Anda di halaman 1dari 16

Laporan Kasus

FISTULA ENTEROKUTANEUS

Disusun oleh:
Fajri Marindra, S.Ked
0708112154

Pembimbing:
Dr. ISMAR, Sp.B, Sp.BA

Bagian Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau
2011

BAB I

PENDAHULUAN
Fistula adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara dua
organ dalam atau berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan tubuh. Fistula
enterokutaneous adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara
organ gastrointestinal dan kulit.1, 2, 3
Penyebab utama fistula enterokutaneous adalah akibat komplikasi
postoperasi (sekitar 75-85%). Namun fistula dapat juga terjadi secara spontan
(sekitar 15-25% dari seluruh fistula enterokutaneous). Fistula ini dapat disebabkan
oleh berbagai hal terutama pada kanker dan penyakit radang pada usus. Selain itu,
fistula dapat juga disebabkan oleh radiasi, penyakit divertikular, appendicitis, dan
ulkus perforasi atau iskhemi pada usus.4,5
Gejala awal dari fistula enterokutaneous adalah demam, leukositosis,
prolonged ileus, rasa tidak nyaman pada abdomen, dan infeksi pada luka.
Diagnosis menjadi jelas bila didapatkan drainase material usus pada luka di
abdomen. 6
Trias klasik untuk komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh fistula
enterokutaneous, yaitu sepsis, malnutrisi, serta berkurangnya elektrolit dan cairan
tubuh. Fistula dapat menimbulkan abses lokal, infeksi jaringan, peritonitis hingga
sepsis. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat meningkatkan pengeluaran isi
usus yang kaya akan protein dan cairan tubuh serta elektrolit sehingga dapat
menimbulkan malnutrisi dan berkurangnya kadar elektrolit dan cairan tubuh.4
Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan mortalitas sebesar 10-15%,
lebih banyak disebabkan karena sepsis. Namun, sebanyak 50% kasus fistula dapat
menutup secara spontan.6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Fistula adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara dua

organ dalam atau berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan tubuh. Fistula
enterokutaneous adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara
organ gastrointestinal dan kulit.1, 2, 3

Gambar 1. Fistula enterokutaneous


2.2

Etiologi dan Klasifikasi


Fistula enterokutaneous dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria

anatomi, fisiologi dan etiologi, yaitu sebagai berikut:4,5


1. Berdasarkan kriteria anatomi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu
fistula

internal

dan

eksternal.

Fistula

internal

yaitu

fistula

yang

menghubungkan antara dua viscera, sedangkan fistula eksternal adalah fistula


yang menghubungkan antara viscera dengan kulit.
2. Berdasarkan kriteria fisiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 3 yaitu
high-output, moderate-output dan low output.
Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan pengeluaran cairan
intestinal ke dunia luar, dimana cairan tersebut banyak mengandung elektrolit,
mineral dan protein sehingga dapat menyebabkan komplikasi fisiologis yaitu
terjadi ketidak-seimbangan elektrolit dan dapat menyebabkan malnutrisi pada

pasien. Fistula dengan high-output apabila pengeluaran cairan intestinal


sebanyak >500ml perhari, moderate-output sebanyak 200-500 ml per hari dan
low-output sebanyak <200 ml per hari.
3. Berdasarkan kriteria etiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu
fistula yang terjadi secara spontan dan akibat komplikasi postoperasi.
Fistula yang terjadi secara spontan, terjadi sekitar 15-25% dari seluruh
fistula enterokutaneous. Fistula ini dapat disebabkan oleh berbagai hal
terutama pada kanker dan penyakit radang pada usus. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh radiasi, penyakit divertikular, appendicitis, dan ulkus
perforasi atau iskhemi pada usus.
Penyebab utama fistula enterokutaneous adalah akibat komplikasi
postoperasi

(sekitar

75-85%).

Faktor

penyebab

timbulnya

fistula

enterokutaneous akibat postoperasi dapat disebabkan oleh faktor pasien dan


faktor tehnik. Faktor pasien yaitu malnutrisi, infeksi atau sepsis, anemia, dan
hypothermia. Sedangkan faktor tehnik yaitu pada tindakan-tindakan
preoperasi. Sebelum dilakukan operasi, harus dievaluasi terlebih dahulu
keadaan nutrisi pasien karena kehilangan 10-15% berat badan, kadar albumin
kurang dari 3,0 gr/dL, rendahnya kadar transferin dan total limposit dapat
meningkatkan resiko terjadinya fistula enterokutaneous. Selain itu, fistula
enterokutaneous dapat disebabkan oleh kurangnya vaskularisasi pada daerah
operasi, hipotensi sistemik, tekanan berlebih pada anastomosis, dan membuat
anastomosis dari usus yang tidak sehat. Untuk mengurangi resiko timbulnya
fistula, keadaan pasien harus normovolemia / tidak anemis agar aliran oksigen
menjadi lebih optimal. Selain itu pada saat operasi harus diberikan antibiotik
profilaksis untuk mencegah timbulnya infeksi dan abses yang dapat
menimbulkan fistula.
2.3

Gejala Klinik
Gejala awal dari fistula enterokutaneous adalah demam, leukositosis,

prolonged ileus, rasa tidak nyaman pada abdomen, dan infeksi pada luka.

Diagnosis menjadi jelas bila didapatkan drainase material usus pada luka di
abdomen.6,7,8

Gambar 2. Pasien dengan fistula enterocutaneous


2.4

Pemeriksaan Penunjang 4,7


Pemeriksaan penunjang pada kasus Fistula yaitu sebagai berikut:

a. Test methylen blue


Test

ini

digunakan

untuk

mengkonfirmasi

keberadaan

fistula

enterokutaneous dan kebocoran segmen usus. Tehnik ini kurang mampu untuk
mengetahui fungsi anatomi dan jarang digunakan pada praktek.
b. USG
USG dapat digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya abses dan
penimbunan cairan pada saluran fistula
c. Fistulogram
Tehnik ini menggunakan water soluble kontras. Kontras disuntikkan
melalui pembukaan eksternal, kemudian melakukan foto x-ray. Dengan
menggunakan tehnik pemeriksaan ini, dapat diketahui berbagai hal yaitu :
Sumber fistula, jalur fistula, ada-tidaknya kontinuitas usus, ada-tidaknya
obstruksi di bagian distal, keadaan usus yang berdekatan dengan fistula
(striktur, inflamasi) dan ada-tidaknya abses yang berhubungan dengan fistula.
d. Barium enema

Pemeriksaan ini menggunakan kontras, untuk mengevaluasi lambung, usus


halus, dan kolon. Tujuannya untuk mengetahui penyebab timbulnya fistula
seperti penyakit divertikula, penyakit Crohn's, dan neoplasma
e. CT scan
2.5

Tatalaksana
Penatalaksanaan fistula enterokutaneous dapat dibagi menjadi 5 tahapan,

yaitu stabilization, investigation, decision making, definitive therapy, dan


healing.4,9,10
1. Stabilization
Tahap ini dibagi menjadi 5 yaitu: identification, resuscitation, control of
sepsis, nutritional support, control of fistula drainage
a. Identification
Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi pasien dengan
fistula

enterokutaneous.

Pada

minggu

pertama

postoperasi,

pasien

menunjukkan tanda-tanda demam dan prolonged ileus serta terbentuk


erythema pada luka. Luka akan terbuka dan terdapat drainase cairan purulen
yang terdiri dari cairan usus. Pasien dapat mengalami malnutrisi yang
disebabkan karena sedikit atau tidak diberikan nutrisi dalam waktu lama.
Pasien dapat menjadi dehidrasi, anemis, dan kadar albumin yang rendah.4
b. Resuscitation
Tujuan utama pada tahap ini yaitu pemulihan volume sirkulasi. Pada
tahap ini, pemberian kristaloid dibutuhkan untuk memperbaiki volume
sirkulasi. Transfusi sel darah merah dapat meningkatkan kapasitas
pengangkutan oksigen dan pemberian infuse albumin dapat mengembalikan
tekanan onkotik plasma.4

c. Control of sepsis
Pada tahap ini, melakukan pencegahan terhadap timbulnya sepsis
dengan pemberian obat antibiotik.4
d. Nutritional support
Pemberian nutrisi pada pasien dengan fistula enterokutaneous
merupakan komponen kunci penatalaksanaan pada fase stabilization. Fistula

enterokutaneous dapat menimbulkan malnutrisi pada pasien karena intake


nutrisi kurang, hiperkatabolisme akibat sepsis dan banyaknya komponen usus
kaya

protein

yang

keluar

melalui

fistula.

Pasien

dengan

fistula

enterokutaneous membutuhkan kalori total sebanyak 25-32kcal/kg perhari


dengan rasio kalori-nitrogen 150:1 sampai 200:1, protein minimal 1,5g/kg
perhari. Jalur pemberian nutrisi ini dilakukan melalui parenteral. Selain itu,
perlu diberikan elektrolit dan vitamin seperti vitamin C, vitamin B12, zinc,
asam folat.4
e. Control of fistula drainage
Terdapat berbagai tehnik yang digunakan untuk managemen drainase
fistula yaitu simple gauze dressing, skin barriers, pauches, dan suction
catheter. Selain itu, untuk mencegah terjadinya maserasi pada kulit akibat
cairan fistula, dapat diberikan karaya powder, stomahesive atau glyserin.
Beberapa penulis melaporkan keberhasilan menggunakan Vacuum Assisted
Closure (VAC) system untuk penatalaksanaan fistula enterokutaneous. Obatobatan (Somatostatin, Octreotide dan H2 Antagonis) dapat juga diberikan
untuk menghambat sekresi asam lambung, sekresi kelenjar pankreas, usus, dan
traktus biliaris.2,4
2. Investigation
Pada tahap ini, dilakukan investigasi terhadap sumber dan jalur fistula.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu: Test methylen blue, USG,
Fistulogram, Barium enema, atau CT scan.4,5

3. Decision
Fistula enterokutaneous dapat menutup secara spontan dalam 4-6
minggu pada pasien dengan pemberian nutrisi adekuat dan terbebas dari
sepsis. Penutupan spontan dapat terjadi pada sekitar 30% kasus. Fistula yang
terdapat pada lambung, ileum, dan ligamentum of Treiz memiliki kemampuan
yang rendah untuk menutup secara spontan. Hal ini berlaku juga pada fistula
dengan keadaan terdapat abses besar, traktus fistula yang pendek, striktur
usus, diskontinuitas usus, dan obstruksi distal. Pada kasus-kasus tersebut,

apabila fistula tidak menutup (output tidak berkurang) setelah 4 minggu, maka
dapat direncanakan untuk melakukan operasi reseksi. Pada rencana melakukan
tidakan operasi, ahli bedah harus mempertimbangkan untuk menjaga
keseimbangan

nutrisi

dengan

memberikan

nutrisi

secara

adekuat,

kemungkinan terjadinya penutupan spontan dan tehnik-tehnik operasi yang


akan digunakan. 4
4. Definitive therapy
Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien dengan fistula
enterokutaneous yang tidak dapat menutup secara spontan adalah tindakan
yang tepat. Sebelumnya, pasien harus dalam kondisi nutrisi yang optimal dan
terbebas dari sepsis.
Pada saat operasi, abdomen dibuka menggunakan insisi baru. Insisi
secara transversal pada abdomen di daerah yang terbebas dari perlekatan.
Tujuan tindakan operasi selanjutnya adalah membebaskan usus sampai rectum
dari ligamentum Treiz. Kemudian melakukan eksplorasi pada usus untuk
menemukan seluruh abses dan sumber obstruksi untuk mencegah kegagalan
dalam melakukan anastomosis.
Pada saat isolasi segmen usus yang mengandung fistula, reseksi pada
segmen tersebut merupakan tindakan yang tepat. Pada kasus-kasus yang berat,
dapat digunakan tehnik exteriorization, bypass, Roux-en-Y drainase, dan
serosal patches. Namun tindakan- tindakan tersebut tidak menjamin hasil yang
optimal.

Berbagai

kreasi

seperti

two-layer,

interrupted,

end-to-end

anastomosis menggunakan segmen usus yang sehat dapat meningkatkan


kemungikan anastomosis yang aman.2,4
5. Healing
Penutupan fistula secara spontan ataupun operasi, pemberian nutrisi
harus terus dilakukan untuk menjamin pemeliharaan kontinuitas usus dan
penutupan dinding abdomen. Tahap penyembuhan (terutama pada kasus
postoperasi) ini membutuhkan keseimbangan nitrogen, pemberian kalori dan
protein yang adekuat untuk meningkatkan proses penyembuhan dan
penutupan luka. 4

2.6

Komplikasi
Edmund et al mengidentifikasi trias klasik untuk komplikasi yang dapat

ditimbulkan oleh fistula enterokutaneous, yaitu sepsis, malnutrisi, serta


berkurangnya elektrolit dan cairan tubuh. Fistula dapat menimbulkan abses lokal,
infeksi jaringan, peritonitis hingga sepsis. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat
meningkatkan pengeluaran isi usus yang kaya akan protein dan cairan tubuh serta
elektrolit sehingga dapat menimbulkan malnutrisi dan berkurangnya kadar
elektrolit dan cairan tubuh. Pemberian nutrisi parenteral (TPN) sangat diperlukan,
karena TPN dapat meningkatkan penutupan fistula secara spontan. Pada pasien
yang membutuhkan penutupan fistula dengan operasi, TPN dapat meningkatkan
status nutrisi sehingga dapat mempertahankan kontinuitas usus dengan cara
meningkatkan proses penyembuhan luka dan meningkatkan system imun.4,8
2.7

Prognosis
Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan mortalitas sebesar 10-15%,

lebih banyak disebabkan karena sepsis. Namun, sebanyak 50% kasus fistula dapat
menutup secara spontan. Faktor-faktor yang dapat menghambat penutupan
spontan fistula yaitu FRIEND (Foreign body didalam traktus fistula, Radiasi
enteritis, Infeksi/inflamasi pada sumber fistula, Epithelisasi pada traktus fistula,
Neoplasma pada sumber fistula, Distal obstruction pada usus). Tindakan
pembedahan dapat menyebabkan lebih dari 50% morbiditas pada pasien dan 10%
dapat kambuh kembali.6,8

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
:C
Umur
: 2 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anamnesis (Alloanamnesis)
Keluhan Utama

Tanggal Masuk RS : 6 Oktober 2011


Tanggal Pemeriksaan : 26 Oktober 2011
No MR
: 73 72 82

Tidak bisa BAB sejak 1 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


-

10 hari SMRS pasien mengalami muntah-muntah, jumlahnya sekitar


gelas, berisi makanan dan susu, darah (-), kemudian perut pasien
menjadi kembung dan keras, BAB (-), 3 hari kemudian pasien BAB encer
gelas, lendir (-), darah (-), dan pasien masih muntah setiap malam.

7 hari SMRS pasien tidak bisa BAB, perut kembung dan keras, muntah (+)
setiap pasien makan maupun minum, demam (+). Kemudian pasien
dibawa ke RSUD AA dan dirawat dengan diagnosis ileus paralitik.

Setelah 3 hari dirawat di RS, terbentuk lubang di perut pasien pada daerah
pusat, yang mengeluarkan cairan seperti nanah dan berbau busuk,
kemudian lubang tersebut juga mengeluarkan keluar feses.

Pasien lahir pervaginam, cukup bulan, BBL 3.200 gr, pasien sejak lahir
mengkonsumsi susu formula, riw. konsumsi ASI (-), mulai makan
makanan padat sejak umur 6 bulan.

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Riwayat operasi daerah perut sebelumnya (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Keadaan gizi

: Tampak sakit sedang


: Komposmentis
: Cukup, BB : 11 kg

Vital sign
Nadi
Frekuensi napas
Suhu

: 120 x/menit, reguler, pengisian cukup.


: 28 x/menit, reguler.
: 38,4 0C (aksila)

Pemeriksaan kepala-leher
Pemeriksaan toraks
Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan kelenjar limfe

: konjungtiva anemis (+)


: dalam batas normal
: status lokalis
: edema kedua tungkai, pitting edema (-).
: dalam batas normal

Pemeriksaan genitourinarius

: dalam batas normal

Status Lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi

: perut datar, distensi (-), darm contour (-), darm steifung (-),
tampak lubang pada pusat dengan ukuran 0,3 cm yang
mengeluarkan cairan bening berbau, pada ulu hati tampak bengkak
kemerahan dengan ukuran 4 x 4 cm.

Auskultasi

: BU (+) normal

Palpasi

: Supel, tidak ada teraba massa, nyeri tekan (-),


bengkak teraba hangat, konsistensi lunak.

Perkusi

: Timpani

Rectal Tuse

Tonus sfingter ani normal, mucosa licin, massa (-), feses (+), darah (-)

Diagnosis Kerja
Fistula Enterokutaneus + Abses lokal
Saran Pemeriksaan Penunjang
-

Lab. Darah

Fistulografi

USG Abdomen

CT Scan Abdomen

Pemeriksaan Penunjang yang telah dilakukan


Laboratorium Darah (26/10/11)

Hb
Ht
Leukosit
Platelet

: 7,5 gr/dl
: 22,4%
: 16.200/ul
:

127.000/ul
Kesan : Anemia + Leukositosis + Hipoalbuminemia
CT-Scan Abdomen : (13/10/11)

Kesan : DBN, tidak ada tampak massa

Rencana Penatalaksanaan

Na
K
Ca
Alb

: 138 mmol/L
: 3,7 mmol/L
: 0,48 mmol/L
: 2,2 g/dl

Total Parenteral Nutrition


Antibiotik
Transfusi PRC & Albumin
Operasi reseksi fistula

Prognosis
Dubia ad malam

FOLLOW UP
27/10/11 :
S:

Pasien lemas, demam (+), batuk berdahak (+)

O:

KU : tampak sakit sedang


Kesadaran : CM
T : 380 C, HR : 120 x/i, RR : 56 x/i
Status lokalis Abdomen :
Inspeksi : perut distensi (+), darm contour (-), darm steifung (-), tampak
lubang pada pusat dengan ukuran 0,3 cm, pada ulu hati tampak bengkak
kemerahan dengan ukuran 4 x 4 cm.
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : perut tegang, nyeri tekan (+), bengkak teraba hangat,
konsistensi lunak.
Perkusi : timpani

A:

Fistula Enterokutaneus + Abses lokal + Peritonitis + Sepsis

P:

Rencana pindah PICU

28/10/11 :
S:

Pasien lemas, demam (+), batuk berdahak (+)

O:

KU : tampak sakit berat


Kesadaran : CM

T : 39,40 C, HR : 120 x/i, RR : 66 x/i


Thorak : Retraksi iga (+), Gerakan simetris, whezing (-/-), ronki (-/-)
Status lokalis Abdomen :
Inspeksi : perut distensi (+), darm contour (-), darm steifung (-), tampak
lubang pada pusat dengan ukuran 0,3 cm, pada ulu hati tampak bengkak
kemerahan dengan ukuran 4 x 4 cm.
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : perut tegang, nyeri tekan (+), bengkak teraba hangat,
konsistensi lunak.
Perkusi : timpani
A:

Fistula Enterokutaneus + Abses lokal + Peritonitis + Sepsis

P:

Rencana pindah PICU + observasi ketat vital sign

Pukul 22.00 pasien gawat dan meninggal

PEMBAHASAN
Pasien didiagnosis mengalami fistula enterokutaneus karena dari
anamnesis didapatkan adanya riwayat drainase material usus (feses) pada luka di
abdomen, dan gejala lainnya seperti demam dan prolonged ileus. Pada pasien
tidak didapatkan adanya riwayat menjalani operasi daerah abdomen sebelumnya
sehingga fistula yang terjadi pada pasien tergolong fistula yang terjadi secara
spontan. Walaupun penyebab utama fistula enterokutaneous adalah akibat
komplikasi postoperasi (sekitar 75-85%), fistula juga dapat terjadi secara spontan,
dimana

hal ini biasanya

terjadi sekitar

15-25% dari seluruh fistula

enterokutaneous.
Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT-Scan
Abdomen dan tidak dijumpai adanya massa. Sehingga kemungkinan kanker yang
merupakan penyebab utama fistula enterokutaneus secara spontan dapat
disingkirkan.

Adapun

penyebab

lain

yang

dapat

menyebabkan

fistula

enterokutaneus secara spontan seperti penyakit radang pada usus, radiasi, penyakit
divertikular, appendicitis, dan ulkus perforasi atau iskhemi pada usus.
Pada pasien juga telah terjadi komplikasi seperti abses lokal, peritonitis
dan sepsis. Dimana menurut kepustakaan fistula enterokutaneus dapat

menimbulkan abses lokal, infeksi jaringan, peritonitis hingga sepsis. Selain itu,
fistula enterokutaneous dapat meningkatkan pengeluaran isi usus yang kaya akan
protein dan cairan tubuh serta elektrolit sehingga dapat menimbulkan malnutrisi
dan berkurangnya kadar elektrolit dan cairan tubuh.
Walaupun sebanyak 50% kasus fistula dapat menutup secara spontan,
namun pada 10-15% kasus dapat menyebabkan kematian, dimana mortalitas ini
lebih banyak disebabkan karena sepsis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland W.A.N. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC. 2002. h. 840
2. Kozell K, Martin L. Managing the Challenges of Enterocutaneous Fistula.
[diakses

26

oktober

2011].

Diunduh

http://www.cawc.net/open/wcc/1-1/Kozell.pdf
3. Amato J. Enterocutaneous Fistula. [diakses
Diunduh

dari

26

dari
oktober

:
2011].

http://www.mssurg.net/Team5Conferences/2005-

6/Enterocutaneous% 2520Fistula%2520 %25203.pdf


4. Evenson A. R et al. Current Management of Enterocutaneous Fistula.
[diakses

26

oktober

2011].

Diunduh

dari

http://www.ptolemy.ca/members/archives/2006/Fistula/evenson2006.pdf.
5. Thompsom M.J and Epanomeritakis E. An Accountable Fistula
Management Treatment Plan. [diakses 26 oktober 2011]. Diunduh dari :
http://www.eakin.co.uk/Uploads/Docs/An_Accountable_Fistula_Managam
ent_Treatment_Plan_BJN.pdf.
6. Edward E.W et al. Small Intestine. In : Charles F., Bronicardi et al.
Swartz-Principle of Surgery. McGraw-Hill. p. 1037-1038
7. Stein D. E. Intestinal Fistulas. [diakses 26 oktober 2011]. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/179444-diagnosis

8. Sjamsuhidajat R, Jong Wd. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC,
2004. Hal: 683-684
9. Sabiston, Buku Ajar Ilmu Bedah, bagian I, cetakan ke-dua. Jakarta :
EGC,1995.
10. Henry MM, Thompson JN. Principles of Surgery, 2nd edition. Elsevier
Saunders. 2005. p431-445.

Anda mungkin juga menyukai