Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN
Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit hati. Istilah
sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa Yunani
scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye
atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi. Batasan fibrosis sendiri adalah
penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam
hati. Respons fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar
pasien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversible.
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati primer dan paling sering
ditemukan daripada tumor ganas hati primer lainnya seperti limfoma maligna, fibrosarkoma,
dan hemangioendotelioma. Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer
adalah hepatoma.
Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati. Hepatoma biasa dan sering
terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik.
Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus
hepatitis B dan C.
Hepatoma seringkali tak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit
yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya sudah
stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan. Keluhan yang paling
sering adalah berkurangnya selera makan, penurunan berat badan, nyeri di perut kanan atas dan
mata tampak kuning. Pemeriksaan Alfa Feto Protein (AFP) sangat berguna untuk menegakkan
diagnosis penyakit hepatoma ini. Penggunaan ultrasonografi (USG ), Computed Tomographic
Scanning (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) penting untuk menegakkan diagnosis
dan mengetahui ukuran tumor.

Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna
bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu
keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang
ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko
kematian yang tinggi. Terjadinya gangguan ginjal pada pasien dengan sirosis hati ini baru
dikenal pada akhir abad 19

dan pertamakali dideskripsikan oleh Flint dan Frerichs

Penatalaksanaan sindrom hepatorenal masih belum memuaskan; masih banyak kegagalan


sehingga menimbulkan kematian. Prognosis pasien dengan penyakit ini buruk.

BAB II
2

STATUS PASIEN
2.1 Identifikasi
Nama

: Tn.N

Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 63 tahun

Alamat

: Kota baru, Musi rawas

Pekerjaan

: Petani

Status Perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

Tanggal Masuk RS

: 20 April 2016 Jam 14.00 WIB

No.RM

: 00132210

2.2 Anamnesis ( Auto dan Alloanamnesis)


Keluhan Utama
Perut semakin membesar 1 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit
2 minggu SMRS, os mengeluh perutnya membesar. Pembesaran perut tanpa diawali
pembengkakan pada kedua tungkai dan sembab kedua mata pada pagi hari.

Os juga

mengeluh badan dan mata berwarna kuning. Mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu
hati tidak ada. Demam tidak ada, BAK dan BAB biasa. Nafsu makan biasa. Os belum
berobat
1 minggu SMRS, os mengeluh perutnya bertambah membesar, badan dan mata
berwarna kuning, pembengkakan pada kedua tungkai ada,Mual ada, muntah tidak ada, nyeri
ulu hati tidak ada. Demam tidak ada, BAK biasa dengan warna seperti teh tua dan BAB
Biasa. Nafsu makan os berkurang dan badan terasa lemah.dan terasa badan bertambah
kurus.
1 hari SMRS, os mengeluh perut semakin membesar,badan dan mata bertambah
kuning pembengkakan pada kedua tungkai ada,mual ada, muntah ada

frekuensi 2x,

banyaknya seperempat gelas tiap kali muntah, nyeri ulu hati ada, demam tidak ada, BAK
3

biasa dengan warna seperti teh tua dengan frekuensi 5x sehari dan BAB biasa berwarna
coklat dan badan semakin bertambah kurus,nafsu makan berkurang. Akhirnya os berobat ke
Puskesmas dan dirujuk ke RSUD SOBIRIN.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat pernah transfusi darah tidak ada.

Riwayat sakit kuning disangkal.

Riwayat sakit ginjal sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit kuning dalam keluarga disangkal

Riwayat penyakit dengan gejala yang sama dalam keluarga disangkal

Riwayat sakit ginjal sebelumnya disangkal

Riwayat Kebiasaan

Riwayat minum jamu jamuan ada dan obat-obatan penghilang nyeri disangkal.

Riwayat minum alkohol disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan

: 20 kali/menit

Suhu badan

: 36,0 C

Tinggi badan

: 160 cm

Berat badan

: 50 kg

IMT

: 19,53 kg/m2

RBW

: 100 %

Status gizi

: Normal

Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (+), sianosis (-),
spider naevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (+), pertumbuhan rambut normal.
Kelenjar
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi biasa, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-).
Mata
Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjunctiva palpebra pucat (+),
sklera ikterik (+), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung
Bagian luar hidung tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-)
Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik, tophi (-), nyeri tekan processus
mastoideus (-)
Mulut
Sariawan (-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor (-), atrofi
papil (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-)
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5-2) cmH 2O,
hipertrofi musculus sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk (-)
Dada
5

Bentuk normal, retraksi (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider nevi (-)
Paru:
Inspeksi

: statis: dinamis; simetris kanan = kiri

Palpasi

: stem fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi : vesikuler normal, ronki (-), wheezing (-)


Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba

Perkusi

: batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri: lnea

midclavicula sinistra ICS V


Auskultasi : Vesikuler, HR 80 kali/menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi

: cembung, venektasi (-), caput medusae (-)

Palpasi

: lemas, nyeri tekan epigastrium (+), hepar teraba 2 jari dibawah arcus costa

konsistensi kenyal tepi tumpul, lien teraba schuffner 2, permukaan rata, tepi tajam, incisura
lienalis teraba.
Perkusi

: timpani, shifting dullness(+)

Auskultasi : bising usus (+) normal


Kesan

: Ascites

Ekstremitas atas : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-),
eritema palmaris (-), akrosianosis(-)
Ekstremitas bawah : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (+) pada kedua tungkai, jaringan
parut (-), pigmentasi normal, jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-),
akrosianosis (-)
6

Genital

: tidak ada kelainan

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium
Hematologi (20 april 2016)
Hb

: 9.4 g/dl

Eritrosit

: 3.7x106

leukosit

: 11100/mm3

Ht

: 29 vol %,

MCH

: 25.3 pg

MCV

: 78.3 pg

MCHC

: 32.4 gr/dl

Trombosit

: 225 x 103

CT

: 4.20/MIN

BT

: 10.10/MIN

Imunology
HbsAg

: Positif

Kimia klinik (20 April 2016)


Albumin

: 1,7 g/dl,

Globulin

: 4.8 g/dl

SGOT

: 54,21 U/l

SGPT

: 92,2 U/l,

Bilirubin Direct : 12,21 mg/dl


Bilirubin Indirect : 9,31 mg/dl
Bilirubin Total

: 21.52 mg/dl..

2.5 Diagnosa Sementara


Sirosis hepatis + hepatoma
2.6 Diagnosa banding
Sirosis hepatis ec hepatitis b kronik + abses hepar
7

2.7 Penatalaksanaan
- Istirahat
- Edukasi
- Balance cairan negative
- Diet hati III
- IVFD RL/D5/AMINOFLUID gtt 10 x/menit
- Inj.cefotaxim 2x1 gram(iv) ST
- Inj.Ranitidin 2x50 mg (iv)
- Inj.furosemid 1x 20 mg (iv)
- Propanolol 2x10 mg
- Letonal 2x100 mg
- Curcuma 3x1
- Vit k 3x1

2.8 Anjuran Pemeriksaan


- Foto Thorak
- USG Abdomen
- Urinalisis
- Biopsi hati
- Elektrolit
- Fungsi ginjal
- @ Feto protein
- Endoscopy
2.9 Prognosa
Quo ad vitam
: dubia ad malam
Quo ad functionam : Malam

RESUME
Seorang laki laki, Tn.N , umur 63 tahun Alamat Kota baru, Musi rawas , Pekerjaan Petani,
status perkawinan

menikah, agama islam dirawat di RSUD Sobirin Tanggal 20 April 2016

Jam 14.00 WIB dengan keluhan Perut semakin membesar 3 hari SMRS. Sejak 2 minggu
SMRS, os mengeluh perutnya membesar. Pembesaran perut tanpa diawali pembengkakan pada
kedua tungkai dan sembab kedua mata pada pagi hari. Os juga mengeluh badan dan mata
berwarna kuning. Mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada. Demam tidak ada,
BAK dengan warna seperti teh tua dengan frekuensi 5x sehari dan BAB biasa berwarna coklat.
Nafsu makan biasa. Os belum berobat
Sejak 1 minggu SMRS, os mengeluh perutnya bertambah membesar, badan dan mata
berwarna kuning, pembengkakan pada kedua tungkai ada,Mual ada, muntah tidak ada, nyeri ulu
hati tidak ada. Demam tidak ada, BAK biasa dengan warna seperti teh tua dengan frekuensi 5x
sehari dan BAB biasa berwarna coklat. Nafsu makan os berkurang dan badan terasa lemah.dan
terasa badan bertambah kurus.
Sejak 1 hari SMRS, os mengeluh perut semakin membesar,badan dan mata bertambah
kuning pembengkakan pada kedua tungkai ada,mual ada, muntah ada frekuensi 2x, banyaknya
seperempat gelas tiap kali muntah, nyeri ulu hati ada, demam tidak ada, BAK biasa dengan
warna seperti teh tua dengan frekuensi 5x sehari dan BAB biasa berwarna coklat dan badan
semakin bertambah kurus,nafsu makan berkurang. Akhirnya os berobat ke puskesmas dan
dirujuk ke RSUD SOBIRIN.
Pada riwayat penyakit terdahulu os mengaku riwayat pernah transfusi darah tidak ada,
Riwayat sakit kuning disangkal, Riwayat sakit ginjal sebelumnya disangkal.
Pada Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat sakit kuning dalam keluarga disangkal Riwayat
penyakit dengan gejala yang sama dalam keluarga disangkal Riwayat sakit ginjal sebelumnya
disangkal. Dan pada riwayat kebiasaan Riwayat minum jamu jamuan ada dan obat-obatan
penghilang nyeri disangkal, Riwayat minum alkohol disangkal.
9

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali/menit reguler, isi dan tegangan cukup,
pernapasan 20 kali/menit, suhu badan 36,0 0C, Abdomen: cembung, venektasi (-), lemas, nyeri
tekan daerah epigastrium (+),hepar teraba 2 jari dibawah arcus costa konsistensi kenyal tepi
tumpul, lien teraba schuffner 2, permukaan rata, tepi tajam, incissura lienalis teraba, shifting
dullness (+).
Pada Pemeriksaan penunjang: Hematologi : Hb 9.4 g/dl, Eritrosit 3.7x106, leukosit
11100/mm3, Ht 29 vol %, MCH 25.3 pg, MCV 78.3 pg, MCHC 32.4 gr/dl, Trombosit 225 x 103 ,
CT 4.20/MIN , BT 10.10/MIN Imunology : HbsAg Positif. Kimia klinik : Albumin 1,7 g/dl,
Globulin 4.8 g/dl, SGOT 54,21 U/l, SGPT 92,2 U/l, Bilirubin Direct 12,21 mg/dl Bilirubin
Indirect 9,31 mg/dl Bilirubin Total

21.52 mg/dl. Pada pemeriksaan USG memberikan kesan

sirosis hepatis dengan hepatoma.

FOLLOW UP
10

21 APRIL 2016
S

Perut membesar (+) ikterik (+) kaki oedem (+) berkurang


Sens
compos mentis
HR
80 kali/menit

TD
T
Mata :

110/80 mmHg
RR
20 kali/menit
0
36,6 C
Konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (+)

Leher:
Paru-paru:

Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O


I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru

Jantung :

A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)


I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra

Abdomen:

A: HR 80 x/ menit, murmur (-), gallop (-)


I : cembung, venektasi (-)
P: lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costa, lien teraba schuffner 2, nyeri tekan
suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (+)

Extremitas:

A: bising usus (+) normal


Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah +/+,
Eritema palmaris (-)

11

Pemeriksaan

Pemeriksaan USG Abdomen

Penunjang

Hepar

: Bentuk dan ukuran membesar, tepi tumpul


permukaan tidak rata, parenkim kasar
homogen, Asites (+) massa(+)

Gall Blader : Bentuk dan ukuran normal


Lien

: Bentuk

membesar,

parenkim

halus

homogen.
Ginjal

: Bentuk dan ukuran normal, kortek dan

medula jelas.
Kesan
Assessment

: Sirosis hepatis + hepatoma

Sirosis hepatis + hepatoma

Planning

Istirahat
Edukasi
Balance cairan negative
Diet hati III dan Diet Rendah Garam
IVFD RL/D5/AMINOFLUID gtt 10 x/menit
Inj.cefotaxim 2x1 gram(iv) ST
Inj.Ranitidin 2x50 mg (iv)
Inj.furosemid 1x 20 mg (iv)
Propanolol 2x10 mg
Letonal 2x100 mg
Curcuma 3x1
Vit k 3x1

22 April 2016
S
O

Perut membesar (+) berkurang, ikterik (+) ,kaki oedem (+) berkurang
Sens
compos mentis
N
84 kali/menit
TD

120/80 mmHg

RR

20 kali/menit
12

T
Mata :

36,0 0C
Konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (+)

Leher:
Paru-paru:

Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O


I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru

Jantung :

A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)


I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra

Abdomen:

A: HR 84 x/ menit, murmur (-), gallop (-)


I : cembung, venektasi (-)
P: lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costa, lien teraba schuffner 2, nyeri tekan
suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (+)

Extremitas:

A: bising usus (+) normal


Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah +/+,

Pemeriksaan

Eritema palmaris (-)


-

Penunjang
Assessment
Planning

Sirosis hepatis + hepatoma


-

Istirahat
Edukasi
Balance cairan negative
Diet hati III dan Diet Rendah Garam
IVFD RL/D5/AMINOFLUID gtt 10 x/menit
Inj.cefotaxim 2x1 gram(iv) ST
Inj.Ranitidin 2x50 mg (iv)
Inj.furosemid 1x 20 mg (iv)
Propanolol 2x10 mg
Letonal 2x100 mg
Curcuma 3x1
Vit k 3x1

Rawat jalan : Konsul Gizi


13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III. 1 SIROSIS HEPATIS
III. 1. 1. DEFINISI
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirrosyang berarti
kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodulyang terbentuk. Pengertian
sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur
hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Secara lengkap Sirosis hati adalah Kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai dengan
perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses peradangan dan
perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang
14

tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompoksekelompok sel-sel hati baru (regenerative nodules) dalam jaringan parut.
III. 1. 2. INSIDENS
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum
wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan
puncaknya sekitar 40 49 tahun.
III. 1. 3. ETIOLOGI

1. Alkohol
adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutama didunia barat.
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari konsumsi alkohol.
Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. Tiga
puluh persen dari individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8
sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor) atau atau yang sama dengannya untuk 15
tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari
penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke
hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic
hepatitis), ke sirosis. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu
spektrum yang lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic
liver disease), mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic
Steatohepatitis (NASH), ke sirosis. Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD mempunyai
bersama-sama akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah nonalkoholik digunakan karena
NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak mengkonsumsi jumlah-jumlah alkohol
yang berlebihan, namun, dalam banyak aspek-aspek, gambaran mikroskopik dari NAFLD
adalah serupa dengan apa yang dapat terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh
alkohol yang berlebihan. NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi
insulin, yang pada gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan diabetes
mellitus tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling penting dari resistensi insulin,
sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah penyakit hati yang paling
umum di Amerika dan adalah bertanggung jawab untuk 24% dari semua penyakit hati.
2. Sirosis Kriptogenik,
15

Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab-penyebab yang tidak


teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk pencangkokan hati. Di-istilahkan
sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis) karena bertahun-tahun para dokter telah tidak
mampu untuk menerangkan mengapa sebagian dari pasien-pasien mengembangkan
sirosis. Dipercaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic
steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan resistensi insulin
yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati dari pasien-pasien dengan NASH
diperkirakan menghilang dengan timbulnya sirosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk
para dokter membuat hubungan antara NASH dan sirosis kriptogenik untuk suatu waktu
yang lama. Satu petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus pada sirosis kriptogenik
adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH pada hati-hati yang baru
dari pasien-pasien yang menjalankan pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik.
Akhirnya, suatu studi dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH
mempunyai suatu risiko mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-pasien
dengan infeksi virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun, kemajuan ke
sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis secara khas dibuat pada
pasien-pasien pada umur kurang lebih 60 tahun.
3. Hepatitis Virus Yang Kronis
adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C virus menginfeksi hati
bertahun-tahun.

Kebanyakan

pasien-pasien

dengan

hepatitis

virus

tidak

akan

mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis. Contohnya, mayoritas dari pasien-pasien


yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam waktu bermingguminggu, tanpa mengembangkan infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya, beberapa
pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien
terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis yang kronis, yang pada
gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan
adakalanya kanker-kanker hati.
4. Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan
berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada
kerusakkan jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk akumulasi besi yang abnormal
(hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis, pasien16

pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan
dari makanan. Melalui waktu, akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda diseluruh
tubuh menyebabkan sirosis, arthritis, kerusakkan otot jantung yang menjurus pada gagal
jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) buah pelir yang menyebabkan kehilangan
rangsangan seksual. Perawatan ditujukan pada pencegahan kerusakkan pada organ-organ
dengan mengeluarkan besi dari tubuh melaui pengeluaran darah. Pada penyakit Wilson,
ada suatu kelainan yang diwariskan pada satu dari protein-protein yang mengontrol
tembaga dalam tubuh. Melalui waktu yang lama, tembaga berakumulasi dalam hati, mata,
dan otak. Sirosis, gemetaran, gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan) dan kesulitankesulitan syaraf lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini. Perawatan
adalah dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang dieliminasi dari
tubuh didalam urin.
5. Primary biliary cirrhosis (PBC)
adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistim imun yang
ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan imunitas pada PBC
menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil
empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang
dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati
yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak
dalam usus, dan juga campuran-campuran lain yang adalah produk-produk sisa, seperti
pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari selsel darah merah yang tua). Bersama dengan kantong empedu, pembuluh-pembuluh
empedu membuat saluran empedu. Pada PBC, kerusakkan dari pembuluh-pembuluh kecil
empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu kedalam usus. Ketika peradangan
terus menerus menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh empedu, ia juga
menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan. Ketika penghancuran dari
hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan menyebar keseluruh area
kerusakkan. Efek-efek yang digabungkan dari peradangan yang progresif, luka parut, dan
efek-efek keracunan dari akumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirosis.
6. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)

17

adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali ditemukan pada pasienpasien dengan radang borok usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang
besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran
empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit
yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis. Pada beberapa pasien-pasien, luka
pada pembuluh-pembuluh empedu (biasanya sebagai suatu akibat dari operasi) juga dapat
menyebabkan rintangan dan sirosis pada hati.
7. Hepatitis Autoimun
adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim imun yang
ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang abnromal pada hepatitis
autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang
progresif, menjurus akhirnya pada sirosis.
8. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) dan
akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan dengan kekurangan enzimenzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan
sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik
dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
9. Lain-lain
Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak
umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga gagal
jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama
Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab
yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis.

III. 1. 4. PATOFISIOLOGI

Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel hati yang
selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan mengeluarkan unsur-unsur
dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang normal dan intim dengan darah, dan ini
mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari
darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah melalui
18

hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui hati, darah
tersendat pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang disebut
hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi dalam vena portal,
darah dalam vena portal mencari vena-vena lain untuk mengalir kembali ke jantung, vena-vena
dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass hati. Hati tidak mampu untuk
menambah atau mengeluarkan unbsur-unsur dari darah yang membypassnya. Merupakan
kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak normal antara
darah yang melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang membypass hati yang menjurus pada
banyaknya manifestasi-manifestasi dari sirosis.
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan
peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem vena
porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran, terapi
umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya
hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus. Obstruksi
aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau cabangcabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi
dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau
postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan penyakit hati
kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis.
Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat
kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga normal.
Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra hepatik. Obstruksi vena
porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70% hipertensi portal pada anak, tetapi dua per tiga
kasus tidak spesifik penyebabnya tidak diketahui, sedangkan obstruksi vena porta intra hepatik
dan supra hepatik lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang
tidak mempunyai riwayat penyakit hati sebelumnya.
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati dan saluransaluran melalui mana empedu mengalir. Pada sirosis, canaliculi adalah abnormal dan hubungan
antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti hubungan antara sel-sel hati dan darah
dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak mampu menghilangkan unsur-unsur
19

beracun secara normal, dan mereka dapat berakumulasi dalam tubuh. Dalam suatu tingkat yang
kecil, pencernaan dalam usus juga berkurang.

III. 1. 5. KLASIFIKASI
A. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :

1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar nodulnya
sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular
sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah
luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
B. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :

1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
20

Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.

C. Klasifikasi sirosis hati menurut Child Pugh :


Skor/paramete

r
Bilirubin(mg %)
Albumin(mg %)
Protrombin time

< 2,0
> 3,5
> 70

2-<3
2,8 - < 3,5
40 - < 70

> 3,0
< 2,8
< 40

(Quick %)
Asites

Min. sedang

Banyak (+++)

Tidak ada

(+) (++)
Stadium 1 & 2

Stadium 3 & 4

Hepatic
Encephalopathy

Class A, 5-6 point; Class B, 7-9 point; Class C, 10-15 point


Dengan hubungannya dengan kemungkinan kematian pada tindakan operasi pada nonshunt
surgery dan intra abdominal surgery :
Class A : tanpa gangguan fungsi hati, respon normal untuk semua operasi, kemampuan regenerasi hati
normal
Class B : ada beberapa gangguan pada fungsi hati, tidak ada perubahan respon pada semua jenis operasi
tetapi toleransinya dapat membaik dengan persiapan preoperatif yang baik, terdapat keterbatasan
regenerasi hati dan merupakan kontraindikasi untuk reseksi hati yang luas
Class C : gangguan yang berat pada fungsi hati, respon yang buruk pada semua jenis operasi meskipun
telah dipersiapkan dengan baik, kontraindikasi untuk reseksi hati.
21

III. I. 6. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi. Sirosis Hati
dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah Child A, Child B, hingga pada
sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami penderita sirosis dari yang
paling ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang paling berat yakni bengkak pada
perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat
palmar eritem, spider nevi.

Palmar Eritem

Spider Naevi

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:
1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah
2. Asites, edema pada tungkai
22

3. Hipertensi portal
4. Kelelahan
5. Kelemahan
6. Kehilangan nafsu makan
7. Gatal
8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati yang
sakit.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai
cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi
(kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme amonia. Dalam
hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan penderita sirosis hati
mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan
cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak
mudah jatuh pada keadaan koma.
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari
disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus dilakukan
dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan mencegah
konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet rendah protein dan rendah garam.
III. I. 7. KOMPLIKASI

1. Edema dan ascites


Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk menahan
garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam
jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat
ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting
edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu
pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang
berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Ketika sirosis memburuk
dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam
rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut
23

ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.
2. Peritonitis Bacterial Spontaneous (PBS)
Cairan dalam rongga perut (asites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-bakteri
berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan
yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut
(biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati
dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu
untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri
menemukan jalan mereka dari usus kedalam asites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut
dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi.
SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP
tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit
perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya asites.
3. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung dari
usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan
dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati
melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena
yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi
bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang
diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas
mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi
tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat
perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam
usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang
belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari
varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan
spontaneous bacterial peritonitis.
24

4. Encephalopathy Hepatic
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan
digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan
protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang
mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh.
Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun
pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati
dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak
terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari
daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejalagejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan
memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic
encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
5. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal
syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal
berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn
fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahanperubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome
didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsurunsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa
fungsi-fungsi

penting

lain

dari

ginjal-ginjal,

seperti

penahanan

garam,

dipelihara/dipertahankan.
6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat mengembangkan
hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena
hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paruparu berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah
mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan
25

dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paruparu dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam
alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan
tenaga.

7. Hyperspleenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-platelet
(partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang
mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika
tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari
limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam
ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu
bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan
platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu
jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah
(leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat
menyebabkan

kelemahan,

leucopenia

dapat

menjurus

pada

infeksi-infeksi,

dan

thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang
diperpanjang (lama).
8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati primer
(hepatocellular carcinoma). Kanker hati primer merujuk pada fakta bahwa tumor berasal
dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh
dan menyebar ke hati.

26

III. 1. 8. DIAGNOSTIK DAN PENATALAKSANAAN

A. Pemeriksaan Diagnostik
a. Scan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati,
b. Kolesistografi/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang
mungkin sebagai faktor predisposisi.
c. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
d. Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system vena
portal,
e. Pemeriksaan Laboratorium :
Bilirubin serum, AST(SGOT)/ALT(SPGT),LDH, Alkalin fosfotase, Albumin
serum, Globulin, Darh lengkap, masa prototrombin, Fibrinogen, BUN, Amonia
serum, Glukosa serum, Elektrolit, kalsium, Pemeriksaan nutrient, Urobilinogen
urin, dan Urobilinogen fekal.
B. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
27

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis
C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN :
1. Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan
RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan
kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
2. Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi
dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x
seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
3. Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCVRNA negatif di serum dan jaringan hati.
Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti
1. Asites
Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- istirahat
- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah
garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini
dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah
spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap
tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid.
28

2. peritonitis bacterial Spontaneous (PBS)


Pengobatan PBS dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara
parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka
untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
3. Hepatorenal Sindrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan,
pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi.
Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Restriksi cairan,garam, potassium dan
protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic.
Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik
dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock.
4. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinomor
duakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang
utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka
dilakukan :
- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannyayaitu : untuk
mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah
- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin,
Octriotide dan Somatostatin

29

- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan


misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan
Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection.
5. Ensefalopati Hepatik
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1. mengenali dan mengobati factor pencetua
2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin
yang berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS)
III.I. 9. PROGNOSIS
Prognosis sirosis hepatis menjadi buruk apabila:

Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg%

Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar

Kadar albumin rendah (< 2,5 gr%)

Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus

Hati mengecil

Perdarahan akibat varises esofagus

Komplikasi neurologis
30

Kadar protrombin rendah

Kadar natriumn darah rendah (< 120 meq/i), tekanan systole < 100 mmHg

III.2 HEPATOMA
III.2.1 DEFINISI
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati.
Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel
yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan
sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai
80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90
sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular
cancer) atau Karsinoma.
Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.
Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini
merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel
saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya.
III.2.2 EPIDEMIOLOGI

Kanker hati adalah kanker kelima yang paling umum di dunia. Suatu kanker yang
mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-pasien yang menderitanya
dalam waktu satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi kesehatan dunia (WHO)
memperkirakan bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus baru dari kanker hati diseluruh
dunia, dan suatu jumlah yang serupa dari pasien-pasien yang meninggal sebagai suatu
akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per empat kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia
Tenggara (China, Hong Kong, Taiwan, Korea, dan Japan). Kanker hati juga adalah sangat
umum di Afrika Sub-Sahara (Mozambique dan Afrika Selatan).
Frekwensi kanker hati di Asia Tenggara dan Afrika Sub-Sahara adalah lebih besar
dari 20 kasus-kasus per 100,000 populasi. Berlawanan dengannya, frekwensi kanker hati
31

di Amerika Utara dan Eropa Barat adalah jauh lebih rendah, kurang dari lima per 100,000
populasi. Bagaimanapun, frekwensi kanker hati diantara pribumi Alaska sebanding
dengan yang dapat ditemui pada Asia Tenggara. Lebih jauh, data terakhir menunjukan
bahwa frekwensi kanker hati di Amerika secara keseluruhannya meningkat. Peningkatan
ini disebabkan terutama oleh hepatitis C kronis, suatu infeksi hati yang menyebabkan
kanker hati.
Di Amerika frekwensi kanker hati yang paling tinggi terjadi pada imigran-imigran
dari negara-negara Asia, dimana kanker hati adalah umum. Frekwensi kanker hati
diantara orang-orang kulit putih adalah yang paling rendah, sedangkan diantara orangorang Amerika keturunan Afrika dan Hispanics, ia ada diantaranya. Frekwensi kanker
hati adalah tinggi diantara orang-orang Asia karena kanker hati dihubungkan sangat dekat
dengan infeksi hepatitis B kronis. Ini terutama begitu pada individu-individu yang telah
terinfeksi dengan hepatitis B kronis untuk kebanyakan dari hidup-hidupnya.
III.2.3 FAKTOR RISIKO
a. Infeksi Hepatitis B
Hepatitis B adalah penyebab tertinggi timbulnya kanker hati di daerah
yang tinggi prevalensinya seperti di Cina dan Indonesia. Penderita hepatitis B
kronis dan pembawa virus hepatitis B (carrier) memiliki risiko terkena kanker hati
yang lebih tinggi dari populasi normal. Hal ini dibuktikan pada penelitian di
Taiwan, dimana lebih dari 20.000 pria diteliti secara prospektif untuk mengetahui
terjadinya kanker hati. Ternyata risiko untuk terkena kanker hati pada penderita
hepatitis B yang HbsAg-nya positif meningkat lebih dari 100 kali dibandingkan
populasi normal.
Golongan dengan risiko tinggi ini tampaknya terbanyak mengenai
penderita yang tinggal di daerah endemi Hepatitis B seperti di Indonesia, dimana
penularan lebih banyak terjadi secara vertical (dari ibu ke bayi) dibanding
penderita yang memperolehnya secara horizontal pada saat dewasa. Di samping
dapat menimbulkan kanker hati, hepatitis B kronis juga dapat mengakibatkan
Sirosis hati (pengerasan organ hati) akibat reaksi peradangan berulang. Sebagai
tambahan, pasien-pasien dengan virus hepatitis B yang berada pada risiko yang
32

paling tinggi untuk kanker hati adalah pria-pria dengan sirosis, virus hepatitis B
dan riwayat kanker hati keluarga.
b. Infeksi Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan
kanker hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai dengan 75% dari
kasus-kasus kanker hati. Seperti dengan virus hepatitis B, kebanyakan dari pasienpasien virus hepatitis C dengan kanker hati mempunyai sirosis yang berkaitan
dengannya.

Pada

beberapa

studi-studi

retrospektif-retrospektif

(melihat

kebelakang dan kedepan dalam waktu) dari sejarah alami hepatitis C, waktu ratarata untuk mengembangkan kanker hati setelah paparan pada virus hepatitis C
adalah kira-kira 28 tahun. Kanker hati terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah
perkembangan sirosis pada pasien-pasien ini dengan hepatitis C. Beberapa studistudi prospektif Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker hati pada
pasien-pasien virus hepatitis C yang ber-sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per
tahun.
Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi virus
hepatitis C kronis yang menderita kanker hati tanpa sirosis. Jadi, telah disarankan
bahwa protein inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah tertuduh pada
pengembangan kanker hati. Protein inti sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis
C) diperkirakan menghalangi proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi
dari suatu gen (gen p53) penekan tumor yang normal. Akibat dari aksi-aksi ini
adalah bahwa sel-sel hati terus berlanjut hidup dan reproduksi tanpa
pengendalian-pengendalian normal, yang adalah apa yang terjadi pada kanker.
c. Alkohol
Sirosis hati yang disebabkan konsumsi alkohol yang berlebih ternyata
merupakan penyebab utama terjadinya kanker hati di usia lanjut. Hal ini didukung
oleh data yang dibuat di Amerika Serikat terhadap para veteran. Karena dari
berbagai penelitian menunjukan bahwa konsumsi alkohol >50-70 gram per hari
dan dalam jangka waktu yang lama ternyata tidak hanya meningkatkan risiko
terbentuknya sirosis hati namun juga mempercepat terjadinya sirosis pada
penderita hepatitis C dan kanker hati.

33

d. Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di
Amerika Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapat terjadinya
peningkatan angka mortalitas sebesar 5 kali akibat kanker hati pada kelompok
individu dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40) dibandingkan dengan
kelompok individu yang IMT-nya normal. Seperti diketahui, obesitas merupakan
faktor resiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya
non-alcoholic steatoheptitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati
dan kemudian dapat berlanjut menjadi kanker hati.
e. Diabetes Melitus (DM)
Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor risiko baik untuk
penyakit hati kronik maupun kanker hati melalui terjadinya perlemakan hati dan
steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Disamping itu, DM dihubungkan dengan
peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan
factor promotif potensial untuk kanker. Indikasi kuat asosiasi antara DM dan
kanker hati terlihat dari banyak penelitian, antara lain penelitian kasus-kelola oleh
hasan dkk yang melaporkan bahwa dari 115 kasus kanker hati dan 230 pasien
non-kanker hati, rasio odd dari DM adalah 4.3, meskipun diakui bahwa sebagian
dari kasus DM sebelumnya sudah menderita sirosis hati. Penelitian kohort besar
oleh El Serag dkk yang melibatkan 173.643 pasien DM dan 650,620 pasien
bukan-DM menemukan bahwa insidens kanker hati pada kelompok DM lebih dari
2 kali lipat dibandingkan dengan insidens kanker hati kelompok bukan-DM.
Insidens juga semakin tinggi seiring dengan lamanya pengamatan (kurang dari 5
tahun hingga lebih dari 10 tahun). DM merupakan faktor risiko HCC tanpa
memandang umur, jenis kelamin dan ras.
f. Idiopatik
Antara 15-40% kanker hati ternyata tidak diketahui penyebabnya
walaupun sudah dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh. Beberapa penjelasan
akhir-akhir ini menyebutkan peranan perlemakan hati - fatty liver disease - yang
bukan disebabkan oleh alkohol (NASH = Non Alcohol Steato Hepatitis),
dipercaya dapat menyebabkan kerusakan sel hati yang luas yang pada akhirnya
menimbulkan sirosis dan kanker hati.
34

g. Sirosis
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada
risiko yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan pada
kondisi-kondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan
hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu kondisi yang
diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan sirosis, mungkin menjurus pada
kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan kelainan biokimia
pada masa kanak-kanak yang berakibat pada sirosis dini.
Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan dengan
kanker hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya, kanker hati jarang
terlihat dengan sirosis pada penyakit Wilson (metabolisme tembaga yang
abnormal) atau primary sclerosing cholangitis (luka parut dan penyempitan
pembuluh-pembuluh empedu yang kronis). Begitu juga biasanya diperkirakan
bahwa kanker hati adalah jarang ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC).
Studi-studi akhir ini, bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi kanker hati
pada PBC adalah sebanding dengan yang pada bentuk-bentuk lain sirosis.
III.2.4 GEJALA KLINIS

Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan.
Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada
kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa. Keluhan utama yang
sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di perut
kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa lemas. Keluhan
lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam rongga perut),
mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah,
gatal, muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain.

III.2.5 DIAGNOSIS

Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat,

maka

berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini.
Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan
35

pendekatan radiologi yang akurasinya 70 95%1,4,8 dan pendekatan laboratorium


alphafetoprotein yang akurasinya 60 70%.
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scan (CT
Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron
Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu
kriteria empat atau lima.
III.2.6 STADIUM PENYAKIT
Stadium I

: Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas hanya pada salah

Stadium II

satu segment tetapi bukan di segment I hati.


: Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segement I

atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri


Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke lobus
kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem
pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (billiary duct) tetapi
hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
Stadium IV

: Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri
hati.

atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra

hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu (biliary duct)


atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra

hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis)


atau vena cava inferior
atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).

III.2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Alphafetoprotein
36

Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% 70%,


artinya hanya pada 60% 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan
peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% 40% penderita nilai AFP nya
normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa
darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan hanya mempunyai
kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati
seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik, kanker testis, dan terratoma.
b. AJH (aspirasi jarum halus)
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy)
terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada
pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu
hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini
hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi dengan menggunakan peralatan
ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy sehingga hasil yang diperoleh akurat.
Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CT scann mudah,
aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat
jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju
tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan
akurasi yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum
biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.
c. Ultrasonography (USG) Abdomen
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana hati yang normal
tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). Bila ada kanker langsung
dapat terlihat jelas berupa benjolan (nodule) berwarna kehitaman, atau berwarna
kehitaman campur keputihan dan jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa satu,
dua atau lebih atau banyak sekali dan merata pada seluruh hati, ataukah satu
nodule yang besar dan berkapsul atau tidak berkapsul. Sayangnya USG
conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hati diameter 2 cm 3
cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak
harmonik system bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm 2 cm, namun
nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%. Rendahnya nilai akurasi ini

37

disebabkan walaupun USG conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan


kanker namun tak dapat melihat adanya pembuluh darah baru (neo-vascular).
d. CT Scan
Di samping USG diperlukan CT scan sebagai pelengkap yang dapat
menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG
gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scan yang saat ini
teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi
apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scan, multislice yang sanggup
membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun
tidak terlewatkan. Lebih canggih lagi sekarang CT scann sudah dapat membuat
gambar kanker dalam tiga dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan
dapat pula memperlihatkan hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh
sekitarnya.

e. Angiografy
Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari hasil
pemeriksaan USG dan CT scan diperkirakan masih ada tindakan terapi bedah atau
non-bedah masih yang mungkin dilakukan untuk menyelamatkan penderita. Pada
setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan
pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker
yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil
sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali
lebih besar. Angiografi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.
Lebih lengkap lagi bila dilakukan CT angiography yang dapat memperjelas batas
antara kanker dan jaringan sehat di sekitarnya sehingga ahli bedah sewaktu
melakukan operasi membuang kanker hati itu tahu menentukan di mana harus
dibuat batas sayatannya.
III.2.8 PENGOBATAN
38

Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari oleh


sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang buruk pada operasi
segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih ada banyak cara misalnya
transplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri, injeksi tumor dengan etanol agar terjadi
nekrosis tumor, tetapi hasil tindakan tersebut masih belum memuaskan dan angka
harapan hidup 5 tahun masih sangat rendah.
Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta seringnya multi-nodularitas,
resektabilitas kanker hati sangat rendah. Di samping itu kanker hati juga sering kambuh
meskupin sudah menjalani reseksi bedah kuratih. Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan
atas ada-tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan hepatik.
a. Transplantasi hati
Bagi pasien kanker hati dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan
kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang
mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh
rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplan. Rekurensi tumor bahkan mungkin
diperkuat oleh obat antirejeksi yang harus diberikan. Tumor yang berdiameter kurang
dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diamternya lebih
dari 5 cm.
b. Reseksi hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati
normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis
diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang
harapan hidupnya menurun. Parameter yang dapat digunakan adalah skor child plug
dan derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal
saja. Subjek yang bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang m bermakna, harapan
hidup 5 tahunnya dapat mencapai 70%. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya
metastatis ekstrahepatik,kanker hati difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan
penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.
c. Ablasi tumor perkutan
Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol, asam
asetat) atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrequency, microwave, laser,
cryoablation). Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor
kecil karena efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar
39

kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular dan fibrosis. Untuk
tumor kecil (diameter <5 cm) pada pasien sirosis Child-Pugh A, angka harapan hidup
5 atahun dapat mencapai 50%. PEI bermanfaat untuk pasien dengan tumor kecil yang
resektabilitasnya terbatas karena adanya sirosis hati non-Child A.
Radiofrequency Ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang lebih
tinggi dari pada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3 cm,
namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Selain itu, RFA lebih
mahal dan efek sampingnya lebih banyak dibandingkan dengan PEI. Guna mencegah
terjadinya rekurensi tumor, pemberian asam poliprenoik (polyprenoic acid) selama 12
bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan ke 38 secara
bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo (kelompok plasebo 49%,
kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%).
d. Terapi paliatif
Sebagian besar pasien kanker hati didiagnosis pada stasium menengah-lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta
analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterial embolization/chemo
embolization) saja yang menunjukkan penuruanan pertumbuhan tumor serta dapat
meningkatkan harapan hidup pasien dengan kanker hati yang tidak resektabel. TACE
dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya
cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi
vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak bisa diberi terapi radikal. Namun
bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik
akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping berat. Adapun beberapa jenis
terapi lain untuk kanker hati yang tidak resektabe; seperti imunoterapi dengan
interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi
arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan
penilaian yang meyakinkan.
e. Tatalaksana komplikasi sirosis hati
1. Asites dan edema
Untuk mengurangu edema dan asites, pasien dianjurkan membatasi asupan
garam dan air. Jumlah diet garam yang dianjurkan biasanya sekitara dua gram per
hati, dan cairan sekitar satu liter sehari.

40

Kombinasi diuretik spironolakton dan furosemid dapat menurunkan dan


menghilangkan edema dan asitespasa sebagian besar pasien. Bila pemakaian
diuretik tidak berhasil (asites refrakter), dapat dilakukan parasintesis abdomen
untuk mengambil cairan asites sedemikian besar sehingga menimbulkan keluhan
nyeri akibat distensi abdomen, dan atau kesulitan bernapas karena keterbatasan
geralan diafragma, parasintesis dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari 5 liter
(large volume paracentesis = LVP). Pengobatan lain untuk asites refrakter adalah
TIPS (Transjugular intravenous portosystemic shunting) atau transplantasi hati.
2. Perdarahan varises
Bila varises telah timbul di bagian diatal esofagus atau proksimal
lambung, pasien sirosis berisiko mengalami perdarahan serius akibat pecahnya
varises. Sekali varises mangalami perdarahan, bertendensi perdarahan ulang dan
setiap kali berdarah, pasien berisiko meninggal. Karena itu pengobatan ditujukan
untuk pencegahan perdarahan pertama maupun pencegahan perdarahan ulang
dikemudian hari. Untuk tujuan tersebut, ada beberapa cara pengobatan yang
dianjurkan, termasuk pemberian obat dan prosedur untuk menurunkan tekanan
vena porta, maupun prosedur untuk menurunkan tekanan vena porta, maupun
prosedur untuk merusak atau mengeradikasi varises.
Propanolol merupakan obat penyekat reseptor beta non-selektif. Efektif
menurunkan tekanan vena porta, dan dapat dipakai untuk mencegah perdarahan
pertama maupun perdarahan ulang varises pasien sirosis.
3. Ensefalopati hepatik
Pasien dengan siklus tidur abnormal, gangguan berpikir, perubahan
kepribadian, atau tanda-tanda lain enselopati hepatik, biasanya harus mulai
diobati dengan diet rendah protein dan laktulosa oral. Untuk mendapat efek
laktulosa, dosisnya harus sedemikian rupa sehingga pasien buang air besar dua
sampai tiga kali sehari. Bila gejala enselopati masih tetap ada, antibiotika oral
seperti neomisin atau metronidazol dapat ditambahkan. Pada pasien enselopati
hepatik yang semakin jelas, ada tiga tindakan yang harus segera diberikan : 1)
singkirkan penyebab enselopati yang lain, 2) perbaiki atau singkirkan faktor
pencetus dan 3) segera mulai pengobatan empiris yang dapat berlangsung lama,
41

seperti : klisma, diet rendah atau tanpa protein, laktulosa, natibiotika (neomisin,
metronidazol atau vankomisin), asam amino rantai cabang, bromokriptin, preparat
zenk, dan atau ornitin aspartat. Bila enselopati tetap ada, atau timbul berulang kali
dengan pengobatan empiris, dapat dipertimbangkan transplantasi hati.

III.2.9 PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap kanker disini adalah suatu tindakan yang berupaya untuk
menghindari segala sesuatu yang menjadi faktor resiko terjadinya kanker dan
memperbesar faktor protektif untuk mencegah kanker. Prinsip utama pencegahan kanker
hati adalah dengan melakukan skrining kanker hati sedini mungkin.
III.2.10 PROGNOSIS
Klasifikasi child-plugh
Nilai
1

Ensefalopati

Minimal

Berat/koma

Asites

Nihil

Minimal

Masif

Bilirubin(mg/dl)

<2

2-3

>3

Albumin

>3,5

2,8-3,5

<2,8

PT

<1,7

1,7-2,3

>2,3

Ket : child A=5-6, child B=7,9, child C=10-15


Dengan hubungannya dengan kemungkinan kematian pada tindakan operasi pada
nonshunt surgery dan intra abdominal surgery :
Class A : tanpa gangguan fungsi hati, respon normal untuk semua operasi, kemampuan
regenerasi hati normal
Class B : ada beberapa gangguan pada fungsi hati, tidak ada perubahan respon pada semua
jenis operasi tetapi toleransinya dapat membaik dengan persiapan preoperatif yang baik, terdapat
42

keterbatasan regenerasi hati dan merupakan kontraindikasi untuk reseksi hati yang luas
Class C : gangguan yang berat pada fungsi hati, respon yang buruk pada semua jenis operasi
meskipun telah dipersiapkan dengan baik, kontraindikasi untuk reseksi hati.
BAB IV
ANALISA KASUS
Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar
dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia juga
dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda
(contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan
lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati.
Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati
dan disebut kanker hepatoselular.
IV.1 Epidemiologi
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.
Kanker hati adalah kanker kelima yang paling umum di dunia. Suatu kanker yang
mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-pasien yang menderitanya dalam
waktu satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa
ada kira-kira 430,000 kasus-kasus baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang
serupa dari pasien-pasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Pria lebih
banyak daripada wanita terkena hepatoma.
Adapun pada pasien ini, berjenis kelamin laki laki dengan usia 63 tahun.

43

IV.2 Klasifikasi Sirosis Hepatis dan stadium hepatoma


Secara morfologi, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati. Pada Stadium kompensata
ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejalagejala sudah jelas, misalnya: spider neavi, ascites, edema dan ikterus.
STADIUM HEPATOMA
Stadium I

: Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas hanya pada salah

Stadium II

satu segment tetapi bukan di segment I hati.


: Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segement I

atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri


Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke lobus
kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem
pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (billiary duct) tetapi
Stadium IV

hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.


: Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri
hati.

Pada pasien ini didiagnosis sebagai sirosis hepatis dekompensata dan hepatoma stadium
II karena telah terdapat menifestasi klinis yang jelas seperti asites,, splenomegali, edema dan
ikterus dan massa berdiameter 3 cm.

44

Foto Pasien

45

IV.3 Etiologi
Etiologi yang umumnya mengakibatkan sirosis adalah:
1. Penyakit infeksi (hepatitis B, hepatitis C)
2. Penyakit keturunan dan kelainan metabolik (Hemakhomatosis, Penyakit Wilson, Tirosinemia,
sindroma fanconi, penyakit gaucher, penyakit simpnan glikogen)
3. Obat dan toksin (alkohol, amiodarpn arsenik obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati non
alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer)
4. Penyebab lain atau tidak terbukti (penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, pintas
jejunoileal, sarkoidosis)
Etiologi pada hepatoma adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Infeksi Hepatitis B
Infeksi Hepatitis C
Alkohol
Obesitas
Diabetes Melitus (DM)
Idiopatik
g. Sirosis
Pada pasien ini, etiologi yang mungkin menyebabkan terjadinya sirosis hepatis dan
hepatoma nya adalah infeksi virus hepatitis B kronik Hal ini dapat ditegakkan dengan hasil
pemeriksaan sero imunologi HbsAg (+) pada pasien ini yang berarti pasien adalah pengidap
hepatitis B kronik..
IV.4 Tanda dan Gejala Klinis
Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit keluhan, dapat tanpa keluhan
sama sekali, atau dengan keluhan penyakit lain. Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul
pada sirosis antara lain adalah : kulit berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun,
gatal, mual, penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah.
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi dari sirosis
hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi keluhan yang membawanya pergi
ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata selama bertahun-tahun, sebelum
berubah menjadi dekompensata. Sirosis dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam
komplikasi seperti ikterus, perdarahan varises, asites, atau ensefalopati.

46

Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi empat
stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan perdarahan varises:
Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites
Stadium 2: varises, tanpa asites
Stadium 3: asites dengan atau tanpa varises
Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa asites.
Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, semetara stadium 3
dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata.
Pada hepatoma Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa
keluhan. Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada
kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa. Keluhan utama yang sering
adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas dan
nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut
membesar karena asites (penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri
otot, berak hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari
dubur.
Pada pasien ini, didapatkan adanya ascites,badan kuning,oedem pretibial , juga adanya
keluhan nafsu makan berkurang, mual, sehingga memperkuat diagnosis sirosis hepatis
dekompensata dengan hepatoma yang ditunjang dengan pemeriksaan USG.

IV.5 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik yang khas pada pasien dengan sirosis hepatis dan hepatoma antara lain:
1.

Spider naevi
47

2.

Eritema palmaris

3.

Ginekomastia

4.

Fetor hepatikum

5.

Splenomegali

6.

Asites

7.

Ikterus
Pada pasien ini didapatkan pemeriksaan fisik berupa splenomegali, asites, hepatomegali,

ikterus, dan permukaan berbenjol benjol.


IV.6 Pemeriksaan Laboratorium
Adanya sirosis hepatis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium antara lain:
1.

SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi

2.

Alkaline fosfatase meningkat

3.

Bilirubin meningkat

4.

Albumin menurun sedangkan globulin meningkat

5.

PT memanjang

6.

Na menurun

7.

Kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia dan leukopenia


Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung untuk

ditegakkannya diagnosis sirosis hepatis dekompensata yaitu adanya peningkatan SGOT dan
SGPT, bilirubin meningkat, rasio albumin : globulin terbalik.

IV.7

Diagnosis

Pasien datang langsung dilakukan pemeriksaan penunjang dan usg sehingga terdiagnosis
sirosis hepatis dan hepatoma.
rencana pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
48

1. Pemeriksaan endoskopi
Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan endoskopi. Sesuai
dengan konsensus Baveno IV, bila pada pemeriksaan endoskopi pasien sirosis tidak
ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila ditemukan
varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan jika ditemukan varises besar,
maka secepatnya dilakukan tindakan preventif untuk mencegah perdarahan pertama.
Pada pasien ini, endoskopi direncanakan untuk melihat ada varises atau tidak.
2. Biopsi hati
Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis sirosis
hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk membedakan antara hepatitis kronik aktif
yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis dini. Oleh karena itu pada kasus pasien ini,
direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan biopsi hati. Bila pada pemeriksaan biopsi hati
didapatkan keadaan fibrosis dan nodul-nodul regenerasi sel hati, maka diagnosi sirosis
hepatis dapat ditegakkan dengan pasti.
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography
(PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria
empat atau lima.
IV.8 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasi yang ditimbulkannya.
Komplikasi yang umumnya terjadi
1. Perdarahan gastrointestinal
2. Ensefalopati hepatik.
49

3. Koma hepatikum
4. Hipertensi portal
5. Sindroma hepatorenal
6. Karsinoma hepatoseluler
7. Peritonitis bakterial spontan
Pada pasien ini belum ada tanda tanda komplikasi.
IV.9 Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simptomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang misalnya : cukup kalori,

protein

1gr/kgBB/hari dan vitamin


c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Pada sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis B dapat dicoba dengan interferon alfa
dan lamivudin.
Pada sirosis alkoholik, maka pengobatan utama adalah menghentikan secara total
konsumsi alkohol oleh pasien.
Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid atau imunosupresif
Pada sirosis akibat hepatitis C kronik maka kombinasi interferon dan ribavirin
merupakan terapi standar.
d. Pengobatan fibrosis hati
Pengobatan antifibrotik sampai saat ini lebih mengarah pada peradangan dan tidak terjadap
fibrosis.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti:
a. Asites
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
istirahat

50

diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah
garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus
dirawat.
Diuretik
Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah hipokalemia
(khususnya penggunaan furosemid) dan hal ini dapat mencetuskan ensefalopati
hepatik, maka pilihan utama diuretik adalah spironolakton, dan dimulai dengan dosis
rendah 100-200mg, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila
dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid 20-40mg/hari (dengan pengawasan terhadap kadar kalium darah).
Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan BB + 0,5kg/hari tanpa edema kaki
atau + 1kg/hari dengan edema kaki
Parasintesis
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada
keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Parasintesis dilakukan bila asites
sangat besar. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 4-6 liter/hari, dengan
catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6-8 gr/l cairan asites yang
dikeluarkan. Ternyata parasintesis dapat menurunkan masa opname pasien. Prosedur
ini tidak dianjurkan pada Childs C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10
mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24
jam.
b. Peritonitis bakterial spontan
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang
spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus.
Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada
kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan.
c. Hepatorenal syndrome
Kasus

ini

merupakan

kasus

emergensi

sehingga

penentuan

etiologi

sering

dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip
51

penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam
keadaan ini maka dilakukan :
Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu
: untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi
darah
Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K,
Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan
perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi /
Ligasi atau Oesophageal Transection.
d. Ensefalophaty hepatic
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun,
mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan
koma.Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor
pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic.8,9
e. Perdarahan gastrointestinal
Penyebab dari perdarahan gastrointestinal yang paling sering pada pasien sirosis adalah
perdarahan dari varises esofagus yang merupakan manifestasi dari hipertensi portal dan
penyebab dari sepertiga kematian.
Pengobatan yang dilakukan pada keadaan akut adalah tamponade dengan alat pipa
Sengstaken-Blakemore dan Minessota. Selanjutnya dapat dilakukan tindakan ligasi
endoskopi. Sedangkan untuk pencegahan dan penatalaksanaan setelah perdarahan dapat
diberikan preparat propanolol untuk menurunkun hipertensi portal.
Penatalaksanaan hepatoma
Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari oleh
sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang buruk pada operasi
segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih ada banyak cara misalnya
transplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri, injeksi tumor dengan etanol agar terjadi
52

nekrosis tumor, tetapi hasil tindakan tersebut masih belum memuaskan dan angka
harapan hidup 5 tahun masih sangat rendah.
Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta seringnya multi-nodularitas,
resektabilitas kanker hati sangat rendah. Di samping itu kanker hati juga sering kambuh
meskupin sudah menjalani reseksi bedah kuratih. Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan
atas ada-tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan hepatik.
a. Transplantasi hati
Bagi pasien kanker hati dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan
kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang
mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh
rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplan. Rekurensi tumor bahkan mungkin
diperkuat oleh obat antirejeksi yang harus diberikan. Tumor yang berdiameter kurang
dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diamternya lebih
dari 5 cm.
b. Reseksi hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati
normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis
diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang
harapan hidupnya menurun. Parameter yang dapat digunakan adalah skor child plug
dan derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal
saja. Subjek yang bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang m bermakna, harapan
hidup 5 tahunnya dapat mencapai 70%. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya
metastatis ekstrahepatik,kanker hati difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan
penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.
c. Ablasi tumor perkutan
Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol, asam
asetat) atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrequency, microwave, laser,
cryoablation). Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor
kecil karena efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar
kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular dan fibrosis. Untuk
tumor kecil (diameter <5 cm) pada pasien sirosis Child-Pugh A, angka harapan hidup
5 atahun dapat mencapai 50%. PEI bermanfaat untuk pasien dengan tumor kecil yang
resektabilitasnya terbatas karena adanya sirosis hati non-Child A.
53

Radiofrequency Ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang lebih


tinggi dari pada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3 cm,
namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Selain itu, RFA lebih
mahal dan efek sampingnya lebih banyak dibandingkan dengan PEI. Guna mencegah
terjadinya rekurensi tumor, pemberian asam poliprenoik (polyprenoic acid) selama 12
bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan ke 38 secara
bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo (kelompok plasebo 49%,
kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%).
d. Terapi paliatif
Sebagian besar pasien kanker hati didiagnosis pada stasium menengah-lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta
analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterial embolization/chemo
embolization) saja yang menunjukkan penuruanan pertumbuhan tumor serta dapat
meningkatkan harapan hidup pasien dengan kanker hati yang tidak resektabel. TACE
dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya
cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi
vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak bisa diberi terapi radikal. Namun
bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik
akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping berat. Adapun beberapa jenis
terapi lain untuk kanker hati yang tidak resektabe; seperti imunoterapi dengan
interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi
arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan
penilaian yang meyakinkan.
Penatalaksanan terhadap sirosis hepatis yang dilakukan pada pasien ini antara lain:
1.

Istirahat

2.

Diet rendah garam, merupakan terapi lini pertama pada asites yang ringan atau sedang

3.

Diet hati III

4.

Diuretik, untuk membantu mempercepat diuresis maka diberikan preparat diuretik. Pada
tahap pertama hanya diberikan spironolakton, lalu dilanjutkan dengan penambahan
furosemid untuk meningkatkan laju diuresis. Pada pasien ini, respon diuretik sepertinya

54

cukup baik karena selama + 5 hari perawatan, didapat penurunan BB + 7kg atau rata-rata
1,4kg/hari.
5.

Preparat propanolol diberikan pada pasien ini untuk menurunkan hipertensi portal dan
mencegah terulangnya perdarahan gastrointestinal

6.

Selain itu juga diberikan cefotaxim dan curcuma.

IV.10 Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Indeks hati dapat dipakai
untuk menentukan prognosis sirosis hati.
Indeks Hati

Albumin (g%)
Bilirubin (mg%)
Gangguan kesadaran
Asites

Nilai
0
>3,6
<2,0
-

1
3,0-3,5
2,0-3,0
Minimal
Minimal

Keterangan nilai: Kegagalan hati ringan :

indeks hati 0-3

Kegagalan hati sedang :

indeks hati 4-6

Kegagalan hati berat

indeks hati 7-10

2
<3,0
>3,0
+
+

Pada pasien ini didapat Albumin 1,7 g%, Bilirubin 21,52 mg%, Tidak ada gangguan
kesadaran, dan asites (+). Didapatkan indeks hati = 4 yang berarti terdapat kegagalan hati sedang
Prognosis quo ad vitam adalah dubia ad malam dan prognosis quo ad functionam adalah malam.

55

DAFTAR PUSTAKA
1. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I,sirosis hepatis Edisi II, Penerbit Balai FK UI,
Jakarta
2. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell 1997
3. . Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis 1987
4. Amirudin Rifai. Karsinoma hati. Dalam Soeparman (ed). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1996 : 310-6
5. Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Diakses dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08_150_hepatomahepatorenal.pdf/08_150_hepatom
ahepatorenal.html
6. Jacobson
R.D.,

2009.

Hepatocelluler

Carcinoma.

Diakses

dari

http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview
56

7. Anonym,

2009.

Kanker

Hati.

Diakses

dari

http://www.totalkesehatananda.com/kankerhati.html
8. Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm
9. Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
10. Http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf

57

Anda mungkin juga menyukai