Anda di halaman 1dari 44

Presentasi Kasus

DIAGNOSA DAN TATALAKSANA


EPILEPSI

Oleh :
Fahreza Ichsan
Harry Sudjana
(1210070100119)

(1210070100032)

PRESEPTOR
dr. Reno Sari Caniago, Sp.S, M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena dengan izin-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Diagnosa dan Tatalaksana Epilepsi
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu
Penyakit Saraf RSUD Solok.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Reno Sari Caniago, Sp.S M.Biomed sebagai
preseptor serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian case ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi kesempurnaan makalah
ini. Penulis juga berharap laporan kasus ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan
serta pemahaman tentang Diagnosa dan Tatalaksana Epilepsi, terutama bagi penulis sendiri dan
1

bagi rekan-rekan sejawat lainnya.

Padang,

Juli 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................................
Daftar Isi......................................................................................................................................
Daftar Gambar.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................
1.2 Tujuan ..................................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi..................................................................................................................................
2.2 Epidemiologi ................................................................................................................
2.3 Etiologi..........................................................................................................................
2.4 Patofisiologi..........................................................................................................................
2.5 Klasifikasi.............................................................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis.........................................................................................................
2.7 Diagnosis...................................................................................................................
2.8 Pemeriksaan Fisik.................................................................................................................
2.9 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................
2.10 Diagnosis Banding..............................................................................................................

i
ii
iii

3
3
4
4
5
6
12
13
13
15

2.11 Penatalaksanaan..................................................................................................................
2.12 Prognosis

21
24

BAB III LAPORAN KASUS....................................................................................................


3.1 Identitas pasien.
3.2 Anamnesa.
3.3 Pemeriksaan Fisik.
3.4 Pemeriksaan Penunjang
3.5 Diagnosa
3.6 Diferential Diagnosa.

27
27
27
29
36
36
36

1
2

3.7 Penatalaksanaan...
3.8 Prognosa....

37
37

BAB IV ANALISA KASUS..


BAB V KESIMPULAN ...

38
39

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................

40

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Patofisiologi epilepsi..................................................................................... 9
Gambar 2. Kejang umum tonik-klonik 13
Gambar 3. EEG 17

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanein yang berarti serangan dan

menunjukkan, bahwa sesuatu dari luar badan seseorang menimpanya, sehingga ia jatuh.
Epilepsi tidak dianggap sebagai suatu penyakit, akan tetapi sebabnya diduga sesuatu di luar
badan si penderita, biasanya dianggap sebagai kutukan roh jahat atau akibat kekuatan gaib yang
menimpa seseorang. Anggapan demikian masih ada dewasa ini, terutama dikalangan masyarakat
yang belum terjangkau oleh ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.1
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya epilepsi
merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya ketidak
seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidakseimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat
adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan
yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering
dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat
bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa
rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000, diperkirakan
penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah
epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan

bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk,
dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan
lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma
sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada
penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih
kompleks.1.2

1.2 Tujuan Penulisan


1. Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinis Senior di RSUD Solok
2. Melengkapi syarat tugas stase NEUROLOGI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara
paroksismal, epilepsi ini terjadi bukan karena suatu penykit otak akut.2

2.2 EPIDEMIOLOGI
Epilepsi dijumpai pada semua ras di dunia dengan insidensi dan prevalensi yang
hampir sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka yang lebih tinggi di negara
berkembang. Di Indonesia diperkirakan ada 1-1,8 juta penderita. Laki-laki lebih sering
6

dari pada perempuan. Serangan pertama pada anak dibawah 4 tahun: + 33% diatas 4-10
tahun: 52%. Usia 20 tahun kebawah + 80%, usia 21 tahun sampai 55 tahun + 15%, usia
diatas 55 tahun + 1-2%.
Dari banyak studi menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi epilepsi aktif 8,2 per 1000
penduduk, sedangkan angka insidensi epilepsi mencapai 50 per 100.000 penduduk. Bila
jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah pasien epilepsi
yang masih mengalami bangkitan atau membutuhkan pengobatan sekitar 1,8 juta.
Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi
epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan
pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut.1.

2.3 ETIOLOGI
Tiap kelainan yang mengganggu fungsi otak dapat membangkitkan bangkitan epilepsi
atau bangkitan kejang, tetapi untuk terjadi bangkitan epilepsi dibutuhkan beberapa faktor
yang berperan bersama-sama. Beberapa faktor bertindak serempak dalam mencetuskan
bangkitan epilepsi pada individu yang peka.

Etiologi epilepsi dibagi menjadi tiga, yaitu idiopatik, kriptogenik dan simptomatik.
1. Idiopatik: tidak terdapat lesi structural di otak atau deficit neurologis. Diperkirakan
mempunyai predisposisi genetic dan umumnya berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk di sini
adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis
sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak,
misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak ruang, gangguan
7

peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), metabolic, kelainan neurodegeneratif. 2

2.4 PATOFISIOLOGI
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada
sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan
depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga
sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitterneurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin
sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA)
dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls
atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik
tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi
membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu
fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari
ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran
dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik
demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan
epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti
akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar
sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin
agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain
yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron
akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.3

Gambar 1. Color Atlas of Pathophysiology epilepsy.3

2.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy (ILAE) 1981
terdiri dari:2

1. Bangkitan Parsial
1.1 Bangkitan parsial sederhana
a) Motorik
b) Sensorik
c) Otonom
d) Psikis

1.2 Bangkitan parsial kompleks


a) Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
b) Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan

10

1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder


a) Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik
b) Parsial komplek menjadi umum tonik klonik
c) Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik klonik

2. Bangkitan Umum
1. Lena (absence)
2. Mioklonik
3. Klonik
4. Tonik
5. Tonik-klonik
6. Atonik

3. Tak Tergolongkan

2.6 MANIFESTASI KLINIS


I. Epilepsi Parsial (Fokal)
Epilepsi parsial adalah serangan epilepsi yang bangkit akibat lepas muatan listrik di
suatu daerah dikorteks serebri (terdapat suatu fokus di korteks serebri).

11

Dibagi menjadi 3 macam :


1. Epilepsi parsial sederhana (simpel)
2. Epilepsi parsial kompleks
3. Bangkitan umum sekunder

1. Epilepsi Parsial Sederhana (Simpel)


Manifestasinya bervariasi tergantung dari susunan saraf pusat yang terkena, bisa
dengan gejala motorik, sensorik, autonom ataupun psikis, dapat memprediksi
kemungkinan lokasi anatomik tetapi yang sering pada lobus frontalis dan temporalis,
merupakan penyakit serebral fokal, dapat mengenai berbagai umur, tidak terjadi
penurunan kesadaran.
a. Epilepsi parsial sederhana dengan gejala motorik
Fokus epileptik biasanya terdapat di girus presentralis lobus frontalis (pusat motorik).
Kejang mulai di daerah yang mempunyai reprensetasi yang luas di daerah ini. Dimulai
dari ibu jari, meluas ke seluruh tangan, lengan, muka, dan tungkai. Kadang-kadang
berhenti pada satu sisi. Tetapi bila rangsangan sangat kuat, dapat meluas ke lengan atau
tungkai yang lain, sehingga menjadi kejang umum. Disebut sebagai jackson motorik
epilepsi.

b. Epilepsi parsial sederhana dengan gejala sensorik


Fokus epileptik terdapat digirus postsentralis lobus parietalis. Penderita merasa
kesemutan di daerah ibu jari, lengan, muka dan tungkai, tanpa kejang motoris, yang dapat
meluas ke sisi lain. Disebut sebagai jackson sensoric epilepsy.

12

c. Epilepsi parsial sederhana dengan gejala autonom


Sering sebagai komponen generalized seizures atau partial complex seizures yang
berasal dari lobus Frontalis atau lobus Temporalis. Manifestasi klinisnya dapat berupa :
perubahan warna kulit, perubahan tensi darah, perubahan denyut nadi, perubahan ukuran
pupil, berdirinya bulu roma.2

2. Epilepsi parsial kompleks


Fokus di lobus temporalis 60% dan di lobus frontalis 30%. Pada epilepsi parsial
kompleks terdapat3 komponen, yaitu : aura, penurunan kesadaran dan automatisms.
Epilepsi parsial kompleks disebut juga sebagai epilepsi psikomotor. Pada epilepsijenis
ini, meskipun terdapat gangguan kesadaran, penderita masih dapat melakukan gerakangerakan otomatis. Penderita ini bila ditegur tidak menjawab. Umumnya penderita tidak
melakukan tindak kriminal atau menyerang orang lain, tetapi dapat agresif bila dihalangi
kemauanya. Setelah serangan berakhir penderita lupaapa yang telah dilakukanya
(amnesia). Bila epilepsi ini sudah lama timbul, maka dapat timbul afasia sensorik dan
hemianopsia oleh karena kelainan di lobus temporalis. Pada rekaman EEG, akan terdapat
gambaran spike, kadang-kadang slow-wave di daerah temporal.2

3. Bangkitan umum sekunder


Dimuai dengan aura yang berevolusi menjadi kejang fokal kompleks dan kemudian
menjadi kejang tonik-klonik umum.

II. Epilepsi Umum (Generalized)


Pada kelompok ini, gambaran klinik dan atau perubahan EEG menunjukan bahwa dari
awalnya cetusan epileptik melibatkan kedua hemisfer dengan serentak dan tidak ada
13

petunjuk adanya suatu fokus epilepik di korteks serebri.

1. Epilepsi Grandmal (Tonic Clonic Seizures)


Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai. Sebagian penderita beberapa hari
sebelum serangan grandmal merasa tegang, cepat tersinggung, perubahan emosi, dll,
sebagai gejala-gejala prodormal. Aura tidak terdapat pada grandmal dan bila ada aura
berarti bukan grandmal murni, tetapi ada suatu focus. Jadi adanya aura menunjukan suatu
tanda fokal (fokal sign).
Serangan dimulai dengan fase tonik selama 30 detik, dilanjutkan dengan fase klonik
selama 60 detik, kemudian terjadi fase post iktal selama 15-30 menit.3
a) Fase Tonik
Semua lengan dan tungkai ekstensi, penderita tampak mengejan sehingga wajahnya
merah. Kemudian penderita menahan nafas (apnea) selama 30 detik, pada akhir fase ini
terjadi sianosis, tekanan darah meningkat, pupil melebar, refleks cahaya negatif, refleks
patologis positif. Kadang-kadang ngompol karena kontraksi tonik involunter.
Inkontinensia ini bias sebagai diagnosis banding organik atau histerik.
b) Fase Klonik
Terjadi kejang ritmik, penderita bernafas kembali, kadang-kadang lidah tergigit,
sehingga ludah bercampur darah (buih kemerahan). Pada fase ini wajah kembali menjadi
normal, tekanan darah menurun, tanda-tanda vital normal.
c) Fase Post-ictal
Setelah kejang penderita tertidur. Waktu penderita bangun mula-mula terjadi
disorientasi, tetapi beberapa menit setelah fase ini penderita menjadi normal kembali, dan
dapat berjalan seperti biasa.

14

Serangan grandmal kadang-kadang terjadi berturut-turut sehingga penderita tidak


sadar untuk waktu yang lama. Bila antara kedua kejang penderita tidak sadar disebut
sebagai status epileptikus. Bila penderita sering kejang dan diantara kedua kejang
penderita sadar, disebut sebagai serial epileptikus.1,3

Gambar 2. Kejang umum tonik-klonik2


2. Absence Seizure (Petit Mal / LENA)
Pada epilepsi jenis ini tidak terdapat kejang. Epilepsi ini ditandai oleh terjadinya
gangguan kesadaran dalam waktu singkat (6-10 detik), tiba-tiba kehilangan kesadaran dan
aktivitas motorik, sehingga penderita tidak sampai jatuh (tonus otot normal). Penderita
berhenti dari aktifitas yang dilakukan, seakan-akan melamun, kemudian melakukan
aktivitas kembali. Gejala lain (pada serangan yang lama): berkedip, gerakan klonik ringan,
automatisme yang singkat. Serangan kadang-kadang dapat 10-20 kali dalam sehari (dapat
berulang-ulang 100X/hari). Karena singkat, biasanya tidak diketahui orang sekitarnya.
Serangan bersifat mengelompok, memburuk bila terbangun, dapat dicetuskan oleh:
kelelahan, rileks, stimulasi fotik atau hiperventilasi. Serangan sangat banyak pada
idiopathik generalized epileptic. EEG menunjukan gambaran yang sangat khas, yaitu dalam
1 detik terdapat 3 kompleks gelombang tumpul dan runcing, disebut 3/sec spike slow wave
(3/sec S-W). Baik klinis maupun EEG dapat diprovokasi dengan hiperventilasi. Epilepsi
petit mal dapat tejadi pada masa anak-anak atau dewasa, akan tetapi banyak terdapat pada
anak-anak awal usia sekolah. Penderita sering dimarahi gurunya karena melamun.3
\

15

3. Mioklonik
Kontraksi otot sesaat, oleh karena lepas muatan listrik kortical. Dapat single atau
berulang, sangat ringan (twitch) sampai jerking, paling berat (the Flying Saucer
Syndrom). Dapat dicetuskan oleh : suara, kejutan, photic stimulation, perkusi. Dapat
terjadi pada semua umur, akan tetapi banyak terdapat pada anak-anak. Saat serangan
terjadi gangguan kesadaran sebentar, disertai gerakan involunter yang aneh dari
sekelompok otot, terutama pada tubuh bagian atas (bahu dan lengan) yang disebut
myoclonic jerking.2

4.

Klonik
Epilepsi klonik jarang terjadi. Bangkitan ini selalu simtomatik. Bangkitan berupa

gerakan jerking ritmik (klonik jercking) pd kedua tangan dan kaki, asimetris (sering),
irreguler. Epilepsi klonik sering pada neonatus, bayi.2

5.

Tonik
Kontraksi otot tonik mendadak, terjadi penurunan kesadaran tanpa klonik ( 20- 30

dtk), sering terjadi saat tidur, dapat terjadi pada semua umur. Terjadi kontraksi otot-otot
wajah; mata terbuka lebar; bola mata menarik keatas; extensi leher; spasme otot-otot
extremitas bagian proximal sampai ke distal lengan diangkat keatas seperti menahan
pukulan kepala; menangis sampai apneu (mungkin), kepala mengangguk-angguk dan
perubahan posture yang ringan.2
6.

Epilepsi Atonik
Pada epilepsi atonik, secara mendadak penderita kehilangan tonus otot. Hal ini dapat

mengenai beberapa bagian tubuh ataupun pada otot seluruh badan, misalnya tiba-tiba
kepalanya terkulai karena kehilangan tonus otot leher, atau secara tiba-tiba penderita
terjatuh karena hilangnya tonus otot tubuh. Serangan ini berlangsung singkat, disebut
sebagai drop attact. Serangan berlangsung hanya sebentar dan segera recovery.2

16

III. Unclasified Epileptic Seizures


Jenis ini, tidak termasuk semua yang diatas, data tidak komplit, gejala-gejala yang
timbul tidak sesuai : gerakan bola mata ritmik, mengunyah-ngunyah., gerakan seperti
berenang, pernafasan berhenti. Banyak terjadi pada bayi. 2

2.7 DIAGNOSIS
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :
1. Langkah pertama

: memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal

menunjukan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi


2. Langkah kedua : apabila benar-benar terdapat bangkitan epilepsi, maka
tentukanlah bangkitan yang ada termasuk bangkitan apa (lihat klasifikasi)
3. Langkah ketiga

: pastikan sindrom epilepsi apa yang ditunjukan oleh bangkitan

tadi, atau epilepsi apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan etiologinya.

Diagnosis epilepsi ditegakan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk
bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform
pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai
berikut :
1. Anamnesis (auto dan allo-anamnesis)

Pola / bentuk bangkitan

Lama bangkitan

Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan


17

Frekuensi bangkitan

Faktor pencetus

Ada atau tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama

Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan atau kelahiran dan perkembangan bayi
atau anak

Riwayat terapi epilepsi sebelumnya

Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.1,4

2.8

Pemeriksaan Fisik umum dan neurologi


Hal-hal yang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari gangguan yang

berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinus,
gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan obat terlarang
atau alkohol, dan kanker.4

2.9 Pemerikasaan penunjang


Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan bukti-bukti klinik dan indikasi,
serta bila keadaan memungkinkan untuk pemeriksaan penunjang antara lain: 4,8,9
1.

Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)


Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun tidur, dengan stimulasi fotik,

hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai dengan pencetus bangkitan (pada epilepsi refleks).
18

Kelainan epileptiform EEG interiktal (diluar bangkitan) pada orang dewasa dapat
ditemukan sebesar 29-38%, pada pemeriksaan ulang gambaran epileptiform dapat
meningkat menjadi 59-77%. Bila EEG pertama menunjukan hasil normal sedangkan
persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan minimal 24-48
jam setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya dengan
mengurangi tidur (sleep deprivation) atau dengan menghentikan obat anti epilepsi
(OAE).5

Indikasi pemeriksaan EEG :5


a.
b.
c.
d.
e.

Membantu menegakan diagnosis epilepsi


Menentukan prognosis pada kasus tertentu
Pertimbangan dalam kasus penghentian OAE
Membantu dalam menetukan letak fokus
Bila ada perubahan bentuk bangkitan (berbeda dengan bangkitan
sebelumnya).

Gambar 3. EEG
2. Pemeriksaan pencitraan otak (Brain Imaging)
Indikasi :
19

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural


Adanya perubahan bentuk bangkitan
Terdapat defisit neurologik fokal
Epilepsi dengan bangkitan parsial
Bangkitan pertama diatas usia 25 tahun
Untuk persiapan tindakan pembedahan

Magnetic Resonance Imaging (MRI): merupakan prosedur pencitraan pilihan


untuk epilepsi dengan sensitivitas yang tinggi dan lebih spesifik dibandingkan dengan
Computed Tomografi Scan (CT scan). MRI dapat mendeteksi sclerosis hipokampus,
disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa. Pemeriksaan MRI di
indikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan.5
3. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah meliputi, hemoglobin, leukosit, trombosit, hapusan darah tepi,
elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium) kadar gula darah, fungsi hati (SGOT,
SGPT, Gamma GT, Alkali Fosfatase), ureum, kreatinin dan lain-lain atas indikasi.
Tujuan pemeriksaan laboratorium:
1. Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam menyingkirkan diagnosis banding
dan pemilihan OAE.
2. Dua bulan setelah pemberian OAE untuk mendeteksi samping OAE
3. Rutin diulang setiap tahun sekali untuk memonitor samping OAE, atau bila timbul
gejala klinis akibat efek samping OAE.
b) Pemeriksaan cairan serebrospinal, bila dicurigai adanya infeksi SSP
c) Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan bila ada indikasi misalnya adanya kelainan
metabolik bawaan.

2.10 Diagnosis Banding


1. Sinkop
Perbedaan bangkitan epilepsi dengan sinkop

20

Epilepsi

Sinkop

Pencetus

Tidak biasa

Biasa (misal emosi)

Suasana

Apapun

Posissi tegak, kondisi padat, panas, stres


emosi

Awal

Mendadak, aura +/-

Berangsur, merasa gelap/mual, penglihatan


buram, berkeringat

Warna kulit

Pucat/merah (flushed)

Biasanya pucat

Inkontinensia

Sering terjadi

Jarang

Lidah tergigit

sering terjadi

Sangat jarang

Muntah
Fenomena

Jarang
Sering terjadi
Tonik/tonik-klonik,klonik Lemas tanpa gerakan, mungkin ada sentakan

motorik

menonjol dgn amplitudo

klonik kecil singkat, inkoordinasi atau tonik

Pernafasan
Cedera
Pasca serangan

& frekuensi khas


Mendekur, mulut berbusa
Sering terjadi
Bingung mengantuk,

Dangkal lambat
Jarang
Cepat siuman tanpa rasa bingung

Lama

tidur
Beberapa menit

10 detik

2. Kelainan psikiatrik
Perbedaan epilepsi dengan kejang psikogenik
Epilepsi

Kejang Psikogenik

Pencetus

Tidak biasa

Biasanya emosi

Suasana

Saat tidur / sendirian

Biasanya ketika bersama banyak


orang, jarang waktu tidur

Prodroma

Jarang

Sering

Awal

Mendadak, aura +/-

Berangsur dengan meningkatnya


emosi

Jeritan pada awal

Sering

Jarang

Inkontinansia

Sering

Tidak terjadi

Lidah tergigit
Cedera
Vokalisasi
Fenomena motorik

Sering
Sering
Hanya saat automatisme
Stereotip

Jarang
Jarang
Biasa selama serangan
Bervariasi
21

Kesadaran
Pengekangan
Durasi
Henti serangan

Menurun
Tidak berpengaruh

Normal
Melawan, kadang-kadang

Pendek
Pendek (automatisme

menghentikan serangan
Dapat memanjang
Berangsur, seringkali dengan emosi,

memanjang) Bingung

seringkali siuman tanpa rasa bingung

mengantuk, tidur

3. Tics
Tics berupa gerakan kepala, kadang-kadang disertai dengan gerakan mata berkedipkedip, kadang-kadang ada gerakan tangan dan pasien tetap sadar. Hal ini mudah
dibedakan dengan serangan epilepsi, karena gerakan-gerakan dapat dihentikan dengan
memanggil pasien.2.3.4

2.11. Penatalaksanaan
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien, sesuai
dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya.
Untuk tercapainya tujuan tadi diperlukan beberapa upaya, antara lain : menghentikan
bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping,
menurunkan angka kesakitan dan kematian, mencegah timbulnya efek samping OAE.5
Prinsip terapi farmakologi :5.8
1. OAE mulai diberikan bila :

Diagnosis epilepsy telah dipastikan (confirmed)

Setelah pasiendan keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan

Pasien dan atau keluargannya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping
22

OAE yang akan timbul.


2. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan dan jenis sindrom epilepsy.
3. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis
efektif tercapai atau timbul efek samping. Kadar obat dalam plasma ditentukan
bilabangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
4. Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat megontrol
bangkitan, maka perlu ditambah OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar terapi,
maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off), perlahan-lahan.
5. Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi
dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
6. Pemberian obat antiepilepsi sampai 1-2 tahun bebas kejang
7. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila :
a. Dijumpai focus epilepsy yang jelas pada EEG
b. Pada pemeriksan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi
dengan bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak,
ensefalitis herpes
c. Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada
adanya kerusakan otak
d. Terdapat riwayat epilepsy pada saudara sekandung (bukan orang tua)
e. Riwayat bangkitan simtomatik
f. Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran,
stroke, infeksi SSP.
23

g. Bangkitan pertama berupa status epileptikus.5,6


Jenis obat anti epilepsi
Data Farmakologik OAE yang biasa dipergunakan di klinik

Nama Obat

Jenis

Dosis

Kadar

Waktu

Seranga

mg/kg/har

dalam

paruh

serum:

(jam)

Efek Samping

ug/mL
Fenobarbital

P & KU

2-4

15-40

96

Mengantuk, hiperaktifitas,
bingung, perubahan perasaan hati

Fenitoin

P & KU

3-8

10-30

24

Ataksia, ruam kulit, perubahan


kosmetika, hyperplasia gingival,
osteomalasia

Karbamazepi

P & KU

15-25

8-12

12

Ataksia, gangguan GIT,


pandangan kabur, gangguan
fungsi hepar, perubahan darah

Valproat

Semua

15-60

50-100

14

Gangguan GIT, hepatitis,


diskrasia darah, ataksia, allopesia,
mengantuk

Klonazepam

A&M

0,03-0,30

0,01-

30

0,05

Mengantuk, gangguan GIT,


diskrasia darah, ruam kulit,
pengeluaran air liur

Primidon

P & KU

10-20

5-15

12

Mengantuk, hiperaktivitas,
24

perubahan perasaan
P = Parsial, KU = Kejang Umum, A = Absence, M = Mioklonik
Obat antiepilepsi (OAE) pilihan pertama dan kedua:
1. Serangan partial (sederhana, kompleks, dan umum sekunder)
OAE I : Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin,
OAE II: Benzodiazepin, asam valproate
2. Serangan tonik-klonik
OAE I : Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin, asam valproat
OAE II: Benzodiazepin, asam valproat
3. Serangan absens
OAE I : Etosuksimid, asam valproate
OAE II: Benzodiazepin
4. Serangan mioklonik
OAE I : Benzodiazepin, asam valproate
OAE II: Etosuksimid
5. Serangan tonik, klonik, atonik
Semua OAE kecuali etosuksimi
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:

25

1. Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal


2. Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
3. Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangkat
waktu 3-6 bulan
4.

Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama.5
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan

sebagai berikut:
1. Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi
2. Epilepsi simtomatis
3. Gambaran EEG yang abnormal
4. Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE
5. Penggunaan lebih dari satu OAE.
6. Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan
dosis OAE), kemudian dievaluasi kembali. Rujukan ke spesialis epilepsi perlu ditimbangkan
bila: 5
1. Tidak responsive terhadap 2 OAE pertama
2. Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi.

2.12 PROGNOSIS
26

Pada sekitar 70 % kasus epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat anti epilepsi,
sedangkan pada 30-50 % pada suatu saat pengobatan dapat dihentikan. Namun prognosis
tergantung dari jenis serangan, usia waktu serangan pertama terjadi, saat dimulai
pengobatan, ada tidaknya kelainan neurologik atau mental dan faktor etiologik. Prognosis
terbaik adalah untuk serangan umum primer seperti kejang tonik klonik dan serangan petit
mal, sedangkan serangan parsial dengan simtomatologi kompleks kurang baik
prognosisnya. Juga serangan epilepsi yang mulai pada waktu bayi dan usia dibawah tiga
tahun prognosisnya relatif buruk.1,4,5
2.13
STATUS EPILEPSI
A. Definisi
Status epilepsi merupakan keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang
tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung
lebih dari 30 menit (Konvensi Epilepsi Foundation of Amerika (EFA))
Status epilepsi adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus-menerus lebih dari 30
menit tanpa pulihnya kesadaran. dalam praktek klinislebih mendefinisikan sebagai setiap
aktivitasserangan kejang yang menetap selamalebih dari 10 menit (Kapita Selekta jilid 2,
edisi ketiga)2,4
B. Faktor Pencetus
Penderita epilepsi tanpa pengobatan atau dosis pengobatan yang tidak memadai.
Pengobatan yang tiba-tiba di hentikan atau gangguan penyerapan GIT
Penggunaan alkohol,obat-obatan anti depresi.
Keadaan umun yang menurun sebagai akibat kurang tidur, stres psikis, stres fisik.
C. Pengobatan
Dilakukan dengan 2 tahap yaitu
:5,8,9
Stabilisasi
1. Mempertahankan dan memperbaiki fungsi vital sign yang mungkin terganggu.
2. Membebaskan jalan nafas.
3. Pemberian oksigen.
4. Apabila kejang sudah berlangsung lama dan ada hambatan pada saluran pernafasan
maka harus dilakukan intubasi.
5. Pemeriksaan darah rutin.
6. Periksa gas darah dalam arteri untuk melacak adanya asidosis metabolik dan
kemampun oksigenasi darah.
7. Pemeriksaan kadar obat dalam serum. (apabila masih kejang maka dilakukan)

27

Menghentikan kejang
1. Pemberian bolus diazepam 2 mg/menit, masing masing 10 mg. Diazepam di berikan
dilanjutkan sampai jumlah 50 mg, sementara pernafasan di monitor terus.
2. Pemberian fenitoin yang kerjanya lama, mempunyai waktu paruh 24 jam. Fenitoin di
berikan secara intravena, 2-10 mg fenitoin dilarutkan dalam 1 ml garam fisiologis
(5mg/ml)dengan dosis fenitoin 18 mg/kg berat badan dengan kecepatan kurangg dari
50 mg/menit.efek samping nya aritmia jantung sering timbul pada pemberian fenitoin
yang terlalu cepat. Oleh karna itu selama pemberian obat harus dilakuukan
monitoring ekgdan pernafasan.(bila kejang masih terus berlangsung maka dilakukan )
3. Lalukan intubasi.
4. Pemberian fenobarbital sampai kejang berhenti atau dosis seluruhnya 20 mg/kg berat
badan.fenobarbital juga di berikkan dalam infus dengan kecepatan maksimum 100
mg/menit.selama pemberian fenobarbital harus di perhatikan pernafasan dan
penurunan tekanan darah.
5. Apabila dengan pemberian fenobarbital belom berhasil menghentikan kejang, maka
ahli saraf harus mmemikirkan tindakan resusitasi otak melalui anastesi dengan
pemberian fenobarbital atau amobarbital.
D. Komplikasi
Asidosis
Hipoglikemia
Edema paru
Gagal ginjal akut
Edema otak
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Peningkatan tekanan intra kranial.
Apnoe, gagal napas,hipoksia.
Hipertensi

BAB III
LAPORAN KASUS

28

Identitas Pasien:
Nama

: Ny. Y

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 14 tahun

Alamat

: Surian

No RM

: xxxxxx

Tanggal Masuk

: 04 agustus 2016

Tanggal dirawat

: Rawat Jalan

Pekerjaan

: Pelajar

Agama

: Islam

Laporan Kasus:
Seorang pasien Perempuan berusia 14 tahun datang ke RSUD Arosuka pada tanggal 04
agustus 2016 pukul 12.15 wib dengan:

Keluhan Utama
Kejang 2 minggu yang lalu sebelum datang ke rumah sakit.
29

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien kejang 2 minggu yang lalu sebelum datang ke rumah sakit, awalnya pasien
merasakan pusing dan tidak lama kemudian pasien mulai merasakan kejang secara tiba-tiba. dan
dalam 1 hari kejang bisa terjadi sekitar 2 kali. dimana kejang terjadi selama 15 menit, kejang
terjadi pada seluruh tubuh pasien, sesudah kejang pasien sadar dan pasien mersakan kebingungan
dengan keadaan sekitar , mual tidak ada, muntah tidak ada, nafsu makan tidak ada setelah kejang.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat kejang 9 tahun yang lalu dan kontrol rutin ke poli neurologi dan rutin minum obat
anti kejang sejak 7 tahun ini namun 2 tahun belakangan ini pasien tidak kontrol ke poli dan
beralih ke pengobatan tradisional selama 2 tahun berobat tradisional kejang tidak berulang
dan 2 bulan terakhir ini kejang baru berulang dan kembali berobat ke poli.
2. Riwayat penyakit stroke disangkal
3. Riwayat trauma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi
2. Riwayat epilepsi disangkal
3. Riwayat penyakit stroke disangkal
Riwayat Pekerjaan, Sosioekonomi, Kebiasaan dan Kejiwaan:

Pasien anak perempuan umur 14 tahun kelas 6 sd yang putus sekolah karna mengalami
kejang pada saat ingin ikut ujian nasional.

Pasien saat umur 4 tahun tinggal bersama neneknya.

Anak ke 5

ibu bekerja sebagai TKI di malaysia

Riwayat merokok, kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang tidak ada.

30

Riwayat Tumbuh Kembang


Pasien perampuan umur 14 tahun, lahir di bidan dengan partus normal dan mempunyai
berat badan 3000 gram, dan imunisasi tidak lengkap. Pasien mulai merasakan kejang pada saat
umur pasien 5 tahun. Pasien tinggal bersama neneknya karna ibunya seorang TKI di malaysia.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
Keadaan umum
Kesadaran
Kooperatif
Tinggi badan
Berat badan
Tekanan darah
Nadi
Nafas
Suhu

:
:
:
:
:
:
:
:
:

baik
composmentis
kooperatif
141
40
110/70 mmHg
86x /menit
25x /menit
36,5 C

Kelenjar getah bening


Tidak ada pembesaran KGB di leher, aksila, dan inguinal
Status Internus :
Mata :

Kanan : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


Kiri

Leher :

: konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada


JVP 5-2 cmH2O.

Thorak
Paru :
Inspeksi

: Normochest, Simetris kiri dan kanan (dalam keadaan statis dan dinamis)

Palpasi

: taktil fremitus simetris

Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi

: Vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung:
31

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi

: Ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: Batas jantung atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial LMCS RIC V.

Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising (-).

Abdomen:
Inspeksi

: Tidak tampak membuncit

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi

: Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal


Punggung

: Tidak ada kelainan

Ekstremitas : Oedem tidak ada, refilling kapiler baik


Status Neurologis :
GCS 15 (E4 M6 V5)
Tanda Rangsangan Meningeal :
Kaku kuduk

: (-)

Brudzinky I

: (-)

Brudzinky II : (-)
Kernig

: (-)

Tanda peningkatan tekanan intrakranial: (-)


Pupil

: isokor

Pemeriksaan Nervus Kranialis :


N. I (Olfaktorius)
32

Penciuman

Kanan

Kiri

Subjektif

Baik

Baik

Objektif (dengan
bahan)

Baik

Baik

Penglihatan

Kanan

Kiri

Tajam penglihatan

Visus: 6/6

Visus: 6/6

Lapangan pandang

Baik

Baik

Melihat warna

Baik

Baik

Kanan

Kiri

Ortho

Ortho

N. II (Optikus)

N. III (Okulomotorius)

Bola mata
Ptosis

33

Gerakan bulbus

Ke arah bawah (+),

Ke arah bawah (+),

Ke arah atas (+),

Ke arah atas (+),

Ke arah medial (+),

Ke arah medial (+),

Ke arah medial atas


(+)

Ke arah medial atas


(+)

Strabismus

Nistagmus

Ekso/endoftalmus

Bentuk bulat, 2mm,

bentuk bulat, 2mm,

refleks cahaya (+),

refleks cahaya (+),

refleks akomodasi (+)

refleks akomodasi (+)

Kanan

Kiri

Gerakan mata ke
bawah

Sikap bulbus

Ortho

Ortho

Diplopia

Kanan

Kiri

Pupil

N. IV ( Troklearis )

N. V ( Trigeminus )

34

Motorik
Membuka mulut

Bisa

Bisa

Menggigit

Bisa

Bisa

Mengunyah

Bisa

Bisa

Sensorik
Divisi
oftalmika
- refleks kornea
Divisi maksila
sensibilitas
Divisi
mandibula
- sensibilitas
N. VI ( Abdusen )
Kanan

Kiri

Gerakan mata ke lateral

Sikap bulbus

ortho

Ortho

Diplopia

N VII ( Fasialis )
Kanan

Kiri

35

Raut wajah

Simetris

Sekresi air mata

Mengerutkan dahi

Simetris

Mengangkat alis

Simetris

Menutup mata

Simetris, kekuatan sama sewaktu coba dibuka oleh


pemeriksa

Mencibir/ bersiul

Simetris, sama kuat

Memperlihatkan gigi

Simetris

Sensasi lidah 2/3


depan

Baik

Baik

Hiperakusis

N. VIII ( Vestibularis )
Kanan

Kiri

Suara berbisik

Detik arloji

Rinne test

36

Weber test

Tidak dilakukan

Schwabach test
Nistagmus

Kanan

Kiri

Sensasi lidah 1/3


belakang

Refleks muntah

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Kanan

Kiri

N. IX ( Glossofaringeus )

N. X ( Vagus )

Arkus faring

Simetris

Uvula

Di tengah

Menelan

Baik

Suara

Normal

Nadi

Teratur, frekuensi 88x/menit

N. XI ( Asesorius )

37

Kanan
Menoleh ke kanan

Kiri

Menoleh ke kiri

Mengangkat bahu kanan

Mengangkat bahu kiri

N. XII ( Hipoglossus )
Kanan

Kiri

Kedudukan lidah dalam

Di tengah

Kedudukan lidah
dijulurkan

Di tengah

Tremor

Fasikulasi

Atropi

Motorik:
Ekstremitas Atas

Ekstremitas Bawah

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Gerakan

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Kekuatan

555

555

555

555

38

Tonus

Eutonus

Eutonus

Eutonus

Eutonus

Tropi

Eutropi

Eutropi

Eutropi

Eutropi

Sensorik:
Sensibilitas taktil

Baik

Sensibilitas nyeri

Baik

Sensibilitas termis

Baik

Pengenalan 2 titik

Baik

Pengenalan rabaan

Baik

Fungsi Otonom
Defekasi
Miksi
Sekresi Keringat

: Normal
: Normal
: Normal

Refleks
Refleks Fisiologis:
Biseps
Triseps
KPR
APR

: ++/++
: ++/++
: ++/++
: ++/++

Refleks Patologis :
Babinsky
Chaddok
Oppenheim
Gordon
Hoffman trommer

: -/: -/: -/: -/: -/-

Fungsi luhur :
Kesadaran

Tanda Demensia

Reaksi bicara

Baik

Refleks glabella

Fungsi intelek

Baik

Refleks snout

39

Reaksi emosi

Baik

Refleks mengisap

Refleks memegang

Refleks palmomental

Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin
Hb
: - g/dl
Ht
: - %
Leukosit
: - ul
Trombosit
: - ul
Rencana Pemeriksaan Tambahan

EEG

Brain CT-Scan

Diagnosis:
Diagnosis Klinis

: Epilepsi umum tonik-klonik

Dianosis Topik

: Intra cerebri

Diagnosis Etiologi

: Idiopatik

Diagnosis sekunder

:-

Diagnosis Banding

Sinkop
Kejang psikogenik

40

Penatalaksanaan

Terapi umum
1. Istirahat.
2. Minum obat teratur.
3. Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, konsumsi kopi, atau
alkohol,merokok, terlambat makan, perubahan jadwal tidur(begadang).dll

Terapi khusus
Obat anti epilepsi
Neuro protektan

: Karbamazepin 2 x 300 mg PO
Fenitoin 1x 100 mg
asam valproat 1x 500 mg
: Piracetam 800 mg 3x1 PO

Prognosis:

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad sanam

: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam

BAB IV
ANALISA KASUS

41

Telah dilaporkan seorang pasien prempuan berumur 14 tahun dengan diagnosis klinis
epilepsi umum tonik klonik, diagnosis topik intracerebri, dan diagnosis etiologi idiopatik.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama kejang secara tiba-tiba. Awalnya pasien
merasakan takut dan pusing secara tiba tiba, terus pasien meraskan kejang pada seluruh
tubuhnya. Pasien tidak ingat berapa lama kehilangan kesadaran. Riwayat kejang dan kontrol rutin
ke poli neurologi dan rutin minum obat anti kejang sejak 7 tahun ini namun 2 tahun belakangan
ini pasien beralih ke pengobatan tradisional dan tidak ada kejang selama 2 tahun ini dan pasien
mulai meraskan kejang lagi 2 minggu belakangan dan pasien berobat kembali ke poli neurologi
di RSUD Arosuka waktu 1 minggu pertama kontrol pasien tidak merasakan kejang dan begitu
juga untuk minggu ke 2 pasien di anjurkan untuk kontol rutin dan minum obat secara teratur.
Riwayat penyakit stroke disangkal. Riwayat trauma disangkal, Riwayat kejang demam saat bayi
disangkal. Riwayat trauma kepala disangkal.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien dengan sadar dan tekanan darah 110/70
mmHg. Pada pemeriksaan status internus dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis
didapatkan E4M6V5, tanda ransangan meningeal tidak ada, peningkatan TIK tidak ada. Pada
pemeriksaan Nn Kranialis tidak ditemukan kelainan. Sensorik baik dan otonom baik. Pada sistem
reflek, reflek fisiologis baik dan reflek patologis tidak ada.
Terapi umum yang diberikan pada pasien saat ini adalah dapat menghindari benda-benda
tajam saat akan tiba serangan epilepsi. Terapi khusus antara lain Carbamazepine 2x 300
mg.Fenitoin 1x100 mg,asam valproat 1x500 mg dan Piracetam 800 mg 3x1.

BAB V
KESIMPULAN
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara
paroksismal, epilepsi ini terjadi bukan karena suatu penykit otak akut. Gangguna ini dapat
42

menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran dan emosi.


Tidak semua kejang disebabkan epilepsi, kejang juga dapat disebabkan oleh kondisi
tertentu seperti meningitis, ensefalitis, atau trauma kepala. Ada banyak tipe kejang pada
epilepsi. Kejang dapat digolongkan menjadi kejang parsial dan kejang umum, tergantung
pada banyakny area otak terkena.
Epilepsi dijumpai pada semua ras di dunia dengan insidensi dan prevalensi yang
hampir sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka yang lebih tinggi di negara
berkembang.
Ada beberapa komplikasi pada epilepsi seperti status epileptikus dan sudden
unexpected death in epileptikus. Status epiletikus ini terjadi jika kejang lebih dari 30 menit
tanpa adanya pemulihan kesadaran. Biasanya status epileptikus ini terjadi jika terdapat
terdapat kedaruratan medis pada kejang tonik klonik. Sedangkan SUDEP sangat jarang
terjadi.
Untuk pengobatan epilepsi dapat diberikan obat anti epilepsi (OAE) dan tujuan dari
pengobatan epilepsi antara lain untuk menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi
bangkitan, mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka kesakitan dan kematian,
serta mencegah timbulnya efek samping OAE.

DAFTAR PUSTAKA
43

1. Harsono. Epilepsi. Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 2003:117-148.
2. Harsono. Buku Ajar Neurologi klinik. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf, Indonesia.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta, 2008, hal: 119-150.
3. Aminoff MJ. Clinical Neurologi 6th. Ed New York: McGraw-Hill
4. Lumbantobing,sm. Etiologi dan faal sakitan epilepsi. Dalam: soetomenggolo taslim,
ismail sofyan, penyunting. Neurolohi anak. Jakarta: badan penerbit IDAI: 1999: H. 197203.
5. Perdossi. 2014. Pedoman tatalaksana epilepsi. Airlangga university press: surabaya
6. Soetomenggolo, taslim, ismail, sofyan. 1999. Neurologi anak. Jakarta: badan penerbit
IDAI.
7. Kellaway P.The over all management in adult epileptic. In:The mediccal clinic of north
America. Philadelphhia:W.B.saunders:1958.p.324-326.
8. H. Meierkord.EFNS guidline on the management of status epilepticus in: European jurnal
of neuroloogy 2006, 13: 445-450.
9. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and The rapy in
Children and Adults 2nd. Ed : America: Blackwell Publishing Ltd. 2006

44

Anda mungkin juga menyukai

  • Penyesuaian
    Penyesuaian
    Dokumen22 halaman
    Penyesuaian
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Skizoafektif Tipe Campuran
    Skizoafektif Tipe Campuran
    Dokumen1 halaman
    Skizoafektif Tipe Campuran
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Case Skipar
    Case Skipar
    Dokumen35 halaman
    Case Skipar
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Case Skipar
    Case Skipar
    Dokumen35 halaman
    Case Skipar
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Fish Bone Imunisasi
    Fish Bone Imunisasi
    Dokumen2 halaman
    Fish Bone Imunisasi
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Case Skipar
    Case Skipar
    Dokumen35 halaman
    Case Skipar
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Dokumen52 halaman
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Kelenjar Tiroid
    Kelenjar Tiroid
    Dokumen26 halaman
    Kelenjar Tiroid
    Tina Tan
    100% (1)
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen6 halaman
    Kata Pengantar
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Dokumen52 halaman
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Fish Bone IVA
    Fish Bone IVA
    Dokumen2 halaman
    Fish Bone IVA
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Makalah IVA
    Makalah IVA
    Dokumen74 halaman
    Makalah IVA
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Dokumen52 halaman
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Referat Vertigo
    Referat Vertigo
    Dokumen22 halaman
    Referat Vertigo
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Presentation 11
    Presentation 11
    Dokumen25 halaman
    Presentation 11
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Bagan
    Daftar Bagan
    Dokumen1 halaman
    Daftar Bagan
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Refrat
    Refrat
    Dokumen30 halaman
    Refrat
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Indonesia Vertigo PDF
    Jurnal Indonesia Vertigo PDF
    Dokumen4 halaman
    Jurnal Indonesia Vertigo PDF
    faizal arief
    0% (1)
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Case Kata Pengantar
    Case Kata Pengantar
    Dokumen6 halaman
    Case Kata Pengantar
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen45 halaman
    Bab I
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Fish Bone IVA
    Fish Bone IVA
    Dokumen2 halaman
    Fish Bone IVA
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Dan Daftar Isi
    Kata Pengantar Dan Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar Dan Daftar Isi
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat