PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Tuberkulosis adalah suatu infeksi menular dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanum.
Tuberkulosis menunjukkan penyakit yang paling sering disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, tetapi kadang disebabkan oleh M.bovis atau M.africanum. Bakteri lainnya
menyebabkan penyakit yang menyerupai tuberkulosis, tetapi tidak menular dan sebagian
besar
memberikan
respon
yang
buruk
terhadap
obat-obatan
yang
sangat
negara dengan kasus TB tertinggi di dunia dengan menduduki peringkat lima (Global
Tuberculosis, 2010)
Pada tahun 1993 WHO menetapkan TB paru sebagai The Global Emergency karena
sebagian besar negara di dunia penyakit TB tak terkendali. Tahun 1994 Indonesia
bekerjasama dengan Badan Kesehatan Dunia, melaksanakan evaluasi bersama (WHOIndonesia Joint Evaluation) yang menghasilkan rekomendasi perlunya segera dilakukan
perubahan yang mendasar pada strategi penanggulangan TB Paru di Indonesia yang disebut
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS).
DOTS ini terdiri dari 1) Komitmen politis dari para pengendali keputusan dan
komitmen masyarakat, 2) Deteksi kasus TB di antara orang-orang yang memiliki gejalagejala melalui pemeriksaan mikroskopis dahak, 3) pengobatan dan pengawasan langsung
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) selama enam hingga delapan bulan pengobatan teratur
atau setidaknya saat pengobatan intensif yaitu dua bulan pertama, 4) Jaminan ketersediaan
obat TB yang rutin dan tidak terputus dan jalur distribusinya, 5) Sistem pencatatan dan
pelaporan untuk pemantauan dan evaluasi perkembangan pengobatan.
Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan
faktor risiko sumber penularan penyakit TB. Sumber penularan penyakit ini erat kaitannya
dengan kondisi sanitasi perumahan yang meliputi penyediaan air bersih dan pengolahan
limbah. Faktor risiko dan lingkungan pada bangunan rumah yang dapat mempengaruhi
kejadian penyakit maupun kecelakaan antara lain ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian,
kelembaban ruangan, binatang penular penyakit, penyediaan air bersih, limbah rumah tangga,
hingga penghuni dalam rumah. Kondisi kesehatan lingkungan rumah berpengaruh secara
tidak langsung terhadap kejadian penyakit TB paru, karena lingkungan rumah yang kurang
memenuhi syarat kesehatan akan mempengaruhi jumlah atau kepadatan kuman dalam rumah
tersebut, termasuk kuman Mycobacterium tuberculosis. Hubungan penyakit tuberculosis paru
dipengaruhi oleh kebersihan udara karena rumah yang terlalu sempit (terlalu banyak
penghuninnya) maka ruangan akan kekurangan oksigen sehingga akan menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh sehingga memudahkan terjadinya penyakit. Lingkungan dan
rumah yang tidak sehat seperti pencahayaan rumah yang kurang (terutama cahaya matahari),
kurangnya ventilasi rumah, kondisi ruangan yang lembab, hunian yang terlalu padat
mengakibatkan kadar CO2 di rumah meningkat. Peningkatan CO2, sangat mendukung
perkembangan bakteri. Hal ini di karenakan Mycobacterium tuberculosis adalah aerob obligat
dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana. Menurut sebuah
penelitian yang telah dilakukan di Ciampea menghitung risiko untuk terkena TB 5,2 kali pada
penghuni yang memiliki ventilasi buruk dibanding penduduk berventilasi memenuhi syarat
kesehatan. Pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat berisiko 2,5 kali terkena TB
dibanding penghuni yang memenuhi persyaratan, semua cahaya pada dasarnya dapat
mematikan, namun tentu tergantung jenis dan lama cahaya tersebut. Mewujudkan dan
membangun rumah sehat pada indikator penyakit TB diawali dengan visi : mendukung
pembangunan berwawasan kesehatan menuju indonesia sehat tahun 2012.
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian di
Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis lingkungan
menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan
tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan
lingkungan. Lingkungan pemukiman merupakan salah satu diantaranya yang selalu
berinteraksi dengan manusia, karena kurang lebih separuh hidup manusia akan berada di
rumah, sehingga kualitas rumah akan berdampak terhadap kondisi kesehatannya.
DESA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kilen Sari
Paowan
Sumber Kolak
Wringin Anom
Peleyan
Alas Malang
Duwet
Gelung
Jumlah
TAHUN
2012
2013
2014
19
7
9
12
1
1
3
7
59
19
2
7
4
1
3
36
15
3
13
12
1
6
2
4
56
Tabel 1.2.
Data pasien TB BTA + di Dusun Desa Kilen Sari tahun 2012-2014
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
DUSUN
Pesisir
Karang Sari
Tanah Anyar
Kilen Selatan
Somangkaan
Gudang Seng
Bandengan
Jumlah
TAHUN
2012
2013
2014
13
4
1
1
19
7
5
4
2
1
19
9
1
1
1
1
1
1
15
Dilihat dari data diatas, pendataan pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Panarukan
yang terbanyak terdapat di Desa Kilen Sari Dusun Pesisir. Oleh karena itu dengan kegiatan
Miniproyek ini diharapkan dapat menekan penyebaran penularan infeksi TB melalui Rumah
Sehat bersama Paguyuban TB di Desa Kilen Sari.
1.2 PERNYATAAN MASALAH
Kurangnya wawasan Paguyuban TB di Desa Kilen Sari tentang pentingnya Rumah Sehat
dalam pencegahan penularan infeksi TB.
4
1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mencegah penularan infeksi TB melalui Rumah Sehat sehingga penyakit TB tidak
lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan paguyuban TB tentang Rumah Sehat dalam
penanggulangan penularan infeksi TB.
b. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penanggulangan penyakit TB.
c. Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan dan perumahan melalui Rumah
Sehat.
1.4 MANFAAT
1. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru terutama
faktor kesehatan lingkungan rumah apa saja yang berhubungan dalam pencegahan
infeksi TB.
2. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas Dan Dinas Kesehatan)
Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran bagi program pemberantasan penyakit
tuberkulosis paru terutama untuk menentukan kebijakan dalam perencanaan,
pelaksanaan serta evaluasi program Rumah Sehat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TUBERCULOSIS
2.1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
2.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru
5
daya tahan terhadap tuberkulosis paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda
dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang usia tua.
c. Kondisi sosial ekonomi
WHO (2003) menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang
kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin.
d. Kekebalan
Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah dan buatan.
Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru
dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh
sewaktu seseorang diberi vaksin BCG (Bacillis Calmette Guerin). Tetapi bila
kekebalan tubuh lemah maka kuman tuberkulosis paru akan mudah menyebabkan
penyakit tuberkulosis paru.
e. Status gizi
Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh
pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman tuberkulosis
paru. Namun apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh
terhadap penyakit ini, karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi,
dapat meningkatkan risiko tuberkulosis paru.
f. Penyakit infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sitem daya tahan tubuh seluler (cellular
immunity) sehingga jika terjadi infeksi oportunistik seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah
orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita tuberkulosis paru akan
meningkat, dengan demikian penularan tuberkulosis paru di masyarakat akan
meningkat pula.
3. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu) baik benda mati,
benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semu
elemen-elemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan memegang peranan penting
dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan
rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status
kesehatan penghuninya.
2.1.3 Faktor Resiko dan Cara Penularan
7
2.1.6 Diagnosis
2.3.1 Definisi
Rumah bagi manusia memiliki arti sebagai tempat untuk melepas lelah, beristirahat
setelah penat melaksanakan kewajiban sehari-hari, sebagai tempat bergaul dengan keluarga,
sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya, sebagai lambang status sosial, tempat
menyimpan kekayaan (Azwar, 1996). Rumah adalah struktur fisik atau bangunan sebagai
tempat berlindung, dimana lingkungan dari struktur tersebut berguna untuk kesehatan
jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu
(WHO dalam Keman, 2005). Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang
memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih,
tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan
hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah (Depkes RI, 2003).
Dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat
yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh
anggota keluarga dapat memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu) baik benda mati,
benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semu elemenelemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam
penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah
merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan
penghuninya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar rumah (Azwar,
1996):
1) Lingkungan di mana masyarakat itu berada, baik fisik, biologis, sosial. Suatu daerah
dengan lingkungan fisik pegunungan, tentu saja perumahannya berbeda dengan
perumahan di daerah pantai. Selanjutnya masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
lingkungan biologis yang banyak hewan buasnya tentu saja mempunyai bentuk rumah
yang lebih terlindung, dibanding dengan perumahan di lingkungan biologis yang tidak
ada hewan buasnya. Demikian pula lingkungan sosial, seperti adat, kepercayaan dan
lainnya, banyak memberikan pengaruh pada bentuk rumah yang didirikan.
2) Tingkat sosial ekonomi masyarakat, ditandai dengan pendapatan yang dipunyai,
tersedianya bahan-bahan bangunan yang dapat dimanfaatkan dan atau dibeli dan lain
sebagainya. Jelaslah bahwa suatu masyarakat yang lebih makmur, secara relatif akan
mempunyai perumahan yang lebih baik, dibanding dengan masyarakat miskin.
10
12
Dapur harus mempunyai ruangan tersendiri, karena asap dari hasil pembakaran
dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan. Ruang dapur harus memiliki
ventilasi yang baik agar udara/asap dari dapur dapat teralirkan keluar.
c) Kamar mandi dan jamban keluarga
Setiap kamar mandi dan jamban paling sedikit memiliki satu lubang ventilasi untuk
berhubungan dengan udara luar.
5) Ventilasi
Ventilasi ialah proses penyediaan udara segar ke dalam suatu ruangan dan
pengeluaran udara kotor suatu ruangan baik alamiah maupun secara buatan. Ventilasi
harus lancar diperlukan untuk menghindari pengaruh buruk yang dapat merugikan
kesehatan. Ventilasi yang baik dalam ruangan harus mempunyai syarat-syarat,
diantaranya :
a) Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan
luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5%.
Jumlah keduanya menjadi 10% kali luas lantai ruangan.
b) Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap kendaraan,
dari pabrik, sampah, debu dan lainnya.
c) Aliran udara diusahakan Cross Ventilation dengan menempatkan dua lubang
jendela berhadapan antara dua dinding ruangan sehingga proses aliran udara
lebih lancar.
13
14
Air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat kimia, terutama yang
berbahaya bagi kesehatan.
c) Syarat bakteriologis
Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme. Misal sebagai petunjuk
bahwa air telah dicemari oleh faces manusia adalah adanya E. coli karena bakteri
ini selalu terdapat dalam faces manusia baik yang sakit, maupun orang sehat serta
relatif lebih sukar dimatikan dengan pemanasan air.
2) Jamban (sarana pembuangan kotoran)
Pembuangan kotoran yaitu suatu pembuangan yang digunakan oleh keluarga atau
sejumlah keluarga untuk buang air besar. Cara pembuangan tinja, prinsipnya yaitu
:
a) Kotoran manusia tidak mencemari permukaan tanah.
b) Kotoran manusia tidak mencemari air permukaan / air tanah.
c) Kotoran manusia tidak dijamah lalat.
d) Jamban tidak menimbulkan bau yang mengganggu.
e) Konstruksi jamban tidak menimbulkan kecelakaan.
Ada 4 cara pembuangan tinja (Azwar, 1996), yaitu :
a) Pembuangan tinja di atas tanah
Pada cara ini tinja dibuang begitu saja diatas permukaan tanah, halaman rumah, di
kebun, di tepi sungai dan sebagainya. Cara demikian tentunya sama sekali tidak
dianjurkan, karena dapat mengganggu kesehatan.
b) Kakus lubang gali (pit privy)
Dengan cara ini tinja dikumpulkan kedalam lubang dibawah tanah, umumnya
langsung terletak dibawah tempat jongkok. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi
tinja sehingga tidak memungkinkan penyebaran bakteri. Kakus semacam ini hanya
baik digunakan ditempat dimana air tanah letaknya dalam.
c) Kakus Air (Aqua pravy)
Cara ini hampir mirip dengan kakus lubang gali, hanya lubang kakus dibuat dari
tangki yang kedap air yang berisi air, terletak langsung dibawah tempat jongkok.
Cara kerjanya merupakan peralihan antara lubang kakus dengan septic tank. Fungsi
dari tank adalah untuk menerima, menyimpan, mencernakan tinja serta
melindunginya dari lalat dan serangga lainnya.
d) Septic Tank
16
Septic Tank merupakan cara yang paling dianjurkan. Terdiri dari tank sedimentasi
yang kedap air dimana tinja dan air masuk dan mengalami proses dekomposisi
yaitu proses perubahan menjadi bentuk yang lebih sederhana (penguraian).
3) Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri,
dan tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan atau zat yang
membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan
(Chandra, 2007).
Menurut Azwar (1996) air limbah dipengaruhi oleh tingkat kehidupan
masyarakat, dapat dikatakan makin tinggi tingkat kehidupan masyarakat, makin
kompleks pula sumber serta macam air limbah yang ditemui. Air limbah adalah air
tidak bersih mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan
manusia ataupun hewan, dan lazimnya karena hasil perbuatan manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari, sumber air limbah yang lazim dikenal adalah :
a) Limbah rumah tangga, misalnya air dari kamar mandi dan dapur.
b) Limbah perusahaan, misalnya dari hotel, restoran, kolam renang.
c) Limbah industri.
4) Sampah
Sampah adalah semua produk sisa dalam bentuk padat, sebagai akibat aktifitas
manusia, yang dianggap sudah tidak bermanfaat. Entjang (2000) berpendapat agar
sampah tidak membahayakan kesehatan manusia, maka perlu pengaturan
pembuangannya, seperti tempat sampah yaitu tempat penyimpanan sementara
sebelum sampah tersebut dikumpulkan untuk dibuang (dimusnahkan).
Syarat tempat sampah adalah :
a) Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat sehingga tidak mudah bocor,
kedap air.
b) Harus ditutup rapat sehinga tidak menarik serangga atau binatang-binatang
lainnya seperti tikus, kucing dan sebagainya.
8) Letak Rumah
Letak rumah adalah salah satu faktor yang penting artinya bagi kesehatan
penghuni. Sebagai contoh adalah, sebuah rumah seharusnya tidak didirikan di dekat
tempat dimana sampah dikumpulkan atau dibuang, dengan pertimbangan karena di
17
tempat pembuangan sampah tersebut akan banyak lalat, serangga maupun tikus yang
akan membawa kuman penyakit kedalam lingkungan rumah (WHO, 1995).
Perlu diperhatikan juga letak sebuah bangunan hendaknya menyerong dari
arah lintasan matahari yaitu arah utaraselatan untuk mencegah penyinaran yang
terus-menerus pada satu bagian rumah. Di bangun dengan lubang bukaan maksimal
pada arah utara, arah selatan, dan arah timur, serta seminimal mungkin pada arah
barat. Lubang bukaan pada arah utara-selatan diharapkan sebanyak mungkin
memasukan sinar matahari dari kubah langit. Sementara lubang pada arah timur untuk
memasukan sinar matahari pagi yang dapat meningkatkan kesehatan.
Kurangnya cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah. Rumah terasa
sumpek, pengap, panas, dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan penghuni. Selain
berguna untuk penerangan sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan, mengusir
nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab penyakit tertentu,
misalnya untuk membunuh bakteri adalah cahaya pada panjang gelombang 4000 A
sinar ultra violet (Azwar, 1996).
2.3.4 Syarat Rumah Sehat terhadap kejadian TB Paru
Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang
berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain :
a. Kepadatan Penghuni Rumah
Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis
paru. Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat
kesimpulan secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar
diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas
ruangannya. Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di
dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang
semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan
tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya
kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh dan
berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis. Dengan demikian akan
semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui saluran
pernafasan. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia kepadatan
penghuni diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan jumlah
18
21
22
23
BAB III
METODE
Tabel 3.1. Kegiatan Mini Proyek
NO
1.
KEGIATAN
PERENCANAAN
a. Pendataan penderita
dan mantan penderita
TBC.
b. Penyusunan kegiatan
TUJUAN
SASARAN
Memperoleh data
Kader,
Penderita dan
sasaran Paguyuban
mantan
TBC.
penderita TBC
Merencanakan
TANGGAL
METODE
KEGIATAN
03/11/2014 Puskesmas
Panarukan
03/11/2014 Puskesmas
Kegiatan
2.
TEMPAT
Diskusi
Panarukan
PELAKSANAAN
a. Pertemuan
Paguyuban TBC
1) Penyuluhan
1) Memberikan info
kesehatan kepada
peserta.
2) Pelatihan
keterampilan
2) Meningkatkan
kemandirian peserta
Kader,
Penderita dan
mantan
penderita TBC
20/11/2014
&
Balai Desa
Kilen Sari
09/12/2014
20/11/2014
1) Lisan dg presentasi
Balai Desa
Kilen Sari
2) Pelatihan
dan praktek
3) Membagikan pada
24
3) Pembagian leaflet,
masker
peserta
3) Menurunkan angka
4) Sharing/diskusi
penularan TBC
20/11/2014
4) Sharing peserta
5) Pemasangan
genteng kaca
Balai Desa
Kilen Sari
4) Berbagi
5) Pemasangan
pengalaman dan
motivasi
5) Sebagai cermin
rumah sehat dan
membunuh kuman
TB
Kader,
Genteng Kaca di
20/11/2014
Penderita dan
Balai Desa
mantan
Kilen Sari
penderita TBC
22/11/2014
rumah Penderita
Rumah
penderita TB
Wilayah pesisir
utara
25
BAB IV
PROFIL
4.1. PROFIL KOMUNITAS UMUM
Desa Kilensari adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Panarukan,
Kabupaten Situbondo dengan batas wilayah sebelah utara Selat Madura, sebelah
selatan Desa Kendit, Kecamatan Kendit, sebelah timur berbatasan dengan Desa
Wringin Anom, Kecamatan Panarukan dan di sebelah barat Selat Madura.
4.2. DATA GEOGRAFIS
Wilayah Desa Kilensari berada pada ketinggian tiga meter di atas permukaan laut
dengan suhu rata-rata harian 30C. Sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah
seluas 392 ha yang disertai wilayah pesisir seluas 20 ha dengan curah hujan 3000 mm
per tahun.
Wilayah tersebut digunakan paling banyak untuk persawahan seluas 205 ha. Lahan
lainnya di gunakan untuk prasarana umum 79 ha, pekarangan 15 ha, permukiman 10
ha, dan perkantoran 5,3 ha.
26
BAB V
27
DISKUSI
Presentasi Miniproyek dengan tema Penanggulangan TB paru di desa Kilensari
Puskesmas Panarukan dengan metode DOTS dilaksanakan pada hari Kamis,15 Januari 2015
di ruang pertemuan Puskesmas Panarukan dengan susunan acara sebagai berikut :
Pembukaan
Sambutan Kepala Puskesmas Panarukan
Sekilas tentang Miniproyek oleh Ketua Kelompok
Presentasi materi TB
a. Upaya Pelatihan dan Peningkatan Pengetahuan Paguyuban TB tentang Etika
Batuk dan Manajemen Dahak dalam Pencegahan Penularan TB
b. Upaya Pelatihan dan Peningkatan Pengetahuan tentang Rumah Sehat dalam
Pencegahan Penularan TB
c. Upaya Pelatihan dan Peningkatan Pengetahuan tentang Status Gizi dalam
Pencegahan Penularan TB
d. Pengobatan TB
e. Pengawas Menelan Obat (PMO)
Diskusi
Ramah tamah
Penjabaran isi diskusi :
1. Tanggapan serta masukan dari perwakilan paguyuban TB (Mas Sutan)
Data penderita TB di desa Kilensari cukup banyak sehingga diharapkan
adanya sosialisasi dan peran aktif dari tim paguyuban TB ke masyarakat
sekitar, bukan hanya berupa door to door saja tetapi juga melalui penyuluhan
yang diselipkan di acara-acara masyarakat seperti pengajian, arisan,dll.
Mediasi intens antara pihak Puskesmas dan masyarakat dalam upaya sosialisai
bahwa pengobatan TB itu gratis. Selain itu ada masukan untuk penjemputan
pasien oleh Puskesmas agar mau memeriksakan diri ke puskesmas jika ada
tanda dan gejala kea rah TB paru.
Informasi tentang adanya adik-adik UNEJ yang ikut serta membantu untuk
screening pasien TB
2. Pertanyaan dari staf Puskesmas Panarukan (mbak Fanti)
28
Apakah evaluasi atau progress untuk paguyuban TB setelah dokter internsip keluar
dari puskesmas Panarukan?
Apa saja tugas dari Paguyuban TB?
3. Tanggapan dari Sekretaris desa Kilensari
Perlu adanya penelusuran lebih lanjut terhadap data jumlah penderita TB di desa
Kilensari karena di lapangan masih banyak penderita TB yang belum tercatat di
Puskesmas.
Disarankan agar minimal seminggu sekali petugas dari Puskesmas Panarukan untuk
terjun langsung ke lapangan melakukan pemeriksaan langsung karena sebagian besar
masyarakat malas untuk berobat. Hal ini berhubungan erat dengan masalah ekonomi
seperti biaya transportasi untuk berobat ke Puskesmas.
Sebaiknya pasien yang sudah positif terkena TB, setelah dari poli umum lalu
ke poli TB untuk pengambilan obat dikonsulkan juga ke poli gizi dan poli
sanitasi terkait dengan pengelolaan rumah sehat serta lingkungan sehat.
2. Jawaban pertanyaan no 2
a. Kronologis pembuatan miniproyek
Tabel 5.1. Bentuk Kegiatan
NO
1.
KEGIATAN
PERENCANAAN
c. Pendataan
penderita dan
SASARAN
lewat rekam
dan sasaran
dan
medis
Paguyuban TBC.
mantan
Merencanakan
03/11/2014
6) Memberikan
info
kepada
peserta.
7) Pelatihan
leaflet, masker
Diskusi
20/11/2014
kesehatan
8) Pembagian
Pendataan
Kegiatan
PELAKSANAAN
b. Pertemuan
keterampilan
METODE
Penderita
TBC
Paguyuban TBC
6) Penyuluhan
KEGIATAN
mengenai jumlah
TBC.
03/11/2014
TEMPAT
Kader,
penderita
kegiatan
TANGGAL
Memperoleh data
mantan penderita
d. Penyusunan
2.
TUJUAN
7) Meningkatkan
kemandirian
peserta
Kader,
Penderita
dan
&
09/12/2014
Balai
Desa
6) Lisan dg
presentasi
Kilen Sari
mantan
penderita
TBC
20/11/2014
7) Pelatihan
dan
praktek
8) Membag
ikan
30
8) Menurunkan
9) Sharing
pada
angka
peserta
penularan
peserta
20/11/2014
TBC
9) Sharing/
10) Pemasangan
diskusi
genteng kaca
Rumah
9) Berbagi
20/11/2014
pengalaman
dan motivasi
10) Sebagai
penderita
TB
Wilayah
22/11/2014
cermin rumah
pesisir
utara
10)
Pema
sangan
Genteng
sehat dan
Kaca di
membunuh
rumah
kuman TB
Penderita
c. Evaluasi program tim paguyuban TB yang sudah terbentuk saat ini akan dilanjutkan
oleh kelompok dokter internsip gelombang berikutnya.
d. Tugas tim paguyuban TB adalah menscreening pasien suspect TB dan membawa ke
Puskesmas Induk untuk dilakukan pemeriksaan dahak, memberikan penyuluhan untuk
masyarakat terkait TB, menjadi pengawas menelan obat (PMO) untuk pasien yang
sudah positif TB sehingga mau menyelesaikan pengobatan TB sampai tuntas.
3. Tanggapan dari pihak Dinas Kesehatan
g. Kabupaten Situbondo menduduki peringkat 8 penderita TB terbanyak se Jawa
Timur.
h. Masalah penyakit TB yang dapat menanggulanginya adalah masyarakat itu
sendiri.
i. Upaya promotif dan preventif lebih diutamakan dibandingkan upaya kuratif.
j. Sebaiknya tim paguyuban TB memiliki program jangka pendek dan jangka
panjang yang jelas dan lebih detail, yang nantinya dapat dipresentasikan di
dinas kesehatan dan dinas sosial sehingga mungkin nanti dapat dibantu untuk
masalah anggaran.
31
BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
TB masih merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi baik di dunia maupun di Indonesia. Salah satu cara untuk menangani
TB adalah dibentuknya Paguyuban TB yang tujuan utamanya adalah untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian akibat TB. Pentingnya para kader paguyuban TB untuk terus
aktif memberikan edukasi pada penderita TB positif khususnya dan masyarakat sekitar yang
lain pada umumnya tentang pentingnya Rumah Sehat terhadap pencegahan penyebaran
infeksi TB.
Untuk dapat dirasakan manfaatnya, kegiatan Paguyuban TB harus dilaksankan secara
rutin dan berkelanjutan. Oleh karena itu kegiatan Paguyuban TB diharapkan dapat terus
dilaksanakan rutin tiap bulan dan bentuk kegiatannya semakin beragam.
Saran
1. Bagi puskesmas perlu ditingkatkan upaya penjaringan terhadap penderita tuberkulosis
paru baik secara aktif di lapangan maupun pasif di tempat pelayanan kesehatan
dengan melibatkan langsung bidan desa.
2. Untuk mengurangi resiko penularan tuberkulosis paru , agar dilakukan perbaikan
kondisi lingkungan rumah dan untuk mengurangi kelembaban ruangan, sebaiknya
ruang tidur sebagian atapnya memakai genteng kaca supaya matahari dapat masuk
3. Bagi masyarakat yang sedang merenovasi atau membangun rumah untuk lebih
memperhatikan aspek sanitasi rumah sehat seperti ventilasi, pencahayaan, kebiasaan
membuka jendela dan lebih meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk
menghindari penularan penyakit tuberkulosis paru.
DAFTAR PUSTAKA
32
Asril, (1990). Tuberkulosis Paru dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FK
UI, Jakarta, hal : 7256.
Azwar A, 1995, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara , Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Pengawasan kualitas
Kesehatan Lingkungan dan Pemukiman, Dirjen P2M & PLP, Jakarta
Depkes.
(2010)ProfilKesehatan.http://dinkes.jatimprov.go.id/userfile/dokumen/1321926974_
Profil_Kesehatan_Provinsi_Jawa_Timur_2010.pdf di akses 12 maret 2011
DepKes RI, (2002). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, DepKes RI, Jakarta.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2009). Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data. Jakarta :
Salemba Medika
Menkes
RI,
1999,
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
33