Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 HISTORY TAKING... 2
BAB II PEMBAHASAN
1. PENANGANAN AWAL.3
2. PENYEBAB PENURUNAN KESDARAN..........16
3. MENILAI KESADARAN MENURUN.16
4. KLASIFIKASI DERAJAT KESADARAN17
5. PATOMEKANISME GEJALA..18
BAB III KESIMPULAN.20
DAFTAR PUSTAKA ..21

1.1 HISTORY TAKING

KASUS I
Perempuan 21 tahun dibawa ke Puskesmas

dalam keadaan tidak sadar. Setelah diletakkan di

tempat tidur dan diperiksa, penderita tidak memberi respon dan tetap mendengkur dengan irama
napas 40 kali/menit. Muka kelihatan pucat, nadi radial tidak teraba. Ditemukan jejas pada daerah
pelipis kanan, bahu kanan, dan perut kiri bawah. Dari beberapa orang yang mengantar tidak
satupun yang tinggal dan dapat memberi keterangan tentang keadaan dan apa yang terjadi pada
penderita tersebut.

RESUME KASUS
-

Perempuan 21 tahun

Tidak sadar

Tidak memberi respon

Mendengkur/snoring

Irama napas 40x/menit

Nadi radial tidak teraba

Jejas pada pelipis kanan, bahu kanan,dan perut kiri bawah

PERTANYAAN
1. Bagaimana Penanganan awal pada pasien dengan penurunan kesadaran ?
2. Bagaimana anatomi & fisiologi pusat kesadaran ?
3. Apa penyebab penurunan kesadaran ?
4. Bagaimana cara mengenal dan menilai kesadaran ?
2

5. Jelaskan klasfikasi derajat kesadaran?


6. Bagaimana mekanisme gejala :
a. Penuruan kesadaran
b. Pernafasan cepat
c. Nadi tidak teraba
JAWABAN
1. Penanganan Awal pada pasien yang tidak sadar, dikenal denga initial
assessment, yaitu :
a. Persiapan
Persiapan penderita sebaiknya berlangsung dalam 2 fase yang berbeda. Fase pertama
adalah fase pra-rumah sakit (pre hospital), dimana seluruh penanganan penderita
sebaiknya berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di rumah sakit. Fase kedua
adalah fase rumah sakit (hospital) dimana dilakukan persiapan untuk menerima
penderita, sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat
-

Fase pra rumah sakit


Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas lapangan akan
menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan sebelum penderita

mulai diangkut dari tempat kejadian


Fase rumah sakit
Harus dilakukan perencanaan sebelum penderita tiba, sebaiknya ada ruangan khusus
resusitasi. Untuk pasien trauma, perlengkapan airway (laringoskop, endotracheal tube)
sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan ditempat yang mudah dijangkau. Cairan
kristaloid (mislanya ringer lactat) yang sudah dihangatkan disiapkan dan diletakkan pada
tempat yang mudah dicapai.
b. Triase
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber
daya yang tersedia. Terapi di dasarkan pada prioritas ABC (airway dengan control
vertebra cervical), breahing dan circulation dengan control perdarahan. N Triase juga
berlaku intuk pemilahan penderita di lapangan dan dirumah sakit (dan pimpinan ri
lapangan). Dua jenis triase, yaitu :
3

Multiple casualties
Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui
kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini penderita dengan masalah yang mengancam

jiwa dan multi trauma akan dilayani lebih dahulu.


Mass casualties
Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya luka melampaui kemampuan
rumah sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah penderita
dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu, perlengkapan
dan tenaga paling sedikit.
c. Primary survey (ABCDE)
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis perlukaan, tandatanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka parah, terapi
diberikan berdasarkan prioritas. Tanda vital penderita harus dinilai secara cepat dan
efisien. Pengelolaan penderita berupa primary survey yang cepat dan kemudian
resusitasi, secondary dan akhirnya terapi definitive. Proses ini merupakan ABC-nya
trauma, dan berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih
dahulu, dengan berpatokan pada keadaan berikut ;

A : Airway menjaga airway dengan control cervical


Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, ini meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibular atau maksila, fraktur laring atau trakea. Usaha untuk membebaskan
airway harus melindungi vertebra cervical. Dalm hal ini dapat dimulai dengan melakukan
chin lift atau jaw thrust. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan
nafas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.
Penderita dengan gangguan kesadan atau Glasgow coma scale atau kurang dari 8
biasanya memerlukan pemasangan airway definitive. Adanya gerakan motoric yang tak
bertujuan, mengindikasikan perlunya airway definitive.

Penanganan

Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas, bila penderita sadar
dapat berbicara kalimat panjang : airway baik, breathing baik. Namun jika pasien tidak sadar
akan menjadi cukup sulit. Lakukan penilaian airway look-listen-feel
Obstruksi jalan nafas
a. Obstruksi total
Pada obstruksi total mungkin penderita ditemukan masih sadar atau dalam keadaan tidak
sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang
lalu menyangkut dan menyumbat pangkal larynx, bila obstruksi total timbul perlahan
maka akan berawal dari obstruksi parsial menjadi total.
b. Obstruksi parsial
Disebabkan beberapa hal, biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga timbul
-

beraneka ragam suara, tergantung penyebabnya (semuanya saat menarik nafas, inspirasi)
Cairan (darah,secret, aspirasi lambung) bunyi berkumur-kumur (gargling)
Lidah yang jatuh ke belakang-ngorok (snoring)
Penyempitan di laring atau trakea (stridor)

Pengelolaan jalan nafas


a. Penghisapan (suction) bila ada cairan)
b. Menjaga jalan nafas secara manual
Bila penderita tidak sadar maka lidah dapat dihindarkan jatuh ke belakang dengan
memakai :
Angkat kepala dagu (head tilt-chin lift), prosedur ini tidak boleh dipakai bila ada

kemungkinan patah tulang leher


Angkat rahang (jaw thrust)
Head tilt-chin lift maneuver
Tekhniknya dengan meletakkan salah satu tangan di bawah leher penderita dan
tangan yang lainnya pada dahi, kemudian lakukan ekstensi. Head tilt akan memposisikan
kepala pasien pada posisi sniffing dengan lubang hidung menghadap ke atas.
Kemudian pindahkan tangan yang menyangga leher, letakkan di bawah simfisis
mandibular kemudian di dorong ke depan dan ke atas hingga gigi atas dan bawah
bertemu. Ini disebut dengan chin lift, yang akan menyokong rahang dan membantu

memiringkan kepala belakang.


Jaw thrust maneuver
Jaw thrust maneuver merupakan tekhnik membuka jalan nafas yang paling aman
jika diperkirakan terdapat cedera servikal. Tekhnik ini memungkinkan servikal tetap pada
5

posisi netral selama resusitasi. Penolong berada di atas kepala penderita, letakkan kedua
tangan di samping pipi penderita, pegang rahangnya pada sudutnya, kenudian angkat
mandibula kea rah depan. Siku penolong dapat di letakkan di atas permukaan dimana
penderita berbaring. Tekhnik ini akan mengangkat rahang dan membuka jalan nafas
dengan gerakan minimal kepala.
Head tilt-chin lift

Jaw Thrust

triple airway maneuver

Cairan : suction

Pipa Oropharynx

Nasopharyngeal Airway

B ; breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi


Airway yang baik tidak menjamin venilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi
pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida

dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan
diafragma. Setipa komponen ini harus dievaluasi dengan cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi dilakukan
untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai
adanya udara atau darah di rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memeperlihatkan
kelainan dinding dada yang mungkn mengganggu ventilasi.
1. Pemeriksaan fisik penderita
a. Pernafasan normal, kecepatan bernafas manusia adalah
Dewasa : 12-20 kali/menit
Anak-anak : 15-30 kali/menit
Pada orang dewasa abnormal bila pernafasan >30 atau <10 kali/menit
b. Sesak nafas
Bila penderita sadar, dapat berbicara tapi tidak dapat berbicara kalimat panjang :
airway baik , breathing terganggu, penderita terlihat sesak. Sesak nafas dapat
-

terlihat atau mungkin juga tidak. Bila terlihat maka akan ditemukan :
Penderita mengeluh sesak
Bernafas cepat
Pemakaian otot pernafasan tambahan
Penderita terlihat agak kebiruan
2. Pemberian oksigen
Kanul hidung
Masker oksigen
Look-listen-feel

Ambu Bag

Jacson reese

Ventilator

C : circulation dengan control perdarahan


1. Volume darah dan cardiac output
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang mungkin dapat
diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi
pada penderita trauma dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai terbukti
sebaliknya. Dengan demikian maka diperlukan penilaian dengan cepat dari status
neurologis penderita. Ada 3 penemua klinis

yang dalam hitungan detik dapat

memberikan informasi mengenai keadaan hemidinamik ini, yakni tingkat kesadaran,


warna kulit dan nadi.
2. Perdarahan
Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka. Spalk udara juga dapat
digunakan untuk mengontrol perdarahan. Spalk jenis ini harus tembus cahaya untuk
dapat dilakukan pengawasan perdarahan. Tourniquet sebaiknya jangan dipakai karena
akan merusak jaringan dan menyebabkan iskemia distal, sehingga tourniquet hanya
dipakai bila ada amputasi traumatic.
1. Umum :
a. Frekuensi denyut jantung
Frekuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-80 kali/menit
b. Penentuan denyt nadi
Pada orang dewasa dan anak-anak denyt nadi dapat diraba pada a.radialis atau di
a.karotis
9

2. Penanganan
Posisi tredelenburg maneuver (angkat kaki pasien 45o ke atas)
Lakukan resusitasi cairan
-

D : disability : status neurologis


Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara
singkat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda
lateralisasi dan tingkat cedera.
GCS adalah system skoring yang sederhana dan dapat meramal kesudahan penderita.
GCS ini dapat dilakukan sebagai pengganti AVPU. Bila belum di lakuakan pada survai
primer, harus dilakukan pada secondary survey pada saat pemeriksaan neurlogis.
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi
ke otak atau di sebabkan trauma langsung pada otak penurunan kesadaran menuntut
dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan perfusi.

E : eksposure control : buka baju penderita, terapi cegah hipotermia


Penderita harus dibuka keseluruhan pakainaanya, sering

dengan

cara

menggunting, guna memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka, penting
penderita diselimuti agar penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut hangat,
ruangan cukup hangat, dan diberikan cairan intra vena yang sudah dihangatkan. Yang
penting adalah suhu tubuh penderita, bukan rasa nyaman petugas kesehatan.
Cara memakai obat-obatan darurat sesuai dengan penyebab penurunan
kesadaran :
Tujuan utama dari perawatan intensif ini adalah mencegah terjadinya cedera sekunder
terhadap otak yang telah mengalami cedera. Prinsip dasarnya adalah apabila sel saraf
otak diberikan suasana uang optimal untuk pemulihan maka diharapkan dapat berfungsi
normal kembali, sebaliknya apbila saraf dalam keadaan tak memadai maka sel akan
kehilangan fungsi sampai mengalami kematian. Adapun obat-obat yang digunakan adalah
-

:
Cairan intravena
Cairan intravena diberikan untuk resusitasi cairan penderita agar tetap normovolemi.
Cairan yang dianjurkan, yaitu cairan yang larut garam fisiologis (RL). Kadar natrium dan

serum juga harus dipertahankan dalam batas normal.


Manitol

10

Manitol digunakan untuk menurunkan tekanan intracranial (TIK), biasanya dengan


konsentrasi cairan 20%. Manitol juga diberikan pada penderita-penderita dengan pupil
-

dilatasi bilateral dan reaksi cahaya pupil negative namun tidak hipotensi.
Furosemide
Obat ini digunakan bersama manitol untuk menurunkan TIK. Dosis :0,3-0,5mg/kgBB.

Secara intravena.
Barbiturate
Barbiturate bermanfaat untuk menurunkan TIK yang refrakter terhadap pemberian obatobatan atau prosedur yang biasa. Namun obat ini tidak boleh diberikan bila terdapat
hipotensi, karena barbiturate sendiri juga menurunkan tekanan darah. Karena itu
barbiturate tidak boleh diberikan pada fase akut resusitasi.

Obat-obat yang digunakan pada pasien gawat darurat


1. Adrenalin (epinephrine)
Pada syok anafilaktik digunakan untuk mengatasi gangguan sirkulasi dan menghilangkan
bronkospasme. Pada jantung paru, adrenalin merangsang reseptor agar terjadi
vasokonstriksi perifer dan merangsang reseptor di jantung agar pembuluh darah coroner
mengalami dilatasi sehingga aliran darah miokard menjadi lebih baik.
Sediaan : pada pasien yang syok ringan dosis diberikan 0,3-0,5 mg secara subkutan
dalam larutan 1:1000. Pada pasien dengan syok berat, dosis diulang atau ditingkatkan
0,5-1 mg.
2. Ephedrine
Efeknya sama dengan adrenalin, tetapi efektif terhadap pemberian oral, potensinya lebih
lemah tetapi masa kerjany 7-10 kali lebih panjang. Ephedrine merupakan obat
simpatomimeti yang bekerja ganda, secara langsung pada reseptor adrenergic dan secara
tidak langsung dengan merangsang pengeluaran katekolamin.
Sediaan : untuk mengatasi hipotensi akibat blok spinal selama anesthesia atau depresi
halotan diberikan ephedrine dengan dosis 10-50 mg IM atau 10-20 mg IV
3. Dopamine
Dopamine dipakai untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi pada syok septik,
syok kardiogenik dan pasca resusitasi jantung. Sebelum diberikan pda penderita syok.
Hipovolemi dikoreki terlebih dahulu.
Sediaan : dosid dopamine dimulai dari 2-5 g/kgBB/menit, sampai >10 g/kgBB/menit.
Dosis tersebut memberikan efek yang berbeda.
4. Atropine

11

Atropine menghambat pengaruh N.vagus pada SA node. Dapat meningkatkan denyut


nadi pada pasien sinus bradikardia atau blok AV derajat 1 atau 2.
Sediaan : sediaan atropine yaitu 0,25 dan 0,5 mg tablet dan suntikan. Untuk bayi dan
anak-anak diberikan 0,01 mg/kgBB karena mudah mengalami intoksikasi dan overdosis.
d. Resusitasi
Airway harus dijaga dengan baik pada semua penderita. Jaw thrust atau chin lift dapat
dipakai. Pada penderita yang masih sadar dapat dipakai nasopharyngeal airway. Bila
penderita tidak sadar dan tidak ada reflex dapat dipakai oropharyngeal airway
Control jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena factor mekanik, ada
gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi
endotracheal tidak memungkinkan karena kontraindikasi.
Lakukan control perdarahan denga tekanan langsung atau secar operatif. Bila ada
gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya 2 Iv line. Kateter IV yang dipakai harus
berukuran besar. Besar arus (tetesan infus) yang didapt tidak tergantung dari ukuran
vena melainkan tergantung dari besar kateter IV dan berbanding terbalik dengan
panjang kateter IV.
e. Secondary survey
Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai, resusitasi dilakukan
da ABC-nya penderita dipastikan membail. Survey sekunder adalah pemeriksaan
kepala samapi kaki (head to toe examination), termasuk reevaluasi pemeriksaan tanda
-

vital.
Anamnesis
Setipa pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat perlukaan.
Sering kali data seperti ini tidak bisa di dapat dari penderita sendiri.
Riwayat AMPLE harus di ingat :
A ; alergi
M : Medikasi
P : Past illness
L : Last meal
E : environment
Mekanisme perlukaan sangat menentukan keadaan penderita. Petugas lapangan
seharusnya melaporkan mekanisme perlukaan. Jenis perlukaan dapat di ramalkan dari
mekanisme kejadian perlukaan itu. Trauma biasanya di bagi dalam dua jenis : tumpul dan

tajam.
Pemeriksaan fisik
Kepala

12

Survey sekunder dimulai dengan evaluasi kepala. Seluruh kulit kepala harus diperiksa
akan adanya luka, kontusio, atau fraktur. Karena kemungkinan bengkaknya mata yang
akan mempersulit pemeriksaan yang teliti, mata harus diperiksa akan adanya : ketajaman
visus, ukuran pupil, perdarahan konjunctiva, luka tembus pada mata, lensa kontak,
-

dislocation lentis, jepitan otot bola mata


Maksilofacial
Trauma maksilofacial dapat mengganggu airway atau perdarahan yang hebat, yang harus
ditangani saat survey primer.
Trauma maksilofacial tanpa gangguan airway atau perdaran hebat, baru dikerjakan

setelah penderita stabil sepenuhnya dan pengelolaan dapat dilkakukan dengan aman.
Vertebra
Penderita dengan trauma capitis atau maksilofacial dianggap ada fraktur cervical atau
kerusakan ligamentosa servikal, pada leher kemudian dilakukan imobilisasi sampai

vertebra servical diperiksa dengan teliti


Toraks
Inspeksi dari depan dan belakang akan menunjukkan adanya flail chest atau open
pneumothoraks. Palpasi harus dilakukan pada setiap iga dan klavikula. Penekanan pada

sternum dapat nyeri bila ada fraktur sternum atau ada costochondral separation
Abdomen
Trauma adomen harus ditangani dengan agresif. Diagnosis yang tepat tidak terlalu
dibutuhkan yang penting adalah adanya indikasi untuk operasi. Pada saat penderita baru
dating, pemeriksaan abdomen yang normal tidak menyingkirkan diagnosis perlukaan

intra abdomen, karena gejala mungkin timbul agak lambat.


Musculoskeletal
Ekstremitas diperiksa untuk adanya luka atau deformitas. Fraktur yang kurang jelas dapat
ditegakkan dengan memeriksa adanya nyeri, krepitasi atau gerakan abnormal.

Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang teliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil, pemeriksaan motoric dan sensorik. Pemeriksaan neurologis dapat dikenal
dengan pemeriksaan GCS.
f. Reevaluasi
Monitoring tanda vital dan produksi urin penting. Produksi urin pada orang dewasa
sebaiknya dijaga cc/kgBB/jam. Pada anak 1 cc/kgBB/jam. Bila penderita dalam
keadaan kritis dapat dipakai pulse oxymetry dan end tidal CO2 monitoring.

13

g. Penanganan definitive
Untuk keputusan merujuk penderita dapat dipakai interhospital triage criteria. Kriteria
ini memakai data fisiolgis penderita, cedera anatomis, mekanisme perlukaan,
penyakit-penyakit penyerta serta factor-faktor yang dapt mengubah prognosis.
1. Penyebab penurunan kesadaran
S : sirkulasi
E : ensefalitis
M : metabolik
E : elektrolit
N : neoplasma
I : intoksikasi
T : trauma
E : epilepsi
2. Cara menilai kesadaran

AVPU
Allert
Verbal
Pain
Unresponsive

: sadar penuh atau penderita memiliki orientasi yang baik


: respon terhadap suara baik dengan bersuara atau membuka mata
: penderita membuka mata saat dicubit
: tidak ada respon sama sekali

3. Kalsifikasi derajat kesadaran


- Koma dalam (derajat 4)
Tidak bereaksi terhadap stimulus apapun, gerakan reflektorik hilang: reflex kornea,
-

pupil/cahaya, babinsky. Takikardia, cheyne stokes.


Semi koma (derajat 3)
Respon verbal tidak ada, reaksi terhadap perangsang kasar, gerakan reflektorik
14

Stupor (derajat 2)
Gerakan spontan (+), reflek (+) terhadap rangsang nyeri taktil, auditorik, respon verbal,
bahasa isyarat
Somnolent (derajat 1)
Penderita cenderung tertidur

4. Mekanisme penurunan kesadran


Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk mempertahankan
fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang konstan dan efektif antara
hemisfer serebri yang intak dan formation retikularis di batang otak. Gangguan pade
hemisfer cerebri atau formation retikularis dapat menimbulkan gangguan kesadaran.
Bergantung pada beratnya kerusakan, gangguan kesadaran dapat berupa apati, delirium,
somnolent, stupor atau koma. Lintasan asenden dalam susunan saraf pusat yang
menyalurkan impuls sensorik protopatik, propioseptif, dan perasa panca indera dari
perifer ke daerah korteks perseptif primer disebut lintasan asenden lemniskal. Ada pula
lintasan asenden aspesifik yakni formation retikularis di sepanjang batang otak yang
menerima dan manyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui kolateral ke pusat
kesadaran pada batang otak bagian atas serta meneruskannya ke nucleus intralaminar
talami yang selanjutnya akan di salurkan secara difus ke seluruh bagian otak. Pada
manusia pusat kesadaran terletak di daerah pons, formation retikularis daerah
mesencephalon diencephalon. Lintasan aspesifik disebut asenden reticular activating
system (ARAS). Melalui lintasan aspesifik ini suatu impuls dari perifer akan
menimbulakan rangsangan pada seluruh permukaan korteks cerebri. Dengan adanya 2
sistem lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asenden yang pada pokoknya berbeda.
Lintasan spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik
pada korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asenden aspesifik menghantarkan
setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke seluruh korteks cerebri. Neuron-neuron
pada korteks cerebri yang digalakkan oleh impuls asenden aspesifik itu dinamakan
neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang berasal dari formation retikularis dan
nuclei intralaminaris thalami disebut neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada
kedua jenis neuron ini oleh sebab apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.
Mekanisme pernapasan cepat
15

Gejala objektif sesak nafas termasuk juga penggunaan otot-otot pernapasan


tambahan seperti sternocleidomastoideus, scaleneus, trapezius, pectoralis major, adanya
pernapasan cuping hidung, takipnea dan hiperventilasi. Tachypnea adalah frekensi
pernapasan yang cepat yaitu lebih dari 20 kali per menit yang dapta muncul denga atau
tanpa dyspnea. Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar daripada jumlah yang
dibutuhkan untuk mempertahankan pengeluaran CO2 normal, hal ini dapat di
identifikasikan dengan memantau tekanan parsial CO 2 arteri, atau tegangan Pa CO2 yaitu
lebih rendah dari angka normal yaitu 40 mmHg.
Jika kemampuan mengemban dinding thoraks atau paru menurun sedang tahanan
saluran pernapasan meningkat, maka tenaga yang diperlukan oleh otot pernapasan guna
memberikan perubahan volume serta tenaga yang diperlukan kerja pernapasan akan
bertambah. Hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen juga bertambah atau meningkat.
Jika paru tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen, akhirmya akan menimbulkan sesak
nafas.
Mekanisme Nadi tidak Teraba
Nadi tidak teraba yang biasa teraba lemah menunjukkan terjadinya syok. Syok
sirkulasi dianggap sebagai rangsang yang paling hebat dari hipofisis adrenalis sehingga
menimbulkan akibat fisiologi dan metabolism yang besar. Syok didefinisikan juga
sebagai volume darah sirkulasi yang tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama
pada jaringan non vital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke organ vital
(otak, jantung, paru-paru dan ginjal). Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari
tahapan kompensasi (masih dapat di tangani oleh tubuh), dekompensasi sudah tidak dapat
ditangani oleh tubuh, dan irreversible (tidak dapat pulih).
Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga
fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat,
peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah dan pengisian pembuluh
darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya
individuQividu yang mengalami syok terlihat normal.
Tahap kompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi memepertahankan fungsifungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu
dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran
ke otak, jantung dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan antara lain adalah rasa
16

haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat,
serta kesadaran yang mulai terganggu.
Tahap irreversible dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak
dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin,
maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan
tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahan tubuh akan mengutamakan aliran
darah ke otak dan jantung sehingga aliran darah ke organ hati, ginjal menurun. Hal ini
yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang
baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.

DAFTAR PUSTAKA
www.bt.cdc.gov/masscasualties
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3)
Amcan college of surgeons, Advance Trauma Life Support Program for
Doctors, 6th edition, USA,1997

17

Anda mungkin juga menyukai