Anda di halaman 1dari 9

TUMOR BULI

2.1 Definisi NMIBC

Yang dimaksud dengan Non Muscle Invasive Bladder Cancer atau NMIBC adalah tumor

papilari yang terbatas hanya pada mukosa atau menginvasi lamina propria dan termasuk klasifikasi

stadium Ta atau T1 berdasarkan sistem klasifikasi TNM. Tumor flat high-grade (HG) yang

terbatas pada mukosa diklasifikasikan sebagai carcinoma in situ (CIS, Tis). Tumor-tumor ini

dikelompokkan ke dalam NMIBC untuk tujuan terapi. Akan tetapi, teknik biologi molekuler dan

pengalaman klinis telah menunjukkan adanya potensi malignansi dari lesi CIS dan T1. Maka dari

itu istilah NMIBC dan Bca (bladder cancer) superfisial adalah deskripsi suboptimal.

Etiologi

Etiologi penyakit ini diduga berhubungan dengan beberapa faktor, seperti: kebiasaan merokok,
pekerjaan yang berkontak dengan zat kimia yang bersifat karsinogenik (golongan aromatik amin),
obat-obatan antara lain siklofosfamid, dan infeksi parasit schistosoma haematobium.2,4-6 Trauma
fisik terhadap lapisan uroepitelial yang diinduksi infeksi, instrumensasi, dan kalkulus dapat
meningkatkan resiko terjadinya keganasan.2 Terdapat beberapa zat yang diduga berhubungan
dengan penyakit ini, tetapi belum dapat dibuktikan, seperti: kopi, alkohol, pemanis siklamat dan
sakarin.7,8

2.2 Epidemiologi Kanker Buli dan NMIBC

Kanker buli merupakan kanker ke-7 yang paling sering didiagnosis pada populasi laki-laki

di seluruh dunia, dan merupakan yang ke-11 pada gabungan populasi laki-laki dan perempuan.

Angka age-standardised incidence rate mencapa 9 pada laki-laki dan 2,2 pada perempuan per

100.000 orang per tahunnya. Di daerah Uni Eropa, angka age-standardised incidence rate
mencapai 19,1 untuk laki-laki dan 4,0 untuk perempuan, dengan angka insidensi tertinggi

dilaporkan di Belgia (31 untuk laki-laki dan 6,2 untuk perempuan) dan terendah di Finlandia (18,1

untuk laki-laki dan 4,3 untuk perempuan). Di seluruh dunia, angka age-standardised incidence

untuk NMIBC hanya 3,2 pada populasi laki-laki dan 0,9 pada populasi wanita per 100.000 orang

per tahun. Dari seluruh kasus kanker buli, 75% di antaranya diperkirakan terbatas pada mukosa

(stadium Ta dan carcinoma in situ) atau submukosa (stadium T1).

2.3 Faktor Risiko

Merokok merupakan faktor risiko terpenting untuk kanker buli, karena merokok berperan

dalam hingga 50% kasus. Paparan terhadap zat-zat seperti amina, hidrokarbon polisiklik dan

hidrokarbon klorin juga ditemukan pada 10% kasus. Paparan terhadap zat tersebut biasanya terjadi

melalui kontak dengan industri produsen cat, zat pewarna, logam, serta pengolahan minyak bumi.

Predisposisi genetik juga memiliki dampak terhadap suseptibilitas seseorang. Penambahan klorin

pada air minum dan kadar trihalometana tertentu berpotensi karsinogenik dan paparan terhadap

arsenik di air minum juga meningkatkan risiko terjadinya kanker buli. Selain itu, paparan terhadap

radiasi ion, siklofosfamid dan pioglitazone juga berisiko menyebabkan kanker buli. Infeksi

skistosoma juga dapat menyebabkan kanker buli.

2.4 Diagnosis dan Evaluasi NMIBC

2.4.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis pasien secara komprehensif sangat penting untuk menegakkan diagnosis

NMIBC. Hematuria merupakan tanda klasik dan paling sering ditemukan pad akasus NMIBC. CIS
lebih banyak dicurigai pada pasien dengan gejala storage lower urinary tract. Pemeriksaan fisik

tidak membantu dalam menegakkan diagnosis NMIBC.

2.4.2 Pencitraan (USG/CT Scan/ MRI, Biopsi)

Computed tomography (CT) urography digunakan untuk mendeteksi tumor papiler saluran

kemih. Pencitraan dengan urografi CT menunjukkan adanya gambaran filling defect dan/atau

hidronefrosis. Urografi intravena juga dapat digunakan sebagai alternatif juka urografi CT tidak

tersedia. Akan tetapi, urografi CT lebih dapat membedakan keterlibatan jaringan otot serta upper

tract urothelial carcinoma (UTUC). Ultrasonografi transabdomen mampu memvisualisasikan

masa ginjal, hidronefrosis, dan massa intraluminal dalam kantung kemih sehingga bermanfaat

secara umum untuk mengevaluasi pasien dengan hematuria. Akan tetapi ultrasonografi tetap tidak

dapat mendeteksi UTUC. CIS tidak dapat ditegakkan hanya dengan menggunakan pemeriksaan

pencitraan.

2.4.3 Sitologi Urin

Pemeriksaan sitologi urin memiliki sensitivitas tinggi pada tumor high grade (84%) namun

rendah pada tumor low grade (16%). Sitologi urin dapat mendeteksi CIS dengan nilai sensitivitas

28-100%. Hasil pemeriksaan sitologi urin yang positif mengindikasikan adanya tumor di saluran

kemih, akan tetapi, hasil negatif tidak menyingkirkan keberadaan tumor. Interpretasi pemeriksaan

sitologi bersifat user dependent dan dapat dipengaruhi oleh cellular yield yang rendah, infeksi

saluran kemih, batu, maupun instilasi intravesika. Akan tetapi, bila dilakukan oleh pemeriksa yang

terlatih spesifisitasnya dapat melebihi nilai 90%.


2.4.4 Sistoskopi

Diagnosis karsinoma buli papilar bergantung pada pemeriksaan sistoskopi dan evaluasi

histologi. CIS didiagnosis berdasarkan kombinasi pemeriksaan sistoskopi, sitologi urin, dan

evaluasi histologi dari biopsi masa buli.

2.5 Klasifikasi dan Grading NMIBC

Klasifikasi TNM yang telah diterima oleh Union Internationale Contre le Cancer yang telah

diperbarui pada tahun 2009 digunakan sebagai dasar klasifikasi kanker buli dan NMIBC.

Gambar 1. Staging Kanker Kandung Kemih

Tabel 1. Klasifikasi TNM kanker buli


T: Tumor primer
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti tumor primer
Ta Karsinoma papilari non invasif
Tis Carcinoma in situ: “flat tumour”
T1 Tumor menginbasi jaringan ikat subepitel
T2 Tumor menginvasi jaringan otot
T2a – tumor menginvasi otot superfisial
(setengah dalam)
T2b – tumor menginvasi otot dalam
(setengah luar)
T3 Tumor menginvasi jaringan perivesika
T3a – Secara mikroskopis
T3b – Secara makroskopis
T4 Tumor menginvasi salah satu dari berikut:
prostat, uterus, vagina, dinding pelvis,
dinding abdomen
T4a – Tumor menginvasi prostat, uterus
atau vagina
T4b – Tumor menginvasi dinding pelvis
atau dinding abdomen
N: Nodus limfe
NX Nodus limfe regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis ke nodus limfe
regional
N1 Metastasis ke satu nodus limfe di pelvis
(hipogastrik, obturator, iliaka eksternal,
atau presakral)
N2 Metastasis ke beberapa nodus limfe di
pelvis (hipogastrik, obturator, iliaka
eksternal, atau presakral)
N3 Metastasis ke common iliac lymph node(s)
M: Metastasis jauh
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Metastasis Jauh

Pada tahun 2004 World Health Organization (WHO) dan International Society of Urological

Pathology mempublikasikan klasifikasi histologi baru untuk karsinoma urotelial yang

menyediakan stratifikasi berbeda jika dibandingkan dengan klasifikasi WHO tahun 1973.

Tabel 2. Klasifikasi histologi karsinoma urotelial


1973 WHO grading system
Papiloma urotelial
Grade 1 – Well differentiated
Grade 2 – Moderately differentiated
Grade 3 – Poorly differentiated
2004/2016 WHO grading system (lesi papiler)
Papiloma urotelial (lesi jinak)
Papillary urothelial neoplasm of low malignant potential (PUNLMP)
Karsinoma urotelial papiler low grade
Karsinoma urotelial papiler high grade
Flat lesions (grading system WHO 2004)
Urothelial proliferation of uncertain malignant potential (hiperplasia arcini)
Atipia reaktif (flat lesion dengan atipia)
Atypia of unknown significance
Displasia urotelial
Carcinoma in situ urotelial (selalu high grade)

Yang dimaksud dengan carcinoma in situ (CIS) adalah flat HG/G3 urothelial carcinoma

yang mungkin terlewatkan pada pemeriksaan sitoskopi bila tidak dibiopsi. CIS biasanya bersifat

multifokal dan dapat terjadi tidak hanya pada buli tapi juga pada saluran kemih bagian atas, saluran

prostat serta uretra bagian prostat. Berdasarkan gambaran klinisnya, CIS kemudian

diklasifikasikan lagi menjadi CIS primer, sekunder dan konkuren. CIS primer adalah CIS terisolasi

tanpa tumor papiler konkuren atau sebelumnya dan tanpa CIS sebelumnya. CIS sekunder

merupakan CIS yang terdeteksi pada pasien yang di-follow-up dengan riwayat tumor sebelumnya

yang bukan CIS, dan CIS konkuren adalah CIS yang disertai adanya tumor urotelial atau tumor

lain di kantung kemih.

Jenis Tumor/ Patologi Anatomi

Secara histopatologi karsinoma kandung kemih terdiri dari 95% karsinoma sel transisional,
3% karsinoma sel skuamosa, dan 2 % adenokarsinoma.1,9,10 Tujuh puluh lima sampai delapan
puluh persen tumor menyebabkan lesi superfisial, 20 % terdapat invasi tumor ke otot, dan 5% telah
bermetastasis.1,2,9

Tatalaksana dan Prognosis

2.5.1 Transurethral Resection of Bladder Tumor (TURBT)

Tujuan utama dari prosedur TURBT pada tumor TaT1 adalah untuk menegakkan diagnosis

dan mengangkat seluruh lesi yang terlihat. Strategi pelaksanaan prosedur TURBT disusun
berdasarkan ukuran lesi. TURBT yang dilakukan secara menyeluruh dan benar dapat memberikan

prognosis yang baik.

2.6 Terapi Kemoterapi Intrabuli

Instilasi kemoterapi langsung pasca operasi telah terbukti dapat menghancurkan sisa sel

tumor setelah tindakan TUR-BT dan memiliki efek ablasi pada sisa sel tumor di lokasi reseksi dan

pada tumor-tumor kecil yang tidak terlihat. Instilasi langsung kemoterapi setelah TURBT dapat

mengurangi tingkat rekurensi sebesar 11,7% dibandingkan dengan TUR-BT saja. Instilasi

langsung paling efektif pada tumor risiko rendah. Mitomicin C (MMC), epirubicin, dan

doxorubicin memiliki efek yang menguntungkan, namun efektifitas ketiga obat ini belum pernah

dibandingkan.

Instilasi ulangan dapat mengurangi rekurensi yang berasal dari implantasi tumor.

Pencegahan implantasi sel tumor harus dimulai dalam jam-jam awal setelah TUR BT. Dalam

beberapa jam, sel-sel akan tertanam kuat dan dilindungi oleh matriks ekstraselular. Studi saat

ini,menganjurkan pemberian instilasi langsung dalam waktu 24 jam setelah TUR-BT. Untuk

memaksimalkan efektivitas instilasi langsung, sebaiknya instilasi diberikan sedini mungkin, yaitu

di ruangan pemulihan atau bahkan di ruang operasi. Instilasi kemoterapi langsung pasca operasi

tidak boleh dilakukan pada kasus dengan atau dicurigai perforasi intra atau ekstraperitoneal dan

perdarahan yang membutuhkan irigasi kandung kemih.

2.6.1 Pemberian Doksorubisin

Doksorubisin adalah anthracycline topoisomerase inhibitor yang mengganggu sintesis

DNA khususnya dalam pembelahan sel fase-S. Tingkat kekambuhan setelah adjuvan Doksorubisin

instilasi telah dilaporkan 30% -38% di studi sebelumnya. Dalam beberapa penelitian ini, tingkat
kekambuhan (30%) dari instilasi Doksorubisin lebih rendah dari beberapa laporan sebelumnya.

Dosis diberikan 50mg Doksorubisin yang diencerkan dengan 50mL normal saline, dan lepaskan

kateter. Pasien diminta untuk beristirahat di tempat tidur selama 105 menit dengan mengambil

posisi lateral kanan, kiri lateral, tengkurap dan terlentang, dan kemudian berjalan di selama 15

menit sebelum mengeluarkan obat. Pemberian ini diulang setiap minggu 4 kali , dan setiap sebulan

selama11 kali. Administrasi Doksorubisin secara intravesical mempengaruhi tingkat

kekambuhan; oleh karena itu, kami berkonsentrasi untuk mengevaluasi kekambuhan penyakit

serta efek samping, komplikasi dan toleransi pasien terhadap berangsur-angsur. Kemoterapi

Doksorubisin secara intrabuli aman dan dapat ditoleransi untuk tumor kandung kemih non-invasif

dan telah mengurangi tingkat kekambuhan tumor, terutama ketika masih tingkat rendah, tetapi

mungkin tidak memiliki dampak positif pada perkembangan penyakit atau harapan hidup.

2.6.2 Mitomicin

Instilasi yang diberikan segera setelah TUR Buli dilakukan, dapat mengurangi angka

kekambuhan sebesar 40%. Regimen yang biasa diberikan adalah Mitomycin-C dengan dosis 1 x

40 mg, setiap minggu selama 6-7 minggu.

2.7 Follow Up

Follow up perlu dilakukan pada penderita karsinoma buli non invasif yang telah diberikan

instilasi kemoterapi agar kekambuhan lokal dan metastasis jauh dapat dicegah serta segera diambil

langkah terapi selanjutnya. Penderita karsinoma buli superfisial dengan risiko rendah (Ta G1)

perlu menjalani cystoscopy 3 bulan pasca terapi. Bila tidak didapatkan tanda kekambuhan atau

progresif, maka cystoscopy tiap 9 bulan selama 5 tahun perlu dilanjutkan.


Penderita dengan risiko tinggi juga perlu menjalani cystoscopy 3 bulan pasca terapi. Bila

tidak didapatkan keganasan atau progresif, maka cystoscopy perlu dilanjutkan tiap 3 bulan selama

2 tahun, tiap 4 bulan pada tahun ketiga, dan tiap 6 bulan sampai tahun kelima. IVU tiap tahun

sekali perlu juga dilakukan. Penderita dengan risiko sedang perlu menjalani follow up diantara

kedua kategori penderita yang telah disebutkan diatas, dan disesuaikan dengan kondisi penderita.

Anda mungkin juga menyukai