MINI PROJECT
F.7
Deteksi
Oleh :
dr. Melati Pratiwi
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Kegiatan
Pelaksana Kegiatan
Jenis Kegiatan
: Mini Project
Kode Kegiatan
: F7
Tanggal Pelaksanaan
Magetan,
Menyetujui,
Dokter Pendamping
Pelaksana Kegiatan
dr.Siti Sumarni
BAB I
PENDAHULUAN
yang
menyediakan Pap Smear dan mahalnya biaya pemeriksaan. Begitu pula dengan
Puskesmas Plaosan, vakumnya program Pap Smear dalam jangka waku yang sangat
lama membuat masyarakat Plaosan tidak terlalu mengenal Pap Smear. Oleh karena
itu, peneliti ingin mengenalkan serta mendeteksi dini kejadian kanker serviks deng
terutama bagi wanita usia subur dengan Pap Smear.
Untuk mengetahui faktor resiko untuk memiliki kanker leher rahim yang paling tinggi
yang dimiliki oleh WUS di Kecamatan Plaosan sehingga memiliki keharusan melakukan
pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan.
1.3.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Kanker Serviks
Kanker serviks adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim. Kanker serviks
disebut juga kanker leher rahim atau kanker mulut rahim dimulai pada lapisan serviks.
Kanker serviks terbentuk sangat perlahan dimulai beberapa sel berubah dari normal menjadi
sel-sel pra-kanker dan kemudian menjadi sel kanker. Ini dapat terjadi bertahun-tahun, tapi
kadang-kadang terjadi lebih cepat. Perubahan ini sering disebut displasia. Mereka dapat
ditemukan dengan tes Pap Smear dan dapat diobati untuk mencegah terjadinya kanker
(Walboomers et.al, 1999).
Leher rahim (serviks) adalah bagian bawah uterus (rahim). Rahim memiliki
dua bagian. Bagian atas, disebut tubuh rahim, adalah tempat di mana bayi tumbuh.
Leher rahim, di bagian bawah, menghubungkan tubuh rahim ke vagina, atau disebut
juga jalan lahir (Bosch et.al, 1992).
Jumlah prevalensi wanita pengidap kanker serviks di Indonesia terbilang cukup besar.
Setiap hari, ditemukan 40-45 kasus baru dengan jumlah kematian mencapai 20-25 orang.
Sementara jumlah wanita yang berisiko mengidapnya mencapai 48 juta orang. Kanker serviks
cenderung terjadi pada wanita paruh baya. Kebanyakan kasus ditemukan pada wanita yang
dibawah 50 tahun. Ini jarang terjadi pada wanita muda (usia 20 tahunan). Banyak wanita
tidak tahu bahwa ketika menjadi tua, mereka masih beresiko terkena kanker serviks. Itulah
sebabnya penting bagi wanita lebih tua untuk tetap menjalani tes Pap Smear secara teratur
(Koss, 1989).
b. Merokok
Merokok: Wanita yang merokok berada dua kali lebih mungkin mendapat kanker
serviks dibandingkan mereka yang tidak. Rokok mengandung banyak zat racun/kimia yang
dapat menyebabkan kanker paru. Zat-zat berbahaya ini dibawa ke dalam aliran darah ke
seluruh tubuh ke organ lain juga. Produk sampingan (by4 products) rokok seringkali
ditemukan pada mukosa serviks dari para wanita perokok (Bosch et.al, 1992).
c. Diet
Diet rendah sayuran dan buah-buahan dapat dikaitkan dengan meningkatnya resiko
kanker seviks. Juga, wanita yang obes/gemuk berada pada tingkat resiko lebih tinggi (Bosch
et.al, 1992).
d. Pil KB
Penggunaan pil KB dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya
kanker serviks. Riset menemukan bahwa resiko kanker serviks meningkat sejalan dengan
semakin lama wanita tersebut menggunakan pil kontrasepsi tersebut dan cenderung menurun
pada saat pil dihentikan(Bosch et.al, 1992) .
e. Hamil Pertama Usia Muda
Hamil pertama di usia muda: Wanita yang hamil pertama pada usia dibawah 17 tahun
hampir selalu 2x lebih mungkin terkena kanker serviks di usia tuanya, daripada wanita yang
menunda kehamilan hingga usia 25 tahun atau lebih tua (Bosch et.al, 1992).
f. Riwayat Keluarga
Kanker serviks dapat berjalan dalam beberapa keluarga. Bila Ibu atau kakak
perempuan Anda memiliki kanker serviks, resiko Anda terkena kanker ini bisa 2 atau 3x lipat
dari orang lain yang bukan. Ini mungkin karena wanita-wanita ini kurang dapat memerangi
infeksi HPV daripada wanita lain pada umumnya (Bosch et.al, 1992).
3. Perjalanan Alamiah Kanker Leher Rahim
Pada perempuan saat remaja dan kehamilan pertama, terjadi metaplasia sel skuamosa
serviks. Bila pada saat ini terjadi infeksi HPV, maka akan terbentuk sel baru hasil
transformasi dengan partikel HPV tergabung dalam DNA sel. Bila hal ini berlanjut maka
terbentuklah lesi prekanker dan lebih lanjut menjadi kanker. Sebagian besar kasus displasia
sel servix sembuh dengan sendirinya, sementara hanya sekitar 10% yang berubah menjadi
displasia sedang dan berat. 50% kasus displasia berat berubah menjadi karsinoma. 1 Biasanya
waktu yang dibutuhkan suatu lesi displasia menjadi keganasan adalah 10-20 tahun. Kanker
leher rahim invasif berawal dari lesi displasia sel-sel leher rahim yang kemudian berkembang
menjadi displasia tingkat lanjut, karsinoma in-situ dan akhirnya kanker invasif. Penelitian
terakhir menunjukkan bahwa prekursor kanker adalah lesi displasia tingkat lanjut (highgrade dysplasia) yang sebagian kecilnya akan berubah menjadi kanker invasif dalam 10-15
tahun, sementara displasia tingkat rendah (low-grade dysplasia) mengalami regresi
spontan.2,14,15
Lesi prakanker dan kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya dapat
terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Boon dan Suurmeijer melaporkan bahwa sebanyak
76% kasus tidak menunjukkan gejala sama sekali. 18 Jika sudah terjadi kanker akan timbul
gejala yang sesuai dengan tingkat penyakitnya, yaitu dapat lokal atau tersebar. Gejala yang
timbul dapat berupa perdarahan pasca sanggama atau dapat juga terjadi perdarahan diluar
masa haid dan pasca menopause. Jika tumornya besar, dapat terjadi infeksi dan menimbulkan
cairan berbau yang mengalir keluar dari vagina. Bila penyakitnya sudah lanjut, akan timbul
nyeri panggul, gejala yang berkaitan dengan kandung kemih dan usus besar.18,19 Gejala lain
yang timbul dapat berupa gangguan organ yang terkena misalnya otak (nyeri kepala,
gangguan kesadaran), paru (sesak atau batuk darah), tulang (nyeri atau patah), hati (nyeri
perut kanan atas, kuning, atau pembengkakan) dan lain-lain.20
6. Penegakan Diagnosis
Diagnosis definitif harus didasarkan pada konfirmasi histopatologi dari hasil biopsi
lesi sebelum pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut dilakukan. 1 Tindakan penunjang
diagnostik dapat berupa kolposkopi, biopsi terarah, dan kuretase endoservikal.
7. Tatalaksana Lesi Prakanker Serviks 21,22
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yang pada umumnya tergolong NIS
(Neoplasia Intraepitelial Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja, medikamentosa,
terapi destruksi, dan/atau terapi eksisi. Tindakan observasi dilakukan pada tes pap dengan
hasil HPV, atipia, NIS I yang termasuk dalam Lesi Intraepitelial Skuamousa Derajat Rendah
(LISDR). Terapi NIS dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi Intra
epitelial Skuamousa Derajat Tinggi). Demikian juga, terapi eksisi dapat ditujukan pada
LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi
destruksi tidak mengangkat lesi, tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.
tiap tingkat pelayanan kesehatan, dan edukasi bagi petugas kesehatan dan perempuan usia
produktif.1
Skrining dan pengobatan lesi displasia (atau disebut juga lesi prakanker) memerlukan
biaya yang lebih murah bila dibanding pengobatan dan penatalaksanaan kanker leher rahim.
Beberapa hal penting yang perlu direncanakan dalam melakukan deteksi dini kanker, supaya
skrining yang dilaksanakan terprogram dan terorganisasi dengan baik, tepat sasaran dan
efektif, terutama berkaitan dengan sumber daya yang terbatas :
1. Sasaran yang akan menjalani skrining
WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut1 :
a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes
Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun sebelumnya atau lebih.
b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya.
c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca
sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala
abnormal lainnya.
d. Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya.
Amerika Serikat dan Eropa merekomendasikan sasaran dan interval skrining kanker
servik seperti tampak pada tabel berikut 35:
2. Interval skrining
American Cancer Society (ACS) merekomendasikan idealnya skrining dimulai 3
tahun setelah dimulainya hubungan seksual melalui vagina.7 Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa risiko munculnya lesi prakanker baru terjadi setelah 3-5 tahun setelah
paparan HPV yang pertama.7
Interval yang ideal untuk dilakukan skrining adalah 3 tahun. 9 Skrining 3 tahun sekali
memberi hasil yang hampir sama dengan skrining tiap tahun.9 ACS merekomendasikan
skrining tiap tahun dengan metode tes Pap konvensional atau 2 tahun sekali bila
menggunakan pemeriksaan sitologi cairan (liquid-based cytology), setelah skrining yang
pertama.7 Setelah perempuan berusia 30 tahun, atau setelah 3 kali berturut-turut skrining
dengan hasil negatif, skrining cukup dilakukan 2-3 tahun sekali.7 Bila dana sangat terbatas
skrining dapat dilakukan tiap 10 tahun atau sekali seumur hidup dengan tetap memberikan
hasil yang signifikan.9,36,37
WHO merekomendasikan1 :
a. Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya
dilakukan pada perempuan antara usia 35-45 tahun.
b. Untuk perempuan usia 25-49 tahun, bila sumber daya memungkinkan, skrining
hendaknya dilakukan 3 tahun sekali.
c. Untuk perempuan dengan usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali
d. Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan usia diatas 65
tahun, tidak perlu menjalani skrining.
e. Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining setahun sekali
3. Metode skrining yang akan digunakan
Ada beberapa metode skrining yang dapat digunakan, tergantung dari ketersediaan
sumber daya. Metode skrining yang baik memiliki beberapa persyaratan, yaitu akurat, dapat
diulang kembali (reproducible), murah, mudah dikerjakan dan ditindak-lanjuti, akseptabel,
serta aman.1 Beberapa metode yang diakui WHO adalah sebagai berikut1 :
1. Metode Sitologi
a. Tes Pap konvensional
Tes Pap atau pemeriksaan sitologi diperkenalkan oleh Dr. George Papanicolau sejak
tahun 1943. Sejak tes ini dikenal luas, kejadian kanker leher rahim di negara-negara
maju menurun drastis. Pemeriksaan ini merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang
mudah,murah, aman, dan non-invasif. Beberapa penulis melaporkan sensitivitas
pemeriksaan ini berkisar antara 78-93%, tetapi pemeriksaan ini tak luput dari hasil
positif palsu sekitar 16-37% dan negatif palsu 7-40% Sebagian besar kesalahan
tersebut disebabkan oleh pengambilan sediaan yang tidak adekuat, kesalahan dalam
proses pembuatan sediaan dan kesalahan interpretasi. 20,38, 39,40,41
b. Pemeriksaan sitologi cairan (Liquid-base cytology/LBC)
Dikenal juga dengan Thin Prep atau monolayer. Tujuan metode ini adalah
mengurangi hasil negatif palsu dari pemeriksaan Tes Pap konvensional dengan cara
optimalisasi teknik koleksi dan preparasi sel. Pada pemeriksaan metode ini sel
dikoleksi dengan sikat khusus yang dicelupkan ke dalam tabung yang sudah berisi
larutan fiksasi. Keuntungan penggunaan teknik monolayer ini adalah sel abnormal
lebih tersebar dan mudah tertangkap dengan fiksasi monolayer sehingga mudah
dikenali. Kerugiannya adalah butuh waktu yang cukup lama untuk pengolahan slide
dan biaya yang lebih mahal. 20, 42
2. Metode pemeriksaan DNA-HPV
Deteksi DNA HPV dapat dilakukan dengan metode hibridisasi berbagai cara
mulai dari cara Southern Blot yang dianggap sebagai baku emas, filter in situ, Dot Blot,
hibridisasi in situ yang memerlukan jaringan biopsi, atau dengan cara pembesaran, seperti
pada PCR (Polymerase Chain Reaction) yang amat sensitif. 20, 42, 43, 44, 45, 46
3. Metode inspeksi visual
a. Inspeksi visual dengan lugol iodin (VILI)
b. Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
Selain dua metode visual ini, dikenal juga metode visual kolposkopi dan
servikografi. Setiap metode skrining mempunyai sensitifitas dan spesifisitas berbeda.
Sampai saat ini belum ada metode yang ideal dimana sensitivitas dan spesifisitas
100% (absolut). Oleh karena itu, dalam pemeriksaan skrining, setiap wanita harus
mendapat penjelasan dahulu (informed consent).
Berikut adalah tabel perbandingan
kelebihannya masing-masing :
metode
dengan kelemahan
dan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan menggunakan
pendekatan cross sectional study. Metode analitik korelasi ini digunakan untuk mengetahui
antara faktor resiko untuk memiliki kanker leher rahim yang paling tinggi yang dimiliki oleh
WUS di Kecamatan Plaosan dan tingkat pengetahuan Pap Smear WUS di Kecamatan
Plaosan.
3.2.
3.4.
Variabel Penelitian
3.4.1. Variabel Penelitian
1. Variabel bebasnya adalah faktor resiko untuk memiliki kanker leher rahim
yang paling tinggi yang dimiliki oleh WUS di Kecamatan Plaosan,
pendukung yang dapat meningkatkan angka cakupan pemeriksaan Pap
Smear di Puskesmas Plaosan.
2. Variabel terikat adalah cakupan Pap Smear di Kecamatan Plaosan.
3.4.2. Definisi operasional variabel adalah sebagai berikut:
1. Cakupan Pap Smear adalah kunjungan Pap Smear oleh WUS di wilayah
Puskesmas Plaosan yang ditunjukkan dalam bentuk jumlah kunjungan
dalam persentase, didapatkan melalui observasi pada dokumentasi
puskesmas.
2. Faktor resiko untuk memiliki kanker leher rahim yang paling tinggi yang
dimiliki oleh WUS di Kecamatan Plaosan sehingga memiliki keharusan
melakukan pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan.
3. Faktor penyebab terbesar rendahnya cakupan pemeriksaan Pap Smear di
Puskesmas Plaosan.
3.5.
Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar angket untuk mengetahui faktor resiko WUS di wilayah kerja Puskesmas
Plaosan dan ketersediaan mereka untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear.
Pada akhir penelitian ini diadakan pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas
Plaosan, maka juga disediakan alat dan bahan pemeriksaan Pap Smear seperti berikut:
3.5.1. Alat
a. Speculum
b. Kurentang
c. Kapas lidi
d. Handscone
e. Kom
f. Senter/lampu sorot
g. Cervical brush
h. Kaca objek
3.5.2. Bahan
a. Aquabides
b. Jelly
c. Kapas bulat
3.6.
Langkah-langkah Penelitian
3.6.1. Wawancara Singkat dan Pengisian Angket pada Seluruh WUS yang Akan
Melakukan Pemeriksaan Pap Smear
Seluruh WUS yang akan mengikuti pemeriksaan Pap Smear, terlebih
dahulu diberikan waktu untuk wawancara singkat dan pengisian angket mengenai
faktor resiko dan pengetahuan seputar kanker leher rahim. Wawancara dan
pengisian angket harus dijawab secara jujur tanpa ada paksaan atau sesuatu yang
ditutup-tutupi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Profil Komunitas Umum
Data demografis wanita usia subur (WUS) tahun 2014 di wilayah kerja Puskesmas
Plaosan adalah sebagai berikut :
Desa /Kelurahan
WUS
Plaosan
1020
2721
Sarangan
589
1570
Ngancar
370
986
Plumpung
638
1702
Puntukdoro
684
1724
Bulugunung
816
2177
Dadi
817
2178
Pacalan
786
2095
Jumlah
5720
12253
bidan untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear yang tergolong cukup mudah dan
sederhana di Puskesmas Plaosan.
4.6 Data Hasil Pengisian Angket oleh WUS di Kecamatan Plaosan
1. Usia Menikah
Usia Menikah
18%
< 17 Tahun
17 Tahun
82%
2. Jumlah pernikahan
Jumlah Pernikahan
14%
1 kali
> 1 kali
86%
47%
Ya
54%
Tidak
Melahirkan 4 Kali
4%
Ya
Tidak
97%
47%
Sering
54%
Tidak
43%
Tidak
57%
Ya
Tidak
68%
46%
54%
Ya
Tidak
Nama
Umur
Alamat
Hasil Pemeriksaan
Keterangan
Ny. Susanti
40
Sarangan
Pap Smear
Radang Non Spesifik
(S:Subjektif, O:Obektif)
S/haid tidak teratur
2
3
36
36
Bulugunung
Bulugunung
Ny. Siswati
39
Pacalan
30
Pacalan
35
Pacalan
Ny. Suparti
46
Dadi
(+)
S/Panas daerah vagina
8
9
31
49
Plumpung
Pacalan
10
Ny. Nuryani
23
Pacalan
minimal (+)
S/-
11
Ny. Lisa I
38
Plaosan
O/S/Keputihan
12
28
Plaosan
O/Erosi (+)
S/Haid tidak teratur
13
Ny. Sumarni
36
Tawang
Ny. Samini
37
Plumpung
(+)
S/Tidak haid selama KB
suntik
O/Fluor albus (+), Erosi
15
16
Ny. Winarti
Ny. Rusmiatun
42
24
Buluharjo
Babar
minimal (+)
S/Haid tidak teratur
O/Erosi (+)
S/O/Fluor albus (+), Erosi
17
Ny. Siswati
50
Magetan
Atropi Smear
minimal (+)
Eksklusi : Menopause
18
Ny. Darwanti
23
Plumpung
19
Ny. Sudarti
40
Plumpung
penuh (+)
S/Keputihan, gatal
20
Ny. Sulistiyowati
27
Plumpung
21
Ny. Sademi
47
Plumpung
22
27
Alas Tuwo
54
Plumpung
Atropi Smear
(+)
Eksklusi : Menopause
24
Ny. Masriah
32
Pacalan
S/-
25
Ny. Siyem
56
Pacalan
Atropi Smear
26
Ny. Sukini
35
Pacalan
27
28
Ny. Muryanti
Ny. Dwi Rahayu
41
37
Plumpung
Plaosan
29
Ny. Ida S
43
Magetan
30
Ny. Trijayanti
30
Sarangan
31
Ny. Purwati
33
Magetan
32
Ny. Tutik
26
Pacalan
S/Keputihan
33
Ny. Tari
27
Pacalan
BAB V
PEMBAHASAN
Angket dalam penelitian ini bermanfaat guna untuk melihat faktor resiko yang di
memiliki oleh WUS sampel di Kecamatan Plaosan sebelum diadakannya pemeriksaan Pap
Smear di Puskesmas Plaosan.
Berdasarkan data yang telah didapatkan dari angket yang diberikan kepada sampel,
menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Plaosan sudah tidak banyak yang melakukan
pernikahan <17 tahun. Hal ini terlihat hanya sebanyak 18% sampel menikah pada usia
tersebut. Tentunya selain budaya, hal ini juga dipengaruhi masyarakat belum sadar akan
resiko tinggi untuk mendapatkan kanker leher rahim lebih besar jika menikah dibawah usia
17 tahun.
Jumlah pernikahan yang dilakukan sampel sebanyak 86% pernah menikah 1x saja.
Sedangkan 4 orang sampel atau 14% pernah menikah lebih dari 1x. Hal ini didukung oleh
budaya Indonesia yang masih kental bahwa tabu melakukan perceraian. Namun hal ini
berdampak positif pada penurunan faktor resiko untuk mendapatkan kanker leher rahim di
Kecamatan Plaosan.
Dari data yang didapat, seluruh sampel yaitu sebanyak 31 orang mengaku tidak
pernah berganti-ganti pasangan seksual. Hal ini merupakan hal yang baik karena dengan
begitu, faktor resiko transmisi HPV yang bisa menyebabkan kanker serviks juga berkurang.
Usia pertama kali mengalami haid atau menstruasi (menarche) juga berpengaruh
terhadap kanker serviks. Ini berkaitan dengan usia pertama kali menikah yang dianggap
sebagai usia pertama kali melakukan hubungan seksual. Penelitian yang dipublikasikan oleh
International Journal Cancer menyebutkan bahwa infeksi HPV akan menjadi lebih besar
pada wanita yang serviksnya sudah matur, yaitu pada wanita yang sudah mengalami
menarche. Data yang didapatkan, sebesar 7.1% sampel mengalami menarche di usia < 12
tahun dan 92.9% sisanya mengalami menarche > 12 tahun. Hal ini meningkatkan resiko
WUS di Kecamatan Plaosan untuk mengalami kanker serviks.
Keputihan atau Fluor Albus merupakan sekresi vaginal pada wanita. Keputihan pada
dasarnya dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu keputihan normal (fisiologis) dan
keputihan abnormal (patologis). Keputihan fisiologis adalah keputihan yang biasanya terjadi
setiap bulannya, biasanya muncul menjelang menstruasi atau sesudah menstruasi ataupun
masa subur. Keputihan patologis dapat disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa
gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir vagina bagian luar. Berdasarkan data yang telah
didapatkan, sebanyak 56,5% sampel mengalami keputihan, dan hanya sebanyak 46.5% tidak
mengalami keputihan. Infeksi atau radang dalam jangka waktu yang lama yang tidak diobati
maka akan meningkatkan faktor resiko untuk mengalami kanker leher rahim.
Berdasarkan penelitian Cancer Reasearch UK, disebutkan bahwa wanita yang
melahirkan anak lebih banyak cenderung mengalami kanker serviks sel skuamosa
dibandingkan dengan yang tidak. Dari data yang didapatkan, hanya didapatkan 1 sampel
(3.5%) dari 31 sampel yang melahirkan normal 4 kali.
Adanya riwayat kanker di keluarga jelas meningkatkan faktor resiko semua kejadian
kanker. Walaupun bukan kanker serviks, jika ada riwayat kanker pada keluarga, tentu akan
semakin meningkatkan resiko terjadinya kanker dimana saja, salah satunya pada serviks. Dari
data yang didapatkan sebesar 82.2% tidak memiliki riwayat kanker pada keluarga, sedangkan
sebanyak 17.8% sisanya memiliki riwayat kanker pada keluarganya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh John Hopkins Hospital, aktivitas fisik
yang teratur terbukti mengurangi jumlah radikal bebas yang bisa menyebabkan mutasi sel
yang bisa berkembang menjadi sel kanker. Oleh karena itu, aktivitas fisik yang teratur setiap
hari sekurang-kurangnya 30 menit diyakini dapat mengurangi faktor resiko terjadinya kanker
serviks. Pada data yang didapatkan, sebanyak 75% sampel mengaku telah melakukan
aktivitas fisik teratur 30 menit sehari, sedangkan sebanyak 25% sampel tidak.
Keluarnya darah dari jalan lahir ketika melakukan hubungan suami istri umumnya
terjadi bila ada kelainan atau penyakit seperti mioma uteri, kanker rahim, kanker leher rahim
dan lainnya.. Selain dikarenakan erosi portio atau trauma mekanik pada jalan lahir, keluarnya
darah ini bisa dikarenakan rapuhnya jaringan disekitar leher rahim yang disebabkan oleh
kanker stadium lanjut. Dari data yang didapatkan terdapat 3 orang sampel (10.7%) yang
mengalami keluar darah dari jalan lahir ketika berhubungan suami istri.
Kegemaran mengonsumsi makan makanan yang berlemak atau berpengawet juga bisa
meningkatkan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Hal ini bisa disebabkan karena
makanan yang berlemak/berpengawet juga memiliki radikal bebas yang lebih banyak
dibanding yang tinggi serat. Dari data didapatkan angka sampel yang cukup besar yaitu
sebanyak 46.5% mengaku sering mengonsumsi makanan berlemak dan atau berpengawet.
Dari berbagai penelitian alat kontrasepsi hormonal, baik pil, suntik, implant, dapat
meningkatkan faktor resiko menderita kanker, baik kanker leher rahim, kanker rahim, dan
kanker payudara. Dari data diatas makan dapat disimpulkan bahwa sebanyak 42.8% WUS
sampel masih memilih kontrasepsi hormonal dimana kontrasepsi ini jauh lebih beresiko
untuk menjadikan kanker leher rahim. Kebanyakan wanita merasa takut dengan proses
pemasangan dan pelepasan IUD, padahal untuk saat ini IUD merupakan alat kontrasepsi
terbaik karena tidak mengandung hormon.
Merokok merupakan faktor resiko yang cukup besar untuk mendapatkan berbagai
macam kanker, termasuk kanker leher rahim. Wanita yang merokok memiliki banyak radikal
bebas yang mana akan menyebabkan mutasi sel menjadi sel kanker. Selain itu, terpaparnya
wanita dengan asap rokok sama saja dengan menambah terpaparnya radikal bebas pada
wanita tersebut. Dari data angket, didapatkan 9 orang sampel (32.1%) mengaku memiliki
kebiasaan merokok, sedangkan sisanya 67.9% mengaku tinggal satu rumah dengan perokok
aktif.
Dari data angket sebanyak 21,4% sampel pernah melakukan pemeriksaan Pap Smear
dan sisanya sebanyak 78,6% belum pernah melakukan pemeriksaan Pap Smear. Hal yang
mendasari rendahnya minat sampel untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear adalah rasa
takut, malu, tidak tahu dan dikarenakan tidak ada keluhan. Rasa takut mendominasi sampel
untuk enggan melakukan pemeriksaan Pap Smear. Hal ini tentunya berhubungan erat dengan
jumlah cakupan pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan. Selain itu rasa takut juga
dipengaruhi oleh kesadaran, SDM, dan tingkat pengetahunan yang dimiliki mengenai kanker
leher rahim dan pemeriksaan Pap Smear. Oleh karena itu kembali lagi pada solusi
resosialisasi pemeriksaan Pap Smear harus digalakan kembali.
Berdasarkan data angket, sebanyak 46.4% WUS sampel tidak mengetahui adanya
pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan. Sedangkan sisanya sebanyak 53.6% sudah
mengetahui adanya pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Plaosan.
Pemeriksaan Pap Smear dilakukan dari tanggal 12 April hingga 7 Mei 2015.
Pemeriksaan melibatkan seluruh masyarakat Kecamatan Plaosan, baik yang reguler (bayar
secara mandiri) maupun peserta BPJS. Tidak terdapat paksaan sehingga siapapun yang
berminat boleh melakukan pemeriksaan Pap Smear. Sebanyak 33 WUS mengikuti program
ini, namun 2 sampel harus diekslusi karena sudah mengalami menopause. Sisanya hanya
merupakan radang non spesifik dan disarankan untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear
ulang 1 tahun kemudian. Sebenarnya hampir seluruh sampel yang mengalami keputihan yang
ditemukan saat pemeriksaan Pap Smear dimungkinkan disebabkan oleh jamur dan parasit,
yang memiliki ciri-ciri seperti susu pecah, strawberrry appeaarence pada porsio dan gatal.
Hal ini dapat menjadi pertimbangan baru bahwa keputihan atau fluor albus yang banyak
terjadi pada WUS di wilayah kerja Puskesmas Plaosan adalah disebabkan karena jamur dan
parasit, sehingga terapi yang diberikan dapat disesuaikan.
Saat dilakukan pemeriksaan Pap Smear banyak sekali WUS yang mengeluh jika
mereka takut karena harus dimasukkan alat ke jalan lahir saat pemeriksaan Pap Smear.
Sedangkan rasa malu muncul jika yang memeriksa adalah dokter laki-laki. Kebanyakan WUS
menganggap pemeriksaan Pap Smear hanya bisa dilakukan oleh dokter ahli kandungan dan
kebidanan yang didominasi oleh laki-laki. Padahal pemeriksaan Pap Smear dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan terlatih seperti bidan dan dokter umum.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Faktor resiko untuk memiliki kanker leher rahim yang paling tinggi yang dimiliki oleh
WUS di Kecamatan Plaosan sehingga memiliki keharusan melakukan pemeriksaan
Pap Smear di Puskesmas Plaosan adalah
DAFTAR PUSTAKA
4. Labani, Lakshmi et al. Food consumption pattern in cervical carcinoma patients and
controls. Indian J Med Paediatr Oncol v.30(2); Apr-Jun 2009
LAMPIRAN 1
DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN PAP SMEAR
LAMPIRAN 2