bekerja
Tidak
Bekerj
a

Kode

Petunjuk :
1. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan kenyataan!
2. Ibu tidak perlu takut atau ragu dalam mengisi kuesioner ini karena pertanyaan
hanya untuk kepentingan peneliti dan tidak akan berpengaruh dengan kualitas
pelayanan kesehatan yang akan diberikan pada ibu.
3. Apapun jawaban yang ibu beri akan kami jaga kerahasiaanya.
4. Terima kasih atas partisipasinya.

vi

B. Upaya pencegahan kejadian diare pada balita


N

Upaya pencegahan

o
1
2

Apakah ibu memberikan ASI pada anak sampai usia 2 tahun


Ketika akan memberikan makanan pada anak sebaiknya mencuci

tangan dengan air sabun terlebih dahulu


Salah satu upaya ibu untuk melindungi anak yang bermain di luar
memakaikan anak alas kaki dan tangan tidak menyentuh atau
sesuatu yang kotor.
Memberikan makanan pendamping untuk anak yang di masak
sendiri hingga menjadi setengah bubur adalah anak yang baik agar

anak terhindar dari diare.


Untuk mencegah agar makanan anak tidak tercemar oleh kotoran
atau lalat yang dapat menyebabkan penyakit diare sebaiknya tempat

penyimpan makanan anak ditutup rapat.


Apakah ibu memberikan imunisasi yang lengkap pada balita

sebagai upaya pencegahan diare.


Memperbaiki keadaan gizi melalui perbaikan makanan, akan
membawa dampak terhadap berkurangnya keadaan kurang gizi dan

Tidak

Kod
e

rumah agar terhindar dari penularan penyakit terutama diare yaitu

Ya

lamanya kesakitan diare.


Salah satu upaya ibu terhadap pencegahan diare pada balita adalah
membuang tinja anak secara baik dan benar.

C. Pengetahuan

vi

Upaya pencegahan

Bena

o
1

Yang dimaksud diare adalah buang air besar lebih dari 3 kali

sehari dengan bentuk cair.


Balita dapat diserang diare bila sering memasukan tangan

kedalam mulut.
Apakah buang air besar lebih dari biasa, rewel dan panas

4
5

termasuk gejala diare.


Balita yang tidak tahan susu sapi/susu botol dapat terkena diare.
Apakah memebrikan ASI tanpa di selang seling dengan susu

botol dapat mencegah anak terkena penyakit diare.


Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus

7
8
9

dapat menyebabkan penurunan berat badan pada balita.


Diare dapat disebabkan oleh keracunan makanan.
Terdapat darah dan lendir dalam kotoran merupakan gejala diare.
Memberikan oralit dapat mencegah terjadinya kekurangan cairan

10

pada balita yang terkena diare.


Penggunaan air bersih yang cukup salah satu upaya pencegahan

Salah

Kod
e

diare pada balita.

D. Sikap
N

Upaya pencegahan

Setuju

Tidak Setuju

Kod
e

vi

Ketika anak terkena diare hal pertama dan terpenting


dilakukan yaitu memberikan anak cairan lebih banyak

dari biasanya.
Sebaiknya anak mencuci tangan dengan air dan sabun

setelah pulang dari bermain.


Ketika peralatan makan anak akan digunakan sebaiknya

di siram terlebih dahulu dengan air panas.


Tempat pembuangan sampah yang tidak sehat
merupakan sumber penyakit. Oleh karena itu tempat
pembuangan sampah harus ditutup dan tidak terletak di

tempat sampah basah atau lembab.


Bila anak sering buang air besar lebih dari biasa dan
rewel sebaiknya anak segera dibawa ke petugas

kesehatan.
Prilaku yang buruk seperti membuang kotoran ditempat

terbuka menyebabkan terjadinya diare.


Mengkonsumsi makanan yang terjangkit kuman bisa

menyebabkan diare pada balita.


Buang air besar di jamban merupakan salah satu upaya
pemberantasan penyakit diare dan penyakit lainnya.

E. Penyediaan Air Bersih


N
o
1

Upaya pencegahan

Ya

Tidak

Kod
e

Dari manakah sumber air yang digunakan untuk konsumsi seharihari:


Sumur
Sungai

vi

2
3
4

Sumur dan sungai


Apakah air di saring terlebih dahulu sebelum digunakan
Air di saring dengan menggunakan pasir, kerikil dan sabut
Apakah air di masak sampai mendidih dan setelah 15 menit dari

5
6

mendidih baru diangkat.


Jarak antara sumur gali dengan septitank 10 meter
Apakah air yang digunakan jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan

tidak berbau.
Apakah air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari diberi
kaporit terlebih dahulu sebelum digunakan.

vi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA


PENCEGAHAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA
KEMALARAJA KECAMATAN BATURAJA TIMUR KABUPATEN
OGAN KOMERING ULU
TAHUN 2009

vi

Anda mungkin juga menyukai