Anda di halaman 1dari 20

6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
Berikut ini akan dipaparkan beberapa teori yang relevan untuk
memecahkan permasalahan yang sedang diteliti.
1. Teori Konstruktivisme
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pembelajaran
konstruktivisme (constructivist theories of learning), yang menyatakan bahwa
siswa harus menemukandan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan tersebut
tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan
pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala
sesuatu untuk dirinya dengan ide-ide yang dimilikinya. Teori ini berkembang dari
kerja Piaget, Vigotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi
kognitif yang lain, seperti Bruner (Slavin dalam Trianto, 2011:28).
Menurut

konsep

konstruktivisme,

pengetahuan

seseorang

bersifat

temporer, terus berkembang, terbentuk dengan mediasi masyarakat dan


budaya.Pengetahuan itu tidak pernah berhenti berkembang.Pengetahuan dalam
diri seseorang terbentuk ketika seseorang mengalami tempaan kognitif. Melalui
perspektif ini belajar dapat dipahami sebagai proses terbentuknya konflik kognitif
yang bergulir dengan sendirinya dalam diri seseorang ketika yang bersangkutan
memperoleh pengalaman kongkrit, wacana kolaboratif, dan kegiatan melakukan

7
refleksi.

Para

pendidik

yang

telah

mencoba

mewujudkan

paradigma

konstruktivisme di dalam kelas kemudian mendeskripsikan prinsip-prinsip


pembelajaran berdasarkan paradigma tersebut.
Syukur Gazali (2002:118) mengemukakan bahwa kelas konstruktivistik
mempunyai ciri yang berbeda secara signifikan dengan keadaan kelas yang tidak
berwawasan konstruktivisme.Ciri yang dimaksud adalah seperti berikut ini.
a) Guru akan selalu berusaha menciptakan kelas yang dapat membuat siswa
berani berinteraksi.
b) Kelas selalu didorong untuk bekerja sama antar murid dan munculnya inisiatif
bekerjasama tersebut mendapatkan penghargaan.
c) Untuk memberikan kesadaran kepada siswa bahwa pelajaran yang
dipelajarinya itu bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, guru memberikan
tugas-tugas dan materi yang interdisiplin. Untuk itu, guru lain dari bidang
studi yang berbeda dapat hadir di suatu kelas untuk menyaksikan dan
memberikan penilaian terhadap kemajuan belajar siswa.
d) Memberikan ruang kepada peserta didik yang suka melakukan sesuatu yang
beresiko, misalnya dengan memberikan tugas-tugas yang penuh tantangan.
e) Suasana yang kolaboratif selalu diupayakan diciptakan di dalam kelas. Karena
itu guru perlu menghindari munculnya kebiasaan peserta didik yang acapkali
bertindak mencari menang sendiri dan tidak mau menerima dan menghargai
pendapat temannya.
Teori ini selanjutnya akandigunakan sebagai dasar kajian, untuk
mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar Pendidikan Agama Hindu
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa kelas XII
Bahasa SMA Negeri 1 Kerambitan semester 1 tahun pembelajaran 2011/2012.

8
2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning).
Killen (1998) pembelajaran kooperatif adalah teknik pembelajaran dan
juga filosofi pembelajaran yang mendorong siswa agar dapat bekerja bersama
untuk memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan pembelajaran dengan teman
sejawat mereka.
Syaiful Sagala (2004:175)juga menyebutkan pembelajaran kooperatif
merupakan suatucara untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan
pembelajaran, dalam hal ini, tentu diperlukan model-model mengajar yang
dipandang mampu mengatasi kesulitan guru melaksanakan tugas mengajar dan
juga kesulitan belajar peserta didik. Model dirancang untuk mewakili realitas
yang sesungguhnya, walaupun model itu sendiri bukanlah realitas dari dunia yang
sebenarnya.Atas dasar pengertian tersebut, maka model pembelajaran harus
dipahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan
prosedur yang sistematik dalam belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.Pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran yang dibentuk dalam suatu kelompok kecil
dimana siswa bekerjasama dan mengoptimalkan keterlibatan dirinya dan anggota
kelompoknya dalam belajar.Dalam belajar kooperatif, siswa diberikan dua macam
tanggung jawab yang harus mereka laksanakan.Pertama, semua siswa terlibat
dalam mempelajari dan menyelesaikan materi/tugas yang diberikan oleh
guru.Kedua, meyakinkan bahwa semua anggota dalam kelompok mengerti dan
memahami tentang materi/tugas yang diterimanya.Dengan demikian siswa dapat

9
menyadari bahwa hasil yang diperoleh mempunyai manfaat bagi diri dan siswa
lainnya dalam kelompok tersebut.
Jonhson &Jonhson, 1994; Padmadewi, 2008 dalam Trianto (2011:23)
menyebutkanbahwa terdapat lima prinsip dalam pembelajaran kerja kelompok
yang dapat dikatagorikan sebagai pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) saling
ketergantungan secara positif, 2) interaksi tatap muka, 3) akuntabilitas individu
sehingga semua siswa dalam kelompok bertanggungjawab di dalam proses
pembelajaran mereka, 4) penggunaan keterampilan interpersonal yang tepat, dan
5) analisis hasil belajar secara berkelompok.
Trianto (2007:42) menyebutkan pembelajaran kooperatif merupakan suatu
model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil,
saling membantu untuk memahami suatu materi pelajaran, memeriksa dan
memperbaiki jawaban temannya yang salah, serta aktivitas lainnya dengan tujuan
untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi. Pembelajaran kooperatif disusun
dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa
dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam
kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan
belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya Pembelajaran
kooperatif (Cooperative Learning) sangat bermanfaat bagi siswa dalam
meningkatkan kemampuan untuk bekerjasama dan berkolaborasi, melatih
kepekaan diri, memahami perbedaan sikap dan perilaku dalam bekerjasama,
mengurangi rasa kecemasan dan menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan
motivasi belajar, harga diri dan sikap perilaku positif, sehingga siswa akan tahu

10
kedudukannya dalam belajar.Siswa dapat saling menghargai satu sama lain,
meningkatkan prestasi belajar dengan menyelesaikan tugas akademik sehingga
dapat memahami konsep-konsep yang sulit.Pembelajaran kooperatif menekankan
pada pembelajaran kelompok kecil dimana siswa belajar dan bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang optimal.
Pembelajaran kooperatif dalam prakteknya sangat tergantung pada kondisi
dan pokok permasalahan yang dipecahkan,meletakkan tanggungjawab individu
sekaligus kelompok, sehingga dari siswa tumbuh dan berkembang sikap dan
prilaku saling ketergantungan secara positif.Secara teknis siswa membentuk
kelompoknya sendiri dengan ketentuan jumlah anggota yang telah ditetapkan oleh
guru (antara 4-5 orang). Setiap individu dalam kelompok mendapat peran dan
tugas serta tanggungjawab yang sama. Setiap kelompok diberikan permasalahan
yang telah ditetapkan oleh guru, dan selanjutnya siswa mengorganisasikan sendiri
proses kerja di dalam kelompoknya. Kondisiyangdemikian dapat mendorong
siswa untuk belajar bekerjadan bertanggungjawab untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Selanjutnya Trianto (2011:67) juga menyebutkan, walaupun prinsip dasar
pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat variasi dari model tersebut.
Setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari
kumpulan strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif, yaitu:
(1) Pembelajaran Kooperatif tipe Student Tims Achievement Division (STAD), (2)
Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw, (3) Pembelajaran Kooperatif tipe
Investigasi Kelompok(Tims Games Tournaments atau TGT),dan (4) Pendekatan

11
Struktural yang meliputiThink Pair Share (TPS) dan Numberred Head
Together(NHT).
Perbedaan tipe pembelajaran kooperatif tersebut di atas, antara lain
sebagai berikut.
a. Pembelajaran

kooperatif

tipe

STAD

merupakan

salah

satu

model

pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil


dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen.
Kelompok merupakan siswa campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin
dan suku. Diawali dengan penyampaian tujuan,penyampaian materi, kegiatan
kelompok, kuis dan penghargaan kelompok (Trianto, 2011:68).
Slavin dalam Trianto menyatakan bahwa pada STAD siswa
ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan
campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan
pelajaran dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa
seluruh anggota tim menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh siswa
diberikan tes tentang materi, pada saat tes mereka tidak diperbolehkan saling
membantu (Trianto, 2011:69).
b. Pembelajaran kooperatif tipe Investigasi Kelompok(Group Investigation/GI).
Model ini dikembangkan pertama kali di Thelan. Dalam perkembangannya
model ini diperluas dan dipertajam oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di
Universitas Tel Aviv, Israel. Dalam implementasi tipe ini, guru membagi kelas
menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 4-5 orang siswa yang

12
heterogen. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan
penyelidikan

yang

mendalam

atas

topik

yang

dipilih

kemudian

dipersiapkandan dipresentasikan kepada seluruh siswa (Trianto, 2011:79).


c. Pembelajaran kooperatif tipe Numberd Heads Together yaitu suatu teknik
belajar bersama dengan memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk
saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Selain itu teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat
kerjasama mereka dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Dalam
pembelajaran ini, siswa dibagi atas beberapa kelompok, setiap siswa dalam
kelompok tersebut diberikan nomor urut sebagai tanda pengenal, masingmasing kelompok diberikan tugas yang sama untuk dibahas bersama dalam
kelompoknya.Selanjutnya setelah selesai masalah dibahas dalam kelompok
guru memanggil salah satu nomor urut siswa dalam kelompok untuk
menyampaikan hasil diskusinya dan kelompok lain memberikan tanggapan
terhadap kesimpulan yang disampaikan oleh anggota kelompok yang ditunjuk.
Dalam pembelajaran ini siswa dipandang sama kemampuannya dalam
kelompok sehingga guru dapat menunjuk secara acak untuk membawakan
hasil diskusinya dalam kelompok tersebut (Trianto,2011:82).
d. Pembelajaran kooperatif tipe TPS (think-pair-share) dikembangkan oleh
Frang Lyman dan teman-temannya di Universitas Maryland. Model ini
merupakan

jenis

pembelajaran

kooperatif

yang

dirancang

untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa. Dengan asumsi bahawa semua diskusi


membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan,

13
dengan prosedur yang digunakan memberikan siswa lebih banyak waktu
berpikir, untuk merespon dan saling membantu (Trianto,2011:81).
e. Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), atau
Pertandingan Permainan Tim dikembangkan oleh David De Vries dan Keath
Edward (1995:93). Pada model ini siswa memainkan permainan dengan
anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka
(Trianto, 2011:83).
f. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Model ini dikembangkan oleh Elliot
Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas. Dan diadopsi oleh slavin
dan teman-temannya di Universitas John Hopkins.Model pembelajaran
kooperatif

tipe

Jigsaw

adalah

sebuah

model

pembelajaran

yang

menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil.


Hal yang mendasar pada model Jigsaw ini adalah siswa sebagai anggota
kelompok asal pada dasarnya memiliki sebuah pemahaman konsep sedangkan
konsep-konsep lain didapatkan melalui diskusi kelompok dengan anggota
kelompoknya.Guru sebagaimotivator dan mediator pada saat diskusi
kelompok asal maupun kelompok ahli berlangsung.
Dari enam model pembelajaran kooperatif di ataspada penelitian ini akan
diterapkan modelpembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.Hal ini dilakukan karena
modelpembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki sejumlah keunggulan bila
dibandingkan dengan tipe yang lainnya.Kelebihan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsawantara lain sebagai berikut.

14
1) Siswa secara individu dalam kelompok asal diberikan materi persub bab,
sehingga lebih mudah memahami materi;
2) Melalui diskusi kelompok ahli, pemahaman materi menjadi lebih mendalam
dan spesifik;
3) Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri
dan juga pembelajaran orang lain;
4) Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan pada kelompok asal,
tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut
pada anggota kelompok yang lain, sehingga pengetahuannya jadi bertambah;
5) Meningkatkan kerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang
ditugaskan.
Walaupun modelpembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki sejumlah
keunggulan sebagaimana diuraikan di atas, modelpembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw juga memiliki beberapa kelemahan,antara lain sebagai berikut.
1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsawmemerlukan persiapan
khusus yang menuntut guru bekerja ekstra misalnya dalam mempersiapkan
LKS atau media lainnya, sehingga kurang diminati oleh guru dalam
pembelajaran di kelas.
2) Membutuhkan waktu yang lebih lama, bila penataan ruang belum terkondisi
dengan baik sehingga perlu waktu untuk merubah posisi yang dapat
menimbulkan kegaduhan.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw:
a. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 4-5 orang).

15
b. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagibagi menjadi beberapa sub bab.
c. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung
jawab untuk mempelajarinya.
d. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
e. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas
mengajar teman-temannya.
f. Setiap anggota kelompok asal diharapkan memahami materi/konsep yang
sama melalui diskusi dalam kelompoknya.
g. Guru memberikan tes tulis pada siswa untuk dikerjakan yang memuat seluruh
konsep yang didiskusikan (Trianto, 2011:73).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsawdapat digambarkan sebagai berikut.
Klp.
Asal 1
A1,B1,C1, D1

Klp.
Asal 3
A3,B3,C3,D3

Klp.
Asal 2
A2, B2,
C2, D2

Klp.
Klp.
Klp.
Klp.
Ahli
D
Ahli
C
Ahli
B
Ahli A
D1,
D2,
D3,
D4,
D5, D6
B1, B2, B3, B4,C1,
B5,C2,
B6 C3, C4, C5, C6
A1, A2, A3, A4,A5,A6

Klp.
Klp.
Asal 4
Asal 5
A4, B4, C4, D4 A5, B5, C5, D5

Klp.
Asal 6
A6,B6,C6, D6

(Dikutip dari Modifikasi Lea:2007)


Gambar 1.Ilustrasi Kelompok Kooperatif tipe Jigsaw
3. Aktivitas Belajar
Aktivitas merupakan segala kegiatan yang dilakukan baik secara jasmani
maupun rohani. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran merupakan salah

16
satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Menurut Tim Instruktur PKG
sebagaimana dikutip oleh Pujawan (2004:12), siswa dikatakan memiliki keaktifan
apabila ditemukan ciri-ciri sebagai berikut.
a) Antusiasme mengikuti pembelajaran ditandai dengan adanya perilaku: a)
memperhatikan penjelasan guru, b) tidak mengerjakan pekerjaan lain saat
mengikuti pembelajaran, c) spontan bekerja apabila diberi tugas, dan d) tidak
terpengaruh situasi di luar kelas.
b) Terjadi interaksi antara siswa dengan guru ditandai dengan adanya peran siswa
dalam: a) bertanya kepada guru, b) menjawab pertanyaan guru, c)
memanfaatkan guru sebagai narasumber, dan d) memanfaatkan guru sebagai
fasilitator.
c) Terjadi interaksi antara siswa dengan siswa ditandai dengan adanya perilaku:
a) bertanya kepada teman dalam satu kelompok, b) menjawab pertanyaan
teman dalam satu kelompok, c) bertanya kepada teman dalam kelompok lain,
dan d) menjawab pertanyaan teman dalam kelompok lain.
d) Adanya kerjasama kelompok ditandai dengan perilaku: a) membantu teman
dalam kelompok yang menjumpai masalah, b) meminta bantuan kepada
teman, jika mengalami masalah, c) mencocokkan jawaban/konsepsinya dalam
satu kelompok, dan d) Adanya pembagian tugas dalam kelompok.
e) Aktivitas siswa dalam kelompok ditandai dengan adanya peran siswa dalam:
a) mengemukakan pendapat, b) menanggapi pertanyaan/pendapat teman
sejawat,

c)

mengerjakan

tugas

kelompok,

dan

d)

menjelaskan

pendapat/pekerjaannya.
f) Partisipasi siswa dalam menyimpulkan materi pelajaran dapat dilihat dengan
adanya perilaku siswa: a) mengacungkan tangan untuk ikut menyimpulkan, b)

17
merespon pernyataan/simpulan temannya, c) menyempurnakan simpulan yang
dikemukakan oleh temannya, dan d) menghargai pendapat temannya.
Lebih lanjut Pujawan (2004:13) mengemukakan bahwa aktivitas siswa
memegang peranan yang sangat penting, mengingat bahwa aktivitas siswa secara
integral baik secara fisik maupun non fisik akan membantu siswa dalam
memahami ajaran-ajaran agama Hindu yang umumnya bersifat abstrak. Oleh
karena itu, dalam pemilihan model pembelajaran seorang guru hendaknya
mengusahakan metode yang dapat mengaktifkan siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini aktivitas yang akan
diamati terdiri-dari 6 aspek perilaku siswa yang dimodifikasi dari ciri-ciri
perilaku di atas yaitu:1) antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, 2)
interaksi antara siswa dengan guru, 3) interaksi antara siswa dengan siswa, 4)
kerjasama dalam kelompok, 5) aktivitas siswa dalam diskusi kelompok, dan 6)
partisipasi siswa dalam menyimpulkan materi pelajaran.
4. Hasil Belajar Matematika
Dimyati dan Moedjiono (1994:40) menyebutkan hasil belajar merupakan
hasil dari suatu interaksi tindak mengajar atau tindak belajar.Selanjutnya
disebutkan ciri-ciri belajar ada tiga yaitu: 1) hasil belajar memiliki kapasitas
berupa pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, sikap dan cita-cita, 2) adanya
perubahan mental dan jasmani, dan 3) memiliki dampak pengajaran dan dampak
pengiring.
Taksonomi Bloom dalam buku Profesionalisme Guru (Zainal Agip,
2002:18) menyatakan, hasil belajar dapat di bedakan atas tiga ranah yaitu ranah
kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan

18
perilaku yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui dan memecahkan
masalah, yaitu meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis
dan evaluasi. Ranahafektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi,
dan penyesuaian perasaan sosial, yaitu meliputi: kemauan menerima, kemauan
menanggapi, keyakinan, penerapan karya dan ketekunan ketelitian. Ranah
Psikomotor berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual dan
motorik, yang meliputi: persepsi, kesiapan melakukan sesuatu kegiatan,
mekanisme, respon terbimbing, kemahiran, adaptasi dan originasi.
Hasil belajar adalah keseluruhan hasil proses pembelajaran yang
dilakukan dalam kurun waktu tertentu yang ditandai dengan adanya kemampuan
penguasaan konsep, perubahan sikap dan perilaku siswa serta mampu dan
terampil mempraktikkan/menerapkan baik secara individu maupun secara
bersama-sama dalam kehidupan bermasyarakat, dan bernegara.
Hasil belajar matematika merupakan suatu gambaran dari penguasaan
kemampuan serta memiliki sikap yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama
sebagaimana telah ditetapkan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Untuk
menentukan tingkat dan penguasaan hasil belajar dilakukan tindakan penilaian
secara menyeluruh dan berkesinambungan sesuai karakteristik mata pelajaran
Pendidikan Agama Hindu yaituuntuk mengembangkan dan membina peserta didik
agar menjadi manusia dewasa yang memiliki kepribadian mulia dan luhur, serta
mampu bertanggung jawab sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat
yang berakhlak mulia dan memiliki peningkatan potensi spiritual.Akhlak mulia
mencakup

etika,

budi

pekerti,

dan

moral

sebagai

perwujudan

dari

19
PendidikanAgama Hindu.Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan,
pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilainilaikeagamaan

tersebut

dalam

kehidupan

individu

ataupun

kolektifkemasyarakatan.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar matematika dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktorfaktor tersebut dalam banyak hal saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama
lainnya. Sudjana (2000:16), Suryabrata (1995:65) dan Purwanto (2000:54)
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah
faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal). Faktor luar (eksternal) terdiri
dari lingkungan, meliputi: lingkungan alami dan lingkungan sosial. Faktor luar
lainnya adalah instrumental meliputi kurikulum, program, sarana dan tenaga
kependidikan.

Faktor

lingkungan

sekolah

sangatlah

berpengaruh

dalam

pencapaian prestasi belajar matematika, terutama situasi belajar di dalam kelas.


Dalam pembelajaran di kelas peran guru sangat dominan, terutama kemampuan
guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusi fsehingga akan tercipta
kondisi pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi pengembangan prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan psikologis siswa.
Sedangkan faktor dalam (internal) terdiri atas faktor fisiologis meliputi
kondisi fisik secara umum dan kondisi panca indra; dan faktor psikologis meliputi
minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif. Siswa yang memiliki

20
minat belajar tinggi diharapkan mencapai hasil belajar yang lebih baik daripada
siswa dengan minat belajar rendah. Demikian pula motivasi sangat berpengaruh
pada hasil belajar siswa.
Dengan demikian, hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh
berbagai faktor dan merupakan interaksi dari faktor-faktor tersebut. Agar dicapai
hasil belajar yang baik maka faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
hendaknya dikelola dengan baik.
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Miftachul Jannah (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan
Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa dalam
Pembelajaran Biologi di Kelas XI IPA 2 SMA Batik 2 Surakarta Tahun Pelajaran
2009/2010 menyatakan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran Biologi di kelas XI IPA 2
SMA Batik 2 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010. Hasil dari observasi
menunjukkan rata-rata indikator motivasi belajar siswa dalam pembelajaran biologi
pada siklus I adalah 70,42% dan pada siklus II adalah 82,92% meningkat 12,5%.
Hasil angket motivasi belajar siswa dalam pembelajaran Biologi menunjukkan ratarata indikator dari aspek I yaitu dorongan internal pada siklus I adalah 73,49% dan
pada siklus II 76,51% meningkat 3,02%. Rata-rata dari aspek II yaitu dorongan
eksternal pada siklus I adalah 73,81% dan siklus II 76,13%. meningkat 2,32%.
Selanjutnya Budiasa (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsawpada Mata Pelajaran Biologi dalam Upaya


Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas X-1 SMA Negeri 1 Kerambitan Tahun
Pelajaran 2007/2008 juga menyatakan bahwa dengan pemanfaatan pembelajaran

21
kooperatif tipe Jigsaw pada mata pelajaran Biologi hasil belajar siswa kelas X-1
SMA Negeri 1 Kerambitan dapat ditingkatkan. Terlihat dari data penelitian pada
siklus I rata-rata prestasi belajar siswa 58,94 pada siklus II menjadi 71,29;
ketuntasan belajar pada siklus I adalah 64,71% menjadi 85,29% pada siklus II. Ini
menandakan adanya peningkatan prestasi belajar 12,30 dan ketuntasan belajar
20,58 %.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kedua hasil
penelitian di atas sejalan dengan kajian teori yang telah dipaparkan
sebelumnya.Pada dasarnya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.Hasil-hasil penelitian ini
memperkuat kajian teori yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

C. Kerangka Berpikir

Model Kooperatif tipe Jigsaw


(Konstruktivisme)
Adapun kerangka berpikir
dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai

berikut.
Teoretis

Empiris

Keunggulan model Kooperatif Jigsaw menumbuhkan minat, bakat,


iklim
belajar
Hasil aktivitas,
Penelitian
Yang
Relevan

Aktivitas dan Hasil belajar matematika

22

Gambar 2. Kerangka Berpikir


Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa, menurut konsep
konstruktivisme, pengetahuan seseorang bersifat temporer, terus berkembang,
terbentuk dengan mediasi masyarakat dan budaya. Pengetahuan itu tidak pernah
berhenti berkembang. Pengetahuan dalam diri seseorang terbentuk ketika
seseorang mengalami tempaan kognitif. Melalui perspektif ini belajar dapat
dipahami sebagai proses terbentuknya konflik kognitif yang bergulir dengan
sendirinya dalam diri seseorang ketika yang bersangkutan memperoleh
pengalaman kongkrit, pembelajaran kolaboratif, dan kegiatan melakukan refleksi.
Hal itu berarti bahwa seseorang akan dapat mengkonstruksi pemahamannya
apabila diberikan waktu dan kesempatan untuk melakukan eksplorasi dan
elaborasi secara mandiri dalam pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan salah satu model
yang beraliran konstruktivistik dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok
kecil, saling membantu untuk memahami suatu materi pelajaran, memeriksa dan
memperbaiki jawaban temannya yang salah, serta aktivitas lainnya dengan tujuan
untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi. Pembelajaran kooperatif disusun

23
dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa
dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam
kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan
belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat mempengaruhi beberapa
faktor-faktor yang berkaitan dengan hasil belajar, seperti faktor internal dan
ekternal sebagai berikut.
1) Minat, dengan model pembelajaran yang khas model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw akan memberikan warna baru dalam pembelajaran dimana
sebelumnya lebih sering menggunakan metode ceramah. Dengan adanya
variasi dalam penyajian pembelajaran akan lebih menarik sehingga dapat
membangkitkan minat atau kemauan siswa untuk belajar.
2) Motivasi, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat membangkitkan
motivasi siswa karena adanya interaksi multi arah yaitu interaksi antara siswa
dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan materi pembelajaran.
Komunikasi yang dibangun melalui pola pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
merupakan cara yang sangat ampuh untuk membangkitkan motivasi siswa.
3) Aktivitas, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan ruang
kepada siswa untuk saling berdiskusi, saling menjelaskan, serta saling
berargumen dalam pembahasan materi pelajaran. Aktivitas akan dibangun
melalui pembiasaan saling mengemukakan pendapat, aktif melakukan
eksplorasi dan elaborasi yang sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran yang sedang dibahas.
4) Rasa percaya diri, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsawdapat
menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa, karena siswa merasa bahwa

24
pemahaman terhadap materi pelajaran diperolehnya sendiri atau melalui
diskusi dengan temannya.
5) Suasana Pembelajaran yang kondusif, model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsawmemberikan kenyamanan dalam pembelajaran, dimana siswa tidak
harus hanya menjadi pendengar saja. Suasana pembelajaran terkesan alamiah
dan tidak menegangkan. Kondisi yang kondusif ini juga sangat mempengaruhi
kecepatan siswa menangkap inti pelajaran yang sedang dibahas.
Apabila faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar tersebut di
atas dapat ditingkatkan, maka sangat logis dan beralasan kuat bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar.
Logika ini juga didukung oleh hasil penelitian yang relevan dengan objek
yang diteliti dalam penelitian ini (kajian empirik), menyatakan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Dengan demikian sangat beralasan bahwa secara teori maupun empirik
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsawdapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar mtematika siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Dompu semester 1 tahun
pelajaran 2012/2013.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar Matematika siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1
Dompu semester 1 tahun pelajaran 2012/2013.

25

Anda mungkin juga menyukai