Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai suatu gangguan
psikotik, banyak tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Pada awalnya,
Benedict Morel (1809-1926), seorang dokter psikiatrik dari Perancis,
menggunakan istilah dmence prcoce untuk pasien dengan penyakit yang
dimulai pada masa remaja yang mengalami perburukan. Kemudian, Emil
Kreaplin (1856-1926) yang menerjemahkan istilah dmence prcoce menjadi
demensia prekoks yaitu suatu istilah yang menekankan proses kognitif
(demensia) dan awitan dini (prekoks) yang nyata. Istilah skizofrenia itu sendiri
mulai dicetuskan oleh Eugen Bleuler (1857-1939) sebagai pengganti demensia
prekoks. Bleuler mengidentifikasi symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal
dengan 4A, antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi.
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan psikotik yang paling sering
terjadi. Gangguan ini dapat terjadi baik pada wanita (usia awitan 25 - 35 tahun)
maupun pria (usia awitan 15 - 25 tahun). Skizofrenia sendiri adalah istilah
psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan persepsi yang timbul
dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan mencakup waham dan
halusinasi. Seorang pasien dapat dikatakan pasien skizofrenia bila manifestasi
klinis yang terjadi sudah selama 1 (satu) bulan (berdasarkan PPDJI-III).
Gejala yang ditimbulkan pada pasien skizofrenia mencangkup beberapa
fungsi, seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan yang salah
(waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan
aktivitas motorik (katatonik atau hyperactive behavior), gangguan dari
pengungkapan emosi (afek tumpul), tidak mampu merasakan kesenangan
(anhedonia sehingga menyebabkan afek datar). Akan tetapi, kesadaran dan

kemampuan intelektual pada pasien masih dapat dipertahankan, meskipun


terjadi defisit kognitif.
Terdapat beberapa

klasifikasi

atau

subtipe

skizofrenia

yang

diklasifikasikan oleh Emil Kraepelin (1856-1926), salah satunya adalah


skizofrenia paranoid. Skizofrenia paranoid merupakan subtipe pada skizofrenia
yang paling umum, dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat.
Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk
menghilangkan gejala. Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat
dalam waktu satu tahun, 80% mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun,
dan 10% meninggal karena bunuh diri.
I.2 Tujuan
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di
RSJ Prof HB Saanin Padang, dan juga sebagai bahan pengayaan materi agar
mahasiswa mengetahui dan memahami lebih jauh tentang Skizofrenia Paranoid.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizen yang berarti terpisah
atau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi
pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia

merupakan suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran
dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji
kognitif yang buruk.1
Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi
pikiran dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai
kenyataan, dan mencakup waham dan halusinasi.2 Emil Kraepelin membagi
skizofrenia dalam beberapa jenis, menurut gejala utama yang terdapat pada
pasien, salah satunya adalah skizofrenia paranoid.9 Skizofrenia paranoid
merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan paling stabil,
dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat.1,2,7 Pada pasien skizofrenia
paranoid, pasien mungkin tidak tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala
paranoid.6
2.2 Sejarah
Besarnya masalah klinis skizofrenia, secara terus-menerus telah menarik
perhatian tokoh-tokoh utama psikiatri dan neurologi sepanjang sejarah
gangguan ini. Tokoh-tokoh tersebut, yaitu:3,4
Benedict Morel (1809-1926), seorang dokter psikiatrik dari Perancis,
menggunakan istilah dmence prcoce untuk pasien dengan penyakit yang

dimulai pada masa remaja yang mengalami perburukan.


Karl Ludwig Kahlbaum (1828-1899) menggambarkan gejala katatonia
Ewold Hacker (1843-1909) menulis mengenai perilaku aneh atau kacau
(bizzzare) pada pasien dengan hebefrenia.
Emil Kraepelin (1856-1926)
Emil Kraepelin merupakan seorang ahli kedokteran jiwa di kota
Munich (Jerman) dan ia mengumpulkan gejala-gejala serta sindrom,
menggolongkannya ke dalam satu kesatuan dan menerjemahkan istilah
dmence prcoce dari Morel menjadi demensia prekoks, suatu istilah yang
menekankan proses kognitif atau kemunduran inteligensi (demensia) dan
awitan dini atau sebelum waktunya (prekoks) yang nyata dari gangguan
ini.3,4,9 Pasien dengan demesia prekoks digambarkan memiliki perjalanan

penyakit yang memburuk dalam jangka waktu lama dan gejala klinis umum
berupa halusinasi dan waham. Dimana, demensia prekoks terkait dengan
konsep saat ini tentang skizofrenia.2 Emil Kraepelin membagi skizofrenia
dalam beberapa jenis. Penderita digolongkan ke dalam salah satu jenis
menurut gejala utama yang terdapat padanya.9

Gambar 1. Emil Kraepelin (1856-1926).4


4

Sumber : Skizofrenia. Kaplan - Sadock : Sinopsis Psikiatri - Ilmu Pengetahuan


Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Hal 700.

Eugen Bleuler (1857-1939)


Pada tahun 1911, Eugen Bleuler seorang psikiatri dari swiss
mengajukan istilah skizofrenia dan istilah tersebut menggantikan
demensia prekoks di dalam literatur, karena nama ini dengan tepat sekali
menonjolkan gejala utama penyakit ini, yaitu jiwa yang terpecah-belah,
adanya keretakan atau disharmoni antara proses berpikir, perasaan, dan
perbuatan (schizos = pecah belah atau bercabang, phren = jiwa).9
Bleuler menggambarkan gejala fundamental (atau primer) spesifik
untuk

skizofrenia,

termasuk

suatu

gangguan

asosiasi,

khususnya

kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif,


autisme, dan ambivalensi. Jadi terdapat empat A dari Bleuler yang terdiri
dari asosiasi, afek, autisme dan ambivalensi. Bleuler juga menggambarkan
gejala pelengkap (sekunder), yang termasuk halusinasi dan waham, gejala

yang telah menjadi bagian penting dari pengertian Kraepelin tentang


gangguan.

Gambar 2. Eugen Bleuler (1857 - 1939).4


Sumber : 4Skizofrenia. Kaplan - Sadock : Sinopsis Psikiatri - Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Hal 700.

2.3 Epidemiologi
Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan
angka insidens serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia.
Menurut DSM-IV-TR, insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai
5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografik.3 Skizofrenia yang menyerang
kurang lebih 1 persen populasi, biasanya bermula di bawah usia 25 tahun,
berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang dari semua kelas sosial.3,7
Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko
morbiditas selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir
masa remaja atau awal dewasa. 2 Awitan skizofrenia di bawah usia 10 tahun atau
di atas usia 60 tahun sangat jarang. Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang
lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai
25 tahun, dan untuk wanita usia puncak onsetnya adalah 25 sampai 35 tahun.4,7
Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung mengalami
hendaya akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa wanita lebih
cenderung memiliki kemampuan fungsi sosial yang lebih baik daripada pria

sebelum awitan penyakit. Secara umum, hasil akhir pasin skizofrenia wanita
lebih baik dibandingkan hasil akhir pasien skizofrenia pria.3
2.4 Etiologi
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia. 1,7
Namun, skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan
gabungan antara berbagai faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai
dari faktor neurobiologis maupun faktor psikososial, diantaranya sebagai
berikut:
2.4.1 Faktor Neurobiologis
2.4.1.1 Faktor Genetika
Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia
adalah gangguan bersifat keluarga.7 Penelitian tentang adanya pengaruh
genetika atau keturunan terhadap terjadinya skizofrenia tersebut telah
membuktikan bahwa terjadinya peningkatan risiko terjadinya skizofrenia bila
terdapat anggota keluarga lainnya yang menderita skizofrenia, terutama bila
hubungan keluarga tersebut dekat (semakin dekat hubungan kekerabatan,
semakin tinggi risikonya).7
Diperkirakan bahwa sejumlah gen yang mempengaruhi perkembangan
otak memperbesar kerentanan menderita skizofrenia.2 Pada penelitian anak
kembar, terjadi peningkatan resiko seseorang menderita skizofrenia akan lebih
tinggi pada kembar identik atau monozigotik (mempunyai risiko 4-6 kali lebih
sering dibandingkan kembar dizigotik).7
Diperkirakan bahwa yang diturunkan

adalah

potensi

untuk

mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen resesif. 9.


Angka presentasi terjadinya skizofrenia dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Hubungan

Presentasi Terjadinya Skizofrenia

Populasi umum

1%

Kembar monozigotik

40 - 50 %

Kembar dizigotik

10 - 15 %

Saudara kandung skizofrenia

10 %

Orang tua

5%

Anak dari salah satu orang tua

10 - 15 %

skizofrenia
Anak dari kedua orang tua

30 - 40 %

skizofrenia
Tabel 1. Risiko Terjadinya Skizofrenia Selama Kehidupan.2,7
2.4.1.2 Faktor Neuroanatomi Struktural
Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis merupakan tiga
daerah yang saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah
mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya.4 Gangguan pada
sistem limbik akan mengakibatkan gangguan pengendalian emosi. Gangguan
pada ganglia basalis, akan mengakibatkan gangguan atau keanehan pada
pergerakan (motorik), termasuk gaya berjalan, ekspresi wajah facial
grimacing. Pada pasien skizofrenia dapat ditemukan gangguan organik berupa
pelebaran ventrikel tiga dan lateral, atrofi bilateral lobus temporomedial dan
girus parahipokampus, hipokampus, dan amigdala.1,7
2.4.1.3 Faktor Neurokimia
Ketidakseimbangan yang

terjadi

pada

neurotransmitter

juga

diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia. Hipotesis yang paling


banyak yaitu gejala psikotik pada pasien skizofrenia timbul diperkirakan
karena

adanya

gangguan

peningkatan aktivitas

neurotransmitter

sentral,

yaitu

terjadinya

dopaminergik atau dopamin sentral (hipotesis

dopamin).1,4 Peningkatan ini merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan


dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau hipersensitivitas reseptor
dopamin.
2.4.2 Faktor Psikososial

2.4.2.1 Faktor Keluarga dan Lingkungan


Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam
menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. 7 Pasien skizofrenia
sering tidak dibebaskan oleh keluarganya. Beberapa peneliti mengidentifikasi
suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh pada keluarga-keluarga
skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tak
logis.7 Penderita skizofrenia pada keluarga dengan ekspresi emosi tinggi
(expressed emotion [EE], keluarga yang berkomentar kasar dan mengkritik
secara berlebihan) memiliki peluang yang lebih besar untuk kambuh.2,7
2.4.2.2 Faktor Stressor
Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi dan
kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset gejala akut.2
2.5 Manifestasi Klinis
Pada DSM-IV (Diagnostic and statistical manual) menyebutkan bahwa
tipe paranoid ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham
atau halusinasi dengar yang sering, dan tidak ada perilaku spesifik lain yang
mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik.4 Skizofrenia paranoid
secara klasik ditandai oleh adanya waham persekutorik (waham kejar) atau
waham kebesaran.
Pada pasien skizofrenia tipe paranoid, menunjukkan regresi kemampuan
mental, respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien
skizofrenia tipe lain.(4) Pasien skizofrenia paranoid kadang-kadang dapat
menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan
tetap intak.4
Pada ICD-10, gambaran klinis pada pasien skizofrenia paranoid (F20.0)
didominasi oleh adanya gejala-gejala paranoid, seperti:6
Waham kejar (presecution), seperti memercayai bahwa orang lain bersekutu
melawan dia

Waham rujukan (reference), seperti bahwa orang asing atau televisi, radio
atau koran terutama mengarah kepada pasien; bila tidak mencapai intensitas

waham, isi pikiran tersebut dikenal sebagai ideas of reference


Waham merasa dirinya tinggi/istimewa (exalted birth), atau mempunyai

misi khusus; misalnya, keyakinan bahwa dirinya dilahirkan sebagai Mesias


Waham perubahan tubuh
Waham cemburu
Suara-suara halusinasi yang bersifat mengancam atau memerintahkan pasien
Halusinasi pendengaran non-verbal, seperti tertawa, bersiul, dan bergumam
Halusinasi bentuk lainnya, seperti penghiduan, pengecapan, penglihatan,
sensasi somatik seksual atau sensasi somatik lainnya

2.6 Patofisiologi
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmiter juga diidentifikasi
sebagai penyebab skizofrenia. Ketidakseimbangan terjadi antara lain pada
dopamin yang mengalami peningkatan dalam aktivitasnya. Selain itu, terjadi
juga penurunan pada serotonin, norepinefrin, dan asam amio gammaaminobutyric acid (GABA) yang pada akhirnya juga mengakibatkan
peningkatkan dopaminergik. Neuroanatomi dari jalur neuronal dopamin pada
otak dapat menjelaskan gejala-gejala skizofrenia.

Gambar 3. Terdapat 5 (lima) jalur dopamin pada otak.12

Terdapat lima jalur dopamin dalam otak, yaitu:12


a. Jalur Mesolimbik: berproyeksi dari area midbrain ventral tegmental ke
batang otak menuju nucleus akumbens di ventral striatum. Jalur ini
memiliki fungsi berhubungan dengan memori, indera pembau, efek viseral
automatis, dan perilaku emosional. Hiperaktivitas pada jalur mesolimbik
akan menyebabkan gangguan berupa gejala positif seperti waham dan
halusinasi;

Gambar 4. Jalur mesolimbik dopamin pada otak yang menyebabkan gejala


positif.12
b. Jalur Mesokortikal: berproyeksi dari daerah tegmental ventral ke korteks
prefrontal. Berfungsi pada insight, penilaian, kesadaran sosial, menahan
diri, dan aktifitas kognisi. Hipofungsi pada jalur mesokortikal akan
menyebabkan gangguan berupa gejala negatif dan kognitif pada
skizofrenia. Jalur mesokortikal terdiri dari mediasi gejala kognitif

10

(dorsolateral prefrontal cortex / DLPFC ) dan gejala afektif (ventromedial


prefrontal cortex / VMPFC) skizofrenia.12

Gambar 5. Jalur mesokortical dopamin pada otak 12


c. Jalur Nigrostriatal: sistem nigrostriatal mengandung sekitar 80% dari
dopamin otak. Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra ke basal ganglia
atau striatum (kauda dan putamen). Jalur ini berfungsi menginervasi sistem
motorik dan ekstrapiramidal. Dopamin pada jalur nigrostriatal berhubungan
dengan efek neurologis (Ekstrapiramidal / EPS) yang disebabkan oleh obatobatan antipsikotik tipikal / APG-I (Dopamin D2 antagonis).

Gambar 6. Jalur nigrostriatal dopamin pada otak.12

11

Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahls


Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 32.

d. Jalur

Tuberoinfundibular:

organisasi

dalam

hipotalamus

dan

memproyeksikan pada anterior glandula pituitari. Fungsi dopamin disini


mengambil andil dalam fungsi endokrin, menimbulkan rasa lapar, haus,
fungsi metabolisme, kontrol temperatur, pencernaan, gairah seksual, dan
ritme sirkardian. Obat- obat antipsikotik mempunyai efek samping pada
fungsi ini dimana terdapat gangguan endokrin.

Gambar 7. Jalur tuberoinfundibular dopamin pada otak.12


e. Jalur Thalamus : Jalur kelima berasal dari berbagai tempat, termasuk
periaqueductal gray, ventral mesencephalon, hypothalamus nukleus,
nukleus parabrachial lateral, yang berproyeksi ke thalamus. Namun,
fungsinya masih belum diketahui.12
Rumusan yang paling sederhana untuk mengungkapkan patofisiologi dari
skizofrenia adalah hipotesa dopamin. Hipotesa ini secara sederhana menyatakan
bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik.
Hipotesis ini disokong dari hasil observasi pada beberapa obat antipsikotik yang
digunakan untuk mengobati skizofrenia dimana berhubungan dengan kemampuannya
menghambat dopamin (D2) reseptor.

12

Gambar 8. Hipotesis dopamin pada skizofrenia.12


2.7 Kriteria Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia, pasien harus memenuhi kriteria
DSM-IV-TR atau ICD-X. Berdasarkan DSM-IV, kriteria pasien skizofrenia,
yaitu:7
1. Berlangsung paling sedikit enam bulan
2. Penurunan fungsi yang cukup bermakna, yaitu dalam bidang pekerjaan,
hubungan interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi
3. Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama periode
tersebut
4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan
mood mayor, autisme, atau gangguan organik.
Semua pasien skizofrenia mesti digolongkan ke dalam salah satu dari
subtipe yang telah disebutkan diatas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas

13

manifestasi perilaku yang paling menonjol.7 Berdasarkan PPDGJI-III, maka


pedoman diagnostik skizofrenia paranoid (F20.0), yaitu :5

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


Sebagai tambahan :
Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau
passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam, adalah yang paling khas
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding pada pasien skizofrenia paranoid adalah gangguan
psikotik lain, dapat berupa gangguan skizofreniform dan gangguan skizoafektif.
Pada gangguan skizofreniform, gejalanya sama dengan skizofrenia, namun
berlangsung sekurang-kurangnya 1 bulan, tetapi kurang dari 6 bulan.3 Pada
pasien dengan skizofreniform, akan kembali ke fungsi normal ketika gangguan
hilang. Bila suatu sindrom manik atau depresif terjadi bersamaan dengan gejala
utama skizofrenia, maka hal itu adalah gangguan skizoafektif, yang mempunyai
gambaran baik skizofrenia maupun gangguan afektif (gangguan mood).3
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis,
sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan

14

penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih buruk (kemunduran


mental).2,9 Pasien skizofrenia mungkin tidak sembuh sempurna, tetapi dengan
pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita dapat ditolong untuk dapat
berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau pun di luar rumah. 9
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien skizofrenia paranoid dapat
berupa penatalaksanaan non-farmakologis dan farmakologis.
2.9.1 Penatalaksanaan Non-Farmakologis
Rawat Inap / Hospitalisasi
Pasien yang mengalami gejala-gejala skizofrenia akut harus dirawat di
rumah sakit.6 Perawatan di rumah sakit menurunkan stress pada pasien
dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya
perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan
tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.4 Rawat inap diindikasikan
terutama untuk :1,3
1. Tujuan diagnostik
2. Stabilisasi pengobatan
3. Keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri atau pembunuhan,
maupun mengancam lingkungan sekitar
4. Untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak pada tempatnya,
termasuk, ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar, seperti
pangan, sandang dan papan
5. Tidak adanya dukungan dan motivasi sembuh dari keluarga
maupun lingkungan
6. Timbulnya efek samping obat yang membahayakan jiwa
Membangun hubungan yang efektif antara pasien dan sistem
pendukung komunitas merupakan tujuan utama rawat inap. 3 Rawat inap
dan layanan rehabilitasi masyarakat juga bertujuan untuk memaksimalkan
kemandirian pasien (contohnya dengan melatih keterampilan hidup
sehari-hari), karena pada pasien dengan gejala sisa (contohnya gejala
negatif dan kognitif) mungkin tidak dapat hidup mandiri.2 Setelah keluar

15

dari rumah sakit, pasien tersebut perlu di follow-up teratur oleh ahli
psikiatri.6

Terapi Psikologis (Psikoterapi) dan Dukungan Sosial (Sosioterapi)


Terapi yang dapat membantu penderita skizofrenia adalah
psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang
praktis dengan maksud mengembalikan penderita ke masyarakat. 9 Terapi
perilaku kognitif (cognitive behavioural therapy, CBT) seringkali
bermanfaat dalam membantu pasien mengatasi waham dan halusinasi
yang menetap. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan dan
ketidakmampuan, dan tidak secara langsung menghilangkan gejala.
Terapi keluarga dapat membantu mereka megurangi ekspresi emosi yang
berlebihan dan terbukti efektif mencegah kekambuhan.2
Terapi kerja adalah baik sekali untuk mendorong penderita bergaul
lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.9 Hal ini
dimaksudkan agar pasien tidak mengasingkan diri dan terapi ini sangat
penting dalam menjaga kepercayaan diri dan kualitas hidupnya. 2 Penting
sekali untuk menjaga komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga.1

2.9.2 Penatalaksanaan Farmakologis


Pemberian obat-obat anti-psikosis
Pemberian obat anti-psikosis pada pasien skizofrenia (sindrom
psikosis fungsional) merupakan penatalaksanaan yang utama. Pengobatan
anti-psikosis diperkenalkan awal tahun 1950-an.3 Pemilihan jenis obat antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan (fase akut atau
kronis) dan efek samping obat.8,9 Fase akut biasanya ditandai oleh gejala
psikotik (yang baru dialami atau yang kambuh) yang perlu segera diatasi.
Obat anti-psikosis tidak bersifat menyembuhkan, namun bersifat
pengobatan simtomatik.13 Obat anti-psikosis efektif mengobati gejala
positif pada episode akut (misalnya halusinasi, waham, fenomena
passivity) dan mencegah kekambuhan.2,9 Obat-obat ini hanya mengatasi

16

gejala gangguan dan tidak menyembuhkan skizofrenia. 3 Pengobatan dapat


diberikan secara oral, intramuscular, atau dengan injeksi depot jangka
panjang.2
Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia,
pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek
samping, karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan
mengurangi

ketaatanberobatan

(compliance)

atau

kesetiaberobatan

(adherence). Dianjurkan untuk menggunakan antipsikosis atipikal atau


antipsikosis tipikal, tetapi dengan dosis yang rendah.9

Gambar 9. Sifat obat antipsikotik konvensional


Mekanisme kerja obat anti-psikosis berkaitan dengan aktivitas
neurotransmitter

dopamine

yang

meningkat

(Hiperaktivitas

sistem

dopaminergik sentral).8 Pada umumnya, pemberian obat anti-psikosis


sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun, setelah semua
gejala psikosis mereda sama sekali. Efek obat anti-psikosis secara relatif

17

berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih


mempunyai efek klinis.8 Obat anti-psikosis dibagi dalam dua kelompok,
berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:3,4,7
1. Dopamine Receptor Antagonist (DRA) atau anti-psikosis generasi I
(APG-I)
Obat APG-I disebut juga obat anti-psikosis konvensional atau
tipikal. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas
tinggi dalam mem-blokade atau menghambat pengikatan dopamin pada
reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan
sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), hal inilah yang
diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat.13 Oleh karena
kinerja obat APG-I, maka obat ini lebih efektif untuk gejala positif,
contohnya gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikir yang tidak
wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi) dibandingkan untuk terapi
gejala negatif.1,8,10 Obat antipsikosis tipikal (APG-I) memiliki dua
kekurangan utama, yaitu :
a. Hanya sejumlah kecil pasien (kemungkinan 25 persen) yang cukup
tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup
normal
b. Antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang
mengganggu dan serius. Efek menganggu yang paling utama adalah
akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor.
Sebagian besar antagonis reseptor dopamin dapat diberikan dalam
satu dosis oral harian ketika orang tersebut berada dalam kondisi yang
stabil dan telah menyesuaikan dengan efek samping apa pun. 10 Prototip
kelompok obat APG-I adalah klorpromazin (CPZ), hal ini dikarenakan obat
ini sampai sekarang masih tetap digunakan sebagai antipsikosis, karena
ketersediannya dan harganya murah.13

18

Nama Generik Nama Dagang


Sediaan
Dosis Anjurkan
Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25 - 100 mg
150 - 600 mg/hari
Promactil
Tab. 100 mg
Meprosetil
Tab. 100 mg
Cepezet
Tab. 100 mg
Perphenazine
Perphenazine
Tab. 4 mg
Trilafon
Tab 2 - 4 - 8 mg
Trifluoperazine
Stelazine
Tab. 1 - 5 mg
10 - 15 mg/hari
Fluphenazine
Anatensol
Tab. 2,5 - 5 mg
10 - 15 mg/hari
Thioridazine
Melleril
Tab. 50 - 100 mg
150 - 300 mg/hari
Haloperidol
Haloperidol
Tab. 0,5 - 1,5 mg
5 - 15 mg/hari
Dores
Tab. 1,5 mg
Serenace
Tab. 0,5 - 1,5 mg
Haldol
Tab. 2 - 5 mg
Govotil
Tab. 2 - 5 mg
Lodomer
Tab 2 - 5 mg
Pimozide
Orap Forte
Tab. 4 mg
2 - 4 mg/hari
Tabel 2. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi I dan Dosis Anjuran (yang
beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).8
Obat CPZ merupakan golongan derivate phenothiazine yang
mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme
(efek esktrapiramidal / EPS).13 Semua obat APG-I dapat menimbulkan efek
samping EPS (ekstrapiramidal), seperti distonia akut, akathisia, sindrom
Parkinson (tremor, bradikinesia, rigiditas).8 EFek samping ini dibagi menjadi
efek akut, yaitu efek yang terjadi pada hari-hari atau minggu-minggu awal
pertama pemberian obat, sedangkan efek kronik yaitu efek yang terjadi
setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun menggunakan obat.7 Oleh karena
itu,

setiap

pemberian

obat

APG-I,

maka

harus

disertakan

obat

trihexyphenidyl 2 mg selama 2 minggu sebagai obat antidotum.

2. Serotonin-dopamine Antagonist (SDA) atau anti-psikosis generasi II


(APG-II)
Pada tahun 1990, ditemukan klozapin yang dikenal sebagai generasi
pertama antipsikotik golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan

19

obat ini sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal


symptom).13 Obat APG-II disebut juga obat anti-psikosis baru atau atipikal.
Standar emas terbaru untuk pemberian obat anti-psikosis bagi pasien
skizofrenia adalah APG-II. Obat APG-II memiliki efek samping neurologis
yang lebih sedikit dibandingkan dengan antagonis reseptor dopamin dan
efektif terhadap kisaran gejala psikotik yang lebih luas.10
Mekanisme kerja obat anti-psikosis atipikal adalah berafinitas terhadap
Dopamine D2 Receptors (sama seperti APG-I) dan juga berafinitas
terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors (Serotonin-dopamine antagonist),
sehingga efektif terhadap gejala positif (waham, halusinasi, inkoherensi)
maupun gejala negatif (afek tumpul, proses pikir lambat, apatis, menarik
diri).1,8

Nama Generik
Sulpride
Clozapine

Nama Dagang
Sediaan
Dosis Anjurkan
Dogmatil Forte
Tab. 200 mg
300 - 600 mg/hari
Clorazil
Tab. 25 - 100 mg
25 - 100 mg/hari
Sizoril
Tab. 25 - 100 mg
Olanzapine
Zyprexa
Tab. 5 - 10 mg
10 - 20 mg/hari
Quetiapine
Seroquel
Tab. 25 - 100 mg
50 - 400 mg/hari
Zotepine
Lodopin
Tab. 25 - 50 mg
75 - 100 mg/hari
Risperidone
Risperidone
Tab 1 - 2 - 3 mg
2 - 6 mg/hari
Risperidal
Tab. 1 - 2 - 3 mg
Neripros
Tab. 1 - 2 - 3 mg
Persidal
Tab. 1 - 2 - 3 mg
Rizodal
Tab. 1 - 2 - 3 mg
Zofredal
Tab. 1 - 2 - 3 mg
Aripiprazole
Abilify
Tab. 10 - 15 mg
10 - 15 mg/hari
Tabel 3. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi II dan Dosis Anjuran (yang
beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).8
Apabila pada pasien skizofrenia, gejala negatif (afek tumpul, penarikan

diri, isi pikir miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi,
bicara kacau), maka obat anti-psikosis atipikal perlu dipertimbangkan.8

20

2.10 Prognosis
Dahulu, bila diagnosis skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa sudah
tidak ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu
akan menuju ke kemunduran mental (deteriorasi mental). 9 Sekarang dengan
pengobatan modern, ternyata bila penderita itu datang berobat dalam tahun pertama
setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama
sekali (full remission atau recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke
masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit yang mereka masih harus sering
diperiksa dan diobati selanjutnya (social recovery).9
Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk
menghilangkan gejala.1,7 Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat dalam
waktu satu tahun, 80% mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun, dan 10%
meninggal karena bunuh diri.2 Kira-kira 50 persen dari semua pasien dengan
skizofrenia mencoba bunuh diri sekurang satu kali selama hidupnya, dan 10 sampai
15 persen pasien skizofrenik meninggal karena bunuh diri selama periode follow-up
20 tahun.4 Pasien skizofrenik laki-laki dan wanita sama-sama mungkin untuk
melakukan bunuh diri.

Prognosis Baik
Onset lambat
Faktor pencetus yang jelas
Onset akut
Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan

Prognosis Buruk
Onset muda
Tidak ada faktor pencetus
Onset tidak jelas
Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan

pramorbid yang baik


pramorbid yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama Perilaku menarik diri, autistik
gangguan depresif)
Menikah dan telah berkeluarga

Tidak

menikah,

bercerai,

janda/duda
Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia
(tidak ada keluarga yang menderita
skizofrenia)

21

atau

Sistem

pendukung

(terutama

dari

yang

keluarga)

baik Sistem pendukung yang buruk untuk


untuk kesembuhan pasien

kesembuhan pasien
Gejala positif
Jenis kelamin perempuan

Gejala negatif
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam tiga tahun
Sering timbul relaps
Riwayat penyerangan
Tabel 4. Menunjukkan Prognosis Baik dan Buruk dalam Skizofrenia.3

BAB III
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. M
Usia
: 39 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Payakumbuh

I.

Riwayat Psikiatri
Anamesis dilakaukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 Desember
2016 , pukul 10.00 WIB di Bangsal Gelatik RSJ HB Saanin Padang.
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSJ HB Saanin dengan keluhan marah marah sejak
1 hari SMRSJ
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien, laki-laki usia 39 tahun datang ke IGD RSJ HB Saanin Padang
diantar oleh ayahnya dengan keluhan marah-marah sejak

22

1 hari SMRSJ.

Pasien marah-marah sampai melempar barang-barang dirumah. Pasein marahmarah tanpa sebab dan berkelahi dengan orang lain.
Pasien mengatakan ia mendengar suara atau bisikan-bisikan seperti
orang mengobrol, pasien tidak pernah mengenal suara itu. Suara atau bisikanbisikan itu hampir setiap hari di dengar pasien dan perasaan pasien menjadi
cemas karena bisikan-bisikan itu terus ada terdengar ditelingga pasien.
Pasien mengaku melihat adanya bayangan atau penampakan
menyerupai kuntilanak yang sering, berada didekatnya tetapi sosok
penampakan itu tidak sampai menganggu pasien
Saat menonton TV juga pasien megungkapkan bahwa pembawa acara
mengejek, menertawakan serta mengajak pasien mengobrol, dan pasien juga
merasa pikirannya bisa dibaca ataupun dikendalikan oleh orang lain. Selama
ini, pasien merasakan seperti ada seseorang yang mengikuti atau bahkan
seperti mengancam ingin membunuh pasien. Selain itu, pasien merasa seperti
ada seseorang yang mengontrolnya. Ini terungkap ketika pasien sedang berada
di luar rumah dan ingin kembali pulang, ketika separuh jalan pulang pasien
kembali ke tempat semula karena seperti ada yang mengontrol dan
menyuruhnya kembali ke tempat awal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien sudah menderita gangguan jiwa sejak

1 5 tahun SMRSJ.

Pasien pernah dirawat di RSJ HB Saanin Padang sebanyak 4 kali.


Pertama pasien dirawat karena pasien mengamuk sehingga
memecahkan kaca, pasien dirawat selama

1 bulan dan

mendapat obat sebanyak 2 macam. Kedua, pasein dirawat karena


pasien tidak tidur selama 1 minggu, pasien dirawat selama

23

bulan. Rawatan ketiga dan keempat pasien mengaku dirawat karena


-

putus obat yang menyebabkan pasien marah-marah tanpa sebab.


Riwayat Medik Umum
Pasien tidak pernah mengalami riwayat trauma kepala, seperti
terbentur sehingga mengakibatkan gegar otak. Pasien juga tidak
memiliki riwayat kejang.

Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif dan Alkohol


Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi atau menggunakan
zatpsikotropik NAPZA dan alkohol. Pasien mengaku sampai
sekarang sehari-harinya masih mengkonsumsi rokok

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


a. Riwayat prenatal dan perinatal:
Pasien lahir cukup bulan dalam proses persalinan normal.
b. Riwayat masa kanak-kanak :
Pasien tumbuh dan berkembang sesuai umur sebagaimana anak
seumurnya sehingga pasien tidak ada gangguan dalam pertumbuhan
dan perkembangannya.
c. Riwayat masa akhir kanak-kanak dan remaja: Pasien tumbuh dengan
baik, tidak ada masalah dalam berkehidupan sosial.
d. Riwayat pendidikan
Pasien menjalani pendidikan sampai SD, pasien ingin melanjutkan
SMP tapi tidak ada biaya Saat SD pasien tidak pernah ada masalah
baik secara akademik maupun sosial.
e. Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja sehari-hari sebagai petani
f. Riwayat agama
Pasien beragama Islam
g. Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah namun bercerai 1 bulan SMRSJ
h. Hubungan dengan keluarga
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan ayah, ibu, dan
saudaranya. Keluarga pasien juga mendukung pasien untuk sembuh.

24

i. Aktivitas sosial
Pasien dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
j. Situasi Kehidupan Pasien
Pasien laki laki umur 39 tahun, sudah menikah tapi bercerai, pasien
bekerja sebagai petani. Pasien saat ini tinggal di rumah orang tuanya.
Hubungan pasien dengan ayah kandung, ibu tiri, serta saudaranya
baik-baik saja. Tidak ada masalah dalam bersosialisasi dengan orang
lain, dan tidak terdapat keluarga yang memiliki gangguan jiwa.
k. Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan hukum
E. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama

Keterangan :
Laki- Laki
Perempuan
Pasien

25

F. Persepsi Pasien Terhadap Dirinya


Pasien tidak merasa dirinya sakit namun rutin minum obat sehingga
menyebabkan keadaan ambivalen
G. Impian, Fantasi, dan Nilai-nilai
Pada awalnya pasien bercita-cita menjadi dokter namun pasien tidak
bisa mencapainya dikarenakan pasien hanya tamat SD.
III. STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Laki - laki usia 39 tahun, tampak sesuai dengan usia, berpakaian rapi,
ekspresi tenang, perawatan diri baik, warna kulit sawo matang.
2. Kesadaran
Kesadaran umum
: Compos mentis
Kontak Psikis
: Tidak wajar
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Cara berjalan
: Baik
Aktifitas psikomotor
: Pasien kooperatif, tenang, kontak mata
baik, tidak ada gerakan involunter dan dapat menjawab pertanyaan
dengan baik.
4. Pembicaraan
Kuantitas : Baik, pasien dapat menjawab pertanyaan dan dapat

mengungkapkan isi hatinya dengan jelas.


Kualitas : Bicara spontan, volume bicara normal, artikulasi jelas

dan pembicaraan dapat dimengerti.


Tidak ada hendaya berbahasa

5. Sikap Terhadap Pemeriksa


Pasien kooperatif.
6. Mood dan Afek
Mood

: Pasien mengatakan alam perasaannya saat ini sedih

26

Afek

: Ekspresi afektif luas

Keserasian

: Serasi

B. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi
Halusinasi
: Terdapat riwayat halusinasi
Halusinasi auditorik : mendengar suara orang

berbicara,tetapi tidak tampak orangnya.


Halusinasi visual : melihat kuntilanak yang

orang lain tidak dapat melihatnya.


2. Depersonalisasi dan derealisasi
Depersonalisasi : Tidak dilakukan
Derealisasi
: Tidak dilakukan
C. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
a. Produktivitas : Baik, pasien dapat menjawab spontan bila
diajukan pertanyaan.
b. Kontinuitas : Koheren, mampu memberikan jawaban sesuai
pertanyaan.
c. Hendaya berbahasa : tidak terdapat hendaya berbahasa
2. Isi pikiran

Waham kejar

: pasien merasakan seperti ada

seseorang yang mengikuti atau bahkan seperti mengancam


ingin membunuh pasien

Waham referensi
megungkapkan

: Saat menonton TV pasien


bahwa

pembawa

acara

mengejek,

menertawakan serta mengajak pasien mengobrol

delution of control

: pasien merasa seperti ada

seseorang yang mengontrolnya

thought broadcasting
dibaca oleh orang lain

27

: pasien merasa pikirannya bisa

tought of control

pasien

merasa

pikirannya

dikendalikan oleh orang lain


D. FUNGSI INTELEKTUAL / KOGNITIF
1. Daya kosentrasi
Baik, pasien dapat mengikuti wawancara dengan baik dari awal sampai
dengan selesai. Pasien juga dapat menjawab dengan benar pertanyaan
penjumlahan angka yang diberikan oleh dokter (100-7=93).
2. Orientasi
Waktu

: Baik, pasien mengetahui waktu saat itu adalah pagi

hari
Tempat

Saanin Padang
Orang
: Baik, pasien mengenali teman-temannya

:Baik, pasien mengetahui dia sedang berada di RSJ HB

3. Daya Ingat
Daya ingat jangka panjang
Baik, pasien masih dapat mengingat dimana pasien bersekolah SD
Daya ingat jangka sedang
Baik, pasien bisa mengingat kapan ia dirawat
Daya ingat jangka pendek
Baik, pasien dapat mengingat apa yang pasien makan tadi pagi
Daya ingat segera
Baik, pasien dapat mengingat 5 nama kota yang disebutkan oleh
pemeriksa
4. Pikiran abstrak
Baik, pasien mengetahui persamaan bola dan jeruk
5. Kemampuan visuospasial
Baik, pasien dapat menjelaskan jalan dari rumahnya ke rumah sakit
6.

Pengendalian impuls
Cukup, karena pasien belum bisa mengendalikan dirinya untuk tidak
tertawa lepas.
E. DAYA NILAI

28

Norma Sosial : Pasien mampu bersosialisasi dengan lingkungan

sekitarnya.
Uji Daya Nilai : Baik, ketika ditanya apa yang akan pasien lakukan
jika melihat anak kecil menanggis terpisah dari ibunya di keramaian,
pasien menjawab akan membantu anak tersebut mencari ibunya, dan
jika dia tidak bisa menemukan ibu anak tersebut, dia akan meminta

bantuan orang lain juga untuk membantu menemukan ibu si anak.


Penilaian realitas : Pada pasien saat ini terdapat gangguan penilaian
realitas yaitu terdapat halusinasi auditorik,visual, waham referensi,
delusion of control, thought broadcasting, serta ada waham kejar.

F. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN KEHIDUPANNYA


Menurut penilaian pemeriksa sebagai dokter terhadap pasien yaitu pasien
saat ini tidak menyadari dirinya dalam keadaan sakit.
G. TILIKAN / INSIGHT
Tilikan derajat I, pasien merasa dirinya sehat.
H. TARAF DAPAT DIPERCAYA
Pemeriksa memperoleh kesan bahwa jawaban pasien dapat dipercaya
karena pasien konsisten dalam menjawab pertanyaan.
IV.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
i. Keadaan umum
: baik,
ii. Kesadaran
: compos mentis
iii. Tanda vital:
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 80 x/menit
Frekuensi nafas
: 20 x/menit
Suhu
: Afebris
iv. Kulit
: dalam batas normal
v. Mata
: dalam batas normal
vi. THT
: dalam batas normal
vii. Leher
: dalam batas normal
viii. Thorax
: dalam batas normal

29

ix. Abdomen
x. Ekstremitas

: dalam batas normal


: dalam batas normal

B. Status Neurologis
i. Tanda rangsangan meningeal
ii. Tanda Efek Ekstrapiramidal
- Tremor
- Akatisia
- Bradikinesia
- Cara berjalan
- Keseimbangan
- Rigiditas
V.

: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Normal
: Baik
: Negatif

Formulasi Diagnosis
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan pada pasien terdapat
kelainan pola perilaku dan psikologis yang secara klinis bermakna yang
dapat menyebabkan timbulnya distress dan disabilitas dalam fungsi seharihari maka pasien dikatakan menderita gangguan jiwa.
Diagnosis Aksis I
Pada pasien ini tidak terdapat kelainan fisik yang menyebabkan
disfungsi otak, sehingga pasien ini bukan gangguan mental organic
(F.0).
Dari anamnesis tidak didapatkan riwayat penggunaan zat psikoaktif
dan minuman beralkohol. Maka pasien ini bukan gangguan mental
dan perilaku akibat NAPZA(F.1).
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan dalam menilai realita,
yang ditandai dengan adanya riwayat halusinasi visual, auditorik,
waham referensi , delusion of control, thought broadcasting, Maka
pasien termasuk gangguan psikotik (F.20).
Gangguan berupa halusinasi tersebut berlangsung lebih dari 1 bulan
yaitu sejak 15 tahun SMRSJ, sehingga dikatakan menderita
skizofrenia (F.2)

30

Pada pasien ini ditemukan adanya riwayat halusinasi merasa ada yang
mengejarnya dan ingin membunuhnya. Maka pasien ini dikatakan
menderita gangguan skizofrenia paranoid (F20.0).
Diagnosis Aksis II
Tumbuh kembang pada masa anak-anak baik, dapat bersosialisai
maka dari itu pasien tidak terdapat gangguan kepribadian. Fungsi
kognitif baik, tidak terdapat retardasi mental, oleh karena itu tidak
ditemukan gangguan kepribadian dan gangguan retardasi mental.
Maka pada aksis II tidak ada diagnosis.
Diagnosis Aksis III
Pada anamnesis pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien ini
tidak ditemukan riwayat. Maka pada aksis III tidak ada diagnosis.
Diagnosis Aksis IV
Pasien merupakan anak ke-5 dari 5 bersaudara. Pasien tinggal
bersama orangtua dan saudara nya. Maka diagnosis Aksis IV pada
pasien ini adalah terdapatnya gangguan dalam masalah rumah
tangga pasien yaitu pasien bercerai dengan istrinya
Diagnosis Aksis V
Pada pasien didapatkan gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
Maka pada aksis V didapatkan GAF Scale 60-51.
VI.

Formulasi multiaksial
Aksis I
: F.20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis II
: Tidak ada diagnosis
Aksis III
: Tidak ada diagnosis
Aksis IV
: Gangguan dalam rumah tangga yaitu bercerai dengan istrinya
Aksis V
: GAF 60-51

VII.

Daftar Masalah
a. Organobiologik

: tidak ditemukan keluarga yang memiliki penyakit

yang sama dengan pasien

31

b. Psikologis
:
1. Terdapat riwayat gangguan menilai realita berupa
Halusinasi auditorik
Halusinasi visual
2. Terdapat pula gangguan isi pikir berupa
Waham kejar, delusion of reference, delusion of control, thought
broadcasting
3. Terdapat perubahan emosi (menjadi cepat marah) saat obat habis
VIII. Prognosis
Quo Ad Vitam
Quo Ad Fungtionam
Quo Sanationam

: Dubia Ad bonam
: Dubia Ad bonam
: Dubia Ad malam

IX. Terapi
Psikofarmaka :
- Risperidon 2x2 mg
- Merlopam 1x1 mg
Psikoterapi :
Pada pasien
o Edukasi pentingnya minum obat secara teratur dan kontrol rutin setiap
bulan.
o Jika ada suara-suara jangan dipedulikan.
o Bila pada saat keluhan datang dan pasien merasa ketakutan, pasien
dapat mencari perlindungan dari anggota keluarganya atau jika masih
mengganggu juga segera kontrol ke dokter.
o Mencoba mengalihkan pikiran-pikiran negatif dengan mengisinya
dengan kegiatan positif yang bermanfaat.
o Lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

32

BAB IV
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizen yang berarti terpisah atau
pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu
sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek
tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.
Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis, menurut gejala
utam yang terdapat pada pasien, salah satunya adalah skizofrenia paranoid.
Skizofrenia paranoid merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan
paling stabil, dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat. Pada pasien
skizofrenia paranoid, pasien mungkin tidak tampak sakit jiwa sampai muncul
gejala-gejala paranoid.
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia paranoid harus dilakukan sesegera
mungkin setelah didiagnosis, sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang
antara onset gejala dan penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih
buruk (kemunduran mental). Pasien skizofrenia mungkin tidak sembuh sempurna,
tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita dapat ditolong

33

untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau pun di luar rumah.
Terapi yang diberikan dapat dengan non-formakologi (rawat inap dan terapi
psikososial) melalui keluarga dan lingkungannya dan farmakologi dengan
pemberian obat anti-psikosis tipikal (APG-I) atau anti-psikosis atipikal (APG-II)
berdasarkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat).

DAFTAR PUSTAKA
1. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-3.
2. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan Prognosis.
Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius Katona, Claudia
Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga. 2012:18-21.
3. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock
- Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:14768.
4. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang : Binarupa
Aksara Publisher. 2010:699-744.
5. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham : Skizofrenia (F20).
Editor : Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya. 2013:46-8.
6. Skizofrenia dan Gangguan Waham (Paranoid). Editor : Husny Muttaqin dan
Frans Dany. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
2013:147-50.
7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar
Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2013:173-98.

34

8. Obat Anti-psikosis. Editor : Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik


(Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FKUnika Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007:14-22.
9. Skizofrenia. Editor : Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya :
Airlangga University Press. 2009:259-81.
10. Terapi Biologis - Antagonis Reseptor Dopamin : Antipsikotik Tipikal. Editor :
Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:498-502.
11. Antipsychotic Agents. Stahls Essential Psychopharmacology. 4 th Edition.
Diunduh dari : http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf
12. Psychosis and Schizophrenia. Editor : Stahl, Stephen M. Antipsychotics and
Mood Stabilizers : Stahls Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. England :
Cambridge University Press. 2008:26-34.
13. Psikotropik. Editor : Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, dkk. Farmakologi
dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007:161-9.

35

Anda mungkin juga menyukai

  • Penyesuaian
    Penyesuaian
    Dokumen22 halaman
    Penyesuaian
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Skizoafektif Tipe Campuran
    Skizoafektif Tipe Campuran
    Dokumen1 halaman
    Skizoafektif Tipe Campuran
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Case Skipar
    Case Skipar
    Dokumen35 halaman
    Case Skipar
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Fish Bone Imunisasi
    Fish Bone Imunisasi
    Dokumen2 halaman
    Fish Bone Imunisasi
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Dokumen52 halaman
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Case Skipar
    Case Skipar
    Dokumen35 halaman
    Case Skipar
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Dokumen52 halaman
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Bagan
    Daftar Bagan
    Dokumen1 halaman
    Daftar Bagan
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen6 halaman
    Kata Pengantar
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Dokumen52 halaman
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Referat Vertigo
    Referat Vertigo
    Dokumen22 halaman
    Referat Vertigo
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Fish Bone IVA
    Fish Bone IVA
    Dokumen2 halaman
    Fish Bone IVA
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Makalah IVA
    Makalah IVA
    Dokumen74 halaman
    Makalah IVA
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Kelenjar Tiroid
    Kelenjar Tiroid
    Dokumen26 halaman
    Kelenjar Tiroid
    Tina Tan
    100% (1)
  • Refrat
    Refrat
    Dokumen30 halaman
    Refrat
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Presentation 11
    Presentation 11
    Dokumen25 halaman
    Presentation 11
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Case Epilepsi
    Case Epilepsi
    Dokumen44 halaman
    Case Epilepsi
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Indonesia Vertigo PDF
    Jurnal Indonesia Vertigo PDF
    Dokumen4 halaman
    Jurnal Indonesia Vertigo PDF
    faizal arief
    0% (1)
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Case Kata Pengantar
    Case Kata Pengantar
    Dokumen6 halaman
    Case Kata Pengantar
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen45 halaman
    Bab I
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Fish Bone IVA
    Fish Bone IVA
    Dokumen2 halaman
    Fish Bone IVA
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Dan Daftar Isi
    Kata Pengantar Dan Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar Dan Daftar Isi
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    fitriyarevinasari
    Belum ada peringkat