Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

Oleh:
Kelompok 2A (K3LN)
1. Mike Istianawati
2. Sang Made Firsto M. W. G
3. Sofy Lailatul Fitri

(125070201111033)
(125070201111034)
(125070201131011)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
1. DEFINISI

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang


disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan

oleh

Mycobacterium

tuberculosis

tidak

termasuk.

Sedangkan

peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,


aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (Perhimpunan
-

Dokter Paru Indonesia, 2003).


Pneumonia adalah radang paru-paru disertai eksudasi dan konsolidasi (Dorland,

2011).
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA) dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan
agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi
asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif,
2013).

2. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi berdasarkan anatomi dan etiologis (Nurarif, 2013):
1) Pembagian Anatomis
a) Pneumonia Lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau
lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia
bilateral atau ganda.
b) Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada akhir bronkiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi
dalam lobus yang berada didekatnya.
c) Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis), proses inflamasi yang terjadi di dalam
dinding alveolar (interstitium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
2) Pembagian Etiologis
a) Bacteria:
Diplococcus
pneumonia,
Pneumococcus,
Streptococcus
hemolyticus,

Streptococcus

aureus,

Hemophilus

influinzae,

Bacillus

friedlander, Mycobacterium tuberkulosis


b) Virus: Respiratory syncytial virus, Virus influenzae, Adenovirus, Virus
sitomegalitik
c) Mycoplasma Pneumonia
d) Jamur: Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neuroformans, Blastomyces
dermatitides, Coccidodies immitis, Aspergilus species, Candida albicans
e) Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing
f) Pneumonia Hipostatik
g) Sindrom Loeffer
b. Klasifikasi Pneumonia menurut Zul Dahlan (2007):
1) Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus,
atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang
terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.

a) Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial.


Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA
virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat.
Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan
malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk
biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau
krekels terdengar auskultasi.
b) Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di
musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi
hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik
umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala,
malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan,
batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian
bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah. Krekels
krepitasi halus di berbagai area paru.
c) Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia
streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikroorganisme

individual

menghasilkan

gambaran

klinis

yang

berbeda.

Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan


menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal,
batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat
menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
2) Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia,
pneumonia dapat diklasifikasikan:
a) Usia 2 bulan 5 tahun
- Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat
-

dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.


Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada
usia 2 bulan 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada

usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.


Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat
disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian
bawah dan tanpa adanya nafas cepat.

b) Usia 0 2 bulan
-

Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau

nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.


Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian
bawah dan tidak ada nafas cepat.

3. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2006 dalam Pneumonia: The Forgotten
Killer of Children, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia kasus pneumonia pada
balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa. Diperkirakan sekitar separuh dari
total kasus kematian pada anak yang menderita pneumonia di dunia disebabkan oleh
bakteri pneumokokus.
4. ETIOLOGI
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi
melalui droplet sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang infus
oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa
dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti
kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotik yang
tidak tepat (Nurarif, 2013).
-

Pneumonia Komunitas
Dijumpai pada Hemophilus influenzae pada pasien perokok, pathogen atipikal pada
lansia, gram negatif pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit
penyerta kardiopulmonal atau jamak, atau pasien pasca terapi antibiotika spectrum

luas.
Pneumonia Nosokomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya resiko untuk jenis
pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
Pneumonia Aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis akibat aspirasi bahan toksik, akibat
aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru, dan
obstruksi mekanik simple oleh bahan padat

Pneumonia pada Gangguan Imun


Terjadi karena proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi dapat disebabkan
oleh kuman pathogen dan mikroorganisme yang biasanya nonvirulen (bakteri,
protozoa, parasit, virus, jamur dan cacing)

5. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum, manifestasi klinis pneumonia dapat dibagi menjadi:
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa:
- Demam
- Sakit kepala
- Irritable
- Gelisah

- Malaise
- Nafsu makan berkurang
- Keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum,
nafas cuping hidung, sesak napas, air hunger, merintih, dan sianosis. Anak yang
lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit denan
lutut tertekuk karena nyeri dada.
c. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
saat bernafas bernama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak,
fremitus melemah, suara nafas melemah, dan ronki.
d. Tanda efusi pleura atau empiema berupa ekskursi dada tertinggal di daerah efusi,
pekusi pekak, fremitus melemah, suara nafas melemah, suara nafas tubuler tepat di
atas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila
efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi
meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen
(kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
Pada neonatus dan bayi kecil pada pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada
bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
6. PATOFISIOLOGI
Terlampir

7. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang didapat dari Rumah Sakit dan didapat dari Komunitas adalah
sebagai berikut (Nurarif, 2013):
a. Pneumonia yang didapat dari Komunitas
- Usia < 2 tahun atau > 65 tahun
- Merokok
- Penyalahgunaan alkohol
- Komorbiditas: penyakit paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit hepar, penyakit
ginjal, penyakit sistem syaraf pusat, imunosupresi
b. Pneumonia yang didapat dari Rumah Sakit
1) Faktor resiko terkait pejamu
- Pertambahan usia
- Perubahan tingkat kesadaran
- Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
- Penyakit berat
- Malnutrisi
- Syok
- Trauma tumpul
- Trauma kepala berat
- Trauma dada

- Merokok
- Karang gigi
2) Faktor resiko terkait pengobatan
- Ventilasi mekanik
- Reintubasi atau intubasi sendiri
- Bronkoskopi
- Selang nasogastrik
- Adanya alat pemantau TIK
- Terapi antibiotik sebelumnya
- Peningkatan PH lambung
- Penyakit reseptor histamine tipe 2
- Terapi antacid
- Pemberian makan enteral
- Pembedahan kepala
- Pembedahan thoraks/abdomen atas
- Posisi telentang
3) Faktor resiko terkait infeksi
- Mencuci tangan kurang bersih
- Mengganti selang ventilator kurang dari 48 jam sekali
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram
(airspace disease), misalnya oleh streptococcus pneumonia; bronchopneumonia
(segmental disease) oleh karena staphylococcus, virus atau mikroplasma. Bentuk
lesi bisa berupa kavitas dengan air-fluid level sugestif untuk infeksi anaerob, gram
negatif atau amiloidosis.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai infeksi bakteri, lekosit normal/rendah dapat
disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berata sehingga
tidak terjadi respon lekosit. Leukopeni menunjukkan adanya depresi imunitas.
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan yang predominan pada sputum adalah yang disertai PMN yang
kemungkinan merupakan penyebab infeksi.
d. Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela dan mikoplasma dapat dilakukan. Nilai
diagnostik didapatkan bila titer tinggi atau ada kenaikan 4x. Analisa gas darah
dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
e. Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser
f.

ke kiri.
Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan
hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO dapat rendah,
normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat 2 terjadi asidosis respiratorik,

asidosis metabolik, dan gagal nafas.


g. Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat
membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Radang paru-paru dapat diobati dengan antibiotik. Itulah yang biasanya ditentukan
di sebuah pusat kesehatan atau rumah sakit , tapi sebagian besar kasus pneumonia
masa kecil dapat diberikan secara efektif di dalam rumah. Rawat inap disarankan pada
bayi berusia dua bulan dan lebih muda, dan juga dalam kasus yang sangat parah (WHO,
2011).
a. Terapi suportif umum
1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 %
berdasarkan pemeriksaan AGD
2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental
3) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping dan
vibrasi
4) Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap
pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral
5) Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis
6) Ventilasi mekanis: indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila
terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy
distress dan respiratory arrest
b. Penatalaksanaan pada Bayi dan Balita
1) Untuk bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun
- Pneumonia berat: Bila ada sesak napas harus dirawat dan diberikan
-

antibiotic
Pneumonia: Bila tidak ada sesak napas tetapi napas cepat tidak per;lu

dirawat namun diberikan antibiotic oral


Bukan Pneumonia: bila tidak ada napas cepat dan sesak napas, tidak perlu

antibiotic, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas


2) Untuk bayi berusia dibawah 2 bulan
- Pneumonia: Bila ada napas cepat atau sesak napas harus dirawat dan
-

diberikan antibiotic
Bukan Pneumonia: Tidak ada napas cepat atau sesak napas tidak perlu

dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis


3) Pneumonia rawat jalan
- Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral
-

misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol


Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/KgBB
Dosis kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP

20

mg/kgBB

sulfametoksazol).
4) Pneumonia rawat inap
- Pilihan antibiotika lini pertama dapat menggunakan beta-laktam atau
-

kloramfenikol
Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap obat diatas, dapat diberikan

antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin


Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai

sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya sepsis atau meningitis


Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti
kombinasi beta-laktam/klavunalat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin

generasi ketiga
Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral

selama 10 hari
5) Obat obatan
a) Antibiotik
Antibiotik yang sering digunakan adalah penicillin G. Mediaksi efektif
lainnya termasuk eritromisin, klindamisin dan sefalosporin generasi pertama.
Bila penderita alergi terhadap golongan penisilin dapat diberikan eritromisin
500mg 4 x sehari. Demikian juga bila diduga penyebabnya mikoplasma
(batuk kering). Diberikan kotrimoksazol 2 x 2 tablet. Dosis anak:
2 12 bulan : 2 x tablet
1 3 tahun : 2 x tablet
3 5 tahun : 2 x 1 tablet
Tergantung jenis batuk dapat diberikan kodein 8 mg 3 x sehari atau
brankodilator (teofilin atau salbutamol). Pada kasus dimana rujukan tidak
memungkinkan diberikan injeksi amoksisilin dan / atau gentamisin. Pada
orang dewasa terapi kausal secara empiris adalah penisilin prokain 600.000
1.200.000 IU sehari atau ampisilin 1 gram 4 x sehari terutama pada
penderita dengan batuk produktif.
b) Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada keadaan sepsis berat.
c) Inotropik
Pemberian obat inotropik seperti dobutamin atau dopamine kadang-kadang
diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre
renal.
d) Terapi oksigen
Terapi oksigen diberikan dengan tujuan untuk mencapai PaO2 80-100
mmHg atau saturasi 95-96 % berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.
e) Nebulizer
Nebulizer digunakan untuk mengencerkan dahak yang kental. Dapat disertai
f)

nebulizer untuk pemberian bronchodilator bila terdapat bronchospasme.


Ventilasi mekanis
Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia:
- Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan oksigen 100 % dengan
-

menggunakan masker
Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress,

dengan atau didapat asidosis respiratorik


Respiratory arrest

Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

10. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat maka kemungkinan akan terjadi komplikasi
sebagai berikut:
a. Otitis media akut (OMA), terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga
tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke
b.
c.
d.
e.
f.
g.

dalam dan timbul efusi.


Efusi pleura
Emfisema
Meningitis
Abses otak
Endokarditis
Osteomielitis

11. PENCEGAHAN
Pencegahan pneumonia dapat dilakukan dengan cara (Brachers, 2007):
a. Tindakan kewaspadaan isolasi untuk pasien dengan penurunan imun
b. Posisikan pasien untuk mencegah aspirasi
c. Untuk pencegahan VAP
- Hindari volume lambung yang berlebihan
- Pilih intubasi oral daripada nasal
- Pemeliharaan sirkuit ventilator secara cermat
- Suksion subglotis kontinu
- Variasi/rotasi postural
- Gunakan sukralfat daripada penyekat H2 untuk profilaksis ulkus (masih
-

konversial)
Bilas mulut dengan klorheksidin

PENGKAJIAN
1. Aktivitas atau Istirahat
Gejala
: Kelemahan, kelelahan
Insomnia
Tanda
: Letargi
Penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
Gejala

: Riwayat adanya/ GJK kronis

Tanda

: Takikardia
Penampilan kemerahan atau pucat

3. Integritas Ego
Gejala

: banyaknya stressor, masalah finansial

4. Makanan atau Cairan


Gejala

: Kehilangan nafsu makan, mual/ muntah


Riwayat diabetes mellitus

Tanda

: Distensi abdomen
Hiperaktif bunyi usus
Kulit kering dengan turgor buruk
Penampilan kakeksia (malnutrisi)

5. Neurosensori
Gejala

: Sakit kepala daerah frontal

Tanda

: Perubahan mental (bingung, somnolen)

6. Nyeri atau Kenyamanan


Gejala

: Sakit kepala
Nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada substernal
(influenza)
Mialgia, atralgia

Tanda

: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang
sakit untuk membatasi gerakan)

7. Pernapasan
Gejala

: Riwayat adanya/ ISK kronis


Takipnea, dispnea progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot
aksesori, pelebaran nasal

Tanda

: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen


Perkusi: pekak di atas area yang konsolidasi
Fremitus: Taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi
Gesekan friksi pleural

Bunyi nafas: menurun/ tidak ada di atas area yang terlihat atau nafas
Bronkhial
Warna: pucat atau sianosis bibir/ kuku
8. Keamanan
Gejala

: Riwayat gangguan sistem imun, misalnya SLE, AIDS, penggunaan


steroid/ kemoterapi, stitosionalisasi, ketidaknyamanan umum
Demam (misal, 38,5-39,6 C)

Tanda

: Berkeringat
Menggigil berulang, gemetar
Kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela

9. Penyuluhan atau Pembelajaran


Gejala
: Riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Pertimbangan Rencana Pulang:
DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6,8 hari
Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah
Oksigen mungkin diperlukan, bila ada kondisi pencetus
10. Pemeriksaan Diagnostik
- Sinar X: mengidentifikasi distribusi struktural (misal, lobar, bronkial), dapat juga
menyatakan abses luas/ infiltrat, empiema (staphylococcus), infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/ perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus).
-

Pada pneumonia mikoplasma, sinar X dada mungkin bersih.


GDA/ nadi oksimetri:tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang

terlibat dan penyakit paru yang ada.


Pemeriksaan gram/ kultur sputum dan darah: dapat diambil dengan biopsi jarum,
aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberoptik, atau biopsi pembukaan paru untuk
mengatasi organisme penyebab. Lebih dari 1 tipe organisme ada, bakteri yang
umum meliputi Diplococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, A-hemolitik
streptococcus,

Haemophilus

influenza,

CMV.

Kultur

sputum

dapat

tidak

mengidentifikasi semua organisme yang ada. Kultur darah menunjukkan bakteremia


-

sementara.
JDL: leukositosis biasabya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi
virus,

kondisi

tekanan

imun

seperti AIDS,

memungkinkan

berkembangnya

pneumonia bakterial.
Pemeriksaan serologi, misalnya titer virus/ legionella, aglutinin dingin: membantu

dalam membedakan diagnosis organisme khusus.


LED: meningkat
Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar),
tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun. Mungkin terjadi

perembesan (hipoksemia)
Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendah
Bilirubin: mungkin meningkat

Aspirasi perkutan/ biopsi jaringan paru terbuka: dpat menyatakan intranuklear tipikal

dan keterlibatan sitoplasma (CMV), karakteristik sel raksasa (rubeolla).


11. Prioritas Keperawatan
a. Mempertahankan atau memperbaiki fungsi pernafasan
b. Mencegah komplikasi
c. Mendukung proses penyembuhan
d. Memberikan informasi tentang proses penyakit atau prognosis dan pengobatan
12. Tujuan Pembelajaran
a. Ventilasi dan oksigenasi adekuat untuk kebutuhan individu
b. Komplikasi dicegah atau diminimalkan
c. Proses penyakit atau prognosisi dan program terapi dipahami
d. Perubahan pola hidup teridentifikasi atau dilakukan untuk mencegah kekembuhan
13.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Dx No. 1

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan

dengan inflamasi

trakeobronkial pembentukan edema, peningkatan produksi sputum; nyeri


pleuritik; penurunan energi; kelemahan ditandai dengan perubahan frekuensi,
kedalaman pernafasan; bunyi nafas tidak normal, penggunaan otot aksesori;
dispnea, sianosis; batuk, efektif/ tidak efektif, dengan/ tanpa produksi sputum.
KH

:
-

Mengidentifikasi/ menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan nafas


Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dispnea,
sianosis

Intervensi:
Mandiri
1. Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan dan gerakan dada
2. Auskultasi area paru, catat area penurunan/ tidak ada aliran udara dan bunyi nafas
adventisius, misalnya krekel, mengi
3. Bantu pasien latihan nafas sering. Tunjukkan/ bantu pasien mempelajari melakukan
batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi
4. Penghisapan sesuai indikasi
5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/ hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat
daripada dingin.
Kolaborasi
1. Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain, misalnya spirometer
insertif, IPPB, tiupan botol, perkusi, drainase postural. Lakukan tindakan diantara waktu
2.
3.
4.
5.

makan dan batasi cairan bila mungkin


Berikan obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik
Berikan cairan tambahan, misalnya Iv, oksigen humidifikasi, dan ruangan humidifikasi
Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri
Bantu bronkoskopi/ torasentesis bila diindikasikan.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Dx No. 2

Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan membran alveolar-kapiler


(efek infamasi); gangguan kapasitas pembawa oksigen darah (demam,
perpindahan
(hipoventilasi)

kurva

oksihemoglobin);

ditandai

dengan

gangguan

dispnea;

sianosis;

pengiriman

oksigen

takikardia;

gelisah/

perubahan mental; dan hipoksia.


KH

:
-

Menunukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalamn

rentang normal dan tidak ada gejala distres pernafasan


Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi

Intervensi:
Mandiri
1. Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas
2. Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku. Catat adanya sianosis perifer (kuku)
atau sianosis sentral (sirkummoral)
3. Kaji status mental
4. Awasi frekuensi jantung/ irama
5. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan
demam dan menggigil, misalnya selimut tambahan/ menghilangkannya, suhu ruangan
nyaman, kompres hangat/ dingin
6. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas
senggang
7. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif
8. Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah/ perasaan. Jawab pertanyaan
dengan jujur. Kunjungi dengan sering, ataur pertemuan/ kunjungan oleh orang terdekat/
pengunjung sesuai indikasi
9. Siapkan untuk perpindahan ke unit perawatan kritis bila diindikasikan.
Kolaborasi
1. Berikan terapi oksigen dengan benar, misalnya dengan nasal prong, masker, masker
venturi
2. Awasi GDA, nadi oksimetri.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Dx No. 3

Resiko Tinggi terhadap Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan


pertahanan utama (penurunan kerja silia, perlengkatan sekret pernafasan);
tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun),
penyakit kronis, malnutrisi.

KH

:
-

Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpakomplikasi


Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan resiko infeksi

Intervensi:
Mandiri
1. Pantau TTV dengan ketat, khususnya selama awal terapi
2. Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret

(misalnya

meningkatkan

pengeluaran daripada menelannya) dan melaporkan perubahan warna, jumlah dan bau
3.
4.
5.
6.
7.

sekret
Tunjukkan/ dorong teknik mencuci tangan yang baik
Ubah posisi dengan sering dan berikan pembuanagn paru yang baik
Batasi pengunjung sesuai indikasi
Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual
Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Tingkatkan masukan

nutrisi adekuat
8. Awasi keefektifan terapi antimikrobial
9. Selidiki perubahan tiba-tiba/ penyimpangan kondisi, seperti peningkatan nyeri dada,
bunyi jantung ekstra, gangguan sensori, berulangnya demam, perubahan karakteristik
sputum.
Kolaborasi
1. Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/ darah, misalnya
penisillin, eritromisin, tetrasiklin, amikain, sefalosporin; amantadin.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Dx No. 4

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen; kelemahan umum; kelemahan yang berhubungan dengan
gangguan pola tidur yang berhubungan dengan ketidaknyamanan, batuk
berlebihan, dispnea ditandai dengan laporan verbal kelemahan, kelelahan,
keletihan; dispnea karena kerja, takipnea; takikardi sebagai respon terhadap
aktivitas; terjadinya/ memburuknya pucat/ sianosis.

KH

:
-

Melaporkan/ menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat


diukur dengan tidak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan TTV dalam
rentang normal

Intervensi:
Mandiri
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan/ berlebihan dan perubahan TTV selama dan setelah aktivitas
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Dorong penggunaan managemen stres dan pengalih yang tepat
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/ atau tidur
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama fase penyembuhan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Dx No. 5

Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru; reaksi seluler


terhadap sirkulasi toksin; batuk menetap ditandai dengan nyeri dada pleuritik;
sakit kepala; otot/ nyeri sendiri; melindungi area yang sakit; perilaku distraksi;
dan gelisah.

KH

:
-

Menyatakan nyeri hilang/ terkontrol


Menunjukkan rileks, istirahat/ tidur, dan peningkatan aktivitas dengan tepat

Intervensi:
Mandiri
1. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, konstan, ditusuk. Observasi perubahan
karakter/ lokasi/ integritas nyeri
2. Pantau TTV
3. Berikan tindakan nyaman, misalnya pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/
perbincangan, relaksasi/ latihan nafas
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk
Kolaborasi
1. Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Dx No. 6

Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan peningkatan


kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi; anoreksia
yang berhubungan dengan toksin bakteri, bau dan rasa sputum, dan
pengobatan aerosol; distensi abdomen/ gas yang berhubungan dengan
menelan udara selama episode dispnea.

KH

:
-

Menunjukkan peningkatan nafsu makan


Mempertahankan/ meningkatkan berat badan

Intervensi:
Mandiri
1. Identifikasi faktor yang meningkatkan mual/ muntah, misalnya sputum banyak,
pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri
2. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. berikan/ bantu
kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan aerosol dan drainase postural, dan
sebelum makan
3. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
4. Auskultasi bunyi usus. observasi/ palpasi distensi abdomen
5. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti panggang, krekers)
dan/ atau makanan yang menarik untuk pasien
6. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Dx No. 7

Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan


( demam, berkeringat banyak, nafas mulut/ hiperventilasi, muntah); penurunan
masukan oral.

KH

:
-

Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual


yang tepat, misalnya membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisapan
kapiler cepat, TTV stabil

Intervensi:
Mandiri
1. Kaji perubahan TTV, contoh peningkatan suhu/ demam, memanjang, takikardia,
hipotensi ortostatik
2. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah)
3. Catat laporan mual/ muntah
4. Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan
cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur berat badan sesuai indikasi
5. Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/ hari atau sesuai kondisi individual
Kolaborasi
1. Beri obat sesuai indikasi, misalnya antipiretik, antiemetik
2. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
6.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Dx No. 8

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan; kesalahan


interpretasi,

kurang

mengingat

ditandai

dengan

permintaan

informasi;

pernyataan kesalahan konsep; kegagalan memperbaiki/ berulang.


KH

:
-

Menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit dan pengobatan


Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam

program

pengobatan
Intervensi:
Mandiri
1. Kaji fungsi normal paru, patologi kondisi
2. Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan
3.
4.
5.
6.

kesembuhan. Identifikasi perawatan diri dan kebutuhan/ sumber pemeliharaan rumah


Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal
Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif/ latihan pernafasan
Tekankan melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan
Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya
istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik, menghindari kerumunan selama musim pilek/

Ibu dan orang yang mengalami infeksi saluran nafas atas


7. Tekankan pentingnya melanjutkan evaluasi medik dan vaksin/ imunisasi dengan tepat
8. Identifikasi tanda/ gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan,
misalnya peningkatan dispnea, nyeri dada, kelemahan memanjang, kehilangan berat
badan, demam/ menggigilmenetapnya batuk produkstif, perubahan mental.

DAFTAR PUSTAKA
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen edisi
kedua. Jakarta: EGC.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Depkes RI. 2002. Pedoman Penanggulangan P2 ISPA. Jakarta: Depkes RI.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Dorland, W. A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Nanda. 2011. Diagnostik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC NOC. Yogyakarta: MediAction.

Inhalasi droplet pada


saluran nafas bagian
atas

Virus, bakteri, jamur,


protozoa, teraspirasi

PATOFISIOLOGI
PNEMUMONIA

Bakteri/virus masuk
saluran nafas bawah
Daya tahan tubuh
lemah

Radang pada parenkim


paru

Respon
inflamasi pada
alveolar paru

B1
hiperplasia sel
goblet dan
disfungsi silia
Pe

Cairan
masuk ke

produksi
mukus

Eksudasi
dalam
alveoli

Akumulasi
mucus
pada
saluran
pernafasan

Menggang
gu difus 02

Ketidakefektifa
n bersihan jalan

Terjadi
hipoksia,
hiperkar
bi
Metabolis
me
anaerob

Ketidakefekt
ifan pola
pernapasan

Pelepasan
mediator kimia:
prostaglandin,

Pelepas
an
pirogen

Masuk
hipotalamus
melalui sirkulasi
Pelepasa
n asam
arakidon
Metabolism
e menjadi
prostagland

B5

B3

B2

Berikatan dengan
reseptor IP3
Impuls nyeri diantar
ke SSP melalui
Medula
Thalamus
Korteks

Perubah
an
termosta

Hiperter
mi

Gangguan Rasa
Nyaman (nyeri)

Peningkatan
metabolisme

Asupan
cairan
berkurang

Akumula
si secret
pada
saluran
pernapas
Bau dan
rasa
sputum di
mulut
Nafsu
maka
n

Ketidakseimba
ngan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Kekurangan
volume cairan

B6
Pe
suplai O2
ke otot

Psikologik

Kurang
informasi

Tergangguny
a proses
metabolisme
di tubuh

Energy
yang
dihasilkan
Kelemahan
fisik

Intoleran
Aktivitas

Ketdakefe
ktifan
program
terapeutik

Anda mungkin juga menyukai