Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KEGIATAN INTERNSHIP

MINI PROJECT
F.7

Deteksi

Dini dan Menilai Sikap WUS (Wanita Usia Subur) terhadap


Pemeriksaan Kanker Leher Rahim dengan metode Pap Smear di
Puskesmas Plaosan

Oleh :
dr. Melati Pratiwi

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS PLAOSAN, KECAMATAN PLAOSAN
KABUPATEN MAGETAN
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kegiatan

: Deteksi Dini dan Menilai Sikap WUS (Wanita Usia Subur)


terhadap Pemeriksaan Kanker Leher Rahim dengan metode
Pap Smear di Puskesmas Plaosan

Pelaksana Kegiatan

: dr. Melati Pratiwi

Jenis Kegiatan

: Mini Project

Kode Kegiatan

: F7

Tanggal Pelaksanaan

: 12 April 12 Mei 2015

Magetan,

Menyetujui,
Dokter Pendamping

Pelaksana Kegiatan

dr.Siti Sumarni

dr. Melati Pratiwi

NIP. 19600813 198802 2 001

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita
di seluruh dunia. Kanker leher rahim merupakan keganasan yang terjadi pada leher rahim dan
disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). HPV ini ditularkan melalui
hubungan seksual dan infeksinya terjadi pada 75% wanita yang telah pernah berhubungan
seksual. Kanker ini telah menyerang lebih dari 1,4 juta wanita di seluruh dunia (Depkes RI,
2007).
Rendahnya cakupan deteksi dini atau screening merupakan salah satu alasan makin
berkembangnya kanker leher rahim. Perempuan yang tidak melakukan skrining secara teratur
memiliki risiko berkembangnya kanker leher rahim lima kali lebih tinggi dibandingkan
dengan perempuan yang melakukan skrining secara teratur (Depkes RI, 2008).
Deteksi dini kanker leher rahim merupakan terobosan inovatif dalam pembangunan
kesehatan untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan akibat kanker leher rahim
(Depkes RI, 2008). Perempuan yang melakukan deteksi dini kanker leher rahim akan
menurunkan risiko terkena kanker leher rahim karena deteksi dini ini ditujukan untuk
menemukan lesi pra-kanker sedini mungkin, sehingga pengobatan dapat segera diberikan bila
lesi ditemukan (Depkes RI, 2007).
Deteksi dini yang diikuti pengobatan yang adekuat merupakan kunci keberhasilan
dalam pengendalian kanker leher rahim. Hal ini berdasarkan fakta lebih dari 50% perempuan
yang terdiagnosa kanker tidak pernah melakukan penapisan sebelumnya (Depkes RI, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2002) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
menunjukkan bahwa sekitar 69,4% dari perempuan yang terdiagnosa kanker tidak pernah
melakukan penapisan, sehingga pada saat kanker diketahui, kanker telah ditemukan pada
stadium lanjut dan pengobatan sudah sangat terlambat.
Menurut Depkes RI (2007), deteksi dini kanker leher rahim difokuskan pada wanita
yang berisiko tinggi dan berusia 30-50 tahun. WHO (2007) mengatakan bahwa semua wanita
yang pernah berhubungan seksual kemungkinan besar memiliki risiko terkena kanker leher
rahim. Wanita yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi adalah mereka pertama kali
berhubungan seksual dan memiliki anak pada usia muda, memiliki lebih dari 5 anak,
memiliki banyak pasangan seksual, merokok dan terinfeksi HIV.

Pap Smear merupakan suatu metode skrinning pencegahan kanker serviks.


Metode ini jauh lebih spesifik bila dibandingkan dengan deteksi dini menggunakan
Pap Smear. Mesti demikian, pemeriksaan Pap Smear masih kurang populer di
Indonesia karena keterbatasan fasilitas kesehatan, khususnya Puskesmas,

yang

menyediakan Pap Smear dan mahalnya biaya pemeriksaan. Begitu pula dengan
Puskesmas Plaosan, vakumnya program Pap Smear dalam jangka waku yang sangat
lama membuat masyarakat Plaosan tidak terlalu mengenal Pap Smear. Oleh karena
itu, peneliti ingin mengenalkan serta mendeteksi dini kejadian kanker serviks deng
terutama bagi wanita usia subur dengan Pap Smear.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut :
1.1.1. Apakah faktor resiko untuk memiliki kanker leher rahim yang paling tinggi
yang dimiliki oleh WUS di Kecamatan Plaosan sehingga memiliki keharusan
melakukan pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan?
1.1.2. Bagaimanakah sikap WUS di Kecamatan Plaosan tentang Pap Smear?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1

Untuk mengetahui faktor resiko untuk memiliki kanker leher rahim yang paling tinggi

yang dimiliki oleh WUS di Kecamatan Plaosan sehingga memiliki keharusan melakukan
pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan.
1.3.2

Untuk mengetahui sikap WUS di Kecamatan Plaosan mengenai Pap Smear.

1.4 Manfaat Penelitian


1.1.3. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat akademis berupa
tambahan wawasan dan pengetahuan yang tekait dengan program Pap Smear.
Masing-masing faktor resiko untuk memiliki kanker leher rahim yang paling
tinggi yang dimiliki oleh WUS di Kecamatan Plaosan, faktor penyebab
terbesar belum terlaksananya pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan
dapat menjadi bahan atau sumber dalam pendidikan yang dipertimbangkan
dalam merubah perilaku sesorang.

1.4.2. Manfaat Praktis


a. Bagi Dinas Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam meningkatkan cakupan
deteksi dini kanker serviks melalui sosialisasi dan peningkatan pelayanan
kesehatan serta penyediaan sarana prasarana untuk pemeriksaan Pap
Smear bagi setiap puskesmas sehingga WUS akan lebih tertarik selain itu
juga akan merasa lebih nyaman untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear.
b. Bagi Institusi Pelayanan (Puskesmas)
Sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kompetensi, sikap dan
perilaku paramedis dan medis dengan selalu lebih aktif dalam mengikuti
pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh dinas kesehatan.
c. Bagi WUS
Secara tidak langsung WUS mendapatkan manfaat dari penelitian ini, yaitu
melalui program-program sosialisasi yang dilakukan sehingga mampu
meningkatkan pengetahuan WUS tentang Pap Smear.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Kanker Serviks
Kanker serviks adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim. Kanker serviks
disebut juga kanker leher rahim atau kanker mulut rahim dimulai pada lapisan serviks.
Kanker serviks terbentuk sangat perlahan dimulai beberapa sel berubah dari normal menjadi
sel-sel pra-kanker dan kemudian menjadi sel kanker. Ini dapat terjadi bertahun-tahun, tapi
kadang-kadang terjadi lebih cepat. Perubahan ini sering disebut displasia. Mereka dapat
ditemukan dengan tes Pap Smear dan dapat diobati untuk mencegah terjadinya kanker
(Walboomers et.al, 1999).
Leher rahim (serviks) adalah bagian bawah uterus (rahim). Rahim memiliki
dua bagian. Bagian atas, disebut tubuh rahim, adalah tempat di mana bayi tumbuh.
Leher rahim, di bagian bawah, menghubungkan tubuh rahim ke vagina, atau disebut
juga jalan lahir (Bosch et.al, 1992).

Gambar 1. Organ Reproduksi Wanita (Deviany, 2004)


Terdapat beberapa jenis utama kanker serviks walaupun sebagian besar sisanya adalah
adenokarsinoma. Kanker ini dimulai pada sel-sel kelenjar yang membuat lendir. Jarang
terjadi, kanker serviks memiliki kedua jenis fitur diatas dan disebut karsinoma campuran.
Jenis lainnya (seperti melanoma, sarkoma, dan limfoma) yang paling sering terjadi di bagian
lain dari tubuh (Bosch et.al, 1995).

Jumlah prevalensi wanita pengidap kanker serviks di Indonesia terbilang cukup besar.
Setiap hari, ditemukan 40-45 kasus baru dengan jumlah kematian mencapai 20-25 orang.
Sementara jumlah wanita yang berisiko mengidapnya mencapai 48 juta orang. Kanker serviks
cenderung terjadi pada wanita paruh baya. Kebanyakan kasus ditemukan pada wanita yang
dibawah 50 tahun. Ini jarang terjadi pada wanita muda (usia 20 tahunan). Banyak wanita
tidak tahu bahwa ketika menjadi tua, mereka masih beresiko terkena kanker serviks. Itulah
sebabnya penting bagi wanita lebih tua untuk tetap menjalani tes Pap Smear secara teratur
(Koss, 1989).

2. Faktor Resiko Kanker Serviks


Faktor-faktor resiko dibawah ini dapat meningkatkan peluang seorang wanita
terkena kanker serviks:
a. Infeksi Virus Human Papilloma (HPV)
Pada kanker serviks, faktor risiko yang terpenting adalah infeksi HPV (human
papilloma virus). HPV adalah sekelompok lebih dari 100 virus yang berhubungan yang dapat
menginfeksi sel-sel pada permukaan kulit, ditularkan melalui kontak kulit seperti vaginal,
anal, atau oral seks (Bosch et.al, 1995). Virus HPV berisiko rendah dapat menimbulkan
genital warts (penyakit kutil kelamin) yang dapat sembuh dengan sendirinya dengan
kekebalan tubuh. Namun pada Virus HPV berisiko tinggi tipe (tipe 16, 18, 31, 33 and 45),
virus ini dapat mengubah permukaan sel-sel vagina. Bila tidak segera terdeteksi dan diobati,
infeksi Virus HPV ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan terbentuknya sel-sel pra
kanker serviks.
Melakukan hubungan seks tidak aman terutama pada usia muda atau memiliki banyak
pasangan seks,memungkinkan terjadinya infeksi HPV. Tiga dari empat kasus baru infeksi
virus HPV menyerang wanita muda (usia 15-24 tahun). Infeksi Virus HPV dapat terjadi
dalam 2-3 tahun pertama mereka aktif secara seksual (Bosch et.al, 1992).
Pada usia remaja (12-20 tahun) organ reproduksi wanita sedang aktif berkembang.
Rangsangan penis/sperma dapat memicu perubahan sifat sel menjadi tidak normal, apalagi
bila terjadi luka saat berhubungan seksual dan kemudian infeksi Virus HPV. Sel abnormal
inilah yang berpotensi tinggi menyebabkan kanker serviks. Saat ini sudah ada beberapa
vaksin yang mencegah terjadinya infeksi dari beberapa jenis HPV (Koss, 1989).

b. Merokok
Merokok: Wanita yang merokok berada dua kali lebih mungkin mendapat kanker
serviks dibandingkan mereka yang tidak. Rokok mengandung banyak zat racun/kimia yang
dapat menyebabkan kanker paru. Zat-zat berbahaya ini dibawa ke dalam aliran darah ke
seluruh tubuh ke organ lain juga. Produk sampingan (by4 products) rokok seringkali
ditemukan pada mukosa serviks dari para wanita perokok (Bosch et.al, 1992).
c. Diet
Diet rendah sayuran dan buah-buahan dapat dikaitkan dengan meningkatnya resiko
kanker seviks. Juga, wanita yang obes/gemuk berada pada tingkat resiko lebih tinggi (Bosch
et.al, 1992).
d. Pil KB
Penggunaan pil KB dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya
kanker serviks. Riset menemukan bahwa resiko kanker serviks meningkat sejalan dengan
semakin lama wanita tersebut menggunakan pil kontrasepsi tersebut dan cenderung menurun
pada saat pil dihentikan(Bosch et.al, 1992) .
e. Hamil Pertama Usia Muda
Hamil pertama di usia muda: Wanita yang hamil pertama pada usia dibawah 17 tahun
hampir selalu 2x lebih mungkin terkena kanker serviks di usia tuanya, daripada wanita yang
menunda kehamilan hingga usia 25 tahun atau lebih tua (Bosch et.al, 1992).
f. Riwayat Keluarga
Kanker serviks dapat berjalan dalam beberapa keluarga. Bila Ibu atau kakak
perempuan Anda memiliki kanker serviks, resiko Anda terkena kanker ini bisa 2 atau 3x lipat
dari orang lain yang bukan. Ini mungkin karena wanita-wanita ini kurang dapat memerangi
infeksi HPV daripada wanita lain pada umumnya (Bosch et.al, 1992).
3. Perjalanan Alamiah Kanker Leher Rahim
Pada perempuan saat remaja dan kehamilan pertama, terjadi metaplasia sel skuamosa
serviks. Bila pada saat ini terjadi infeksi HPV, maka akan terbentuk sel baru hasil
transformasi dengan partikel HPV tergabung dalam DNA sel. Bila hal ini berlanjut maka
terbentuklah lesi prekanker dan lebih lanjut menjadi kanker. Sebagian besar kasus displasia
sel servix sembuh dengan sendirinya, sementara hanya sekitar 10% yang berubah menjadi
displasia sedang dan berat. 50% kasus displasia berat berubah menjadi karsinoma. 1 Biasanya
waktu yang dibutuhkan suatu lesi displasia menjadi keganasan adalah 10-20 tahun. Kanker
leher rahim invasif berawal dari lesi displasia sel-sel leher rahim yang kemudian berkembang

menjadi displasia tingkat lanjut, karsinoma in-situ dan akhirnya kanker invasif. Penelitian
terakhir menunjukkan bahwa prekursor kanker adalah lesi displasia tingkat lanjut (highgrade dysplasia) yang sebagian kecilnya akan berubah menjadi kanker invasif dalam 10-15
tahun, sementara displasia tingkat rendah (low-grade dysplasia) mengalami regresi
spontan.2,14,15

NIS : Neoplasma Intraepitel Serviks


Nasiell et.al.16 melaporkan waktu yang dibutuhkan untuk progresivitas lesi tipe NIS2
menjadi karsinoma in-situ paling cepat terjadi pada kelompok perempuan usia 26-50 tahun
yaitu 40-41 bulan, sementara pada kelompok perempuan usia dibawah 25 tahun dan diatas 50
tahun berturut-turut adalah 54-60 bulan, dan 70-80 bulan.
3.1. Klasifikasi dan Stadium
3.1.1 Sistem Klasifikasi Lesi Prakanker
Ada beberapa sistem klasifikasi lesi prakanker yang digunakan saat ini,
dibedakan berdasarkan pemeriksaan histologi dan sitologinya. Berikut tabel
klasifikasi lesi prakanker1 :

3.1.2 Stadium Kanker Rahim


International Federation of Gynecologists and Obstetricians Staging System
for Cervical Cancer (FIGO) pada tahun 2000 menetapkan stadium kanker sebagai
berikut 10,17 :

4. Skrining kanker leher rahim


Berbagai metode skrining kanker leher telah dikenal dan diaplikasikan, dimulai sejak
tahun 1960-an dengan pemeriksaan tes Pap. Selain itu dikembangkan metode visual dengan
gineskopi, atau servikografi, kolposkopi. Hingga penerapan metode yang dianggap murah
yaitu dengan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). Skrining DNA HPV juga
ditujukan untuk mendeteksi adanya HPV tipe onkogenik, pada hasil yang positif, dan
memprediksi seorang perempuan menjadi berisiko tinggi terkena kanker serviks.

5. Gejala dan Tanda

Lesi prakanker dan kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya dapat
terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Boon dan Suurmeijer melaporkan bahwa sebanyak
76% kasus tidak menunjukkan gejala sama sekali. 18 Jika sudah terjadi kanker akan timbul
gejala yang sesuai dengan tingkat penyakitnya, yaitu dapat lokal atau tersebar. Gejala yang
timbul dapat berupa perdarahan pasca sanggama atau dapat juga terjadi perdarahan diluar
masa haid dan pasca menopause. Jika tumornya besar, dapat terjadi infeksi dan menimbulkan
cairan berbau yang mengalir keluar dari vagina. Bila penyakitnya sudah lanjut, akan timbul
nyeri panggul, gejala yang berkaitan dengan kandung kemih dan usus besar.18,19 Gejala lain
yang timbul dapat berupa gangguan organ yang terkena misalnya otak (nyeri kepala,
gangguan kesadaran), paru (sesak atau batuk darah), tulang (nyeri atau patah), hati (nyeri
perut kanan atas, kuning, atau pembengkakan) dan lain-lain.20
6. Penegakan Diagnosis
Diagnosis definitif harus didasarkan pada konfirmasi histopatologi dari hasil biopsi
lesi sebelum pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut dilakukan. 1 Tindakan penunjang
diagnostik dapat berupa kolposkopi, biopsi terarah, dan kuretase endoservikal.
7. Tatalaksana Lesi Prakanker Serviks 21,22
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yang pada umumnya tergolong NIS
(Neoplasia Intraepitelial Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja, medikamentosa,
terapi destruksi, dan/atau terapi eksisi. Tindakan observasi dilakukan pada tes pap dengan
hasil HPV, atipia, NIS I yang termasuk dalam Lesi Intraepitelial Skuamousa Derajat Rendah
(LISDR). Terapi NIS dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi Intra
epitelial Skuamousa Derajat Tinggi). Demikian juga, terapi eksisi dapat ditujukan pada
LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi
destruksi tidak mengangkat lesi, tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.

DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM


Kanker leher rahim adalah penyakit yang diawali oleh infeksi virus HPV yang
merubah sel-sel leher rahim sehat menjadi displasia dan bila tidak diobati pada gilirannya
akan tubuh menjadi kanker leher leher rahim. 4,34 Prinsip dasar kontrol penyakit ini adalah
memutus mata rantai infeksi, atau mencegah progresivitas lesi displasia sel-sel leher rahim
(disebut juga lesi prakanker) menjadi kanker. Bila lesi displasia ditemukan sejak dini dan
kemudian segera diobati, hal ini akan mencegah terjadinya kanker leher rahim dikemudian
hari.9 Lesi prakanker yang perlu diangkat/diobati adalah jenis LISDT (lesi intraepitelial
skuamosa derajat tinggi), adapun jenis LISDR (lesi intraepitelial skuamosa derajat rendah)
dianggap lesi yang jinak dan sebagian besar akan mengalami regresi secara spontan. 7
Perempuan yang terkena lesi prakanker diharapkan dapat sembuh hampir 100%, sementara
kanker yang ditemukan pada stadium dini memberikan harapan hidup 92%. Karenanya
deteksi sedini mungkin sangat penting untuk mencegah dan melindungi perempuan dari
kanker leher rahim.7
WHO menyebutkan 4 komponen penting yang menjadi pilar dalam penanganan
kanker leher rahim, yaitu : pencegahan infeksi HPV, deteksi dini melalui peningkatan
kewaspadaan dan program skrining yang terorganisasi, diagnosis dan tatalaksana, serta
perawatan paliatif untuk kasus lanjut.1,9
Deteksi dini kanker leher rahim meliputi program skirining yang terorganisasi dengan
sasaran perempuan kelompok usia tertentu, pembentukan sistem rujukan yang efektif pada

tiap tingkat pelayanan kesehatan, dan edukasi bagi petugas kesehatan dan perempuan usia
produktif.1
Skrining dan pengobatan lesi displasia (atau disebut juga lesi prakanker) memerlukan
biaya yang lebih murah bila dibanding pengobatan dan penatalaksanaan kanker leher rahim.
Beberapa hal penting yang perlu direncanakan dalam melakukan deteksi dini kanker, supaya
skrining yang dilaksanakan terprogram dan terorganisasi dengan baik, tepat sasaran dan
efektif, terutama berkaitan dengan sumber daya yang terbatas :
1. Sasaran yang akan menjalani skrining
WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut1 :
a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes
Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun sebelumnya atau lebih.
b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya.
c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca
sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala
abnormal lainnya.
d. Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya.
Amerika Serikat dan Eropa merekomendasikan sasaran dan interval skrining kanker
servik seperti tampak pada tabel berikut 35:

2. Interval skrining
American Cancer Society (ACS) merekomendasikan idealnya skrining dimulai 3
tahun setelah dimulainya hubungan seksual melalui vagina.7 Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa risiko munculnya lesi prakanker baru terjadi setelah 3-5 tahun setelah
paparan HPV yang pertama.7
Interval yang ideal untuk dilakukan skrining adalah 3 tahun. 9 Skrining 3 tahun sekali
memberi hasil yang hampir sama dengan skrining tiap tahun.9 ACS merekomendasikan
skrining tiap tahun dengan metode tes Pap konvensional atau 2 tahun sekali bila
menggunakan pemeriksaan sitologi cairan (liquid-based cytology), setelah skrining yang
pertama.7 Setelah perempuan berusia 30 tahun, atau setelah 3 kali berturut-turut skrining
dengan hasil negatif, skrining cukup dilakukan 2-3 tahun sekali.7 Bila dana sangat terbatas

skrining dapat dilakukan tiap 10 tahun atau sekali seumur hidup dengan tetap memberikan
hasil yang signifikan.9,36,37
WHO merekomendasikan1 :
a. Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya
dilakukan pada perempuan antara usia 35-45 tahun.
b. Untuk perempuan usia 25-49 tahun, bila sumber daya memungkinkan, skrining
hendaknya dilakukan 3 tahun sekali.
c. Untuk perempuan dengan usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali
d. Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan usia diatas 65
tahun, tidak perlu menjalani skrining.
e. Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining setahun sekali
3. Metode skrining yang akan digunakan
Ada beberapa metode skrining yang dapat digunakan, tergantung dari ketersediaan
sumber daya. Metode skrining yang baik memiliki beberapa persyaratan, yaitu akurat, dapat
diulang kembali (reproducible), murah, mudah dikerjakan dan ditindak-lanjuti, akseptabel,
serta aman.1 Beberapa metode yang diakui WHO adalah sebagai berikut1 :
1. Metode Sitologi
a. Tes Pap konvensional
Tes Pap atau pemeriksaan sitologi diperkenalkan oleh Dr. George Papanicolau sejak
tahun 1943. Sejak tes ini dikenal luas, kejadian kanker leher rahim di negara-negara
maju menurun drastis. Pemeriksaan ini merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang
mudah,murah, aman, dan non-invasif. Beberapa penulis melaporkan sensitivitas
pemeriksaan ini berkisar antara 78-93%, tetapi pemeriksaan ini tak luput dari hasil
positif palsu sekitar 16-37% dan negatif palsu 7-40% Sebagian besar kesalahan
tersebut disebabkan oleh pengambilan sediaan yang tidak adekuat, kesalahan dalam
proses pembuatan sediaan dan kesalahan interpretasi. 20,38, 39,40,41
b. Pemeriksaan sitologi cairan (Liquid-base cytology/LBC)
Dikenal juga dengan Thin Prep atau monolayer. Tujuan metode ini adalah
mengurangi hasil negatif palsu dari pemeriksaan Tes Pap konvensional dengan cara
optimalisasi teknik koleksi dan preparasi sel. Pada pemeriksaan metode ini sel
dikoleksi dengan sikat khusus yang dicelupkan ke dalam tabung yang sudah berisi
larutan fiksasi. Keuntungan penggunaan teknik monolayer ini adalah sel abnormal

lebih tersebar dan mudah tertangkap dengan fiksasi monolayer sehingga mudah
dikenali. Kerugiannya adalah butuh waktu yang cukup lama untuk pengolahan slide
dan biaya yang lebih mahal. 20, 42
2. Metode pemeriksaan DNA-HPV
Deteksi DNA HPV dapat dilakukan dengan metode hibridisasi berbagai cara
mulai dari cara Southern Blot yang dianggap sebagai baku emas, filter in situ, Dot Blot,
hibridisasi in situ yang memerlukan jaringan biopsi, atau dengan cara pembesaran, seperti
pada PCR (Polymerase Chain Reaction) yang amat sensitif. 20, 42, 43, 44, 45, 46
3. Metode inspeksi visual
a. Inspeksi visual dengan lugol iodin (VILI)
b. Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
Selain dua metode visual ini, dikenal juga metode visual kolposkopi dan
servikografi. Setiap metode skrining mempunyai sensitifitas dan spesifisitas berbeda.
Sampai saat ini belum ada metode yang ideal dimana sensitivitas dan spesifisitas
100% (absolut). Oleh karena itu, dalam pemeriksaan skrining, setiap wanita harus
mendapat penjelasan dahulu (informed consent).
Berikut adalah tabel perbandingan
kelebihannya masing-masing :

metode

dengan kelemahan

dan

4. Pencegahan Kanker Serviks


Kebanyakan kanker serviks dapat dicegah. Ada 2 cara untuk mencegah penyakit ini.
Cara pertama adalah menemukan dan mengobati pra-kanker sebelum menjadi kanker serviks,
dan yang kedua adalah mencegah terjadinya pra-kanker serviks (Deviany, 2004). Test Pap
Smear: dinamakan sesuai dengan penemunya, Dr. George Papanicolaou (1883-1962) dari
Yunani. Test ini digunakan menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal
dalam serviks (leher rahim) (Koss,1989).
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun laboratorium
terdekat. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa menit) dan tidak
menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat dilakukan bila Anda tidak dalam keadaan haid
ataupun hamil. Untuk hasil terbaik, sebaiknya tidak berhubungan intim minimal 3 hari
sebelum pemeriksaan (Koss, 1989).

Gambar 2. Prosedur Pap Smear (Koss, 1989)

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.

Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan menggunakan

pendekatan cross sectional study. Metode analitik korelasi ini digunakan untuk mengetahui
antara faktor resiko untuk memiliki kanker leher rahim yang paling tinggi yang dimiliki oleh
WUS di Kecamatan Plaosan dan tingkat pengetahuan Pap Smear WUS di Kecamatan
Plaosan.
3.2.

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Plaosan, sedangkan waktu penelitian dilakukan

selama bulan April - Mei 2015.


3.3.

Penentuan Sumber Data


3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh WUS yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Plaosan.
3.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh WUS yang melakukan pemeriksaan
Pap Smear. Tenaga kesehatan dan atau yang terlibat dalam pemeriksaan Pap
Smear mengambil sampel penelitian ini untuk WUS menggunakan
pertimbangan tertentu berdasarkan criteria inklusi dan ekslusi yang ditentukan.
Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan fokus penelitian ini, maka
peneliti menentukan responden penelitian dengan kriteria inklusi :
a. WUS (usia 15 49 tahun)
b. Bersedia menjadi responden
Kriteria ekslusi : WUS yang tidak memiliki KTP Kecamatan Plaosan atau
kartu domisili, usia 50 tahun.

3.4.

Variabel Penelitian
3.4.1. Variabel Penelitian
1. Variabel bebasnya adalah faktor resiko untuk memiliki kanker leher rahim
yang paling tinggi yang dimiliki oleh WUS di Kecamatan Plaosan,
pendukung yang dapat meningkatkan angka cakupan pemeriksaan Pap
Smear di Puskesmas Plaosan.
2. Variabel terikat adalah cakupan Pap Smear di Kecamatan Plaosan.
3.4.2. Definisi operasional variabel adalah sebagai berikut:
1. Cakupan Pap Smear adalah kunjungan Pap Smear oleh WUS di wilayah
Puskesmas Plaosan yang ditunjukkan dalam bentuk jumlah kunjungan
dalam persentase, didapatkan melalui observasi pada dokumentasi
puskesmas.
2. Faktor resiko untuk memiliki kanker leher rahim yang paling tinggi yang
dimiliki oleh WUS di Kecamatan Plaosan sehingga memiliki keharusan
melakukan pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan.
3. Faktor penyebab terbesar rendahnya cakupan pemeriksaan Pap Smear di
Puskesmas Plaosan.

3.5.

Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar angket untuk mengetahui faktor resiko WUS di wilayah kerja Puskesmas
Plaosan dan ketersediaan mereka untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear.
Pada akhir penelitian ini diadakan pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas
Plaosan, maka juga disediakan alat dan bahan pemeriksaan Pap Smear seperti berikut:
3.5.1. Alat
a. Speculum
b. Kurentang
c. Kapas lidi
d. Handscone
e. Kom
f. Senter/lampu sorot
g. Cervical brush
h. Kaca objek

3.5.2. Bahan
a. Aquabides
b. Jelly
c. Kapas bulat
3.6.

Langkah-langkah Penelitian
3.6.1. Wawancara Singkat dan Pengisian Angket pada Seluruh WUS yang Akan
Melakukan Pemeriksaan Pap Smear
Seluruh WUS yang akan mengikuti pemeriksaan Pap Smear, terlebih
dahulu diberikan waktu untuk wawancara singkat dan pengisian angket mengenai
faktor resiko dan pengetahuan seputar kanker leher rahim. Wawancara dan
pengisian angket harus dijawab secara jujur tanpa ada paksaan atau sesuatu yang
ditutup-tutupi.

3.6.2. Pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan


Pemeriksaan Pap Smear dilakukan mulai tanggal 12 April 2015 hingga
tanggal 7 Mei 2015. Pemeriksaan ini sangat dibantu dengan adanya BPJS yang
membebasbiayakan pemeriksaan Pap Smear ini. Namun, bagi WUS yang tidak
memiliki BPJS juga diperkenankan melakukan Pap Smear dengan biaya sendiri.
Pencarian WUS juga dimudahkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan yang
melakukan program Pap Smear se-Magetan pada tanggal 21 April 2015 bertepatan
dengan Hari Kartini.
3.6.3. Analisis data dan penyusunan laporan penelitian
Adapun metode analisis data yang telah digunakan adalah metode
deskriptif-analitis yaitu dengan melakukan interpretasi secara kualitatif terhadap
data yang telah didapatkan dengan bantuan table. Penyusunan laporan penelitian
dilakukan pada bulan Mei 2015.

BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Profil Komunitas Umum

Plaosan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Magetan, Provinsi jawa Timur,


Indonesia. Telaga Sarangan, salah satu primadona wisata Jawa Timur di kaki Gunung
Lawu terletak di kecamatan ini. Pada tahun 2009, sebanyak 4 desa di Kecamatan
Plaosan berpisah untuk membentuk Kecamatan Sidorejo.
Empat desa tersebut

adalah Durenan, Getasanyar, Sidomulyo, dan Sidorejo.

Setelah pemekaran tersebut, Kecamatan Plaosan tinggal memiliki 14 desa dan 1


kelurahan, yakni: Desa Bogoarum, Desa Bulugunung, Desa Buluharjo, Desa Dadi, Desa
Ngancar, Desa Nitikan, Desa Pacalan, Kelurahan Plaosan, Desa Plumpung, Desa
Puntukdoro, Desa Randugede, Desa Sarangan, Desa Sendangagung, Desa Sidomukti,
Desa Sumberagung.
Kecamatan memiliki 2 puskesmas yaitu Puskesmas Plaosan dan Puskesmas
Sumber Agung. Puskesmas Plaosan sendiri melayani 8 desa yaitu: Desa Sarangan, Desa
Dadi, Desa Ngancar, Kelurahan Plaosan, Desa Bulugunung, Desa Pacalan, dan Desa
Plumpung.
4.2 Data Geografis
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan merupakan sebuah kecamatan yang
berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Kantor Kecamatan Plaosan
berada di Kelurahan Plaosan dengan ketinggian 874 meter dpl, dengan koordinat pada
titik 7,68379 LS dan 111,25148 BT. Luas Kecamatan Plaosan sekitar 66,09 Km2 atau
sekitar 9,57 % dari luas total Kabupaten Magetan. Desa terluas di Kecamatan Plaosan
adalah Desa Sarangan dengan luas 2.344 Ha atau 44% dari luas wilayah Kecamatan
Plaosan. Banyak tempat wisata yang ada di Kecamatan Plaosan ini. Diantaranya; Telaga
Sarangan, Telaga Wahyu, Air Terjun Tertosari, dan masih banyak lagi.
Batas wilayah Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan; sebelah utara :
Kecamatan Sidorejo; sebelah timur : Kecamatan Ngariboyo; sebelah selatan :
Kecamatan Poncol; sebelah barat : Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Wilayah
Kecamatan Plaosan berada pada ketinggian antara 500 meter dpl sampai 1.280 meter
dpl. Peta pemerintahan Kecamatan Plaosan terbagi menjadi : 2 Kelurahan dan 13 Desa
yang terbagi lagi menjadi 58 Dusun atau Lingkungan, 67 Rukun Warga (RW), dan 389
Rukun Tetangga (RT).
4.3 Data Demografik

Data demografis wanita usia subur (WUS) tahun 2014 di wilayah kerja Puskesmas
Plaosan adalah sebagai berikut :
Desa /Kelurahan

Jumlah yang ada


PUS

WUS

Plaosan

1020

2721

Sarangan

589

1570

Ngancar

370

986

Plumpung

638

1702

Puntukdoro

684

1724

Bulugunung

816

2177

Dadi

817

2178

Pacalan

786

2095

Jumlah

5720

12253

4.4 Sumber Daya Kesehatan yang Ada


Puskesmas Plaosan telah membuka pelayanan pemeriksaan Pap Smear sejak
bulan Oktober 2011. Namun, belum banyak masyrakat yang ingin memeriksakan
dirinya ke puskesmas. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan
mengadakan Hari Pap Smear serentak di semua puskesmas di Kabupaten Magetan yang
bertepatan dengan Hari Kartini yaitu pada tanggal 21 April 2015. Dengan adanya
gerakan gerilya dari bidan, dokter, dokter internship dan petugas kesehatan lain di
Puskesmas Plaosan, maka Puskesmas Plaosan berhasil mengajak 32 wanita untuk
dilakukan Pap Smear.
4.5 Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada
Sarana pelayanan pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan cukup tersedia.
Dilihat dari keberadaan alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan Pap Smear
telah lengkap. Mulai dari temapt tidur ginekologi, lampu sorot, speculum, alat sterilisasi
(autoclave), handscone, kapas lidi, kom, aquabides, jelly, dll. Selain itu, alat-alat seperti
spekulum, cervical brush dan handscone sekali pakai, alkohol 95%, dan gelas objek
juga disediakan oleh Dinas Kesehatan setempat. Hal ini memperlihatkan kesiapan para

bidan untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear yang tergolong cukup mudah dan
sederhana di Puskesmas Plaosan.
4.6 Data Hasil Pengisian Angket oleh WUS di Kecamatan Plaosan

1. Usia Menikah

Usia Menikah
18%
< 17 Tahun

17 Tahun

82%

2. Jumlah pernikahan

Jumlah Pernikahan
14%
1 kali

> 1 kali
86%

3. Sering berganti pasangan

Sering Berganti Pasangan


Ya
Tidak
100%

4. Usia pertama kali menstruasi

Usia Pertama Kali Menstruasi


7%
< 12 tahun
12 tahun
93%

5. Sering mengalami keputihan

Sering Mengalami Keputihan

47%

Ya
54%

Tidak

6. Melahirkan normal 4 kali

Melahirkan 4 Kali
4%
Ya
Tidak
97%

7. Riwayat kanker pada keluarga

Riwayat Kanker Pada Keluarga


18%
Ya
Tidak
82%

8. Melakukan aktivitas fisik teratur setiap hari 30 menit

Melakukan Aktivitas Teratur Setiap Hari 30 Menit


25%
Ya
Tidak
75%

9. Keluar darah dari kemaluan setelah berhubungan intim

Keluar Darah dari Kemaluan Setelah Berhubungan Intim


11%
Ya
Tidak
89%

10. Konsumsi makanan berlemak/berpengawet

Konsumsi Makanan Berlemak/Berpengawet

47%

Sering
54%

Tidak

11. Penggunaan KB Hormonal > 5 tahun

Penggunaan KB Hormonal > 5 Tahun


Ya

43%

Tidak

57%

12. Kebiasaan merokok atau tinggal dengan orang perokok aktif

Kebiasaan Merokok atau Tinggal dengan Perokok Aktif


32%

Ya
Tidak

68%

13. Riwayat pemeriksaan Pap Smear sebelumnya

Riwayat Pemeriksaan Pap Smear Sebelumnya


21%
Sudah Pernah
Belum Pernah
79%

14. Mengetahui di Puskesmas Plaosan ada pemeriksaan Pap Smear

Mengetahui di Puskesmas Plaosan ada Pemeriksaan Pap Smear

46%

54%

Ya
Tidak

4.7 Hasil Pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan


Berikut ini hasil pemeriksaan Pap Smear tanggal 21 April 2015 di Puskesmas
Plaosan :
No

Nama

Umur

Alamat

Hasil Pemeriksaan

Keterangan

Ny. Susanti

40

Sarangan

Pap Smear
Radang Non Spesifik

(S:Subjektif, O:Obektif)
S/haid tidak teratur

Radang Non Spesifik

O/Fluor albus (+)


S/ -

Radang Non Spesifik

O/Fluor albus (+)


S/Tidak haid

2
3

Ny. Wiji Astuti


Ny. Sri Kartini

36
36

Bulugunung
Bulugunung

Ny. Siswati

39

Pacalan

Radang Non Spesifik

O/ S/Vagina sering gatal

Ny. Fitri Hastutik

30

Pacalan

Radang Non Spesifik

O/Fluor albus (+)


S/Gatal pada labia
mayor
O/Infeksi jamur vulva,

Ny. Tri Umiyati

35

Pacalan

Radang Non Spesifik

Fluor albus (+)


S/Keputihan, gatal
O/Erosi (+), Fluor albus

Ny. Suparti

46

Dadi

Radang Non Spesifik

(+)
S/Panas daerah vagina

8
9

Ny. Nur Kayati


Ny.Wartini

31
49

Plumpung
Pacalan

Radang Non Spesifik

O/Fluor albus (+)


S/ -

Radang Non Spesifik

O/ Fluor albus (+)


S/ O/ Fluor albus (+), Erosi

10

Ny. Nuryani

23

Pacalan

Radang Non Spesifik

minimal (+)
S/-

11

Ny. Lisa I

38

Plaosan

Radang Non Spesifik

O/S/Keputihan

12

Ny. Adini Maya

28

Plaosan

Radang Non Spesifik

O/Erosi (+)
S/Haid tidak teratur

Radang Non Spesifik

O/Erosi (+), IUD (+)


S/-

13

Ny. Sumarni

36

Tawang

O/ Fluor albus (+), IUD


14

Ny. Samini

37

Plumpung

Radang Non Spesifik

(+)
S/Tidak haid selama KB
suntik
O/Fluor albus (+), Erosi

15
16

Ny. Winarti
Ny. Rusmiatun

42
24

Buluharjo
Babar

Radang Non Spesifik

minimal (+)
S/Haid tidak teratur

Radang Non Spesifik

O/Erosi (+)
S/O/Fluor albus (+), Erosi

17

Ny. Siswati

50

Magetan

Atropi Smear

minimal (+)
Eksklusi : Menopause

18

Ny. Darwanti

23

Plumpung

Radang Non Spesifik

S/Nyeri perut bawah


O/Fluor albus (+), Erosi

19

Ny. Sudarti

40

Plumpung

Radang Non Spesifik

penuh (+)
S/Keputihan, gatal

20

Ny. Sulistiyowati

27

Plumpung

Radang Non Spesifik

O/Fluor albus (+)


S/Keputihan, haid tidak
rutin, nyeri perut bawah
O/Erosi penuh (+),

21

Ny. Sademi

47

Plumpung

Radang Non Spesifik

Fluor albus (+)


S/Keputihan, kental, bau
O/Fluor albus (+), Erosi

22

Ny. Siti Maisaroh

27

Alas Tuwo

Radang Non Spesifik

(+), Bau (+)


S/Keputihan, gatal, bau

O/Fluor albus (+), Bau


23

Ny. Siti Maisaroh

54

Plumpung

Atropi Smear

(+)
Eksklusi : Menopause

24

Ny. Masriah

32

Pacalan

Radang Non Spesifik

S/-

25

Ny. Siyem

56

Pacalan

Atropi Smear

O/Fluor albus (+)


Eksklusi : Menopause

26

Ny. Sukini

35

Pacalan

Radang Non Spesifik

S/Keputihan, gatal, bau


O/Fluor albus (+), Erosi

27
28

Ny. Muryanti
Ny. Dwi Rahayu

41
37

Plumpung
Plaosan

Radang Non Spesifik

minimal (+), Bau (+)


S/Keputihan, bau

Radang Non Spesifik

O/Fluor albis (+)


S/Nyeri haid
O/Erosi minimal (+),

29

Ny. Ida S

43

Magetan

Radang Non Spesifik

Hasil USG : Kista (+)


S/Keputihan

30

Ny. Trijayanti

30

Sarangan

Radang Non Spesifik

O/Fluor albus (+)


-

31

Ny. Purwati

33

Magetan

Radang Non Spesifik

32

Ny. Tutik

26

Pacalan

Radang Non Spesifik

S/Keputihan

33

Ny. Tari

27

Pacalan

Radang Non Spesifik

O/Fluor albus (+)


S/Keputihan
O/Fluor albus (+)

BAB V
PEMBAHASAN
Angket dalam penelitian ini bermanfaat guna untuk melihat faktor resiko yang di
memiliki oleh WUS sampel di Kecamatan Plaosan sebelum diadakannya pemeriksaan Pap
Smear di Puskesmas Plaosan.
Berdasarkan data yang telah didapatkan dari angket yang diberikan kepada sampel,
menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Plaosan sudah tidak banyak yang melakukan
pernikahan <17 tahun. Hal ini terlihat hanya sebanyak 18% sampel menikah pada usia

tersebut. Tentunya selain budaya, hal ini juga dipengaruhi masyarakat belum sadar akan
resiko tinggi untuk mendapatkan kanker leher rahim lebih besar jika menikah dibawah usia
17 tahun.
Jumlah pernikahan yang dilakukan sampel sebanyak 86% pernah menikah 1x saja.
Sedangkan 4 orang sampel atau 14% pernah menikah lebih dari 1x. Hal ini didukung oleh
budaya Indonesia yang masih kental bahwa tabu melakukan perceraian. Namun hal ini
berdampak positif pada penurunan faktor resiko untuk mendapatkan kanker leher rahim di
Kecamatan Plaosan.
Dari data yang didapat, seluruh sampel yaitu sebanyak 31 orang mengaku tidak
pernah berganti-ganti pasangan seksual. Hal ini merupakan hal yang baik karena dengan
begitu, faktor resiko transmisi HPV yang bisa menyebabkan kanker serviks juga berkurang.
Usia pertama kali mengalami haid atau menstruasi (menarche) juga berpengaruh
terhadap kanker serviks. Ini berkaitan dengan usia pertama kali menikah yang dianggap
sebagai usia pertama kali melakukan hubungan seksual. Penelitian yang dipublikasikan oleh
International Journal Cancer menyebutkan bahwa infeksi HPV akan menjadi lebih besar
pada wanita yang serviksnya sudah matur, yaitu pada wanita yang sudah mengalami
menarche. Data yang didapatkan, sebesar 7.1% sampel mengalami menarche di usia < 12
tahun dan 92.9% sisanya mengalami menarche > 12 tahun. Hal ini meningkatkan resiko
WUS di Kecamatan Plaosan untuk mengalami kanker serviks.
Keputihan atau Fluor Albus merupakan sekresi vaginal pada wanita. Keputihan pada
dasarnya dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu keputihan normal (fisiologis) dan
keputihan abnormal (patologis). Keputihan fisiologis adalah keputihan yang biasanya terjadi
setiap bulannya, biasanya muncul menjelang menstruasi atau sesudah menstruasi ataupun
masa subur. Keputihan patologis dapat disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa
gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir vagina bagian luar. Berdasarkan data yang telah
didapatkan, sebanyak 56,5% sampel mengalami keputihan, dan hanya sebanyak 46.5% tidak
mengalami keputihan. Infeksi atau radang dalam jangka waktu yang lama yang tidak diobati
maka akan meningkatkan faktor resiko untuk mengalami kanker leher rahim.
Berdasarkan penelitian Cancer Reasearch UK, disebutkan bahwa wanita yang
melahirkan anak lebih banyak cenderung mengalami kanker serviks sel skuamosa
dibandingkan dengan yang tidak. Dari data yang didapatkan, hanya didapatkan 1 sampel
(3.5%) dari 31 sampel yang melahirkan normal 4 kali.
Adanya riwayat kanker di keluarga jelas meningkatkan faktor resiko semua kejadian
kanker. Walaupun bukan kanker serviks, jika ada riwayat kanker pada keluarga, tentu akan

semakin meningkatkan resiko terjadinya kanker dimana saja, salah satunya pada serviks. Dari
data yang didapatkan sebesar 82.2% tidak memiliki riwayat kanker pada keluarga, sedangkan
sebanyak 17.8% sisanya memiliki riwayat kanker pada keluarganya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh John Hopkins Hospital, aktivitas fisik
yang teratur terbukti mengurangi jumlah radikal bebas yang bisa menyebabkan mutasi sel
yang bisa berkembang menjadi sel kanker. Oleh karena itu, aktivitas fisik yang teratur setiap
hari sekurang-kurangnya 30 menit diyakini dapat mengurangi faktor resiko terjadinya kanker
serviks. Pada data yang didapatkan, sebanyak 75% sampel mengaku telah melakukan
aktivitas fisik teratur 30 menit sehari, sedangkan sebanyak 25% sampel tidak.
Keluarnya darah dari jalan lahir ketika melakukan hubungan suami istri umumnya
terjadi bila ada kelainan atau penyakit seperti mioma uteri, kanker rahim, kanker leher rahim
dan lainnya.. Selain dikarenakan erosi portio atau trauma mekanik pada jalan lahir, keluarnya
darah ini bisa dikarenakan rapuhnya jaringan disekitar leher rahim yang disebabkan oleh
kanker stadium lanjut. Dari data yang didapatkan terdapat 3 orang sampel (10.7%) yang
mengalami keluar darah dari jalan lahir ketika berhubungan suami istri.
Kegemaran mengonsumsi makan makanan yang berlemak atau berpengawet juga bisa
meningkatkan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Hal ini bisa disebabkan karena
makanan yang berlemak/berpengawet juga memiliki radikal bebas yang lebih banyak
dibanding yang tinggi serat. Dari data didapatkan angka sampel yang cukup besar yaitu
sebanyak 46.5% mengaku sering mengonsumsi makanan berlemak dan atau berpengawet.
Dari berbagai penelitian alat kontrasepsi hormonal, baik pil, suntik, implant, dapat
meningkatkan faktor resiko menderita kanker, baik kanker leher rahim, kanker rahim, dan
kanker payudara. Dari data diatas makan dapat disimpulkan bahwa sebanyak 42.8% WUS
sampel masih memilih kontrasepsi hormonal dimana kontrasepsi ini jauh lebih beresiko
untuk menjadikan kanker leher rahim. Kebanyakan wanita merasa takut dengan proses
pemasangan dan pelepasan IUD, padahal untuk saat ini IUD merupakan alat kontrasepsi
terbaik karena tidak mengandung hormon.
Merokok merupakan faktor resiko yang cukup besar untuk mendapatkan berbagai
macam kanker, termasuk kanker leher rahim. Wanita yang merokok memiliki banyak radikal
bebas yang mana akan menyebabkan mutasi sel menjadi sel kanker. Selain itu, terpaparnya
wanita dengan asap rokok sama saja dengan menambah terpaparnya radikal bebas pada
wanita tersebut. Dari data angket, didapatkan 9 orang sampel (32.1%) mengaku memiliki
kebiasaan merokok, sedangkan sisanya 67.9% mengaku tinggal satu rumah dengan perokok
aktif.

Dari data angket sebanyak 21,4% sampel pernah melakukan pemeriksaan Pap Smear
dan sisanya sebanyak 78,6% belum pernah melakukan pemeriksaan Pap Smear. Hal yang
mendasari rendahnya minat sampel untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear adalah rasa
takut, malu, tidak tahu dan dikarenakan tidak ada keluhan. Rasa takut mendominasi sampel
untuk enggan melakukan pemeriksaan Pap Smear. Hal ini tentunya berhubungan erat dengan
jumlah cakupan pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan. Selain itu rasa takut juga
dipengaruhi oleh kesadaran, SDM, dan tingkat pengetahunan yang dimiliki mengenai kanker
leher rahim dan pemeriksaan Pap Smear. Oleh karena itu kembali lagi pada solusi
resosialisasi pemeriksaan Pap Smear harus digalakan kembali.
Berdasarkan data angket, sebanyak 46.4% WUS sampel tidak mengetahui adanya
pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan. Sedangkan sisanya sebanyak 53.6% sudah
mengetahui adanya pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan.
Pemeriksaan Pap Smear dilakukan dari tanggal 12 April hingga 7 Mei 2015.
Pemeriksaan melibatkan seluruh masyarakat Kecamatan Plaosan, baik yang reguler (bayar
secara mandiri) maupun peserta BPJS. Tidak terdapat paksaan sehingga siapapun yang
berminat boleh melakukan pemeriksaan Pap Smear. Sebanyak 33 WUS mengikuti program
ini, namun 2 sampel harus diekslusi karena sudah mengalami menopause. Sisanya hanya
merupakan radang non spesifik dan disarankan untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear
ulang 1 tahun kemudian. Sebenarnya hampir seluruh sampel yang mengalami keputihan yang
ditemukan saat pemeriksaan Pap Smear dimungkinkan disebabkan oleh jamur dan parasit,
yang memiliki ciri-ciri seperti susu pecah, strawberrry appeaarence pada porsio dan gatal.
Hal ini dapat menjadi pertimbangan baru bahwa keputihan atau fluor albus yang banyak
terjadi pada WUS di wilayah kerja Puskesmas Plaosan adalah disebabkan karena jamur dan
parasit, sehingga terapi yang diberikan dapat disesuaikan.
Saat dilakukan pemeriksaan Pap Smear banyak sekali WUS yang mengeluh jika
mereka takut karena harus dimasukkan alat ke jalan lahir saat pemeriksaan Pap Smear.
Sedangkan rasa malu muncul jika yang memeriksa adalah dokter laki-laki. Kebanyakan WUS
menganggap pemeriksaan Pap Smear hanya bisa dilakukan oleh dokter ahli kandungan dan
kebidanan yang didominasi oleh laki-laki. Padahal pemeriksaan Pap Smear dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan terlatih seperti bidan dan dokter umum.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
1. Faktor resiko untuk memiliki kanker leher rahim yang paling tinggi yang dimiliki oleh
WUS di Kecamatan Plaosan sehingga memiliki keharusan melakukan pemeriksaan
Pap Smear di Puskesmas Plaosan adalah

angka kejadian fluor albus, sering

mengonsumsi makanan berlemak/berpengawet, dan penggunaan alat kontrasepsi


hormonal.

2. Faktor penyebab terbesar rendahnya cakupan pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas


Plaosan adalah ketidaktahuan adanya pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan
dan rasa takut untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear.
6.2. Saran
1. Hendaknya dilakukan resosialisasi pemeriksaan Pap Smear di wilayah kerja
Puskesmas Plaosan sehingga masyarakat dapat mengetahui dan berdampak pada
meningkatnya angka cakupan pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan.
2. Hendaknya dilakukan follow-up pada sampel yang telah melakukan pemeriksaan Pap
Smear untuk selanjutnya diperiksakan lagi 1 tahun kemudian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Narasi Kegiatan Pengabdian Masyarakat : Penyuluhan Deteksi Dini Kanker Leher


Rahim dan Manfaat Pap Smear oleh dr. Novita Intan Arovah. Yogyakarta. 2011.
2. Plummer, Martyn et al. Time since first sexual intercourse and the risk
of cervical cancer. International Journal of Cancer, UK published on 2011.
3.

Cervical cancer risks and causes http://www.cancerresearchuk.org/aboutcancer/type/cervical-cancer/about/cervical-cancer-risks-and-causes diakses pada


tanggal 13 Mei 2015.

4. Labani, Lakshmi et al. Food consumption pattern in cervical carcinoma patients and
controls. Indian J Med Paediatr Oncol v.30(2); Apr-Jun 2009

LAMPIRAN 1
DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN PAP SMEAR

1. Usia Anda ketika pertama kali berhubungan seksual <17 tahun?


a. Ya
b. Tidak
2. Apakah Anda menikah >1 kali?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah Anda sering berganti pasangan?
a. Ya
b. Tidak

4. Umur ketika menstruasi pertama Anda <12 tahun?


a. Ya
b. Tidak
5. Apakah Anda sering mengalami keputihan?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah Anda pernah melahirkan normal 4 kali?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah di keluarga Anda ada yang memiliki riwayat kanker?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah Anda melakukan aktivitas fisik teratur setiap hari 30 menit/hari?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah Anda mengeluarkan darah dari kemaluan setelah melakukan hubungan intim?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah Anda sering mengonsumsi makanan berlemak/berpengawet?
a. Ya
b. Tidak
11. Apakah Anda menggunakan KB Hormonal seperti Pil KB atau Suntik KB >5 tahun?
a. Ya
b. Tidak
12. Apakah Anda mempunyai kebiasaan merokok atau tinggal dengan orang perokok
aktif?
a. Ya
b. Tidak
13. Apakah Anda pernah menjalani pemeriksaan Pap Smear sebelumnya?
a. Ya
b. Tidak
14. Apakah Anda mengetahui sebelumnya ada pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas
Plaosan?
a. Ya
b. Tidak

LAMPIRAN 2

Anda mungkin juga menyukai