Anda di halaman 1dari 37

TUGAS TK-5209 KONVERSI TERMAL BIOMASSA

Semester I 2015/2016

Oleh:
Januar Natanael

(23015006)

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015

BAGIAN I
POTENSI KONVERSI TERMAL SINGKONG

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Manihot esculeenta atau yang lebih dikenal dengan nama singkong merupakan
tanaman yang banyak ditanaman di Indonesia sebagai sumber makanan. Umbi
batang tanaman inilah yang umumnya sering digunakan sebagai sumber makanan.
Batang singkong umumnya digunakan sebagai bibit baru tanaman singkong
melalui proses penyetekan. Apabila masih terdapat sisa, petani singkong
umumnya menggunakan batang ini sebagai pakan ternak yang dicampur dengan
ranting dan daun tanaman ini (Susanti, 1990). Meskipun demikian, jumlah batang
singkong dari hasil pemanenan melebihi dari batang singkong yang digunakan
baik sebagai bibit ataupun pakan ternak. Oleh sebab itu, banyak bagian atas
tanaman singkong yang tidak digunakan dan tidak termanfaatkan. Umumnya, sisa
biomassa ini hanya dibakar karena dianggap sebagai limbah. Berdasarkan data
yang diterbitkan oleh kementrian perindustrian, produksi singkong Indonesia pada
tahun 2013 berkisar 24,5 juta ton (Harian Kontan, 2013). Apabila 40 persen dari
tanaman ini adalah batang, ranting, dan daun, maka setiap tahunnya Indonesia
menghasilkan sekitar 16 juta ton biomassa per tahunnya (Silva, dkk. 2012).
Pemerintah Indonesia saat ini terus meningkatkan produksi singkong, dan hal ini
tentu saja mendorong peningkatan produksi limbah tanaman singkong. Oleh sebab
itu, bagian atas tanaman singkong memiliki potensi yang besar untuk digunakan
sebagai sumber biomassa yang dapat digunakan sebagai umpan untuk konversi
termal.
1.2

Rumusan Masalah

Bagian atas singkong merupakan sumber biomassa yang dapat digunakan sebagai
sumber energi yang potensial. Pendapat ini berdasarkan dari ketersediaannya yang
berlimpah. Umumnya, bagian- bagian atas ini digunakan sebagai pakan ternak dan
untuk penyetekan (batang). Namun karena jumlahnya yang begitu melimpah,
masih banyak biomassa yang tidak digunakan, dibuang dan dibakar sebagai

limbah padat. Padahal bagian atas tanaman singkong merupakan biomassa


potensial yang dapat digunakan sebagai umpan proses konversi termal.
Beberapa pertanyaan yang hendak dikaji dalam penelitian ini diantaranya :
1.

Berapa besar potensi timbul yang dimiliki oleh tanaman singkong di


beberapa provinsi dengan tingkat produksi tertinggi di Indonesia untuk
dijadikan sumber energi alternatif melalui proses konversi termal?

2.

Berapa banyak bagian atas tanaman singkong yang dapat dikumpulkan


sebagai bahan baku konversi termal?

3.

Berapa banyak bagian atas tanaman batang singkong yang dapat digunakan
sebagaimana mestinya (kondisi riil) sebagai bahan baku konversi termal?

1.3

Pembatasan Masalah

Penelitian

ini

dilakukan

dengan

menggunakan

beberapa

batasan

agar

memudahkan pembahasan dan pemecahan masalah, Batasan- batasan yang


digunakan adalah data- data yang digunakan pada penelitian ini merupakan datadata statistik atau berita yang diperoleh dari sumber lain, serta tidak dilakukannya
studi lapangan.
1.4

Tujuan
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini:
1.

Menentukan besarnya potensi timbul yang dimiliki oleh biomassa


bagian atas tanaman ubi kayu yang diolah melalui konversi termal

2.

Menentukan besarnya potensi yang dapat dikumpulkan dari biomassa


bagian atas tanaman ubi kayu yang diolah melalui konversi termal.

3.

Menentukan besarnya potensi yang dapat dimanfaatkan sebagaimana


mestinya dari biomassa bagian atas tanaman ubi kayu yang diolah
melalui konversi termal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Singkong

Singkong (Manihot esculeenta) atau ubi kayu merupakan tanaman yang


dimanfaatkan sebagai sumber pangan terutama bagian umbi batangnya. Produksi
singkong di Indonesia pada tahun 2013 berkisar 24,5 juta ton yang diperoleh dari
perkebunan singkong di seluruh Indonesia dengan total luas lahan sekitar 1,2 juta
Ha (BKPM, 2013).

Selain umbi batang, tanaman singkong juga akan

menghasilkan produk biomassa lain seperti daun, ranting, dan batang pohon
singkong. Umumnya ranting, batang, dan daun singkong digunakan sebagai pakan
ternak karena mengandung protein, silase, dan nutrisi- nutrisi lain yang berguna
bagi hewan ternak (Susanti, 1990). Selain itu, beberapa masakan khas Nusantara
juga menggunakan daun singkong sebagai bahan bakunya. Batang ubi kayu juga
digunakan sebagai bibit tanaman baru melalui proses penyetekan. Meskipun telah
digunakan dalam berbagai hal, sisa biomassa bagian atas tanaman singkong tetap
menumpuk dan menjadi limbah padat dari perkebunan singkong, Hasil penelitian
menunjukkan jika kerapatan tanaman singkong sebesar 5.000 pohon per hektar,
maka bagian atas tanaman singkong memiliki berat sekitar 40 persen dari berat
keseluruhan tanaman singkong (Silva, dkk., 2012). Jika produksi umbi batang dari
tanaman ini sekitar 24,5 juta ton per tahun, maka jumlah biomassa bagian atas
singkong yang dihasilkan akan berkisar 16 juta ton per tahun. Hal ini perlu
menjadi perhatian khusus karena dengan melimpahnya biomassa yang tidak
terpakai ini, maka potensi biomassa ini untuk dijadikan sebagai sumber energi
alternatif sangat baik karena jenis biomassa ini tidak bersaing dengan kebutuhan
pangan.
2.2

Potensi Singkong sebagai Sumber Energi di Indonesia

Indonesia merupakan negara ketiga terbesar sebagai produsen singkong (Aprilia,


2011). Berdasarkan data yang dimiliki Badan Koordinasi Penanaman Modal
Indonesia tahun 2013, terdapat sekitar 1,2 juta hektar lahan kebun ubi kayu yang
tersebar di seluruh Indonesia dengan Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa

Barat, dan Sumatera Utara sebagai lima provinsi produsen ubi kayu terbesar.
Tabel 2.1 menunjukkan secara lengkap mengenai luas lahan penanaman, jumlah
produksi, dan produktivitas di kelima provinsi tersebut.
Tabel 2. 1

Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan


provinsidengan hasil produksi terbesar pada tahun 2013

Nomor

Nama Daerah

Luas Lahan
(Ha)

1 Lampung

318.107

2 Jawa Tengah

161.783

3 Jawa Timur

168.194

4 Jawa Barat

95.505

5 Sumatera Utara

47.141

Produksi
(Ton)
8.329.20
1
4.089.63
5
3.601.07
4
2.138.53
2
1.518.22
1

singkong

di

lima

Produktivitas
(Ton/Ha)
39,8
20,1
15,6
17,6
17,3

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia

Penelitian ini akan terfokus pada lima kabupaten dengan tingkat produksi
singkong tertinggi di setiap provisi yang telah disebutkan sebelumnya. Tujuan dari
pengelompokan ini adalah untuk memperkirakan potensi energi yang dapat
dikumpulkan dari potensi energi timbul dari setiap provinsi yang telah dipilih.
Pengelompokan ini dilakukan atas dasar untuk melakukan penghematan biaya
pengumpulan dan pengangkutan biomassa. Tabel 2.2 hingga tabel 2.6
menunjukkan secara detil mengenai luas lahan tanam, jumlah produksi, dan
produktivitas di lokasi yang telah dideskripsikan sebelumnya.
Tabel 2. 2 Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan singkong di provinsi Lampung
pada tahun 2013

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia

Tabel 2. 3 Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan singkong di provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2013

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia


Tabel 2. 4 Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan singkong di provinsi Jawa Timur
pada tahun 2013

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia


Tabel 2. 5 Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan singkong di provinsi Jawa Barat
pada tahun 2013

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia


Tabel 2. 6 Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan singkong di provinsi Sumatera
Utara pada tahun 2013

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia

BAB III
HASIL PERHITUNGAN
3.1 Potensi Timbul
Potensi energi timbul dari biomassa bagian atas tanaman singkong dapat diperoleh
melalui perhitungan. Berat bagian atas singkong meliputi 40% dari berat singkong
keseluruhan atau sekitar 67% dari berat umbi batang yang dihasilkan. Kadar air
pada tanaman singkong sebesar 60% (Silva, dkk., 2012) dan lower heating value
(LHV) dari biomassa sebesar 18.000 kJ/ (kg biomassa kering) (Basu, 2010).
Apabila efisiensi konversi termal sebesar 30%, maka potensi energi, dan potensi
energi per hektar per tahun yang dihasilkan dari konversi termal biomassa bagian
atas tanaman singkong dapat dihitung menggunakan rumus:
Potensi Energi (kJ )=Produksi 0,67 0,4 LHV 0,3

Produktivitas Energi=

dengan:

Produktivitas 0,67 0,4 LHV 0,3


k

Potensi energi
Produksi
LHV
0,67

= energi yang dihasilkan dari konversi termal (kJ)


= produksi biomassa bagian atas singkong (kg)
= LHV biomassa (18.000kJ/kg berat kering)
= perbandingan berat biomassa bagian atas dengan

0,4
0,3
Produktivitas Energi
Produktivitas

umbi batang
= faktor biomassa kering
= efisiensi konversi termal
= produksi energi per hektar (kWh/(Ha.tahun))
= produktivitas produksi biomassa bagian atas

tanaman singkong (kg/(Ha.tahun))


= faktor konversi kJ menjadi kWh (3.600kJ/kWh)

Tabel 3.1 hingga tabel 3.6 menunjukkan potensi energi timbul yang dihasilkan dan
produktivitas energi yang dihasilkan dari konversi termal biomassa bagian atas batang
singkong. Faktor konversi MWh menadi barrel oil equivalent (BOE) adalah 0,614.

Tabel 3. 1 Potensi energi timbul yang dihasilkan oleh 5 provinsi produsen singking terbesar di
Indonesia

Tabel 3. 2 Potensi energi timbul di provinsi Lampung

Tabel 3. 3 Potensi energi timbul di provinsi Jawa Tengah

Tabel 3. 4 Potensi energi timbul di provinsi Jawa Timur

Tabel 3. 5 Potensi energi timbul di provinsi Jawa Barat

Tabel 3. 6 Potensi energi timbul di provinsi Sumatera Utara

3.2 Potensi yang Dapat Dikumpulkan


Limbah bagian atas singkong tindak seutuhnya terkumpulkan. Hanya sekitar 60%
bagian atas yang dapat dikumpulkan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan hal
ini terjadi seperti biomassa yang telah membusuk (Sirait dan Simanihuruk, 2010).
Tabel 3.7 hingga 3.12 menunjukkan potensi energi yang dapat dikumpulakan.
Tabel 3. 7 Potensi energi timbul yang dihasilkan oleh 5 provinsi produsen singking terbesar di
Indonesia

Tabel 3. 8 Potensi energi timbul di provinsi Lampung

Tabel 3. 9 Potensi energi timbul di provinsi Sumatera Utara

Tabel 3. 10 Potensi energi timbul di provinsi Jawa Timur

Tabel 3. 11 Potensi energi timbul di provinsi Jawa Barat

Tabel 3. 12 Potensi energi timbul di provinsi Jawa Tengah

Perhitungan potensi yang dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya tidak dapat


dilakukan karena tidak terdapatnya sumber yang memiliki data yang diperlukan.
Perhitungan dapat dilakukan jika diketahui berapa besar kebutuhan dan
pemanfaatan bagian atas singkong (potensi yang dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya).

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

Kesimpulan

Provinsi Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan
memiliki potensi yang baik sebagai tempat untuk mengembangkan energi
terbarukan dari biomassa bagian atas ubi kayu atau singkong. Total potensi energi
timbul dari kelima provinsi tersebut adalah 8 juta MWh. Sedangkan untuk potensi
energi yang dapat dikumpulkan dari kelima provinsi tersebut adalah 4,8 juta
MWh.
4.2

Saran

Perhitungan potensi akan lebih akurat jika dimiliki data riil jumlah biomassa
bagian atas tanaman singkong yang dihasilkan tiap tahunnya. Perhitungan pada
penelitian ini masih menggunakan pendekatan empirik sehingga perhitungan
menjadi tidak begitu akurat. Diperlukan data efisiensi pengumpulan biomassa
bagian atas agar perhitungan potensi yang dapat dikumpulkan dapat dilakukan.
Selain itu, diperlukan juga data pemanfaatan biomassa tersebut untuk aktivitas
lain seperti jumlah batang yang digunakan kembali sebagai bibit, serta jumlah
daun, ranting, dan batang yang digunakan sebagai pakan ternak, sehingga
perhitungan potensi dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Basu, P. 2010. Biomass Gasification and Pyrolysis Practical Design and Theory. Oxford,
Amerika Serikat: Elsevier.
Silva, T., Silva, P., Braga, J., dan Silveira, L. S. 2012. Planting Density and Yield of
Cassava Roots. Rev. Cinc. Agron. , 44.
Sirait, J., & Simanihuruk, K. (2010). Potensi dan Pemanfaatan Daun Ubikayu dan
Ubijalar Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia Kecil. Wartazoa , 20 (2), 7584.
Susanti, E. 1990. Pemanfaatan Daun dan Batang Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku Silase
untuk Pakan Ternak Ruminansia. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Aprilia, E. 2011. TEMPO Interaktif. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2015 dari TEMPO
Interaktif: http://bisnis.tempo.co/read/news/2011/06/07/090339185/tiga-negaraasia-berpotensi-jadi-tujuan-ekspor-singkong
BKPM. 2013. Peluang Ubi Kayu di Indonesia. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2015
dari http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commodity.php?ic=2581
Harian Kontan. 2013. Kementerian Industri Repiblik Indonesia. Diakses pada tanggal 27
Agustus 2015 dari Kementerian Industri Repiblik Indonesia:
http://www.kemenperin.go.id/artikel/5911/Ekspor-Naik,-Produksi-SingkongBertambah

BAGIAN II
POTENSI KONVERSI TERMAL KALIANDRA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi sumber energi terbarukan dari biomassa yang sangat
sangat

besar. Kementerian

ESDM

menyatakan

bahwa

Indonesia

baru

memanfaatkan kurang dari 3,25% potensi ini. Padahal potensi yang dapat
dihasilkan dari biomassa adalah sebesar 49.810 MW (Kementerian ESDM, 2104).
Salah satu sumber biomassa yang potensial adalah tanaman kaliandra (Caliandra
calothrysus). Kaliandra memiliki potensi yang baik karena tanaman ini
merupakan tanaman perdu yang mudah tumbuh sehingga dapat memproduksi
biomassa dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Lebih jauh
lagi, tanaman kaliandra memiliki kemampuan hidup yang baik artinya tanaman ini
dapat tumbuh dengan baik di daerah yang tidak subur dan kering. Selain itu, nilai
kalor yang dihasilkan dari pembakaran kayu ini cukup tinggi sehingga tanaman
ini sudah tidak asing lagi digunakan sebagai sumber energi. Tanaman kaliandra
juga memiliki beberapa manfaat lainnya seperti tanaman ini mampu menyuburkan
tanah, merupakan tempat bersarangnya lembah madu, dan daun tanaman ini juga
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (Hendriawan, dkk., 2005). Oleh sebab itu,
menanam kaliandra di kebun energi merupakan suatu pilihan yang menarik untuk
dikembangkan sebab potensi biomassa yang dihasilkan dari tanaman ini sangat
baik sebagai sumber energi alternatif dan tanaman ini juga memiliki beberapa
manfaat lain.
1.2

Rumusan Masalah

Biomassa yang dimanfaatkan dari tanaman kaliandra sebagai sumber energi


adalah bagian batangnya. Biomassa jenis ini dipilih karena kaliandra merupakan
jenis tanaman perdu yang cepat tumbuh sehingga produksi batang sangat cepat.
Namun, tidak setiap provinsi di Indonesia membudidayakan tanaman ini. Oleh
sebab itu perlu dilakukan studi literatur untuk mengetahui daerah- daerah mana
saja yang potensial untuk mengembangkan biomassa ini menjadi sumber energi
alternatif.

Beberapa pertanyaan yang hendak digunakan untuk mengetahui seberapa besar


potensi tanaman kaliandara untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi
diantaranya :
1.

Berapa besar potensi timbul yang dimiliki oleh tanaman kaliandra di


beberapa provinsi di Indonesia untuk dijadikan sumber energi alternatif
melalui proses konversi termal?

2.

Berapa banyak kayu dari tanaman kaliandra yang dapat dikumpulkan


(potensi yang dapat dikumpulkan) di lokasi tersebut sebagai bahan baku
konversi termal?

3.

Berapa banyak kayu tanaman kaliandra yang dapat digunakan sebagaimana


mestinya (kondisi riil) sebagai bahan baku konversi termal?

1.3

Pembatasan Masalah

Beberapa batasan yang digunakan pada penelitian ini adalah data- data yang
digunakan bersumber dari berbagai macam pustaka dan penelitian ini tidak
menyertakan studi lapangan. Tujuan dari pembatasan ini adalah untuk
memudahkan proses pemecahan masalah dan pembahasan.
1.4

Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini:


1.

Menentukan besarnya potensi timbul yang dimiliki oleh biomassa


yang berasal dari kaliandra yang diolah melalui konversi termal

2.

Menentukan besarnya potensi yang dapat dikumpulkan dari biomassa


yang berasal dari kaliandra yang diolah melalui konversi termal.

3.

Menentukan besarnya potensi yang dapat dimanfaatkan sebagaimana


mestinya dari biomassa yang berasal dari kaliandra yang diolah
melalui konversi termal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kaliandra

Kaliandra atau Caliandra calothyrsus merupakan sejenis tanaman perdu yang


banyak tumbuh di pulau Jawa. Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 12
meter dengan diameter batang sebesar 20 cm. Kayu yang berasal dari tanaman ini
umumnya digunakan sebagai kayu bakar atau dijadikan arang oleh masyarakat.
Beberapa industri rumah tangga dan kecil sudah memanfaatkan kayu dari tanaman
ini sebagai sumber energi bagi usaha mereka. Sebagaimana sumber biomassa
lainnya, daun- daun dari tanaman ini juga sering dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai sumber pakan ternak. Tanaman ini juga merupakan sumber makanan bagi
lebah madu untuk menghasilkan madu (Hendriawan, dkk., 2005). Dari aspek
lingkungan, tanaman ini juga dapat berperan untuk menahan erosi, menyuburkan
tanah, dan memperkaya air tanah. Tanaman ini dapat menahan erosi dan
memperkaya air tanah dikarenakan oleh sifat akar tanaman ini yang relatif dalam
sehingga tanaman ini mampu menahan erosi dan mengendalikan air permukaan.
Pada akar tanaman ini juga terdapat bakteri Rizobium yang dapat mengikat
nitrogen dari udara dan menyimpan nitrogen tersebut di dalam tanah. Hal ini yang
menyebabkan tanaman ini dapat menyuburkan tanah. (Suryanto, 1999).
2.2

Potensi Kaliandra sebagai Sumber Energi di Indonesia

Tanaman kaliandara merupakan salah satu jenis tanaman yang sangat terkenal di
Indonesia, terutama bagi masyarakat yang menetapa di sekitar hutan yang terdapat
di pulau Jawa. Tanaman ini merupakan tanaman multifungsi. Masyarakat
umumnya memanfaatkan kayu dari tanaman ini sebagai kayu bakar. Pemerintah
mulai melirik tanaman ini untuk dikembangkan sebagai sumber energi alternatif.
Sehingga beberapa daerah di Indonesia didorong untuk menanam tanaman ini.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Badan Pusat Statistik tahun 2013, Jawa
Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat
merupakan 5 provinsi dengan jumlah tanaman (populasi) kaliandra terbanyak.
Tabael 2.1 menunjukkan lebih rinci mengenai jumlah/ populasi dari tanaman ini.

Tabel 2. 7 Populasi kalindara di 5 provinsi dengan populasi terbesar di Indonesia

Provinsi
Jumlah Populasi
Jawa Tengah
6.702.258
Jawa Timur
1.540.689
D.I. Yogyakarta
634.386
Jawa Barat
329.160
Nusa Tenggara Timur
177.877
Sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2013
Data mengenai jumlah populasi kaliandra hingga tingkat kabupaten tidak dapat
ditemukan karena ketidakadaan sumber. Sehingga, pada penelitian kali ini, potensi
hanya akan dikaji hingga tingkat provinsi saja.

BAB III
HASIL PERHITUNGAN
3.1 Potensi Timbul
Rata- rata tanaman kaliandra ditanaman dengan kerapatan sekitar 5.000 pohon/
hektar (Stewart, dkk., 2001), sehingga apabila jumlah populasi dibagi dengan nilai
ini akan diperoleh luas lahan yang terpakai untuk proses penanaman. Per hektar
luas kebun kaliandra dapat menghasilkan 27 ton biomassa setiap tahunnya dengan
kadar air sekitar 50% (Hendrati, dkk., 2014). Bila diketahui nilai lower heating
value (LHV) dari biomassa ada 18.000 kJ/ kg dengan efisiensi konversi termal
sebesar 30% (Basu, Biomass Gasification and Pyrolysis Practical Design and
Theory, 2010), maka energi yang dihasilkan dari biomassa kaliandra dapat
dilakukan. Cara perhitungan potensi energi sama dengan cara perhitungan yang
dijabarkan pada bagian 1. Tabel 3.1 menunjukkan rangkuman dari potensi energi
timbul yang dihasilkan dari 5 provinsi yang telah dideskripsikan sebelumnya.
Tabel 3. 13

Total potensi timbul yang dimiliki oleh 5 provinsi dengan populasi kaliandra
terbesar

3.2 Potensi yang Dapat Dikumpulkan


Potensi yang dapat dikumpulkan merupakan jumlah batang pohon kaliandra yang
dapat dikumpulkan dari kebun energi. Umumnya, hanya sekitar 70% (10 ton/
hektar) batang kering kaliandra yang dapat dikumpulkan (Dwiyanto, 2015). Hal
ini dikarenakan akses yang tedrdapat di kebun energi tidak memungkinkan untuk
dilakukan pengumpulan secara menyeluruh. Akses tersebut bisa saja berbahaya
atau tidak dapat dilalui oleh kendaraan. Tabel 3.2 menunjukkan potensi yang
dapat dikumpulkan dari beberapa provinsi di Indonesia.

Tabel 3. 14

Total potensi yang dapat dikumpulkan dari 5 provinsi dengan populasi kaliandra
terbesar

Perhitungan potensi yang dapat digunakan sebagaimana mestinya tidak dapat


dilakukan karena ketidakadaan data untuk melakukan proses perhitungan potensi
potensi tersebut. Data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan potensi ini
dapat berupa jumlah kebutuhan batang kaliandra diluar kebutuhan untuk
menghasilkan energi.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

Kesimpulan

Kaliandra merupakan sumber biomassa yang cukup baik untuk digunakan sebagai
sumber energi alternatif melalui konversi termal. Hal ini didasari oleh hasil
perhitungan yang menunjukkan bahwa biomassa ini memiliki potensi timbul
sekitar 23.000 BOE/ tahun. dan potensi yang dapat dikumpulkan sebesar 16.000
BOE/ tahun.
4.2

Saran

Perhitungan akan lebih baik jika diketahui secara detil mengenai lokasi
pembudidayaan tanaman kaliandra hingga tingkat kabupaten agar analisis menjadi
lebih fokus. Selain itu, perhitungan potensi akan lebih akurat jika dimiliki data ril
jumlah biomassa kaliandra yang dihasilkan tiap tahunnya. Perhitungan pada
penelitian ini masih menggunakan pendekatan empirik berdasarkan jumlah
populasi tanaman kaliandra pada tahun 2013 sehingga perhitungan menjadi relatif
tidak akurat. Selain itu, diperlukan juga data pemanfaatan biomassa tersebut untuk
aktivitas lain sehingga perhitungan potensi yang dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Basu, P. (2010). Biomass Gasification and Pyrolysis Practical Design and Theory.
Oxford, Amerika Serikat: Elsevier.
Hendrati, R., Suwandi, & Margiyanti. (2014). Budidaya Kaliandara (Calliandra
calothyrsus) untuk Bahan Baku Sumber Energi. Bogor: Penerbit IPB Press.
Hendriawan, I., Fanindi, A., & Semali, A. (2005). Karakteristik dan Pemanfaatan
Kaliandra (Caliandra calothyrsus). Lokakarya Nasional Tanaman Pakan
Ternak , 141-148.
Stewart, J., Mulawarman, Roshetko, J., & Powell, M. (2001). Produksi dan Pemanfaatan
Kaliandra (Calliandra calothyrsus) . Bogor: International Center for Research
in Agroforestry.
Suryanto, F. (1999). Manfaat Tanaman Kaliandra dalam Usaha Pertanian. Balai
Penelitian Ternak (pp. 90-93). Bogor: Balai Penelitian Ternak.
Badan Pusat Statistik. (2013). Jumlah Rumah Tangga, Populasi Tanaman dan Rata-rata
Populasi per Rumah Tangga Budidaya Tanaman Kehutanan Menurut
Komoditas. Diakses pada tanggal 2 September 2015 dari Badan Pusat Statistik:
http://st2013.bps.go.id/dev2/index.php/site/tabel?tid=62&wid=0000000000
Dwiyanto, U. (2015). Memanen Kaliandra Menjadi Energi Baru. Diakses pada tanggal 2
September 2015 dari Tempo : http://nasional.tempo.co/read/news/2015/04/
30/206662398/memanen-kaliandra-menjadi-energi-baru/3

Kementerian ESDM. (2104). Diakses pada tanggal 2 September 2015 dari


Kementerian

ESDM:

http://esdm.go.id/berita/323-energi-baru-dan-

terbarukan/4530-potensi-bioenergi-di-indonesia-mencapai-49810mw.html

BAGIAN III
POTENSI KONVERSI TERMAL KARET

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Tanaman karet merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dibudidayakan di
Indonesia selain kelapa sawit, tebu, dan sebagainya karena getah dari tanaman ini
banyak digunakan dalam dunia industri. Menurut data yang dikeluarkan oleh
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), luas lahan yang digunakan untuk
membudidayakan tanaman ini sekitar 3,4 juta hektar pada tahun 2013 . Produksi
tanaman karet akan mengalami penurun ketika tanaman ini sudah berumur sekitar
25 tahun hingga 30 tahun (Janudianto, dkk., 2013). Oleh sebab itu, proses
peremajaan (menanam bibit baru) tanaman karet perlu dilakukan agar target
produksi getah karet tetap tercapai. Kayu- kayu tua hasil permajaan umumnya
digunakan sebagai kayu yang digunakan dalam industri pembuatan mebel. Namun
tidak semua kayu karet yang dihasilkan termanfaatkan. Bahkan pada perkebunan
milik rakyat, proses peremajaan dilakukan dengan membakar kebun yang sudah
tua sehingga kayu- kayu tersebut hanya terbakar dan tidak termanfaatkan (Nancy
dan Gunawan, 2013). Konversi termal merupakan salah satu cara agar kayu ini
dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif Penelitian ini akan
memperkirakan potensi energi yang dapat diperoleh dari memanfaatkan kayu
karet.
1.2

Rumusan Masalah

Kayu karet hasil peremajaan dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri
pembuatan mebel. Industri mebel berbahan baku karet memang meningkatkan
nilai jual dari kayu karet yang sudah tidak digunakan. Namun, karena volume
kayu tua yang terlalu tinggi, masih banyak kayu yang tidak termanfaatkan.
Konversi termal merupakan salah satu cara untuk memanfaatkan limbah kayu ini.
Beberapa provinsi memiliki lahan yang luas sebagai kebun karet. Provinsiprovinsi tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daerah penghasil
energi dari konversi termal.

Beberapa pertanyaan yang hendak digunakan untuk mengetahui seberapa besar


potensi tanaman karet di daerah tersebut untuk dimanfaatkan sebagai sumber
energi diantaranya :
1.

Berapa besar potensi timbul yang dimiliki oleh tanaman karet di masingmasing provisnsi di Indonesia untuk dijadikan sumber energi alternatif
melalui proses konversi termal?

2.

Berapa banyak kayu hasil peremajaan tanaman karet yang dapat digunakan
dan dikumpulkan di daerah tersebut sebagai bahan baku konversi termal?

3.

Berapa banyak kayu tanaman karet yang dapat digunakan sebagaimana


mestinya (kondisi riil) sebagai bahan baku konversi termal?

1.3

Pembatasan Masalah

Terdapat beberapa batasan- batasan yang digunakan pada penilitian ini. Tujuan
dari digunakannya batasan pada penelitian ini adalah untuk mempermudah
perhitungan dan analisis potensi energi yang dihasilkan dari kayu hasil
peremajaan tanaman karet. Batasan pertama yang digunakan adalah data- data
yang digunakan pada penelitian diperoleh dari data statistik dan pernyataanpernyataan yang diambil dari sumber lain. Selain itu, penelitian ini juga tidak
melibatkan studi lapangan.
1.4

Tujuan

Tujuan dari dilakukannya penilitian ini adalah:


1.

Menentukan besarnya potensi timbul yang dimiliki oleh biomassa


yang berasal dari kayu tanaman karet yang diolah melalui konversi
termal

2.

Menentukan besarnya potensi yang dapat dikumpulkan dari biomassa


yang berasal dari kayu tanaman karet yang diolah melalui konversi
termal.

3.

Menentukan besarnya potensi yang dapat dimanfaatkan sebagaimana


mestinya dari biomassa yang berasal dari kaliandra yang diolah
melalui konversi termal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tanaman Karet

Karet atau Hevea brasiliensis merupakan tanaman yang berasal dari benua
Amerika dan saat sudah menyebar ke berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia.
Tanaman ini masuk ke Indonesia sejak dari masa penjajahan Belanda dan sejak
saat itu, tanaman ini menjadi komoditi yang memberikan sumbangsih yang besar
bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tanaman ini menghasilkan getah atau
lateks yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi karena getah tanaman ini dapat
digunakan sebagai bahan baku industri karet (Boerhendhy dan Agustina, 2006).
Tanaman mampu hidup hingga umur 40 tahun. Namun, usia produktif dari
tanaman ini sekitar 20 hingga 25 tahun . Oleh sebab itu, setelah pohon karet
berumur sekitar 30 tahun, peremajaan atau penggantian pohon tua dengan yang
baru perlu dilakukan agar produksi latek tanaman ini tetap optimal (Janudianto,
dkk., 2013). Diperkirakan ada 3,4 juta hektar lahan yang digunakan untuk
membudidayakan tanaman ini. Jika setiap hektarnya terdapat sekitar 550 pohon
karet dan jumlah pohon karet yang perlu diremajakan setiap tahunnya berjumlah
3%, maka ada sekitar 56 juta pohon karet yang harus ditebang atau diganti dengan
tanaman baru (Nancy dan Gunawan, 2013). Biomassa yang berlimpah ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri mebel karena struktur kayu karet cukup
kuat. Meskpiun demikian, jumlah biomassa ini tetap berlimpah dan kerap kali
dibakar begitu saja tanpa termanfaatkan. Padahal dengan jumlah yang sedemikian
besar, kayu- kayu tersebut dapat menghasilakan energi yang tinggi bila diolah
melalui konversi termal.
2.2

Potensi Kayu Tanaman Karet Sumber Energi di Indonesia

Indonesia merupakan negara terbesar kedua sebagai penghasil karet dengan luas
lahan total sebesar 3,4 juta hektar pada tahun 2013. Sebagian besar, perkebunan
karet tersebar di pulau Sumatera dan Kalimantan. Sumatera Selatan, Jambi,
Kalimantan Barat, Riau, dan Kalimantan tengan merupakan 5 provinsi dengan
luas lahan karet terbesar di negara ini (BKPM, 2013). Tabel 2.1 menunjukkan

secara detil luas lahan perkebunan karet di masing- masing daerah pada tahun
2013.
Tabel 2. 8 5 Provinsi di Indonesia dengan luas lahan perkebunan karet terbesar

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia

Lebih jauh lagi, setiap provinsi masih memiliki 5 kabupaten dengan luas lahan
perkebunan karet terbesar. Alasan mengapa hanya 5 kabupaten saja yang
difokuskan adalah untuk melihat seberapa besar biomassa yang dapat
dikumpulkan ketika setra pengumpulannya hanya terdapat di beberapa lokasi
dengan luas lahan terbesar. Tabel 2,2 hingga tabel 2.6 menunjukkan secara
lengkap luas lahan di kabupaten- kabupaten dengan lahan terbesar di tiap- tiap
provinsi pada tahun 2013.
Tabel 2. 9 5 Kabupaten di Sumatera Selatan dengan luas lahan perkebunan karet terbesar

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia


Tabel 2. 10 5 Kabupaten di Jambi dengan luas lahan perkebunan karet terbesar

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia

Tabel 2. 11 5 Kabupaten di Kalimantan Barat dengan luas lahan perkebunan karet terbesar

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia


Tabel 2. 12 5 Kabupaten di Riau dengan luas lahan perkebunan karet terbesar

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia


Tabel 2. 13 5 Kabupaten di Kalimantan Tengah dengan luas lahan perkebunan karet terbesar

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia

BAB III
HASIL PERHITUNGAN
3.1 Potensi Timbul
Potensi timbul dari biomassa kayu hasil peremajaan perkebunan karet merupakan
potensi energi yang dihasilkan dari seluruh pohon yang dapat diremajakan setiap
tahunnya. Setiap tahun luas lahan yang dapat diremajakan berkisar 3% dari total
keseluruhan luas lahan. Setiap peremajaan perkebunan karet dapat menghasilkan
kayu sebanyak 50 m3/ tahun (Boerhendhy dan Agustina, 2006). Massa jenis kayu
karet kering sebesar 595 kg/m3 (Department of Agriculture and Fisheries, 2010).
Nilai lower heating value (LHV) dari biomassa sebesar 18.000 kJ/ kg biomassa
kering. Efisiensi dari konversi termal adalah 30% (Basu, Biomass Gasification
and Pyrolysis Practical Design and Theory, 2010). Melalui data- data ini, maka
perhitungan potensi energi timbul dari konversi termal dapat dihitung melalui
rumus:
Potensi Energi (kJ )=Produksi kayu kering LHV 0,3
Konversi potensi energi dari kJ menjadi barrel oil equivalent (BOE) dapat
dilakukan dihitung dengan menggunakan faktor konversi 1,71x10-7 (BOE/kJ).
Tabel 3.1 hingga tabel 3.6 menunjukkan potensi timbul dari setiap lokasi yang
telah didefinisikan sebelumnya.

Tabel 3. 15 Potensi energi timbul dari 5 provinsi dengan luas kebun karet terbesar di Indonesia

Tabel 3. 16

Potensi energi timbul dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet terbesar di Sumatera
Selatan

Tabel 3. 17

Potensi energi timbul dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet terbesar di Jambi

Tabel 3. 18

Potensi energi timbul dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet terbesar di
Kalimantan Barat

Tabel 3. 19

Potensi energi timbul dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet terbesar di Riau

Tabel 3. 20

Potensi energi timbul dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet terbesar di
Kalimantan Tengah

3.2 Potensi yang Dapat Dikumpulkan


Meskipun setiap tahunnya ada 3% lahan yang harus diremajakan, kenyataan yang
terjadi di lapangan adalah hanya 50%-nya saja yang mampu diremajakan (Nancy
dan Gunawan, 2013). Hal ini dikarenakan tidak semua area perkebunan karet
memiliki akses jalan sehingga hanya setengahnya saja yang ekonomis untuk
diremajakan. Tabel 3.7 hingga tabel 3.11 menunjukkan jumlah potensi energi yang
dapat dikumpulkan.
Tabel 2. 14 Potensi energi yang dapat dikumpulkan dari 5 provinsi dengan luas kebun karet
terbesar di Indonesia

Tabel 2. 15 Potensi energi yang dapat dikumpulkan dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet
terbesar di Sumatera Selatan

Tabel 2. 16 Potensi energi yang dapat dikumpulkan dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet
terbesar di Jambi

Tabel 2. 17 Potensi energi yang dapat dikumpulkan dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet
terbesar di Kalimantan Tengah

Tabel 2. 18 Potensi energi yang dapat dikumpulkan dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet
terbesar di Riau

Tabel 2. 19 Potensi energi yang dapat dikumpulkan dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet
terbesar di Kalimantan Tengah

Tabel 3.12 menunjukkan jumlah energi yang dihasilkan dari 5 kabupaten di tiap- tiap
provinsi. Diperoleh ebergi sekitar 1 juta BOE tiap tahunnya.
Tabel 2. 20 Total energi yang dapat dikumpul dari 5 provinsi dengan luas lahan perkebunan karet
terbesar

Potensi yang dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya tidak dapat dilakukan


karena tidak adanya sumber yang menyatakan jumlah kebutuhan kayu karet di
masyarakat seperti jumlah kebutuhan yang digunakan pada industri mebel yang
menggunakan bahan baku kayu karet.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

Kesimpulan

Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Riau, dan Kalimantan


Tengah memiliki potensi yang baik sebagai tempat untuk mengembangkan energi
terbarukan dari biomassa kayu hasil peremanjaan perkebunan karet. Berdasarkan
5 kabupaten terpotensial dari tiap provinsi, total potensi energi timbul dan yang
dapat dikumpulkan dari kelima provinsi tersebut adalah 2juta BOE dan 1 juta
BOE tiap tahunnya.
4.2

Saran

Perhitungan potensi akan lebih akurat jika dimiliki data riil jumlah biomassa karet
yang yang dihasilkan tiap tahunnya. Perhitungan pada penelitian ini masih
menggunakan pendekatan empirik sehingga perhitungan menjadi tidak begitu
akurat. Selain itu, diperlukan juga data pemanfaatan biomassa tersebut untuk
aktivitas lain sehingga perhitungan potensi yang dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Basu, P. (2010). Biomass Gasification and Pyrolysis Practical Design and Theory.
Oxford: Elsevier.
Boerhendhy, I., & Agustina, D. (2006). Potensi Pemanfaatan Kayu Karet untuk
Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat. Jurnal Litbang Pertanian ,
25 (2), 61-67.
Janudianto, Prahmono, A., Napitupulu, H., & Rahayu, S. (2013). Panduan Budidaya
Karet untuk Petani Skala Kecil. World Agroforestry Center. Bogor: World
Agroforestry Center.
Nancy, C., & Gunawan, A. (2013). Kayu Karet dapat Menggantikan Kayu Hutan Alam.
Palembang: Badan Penelitian Sembawa.
BKPM. (2013). Badan Koordinasi Penanaman Modal. Retrieved September 2, 2015 from
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commodity.php?ic=4
Department of Agriculture and Fisheries. (2010). Queensland Government Department of
Agriculture and Fisheries. Retrieved September 2, 2015 from
https://www.daf.qld.gov.au/forestry/using-wood-and-its-benefits/woodproperties-of-timber-trees/rubberwood

Anda mungkin juga menyukai