Semester I 2015/2016
Oleh:
Januar Natanael
(23015006)
BAGIAN I
POTENSI KONVERSI TERMAL SINGKONG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manihot esculeenta atau yang lebih dikenal dengan nama singkong merupakan
tanaman yang banyak ditanaman di Indonesia sebagai sumber makanan. Umbi
batang tanaman inilah yang umumnya sering digunakan sebagai sumber makanan.
Batang singkong umumnya digunakan sebagai bibit baru tanaman singkong
melalui proses penyetekan. Apabila masih terdapat sisa, petani singkong
umumnya menggunakan batang ini sebagai pakan ternak yang dicampur dengan
ranting dan daun tanaman ini (Susanti, 1990). Meskipun demikian, jumlah batang
singkong dari hasil pemanenan melebihi dari batang singkong yang digunakan
baik sebagai bibit ataupun pakan ternak. Oleh sebab itu, banyak bagian atas
tanaman singkong yang tidak digunakan dan tidak termanfaatkan. Umumnya, sisa
biomassa ini hanya dibakar karena dianggap sebagai limbah. Berdasarkan data
yang diterbitkan oleh kementrian perindustrian, produksi singkong Indonesia pada
tahun 2013 berkisar 24,5 juta ton (Harian Kontan, 2013). Apabila 40 persen dari
tanaman ini adalah batang, ranting, dan daun, maka setiap tahunnya Indonesia
menghasilkan sekitar 16 juta ton biomassa per tahunnya (Silva, dkk. 2012).
Pemerintah Indonesia saat ini terus meningkatkan produksi singkong, dan hal ini
tentu saja mendorong peningkatan produksi limbah tanaman singkong. Oleh sebab
itu, bagian atas tanaman singkong memiliki potensi yang besar untuk digunakan
sebagai sumber biomassa yang dapat digunakan sebagai umpan untuk konversi
termal.
1.2
Rumusan Masalah
Bagian atas singkong merupakan sumber biomassa yang dapat digunakan sebagai
sumber energi yang potensial. Pendapat ini berdasarkan dari ketersediaannya yang
berlimpah. Umumnya, bagian- bagian atas ini digunakan sebagai pakan ternak dan
untuk penyetekan (batang). Namun karena jumlahnya yang begitu melimpah,
masih banyak biomassa yang tidak digunakan, dibuang dan dibakar sebagai
2.
3.
Berapa banyak bagian atas tanaman batang singkong yang dapat digunakan
sebagaimana mestinya (kondisi riil) sebagai bahan baku konversi termal?
1.3
Pembatasan Masalah
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
beberapa
batasan
agar
Tujuan
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini:
1.
2.
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Singkong
menghasilkan produk biomassa lain seperti daun, ranting, dan batang pohon
singkong. Umumnya ranting, batang, dan daun singkong digunakan sebagai pakan
ternak karena mengandung protein, silase, dan nutrisi- nutrisi lain yang berguna
bagi hewan ternak (Susanti, 1990). Selain itu, beberapa masakan khas Nusantara
juga menggunakan daun singkong sebagai bahan bakunya. Batang ubi kayu juga
digunakan sebagai bibit tanaman baru melalui proses penyetekan. Meskipun telah
digunakan dalam berbagai hal, sisa biomassa bagian atas tanaman singkong tetap
menumpuk dan menjadi limbah padat dari perkebunan singkong, Hasil penelitian
menunjukkan jika kerapatan tanaman singkong sebesar 5.000 pohon per hektar,
maka bagian atas tanaman singkong memiliki berat sekitar 40 persen dari berat
keseluruhan tanaman singkong (Silva, dkk., 2012). Jika produksi umbi batang dari
tanaman ini sekitar 24,5 juta ton per tahun, maka jumlah biomassa bagian atas
singkong yang dihasilkan akan berkisar 16 juta ton per tahun. Hal ini perlu
menjadi perhatian khusus karena dengan melimpahnya biomassa yang tidak
terpakai ini, maka potensi biomassa ini untuk dijadikan sebagai sumber energi
alternatif sangat baik karena jenis biomassa ini tidak bersaing dengan kebutuhan
pangan.
2.2
Barat, dan Sumatera Utara sebagai lima provinsi produsen ubi kayu terbesar.
Tabel 2.1 menunjukkan secara lengkap mengenai luas lahan penanaman, jumlah
produksi, dan produktivitas di kelima provinsi tersebut.
Tabel 2. 1
Nomor
Nama Daerah
Luas Lahan
(Ha)
1 Lampung
318.107
2 Jawa Tengah
161.783
3 Jawa Timur
168.194
4 Jawa Barat
95.505
5 Sumatera Utara
47.141
Produksi
(Ton)
8.329.20
1
4.089.63
5
3.601.07
4
2.138.53
2
1.518.22
1
singkong
di
lima
Produktivitas
(Ton/Ha)
39,8
20,1
15,6
17,6
17,3
Penelitian ini akan terfokus pada lima kabupaten dengan tingkat produksi
singkong tertinggi di setiap provisi yang telah disebutkan sebelumnya. Tujuan dari
pengelompokan ini adalah untuk memperkirakan potensi energi yang dapat
dikumpulkan dari potensi energi timbul dari setiap provinsi yang telah dipilih.
Pengelompokan ini dilakukan atas dasar untuk melakukan penghematan biaya
pengumpulan dan pengangkutan biomassa. Tabel 2.2 hingga tabel 2.6
menunjukkan secara detil mengenai luas lahan tanam, jumlah produksi, dan
produktivitas di lokasi yang telah dideskripsikan sebelumnya.
Tabel 2. 2 Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan singkong di provinsi Lampung
pada tahun 2013
Tabel 2. 3 Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan singkong di provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2013
BAB III
HASIL PERHITUNGAN
3.1 Potensi Timbul
Potensi energi timbul dari biomassa bagian atas tanaman singkong dapat diperoleh
melalui perhitungan. Berat bagian atas singkong meliputi 40% dari berat singkong
keseluruhan atau sekitar 67% dari berat umbi batang yang dihasilkan. Kadar air
pada tanaman singkong sebesar 60% (Silva, dkk., 2012) dan lower heating value
(LHV) dari biomassa sebesar 18.000 kJ/ (kg biomassa kering) (Basu, 2010).
Apabila efisiensi konversi termal sebesar 30%, maka potensi energi, dan potensi
energi per hektar per tahun yang dihasilkan dari konversi termal biomassa bagian
atas tanaman singkong dapat dihitung menggunakan rumus:
Potensi Energi (kJ )=Produksi 0,67 0,4 LHV 0,3
Produktivitas Energi=
dengan:
Potensi energi
Produksi
LHV
0,67
0,4
0,3
Produktivitas Energi
Produktivitas
umbi batang
= faktor biomassa kering
= efisiensi konversi termal
= produksi energi per hektar (kWh/(Ha.tahun))
= produktivitas produksi biomassa bagian atas
Tabel 3.1 hingga tabel 3.6 menunjukkan potensi energi timbul yang dihasilkan dan
produktivitas energi yang dihasilkan dari konversi termal biomassa bagian atas batang
singkong. Faktor konversi MWh menadi barrel oil equivalent (BOE) adalah 0,614.
Tabel 3. 1 Potensi energi timbul yang dihasilkan oleh 5 provinsi produsen singking terbesar di
Indonesia
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Provinsi Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan
memiliki potensi yang baik sebagai tempat untuk mengembangkan energi
terbarukan dari biomassa bagian atas ubi kayu atau singkong. Total potensi energi
timbul dari kelima provinsi tersebut adalah 8 juta MWh. Sedangkan untuk potensi
energi yang dapat dikumpulkan dari kelima provinsi tersebut adalah 4,8 juta
MWh.
4.2
Saran
Perhitungan potensi akan lebih akurat jika dimiliki data riil jumlah biomassa
bagian atas tanaman singkong yang dihasilkan tiap tahunnya. Perhitungan pada
penelitian ini masih menggunakan pendekatan empirik sehingga perhitungan
menjadi tidak begitu akurat. Diperlukan data efisiensi pengumpulan biomassa
bagian atas agar perhitungan potensi yang dapat dikumpulkan dapat dilakukan.
Selain itu, diperlukan juga data pemanfaatan biomassa tersebut untuk aktivitas
lain seperti jumlah batang yang digunakan kembali sebagai bibit, serta jumlah
daun, ranting, dan batang yang digunakan sebagai pakan ternak, sehingga
perhitungan potensi dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Basu, P. 2010. Biomass Gasification and Pyrolysis Practical Design and Theory. Oxford,
Amerika Serikat: Elsevier.
Silva, T., Silva, P., Braga, J., dan Silveira, L. S. 2012. Planting Density and Yield of
Cassava Roots. Rev. Cinc. Agron. , 44.
Sirait, J., & Simanihuruk, K. (2010). Potensi dan Pemanfaatan Daun Ubikayu dan
Ubijalar Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia Kecil. Wartazoa , 20 (2), 7584.
Susanti, E. 1990. Pemanfaatan Daun dan Batang Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku Silase
untuk Pakan Ternak Ruminansia. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Aprilia, E. 2011. TEMPO Interaktif. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2015 dari TEMPO
Interaktif: http://bisnis.tempo.co/read/news/2011/06/07/090339185/tiga-negaraasia-berpotensi-jadi-tujuan-ekspor-singkong
BKPM. 2013. Peluang Ubi Kayu di Indonesia. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2015
dari http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commodity.php?ic=2581
Harian Kontan. 2013. Kementerian Industri Repiblik Indonesia. Diakses pada tanggal 27
Agustus 2015 dari Kementerian Industri Repiblik Indonesia:
http://www.kemenperin.go.id/artikel/5911/Ekspor-Naik,-Produksi-SingkongBertambah
BAGIAN II
POTENSI KONVERSI TERMAL KALIANDRA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumber energi terbarukan dari biomassa yang sangat
sangat
besar. Kementerian
ESDM
menyatakan
bahwa
Indonesia
baru
memanfaatkan kurang dari 3,25% potensi ini. Padahal potensi yang dapat
dihasilkan dari biomassa adalah sebesar 49.810 MW (Kementerian ESDM, 2104).
Salah satu sumber biomassa yang potensial adalah tanaman kaliandra (Caliandra
calothrysus). Kaliandra memiliki potensi yang baik karena tanaman ini
merupakan tanaman perdu yang mudah tumbuh sehingga dapat memproduksi
biomassa dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Lebih jauh
lagi, tanaman kaliandra memiliki kemampuan hidup yang baik artinya tanaman ini
dapat tumbuh dengan baik di daerah yang tidak subur dan kering. Selain itu, nilai
kalor yang dihasilkan dari pembakaran kayu ini cukup tinggi sehingga tanaman
ini sudah tidak asing lagi digunakan sebagai sumber energi. Tanaman kaliandra
juga memiliki beberapa manfaat lainnya seperti tanaman ini mampu menyuburkan
tanah, merupakan tempat bersarangnya lembah madu, dan daun tanaman ini juga
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (Hendriawan, dkk., 2005). Oleh sebab itu,
menanam kaliandra di kebun energi merupakan suatu pilihan yang menarik untuk
dikembangkan sebab potensi biomassa yang dihasilkan dari tanaman ini sangat
baik sebagai sumber energi alternatif dan tanaman ini juga memiliki beberapa
manfaat lain.
1.2
Rumusan Masalah
2.
3.
1.3
Pembatasan Masalah
Beberapa batasan yang digunakan pada penelitian ini adalah data- data yang
digunakan bersumber dari berbagai macam pustaka dan penelitian ini tidak
menyertakan studi lapangan. Tujuan dari pembatasan ini adalah untuk
memudahkan proses pemecahan masalah dan pembahasan.
1.4
Tujuan
2.
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kaliandra
Tanaman kaliandara merupakan salah satu jenis tanaman yang sangat terkenal di
Indonesia, terutama bagi masyarakat yang menetapa di sekitar hutan yang terdapat
di pulau Jawa. Tanaman ini merupakan tanaman multifungsi. Masyarakat
umumnya memanfaatkan kayu dari tanaman ini sebagai kayu bakar. Pemerintah
mulai melirik tanaman ini untuk dikembangkan sebagai sumber energi alternatif.
Sehingga beberapa daerah di Indonesia didorong untuk menanam tanaman ini.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Badan Pusat Statistik tahun 2013, Jawa
Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat
merupakan 5 provinsi dengan jumlah tanaman (populasi) kaliandra terbanyak.
Tabael 2.1 menunjukkan lebih rinci mengenai jumlah/ populasi dari tanaman ini.
Provinsi
Jumlah Populasi
Jawa Tengah
6.702.258
Jawa Timur
1.540.689
D.I. Yogyakarta
634.386
Jawa Barat
329.160
Nusa Tenggara Timur
177.877
Sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2013
Data mengenai jumlah populasi kaliandra hingga tingkat kabupaten tidak dapat
ditemukan karena ketidakadaan sumber. Sehingga, pada penelitian kali ini, potensi
hanya akan dikaji hingga tingkat provinsi saja.
BAB III
HASIL PERHITUNGAN
3.1 Potensi Timbul
Rata- rata tanaman kaliandra ditanaman dengan kerapatan sekitar 5.000 pohon/
hektar (Stewart, dkk., 2001), sehingga apabila jumlah populasi dibagi dengan nilai
ini akan diperoleh luas lahan yang terpakai untuk proses penanaman. Per hektar
luas kebun kaliandra dapat menghasilkan 27 ton biomassa setiap tahunnya dengan
kadar air sekitar 50% (Hendrati, dkk., 2014). Bila diketahui nilai lower heating
value (LHV) dari biomassa ada 18.000 kJ/ kg dengan efisiensi konversi termal
sebesar 30% (Basu, Biomass Gasification and Pyrolysis Practical Design and
Theory, 2010), maka energi yang dihasilkan dari biomassa kaliandra dapat
dilakukan. Cara perhitungan potensi energi sama dengan cara perhitungan yang
dijabarkan pada bagian 1. Tabel 3.1 menunjukkan rangkuman dari potensi energi
timbul yang dihasilkan dari 5 provinsi yang telah dideskripsikan sebelumnya.
Tabel 3. 13
Total potensi timbul yang dimiliki oleh 5 provinsi dengan populasi kaliandra
terbesar
Tabel 3. 14
Total potensi yang dapat dikumpulkan dari 5 provinsi dengan populasi kaliandra
terbesar
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Kaliandra merupakan sumber biomassa yang cukup baik untuk digunakan sebagai
sumber energi alternatif melalui konversi termal. Hal ini didasari oleh hasil
perhitungan yang menunjukkan bahwa biomassa ini memiliki potensi timbul
sekitar 23.000 BOE/ tahun. dan potensi yang dapat dikumpulkan sebesar 16.000
BOE/ tahun.
4.2
Saran
Perhitungan akan lebih baik jika diketahui secara detil mengenai lokasi
pembudidayaan tanaman kaliandra hingga tingkat kabupaten agar analisis menjadi
lebih fokus. Selain itu, perhitungan potensi akan lebih akurat jika dimiliki data ril
jumlah biomassa kaliandra yang dihasilkan tiap tahunnya. Perhitungan pada
penelitian ini masih menggunakan pendekatan empirik berdasarkan jumlah
populasi tanaman kaliandra pada tahun 2013 sehingga perhitungan menjadi relatif
tidak akurat. Selain itu, diperlukan juga data pemanfaatan biomassa tersebut untuk
aktivitas lain sehingga perhitungan potensi yang dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Basu, P. (2010). Biomass Gasification and Pyrolysis Practical Design and Theory.
Oxford, Amerika Serikat: Elsevier.
Hendrati, R., Suwandi, & Margiyanti. (2014). Budidaya Kaliandara (Calliandra
calothyrsus) untuk Bahan Baku Sumber Energi. Bogor: Penerbit IPB Press.
Hendriawan, I., Fanindi, A., & Semali, A. (2005). Karakteristik dan Pemanfaatan
Kaliandra (Caliandra calothyrsus). Lokakarya Nasional Tanaman Pakan
Ternak , 141-148.
Stewart, J., Mulawarman, Roshetko, J., & Powell, M. (2001). Produksi dan Pemanfaatan
Kaliandra (Calliandra calothyrsus) . Bogor: International Center for Research
in Agroforestry.
Suryanto, F. (1999). Manfaat Tanaman Kaliandra dalam Usaha Pertanian. Balai
Penelitian Ternak (pp. 90-93). Bogor: Balai Penelitian Ternak.
Badan Pusat Statistik. (2013). Jumlah Rumah Tangga, Populasi Tanaman dan Rata-rata
Populasi per Rumah Tangga Budidaya Tanaman Kehutanan Menurut
Komoditas. Diakses pada tanggal 2 September 2015 dari Badan Pusat Statistik:
http://st2013.bps.go.id/dev2/index.php/site/tabel?tid=62&wid=0000000000
Dwiyanto, U. (2015). Memanen Kaliandra Menjadi Energi Baru. Diakses pada tanggal 2
September 2015 dari Tempo : http://nasional.tempo.co/read/news/2015/04/
30/206662398/memanen-kaliandra-menjadi-energi-baru/3
ESDM:
http://esdm.go.id/berita/323-energi-baru-dan-
terbarukan/4530-potensi-bioenergi-di-indonesia-mencapai-49810mw.html
BAGIAN III
POTENSI KONVERSI TERMAL KARET
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tanaman karet merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dibudidayakan di
Indonesia selain kelapa sawit, tebu, dan sebagainya karena getah dari tanaman ini
banyak digunakan dalam dunia industri. Menurut data yang dikeluarkan oleh
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), luas lahan yang digunakan untuk
membudidayakan tanaman ini sekitar 3,4 juta hektar pada tahun 2013 . Produksi
tanaman karet akan mengalami penurun ketika tanaman ini sudah berumur sekitar
25 tahun hingga 30 tahun (Janudianto, dkk., 2013). Oleh sebab itu, proses
peremajaan (menanam bibit baru) tanaman karet perlu dilakukan agar target
produksi getah karet tetap tercapai. Kayu- kayu tua hasil permajaan umumnya
digunakan sebagai kayu yang digunakan dalam industri pembuatan mebel. Namun
tidak semua kayu karet yang dihasilkan termanfaatkan. Bahkan pada perkebunan
milik rakyat, proses peremajaan dilakukan dengan membakar kebun yang sudah
tua sehingga kayu- kayu tersebut hanya terbakar dan tidak termanfaatkan (Nancy
dan Gunawan, 2013). Konversi termal merupakan salah satu cara agar kayu ini
dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif Penelitian ini akan
memperkirakan potensi energi yang dapat diperoleh dari memanfaatkan kayu
karet.
1.2
Rumusan Masalah
Kayu karet hasil peremajaan dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri
pembuatan mebel. Industri mebel berbahan baku karet memang meningkatkan
nilai jual dari kayu karet yang sudah tidak digunakan. Namun, karena volume
kayu tua yang terlalu tinggi, masih banyak kayu yang tidak termanfaatkan.
Konversi termal merupakan salah satu cara untuk memanfaatkan limbah kayu ini.
Beberapa provinsi memiliki lahan yang luas sebagai kebun karet. Provinsiprovinsi tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daerah penghasil
energi dari konversi termal.
Berapa besar potensi timbul yang dimiliki oleh tanaman karet di masingmasing provisnsi di Indonesia untuk dijadikan sumber energi alternatif
melalui proses konversi termal?
2.
Berapa banyak kayu hasil peremajaan tanaman karet yang dapat digunakan
dan dikumpulkan di daerah tersebut sebagai bahan baku konversi termal?
3.
1.3
Pembatasan Masalah
Terdapat beberapa batasan- batasan yang digunakan pada penilitian ini. Tujuan
dari digunakannya batasan pada penelitian ini adalah untuk mempermudah
perhitungan dan analisis potensi energi yang dihasilkan dari kayu hasil
peremajaan tanaman karet. Batasan pertama yang digunakan adalah data- data
yang digunakan pada penelitian diperoleh dari data statistik dan pernyataanpernyataan yang diambil dari sumber lain. Selain itu, penelitian ini juga tidak
melibatkan studi lapangan.
1.4
Tujuan
2.
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tanaman Karet
Karet atau Hevea brasiliensis merupakan tanaman yang berasal dari benua
Amerika dan saat sudah menyebar ke berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia.
Tanaman ini masuk ke Indonesia sejak dari masa penjajahan Belanda dan sejak
saat itu, tanaman ini menjadi komoditi yang memberikan sumbangsih yang besar
bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tanaman ini menghasilkan getah atau
lateks yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi karena getah tanaman ini dapat
digunakan sebagai bahan baku industri karet (Boerhendhy dan Agustina, 2006).
Tanaman mampu hidup hingga umur 40 tahun. Namun, usia produktif dari
tanaman ini sekitar 20 hingga 25 tahun . Oleh sebab itu, setelah pohon karet
berumur sekitar 30 tahun, peremajaan atau penggantian pohon tua dengan yang
baru perlu dilakukan agar produksi latek tanaman ini tetap optimal (Janudianto,
dkk., 2013). Diperkirakan ada 3,4 juta hektar lahan yang digunakan untuk
membudidayakan tanaman ini. Jika setiap hektarnya terdapat sekitar 550 pohon
karet dan jumlah pohon karet yang perlu diremajakan setiap tahunnya berjumlah
3%, maka ada sekitar 56 juta pohon karet yang harus ditebang atau diganti dengan
tanaman baru (Nancy dan Gunawan, 2013). Biomassa yang berlimpah ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri mebel karena struktur kayu karet cukup
kuat. Meskpiun demikian, jumlah biomassa ini tetap berlimpah dan kerap kali
dibakar begitu saja tanpa termanfaatkan. Padahal dengan jumlah yang sedemikian
besar, kayu- kayu tersebut dapat menghasilakan energi yang tinggi bila diolah
melalui konversi termal.
2.2
Indonesia merupakan negara terbesar kedua sebagai penghasil karet dengan luas
lahan total sebesar 3,4 juta hektar pada tahun 2013. Sebagian besar, perkebunan
karet tersebar di pulau Sumatera dan Kalimantan. Sumatera Selatan, Jambi,
Kalimantan Barat, Riau, dan Kalimantan tengan merupakan 5 provinsi dengan
luas lahan karet terbesar di negara ini (BKPM, 2013). Tabel 2.1 menunjukkan
secara detil luas lahan perkebunan karet di masing- masing daerah pada tahun
2013.
Tabel 2. 8 5 Provinsi di Indonesia dengan luas lahan perkebunan karet terbesar
Lebih jauh lagi, setiap provinsi masih memiliki 5 kabupaten dengan luas lahan
perkebunan karet terbesar. Alasan mengapa hanya 5 kabupaten saja yang
difokuskan adalah untuk melihat seberapa besar biomassa yang dapat
dikumpulkan ketika setra pengumpulannya hanya terdapat di beberapa lokasi
dengan luas lahan terbesar. Tabel 2,2 hingga tabel 2.6 menunjukkan secara
lengkap luas lahan di kabupaten- kabupaten dengan lahan terbesar di tiap- tiap
provinsi pada tahun 2013.
Tabel 2. 9 5 Kabupaten di Sumatera Selatan dengan luas lahan perkebunan karet terbesar
Tabel 2. 11 5 Kabupaten di Kalimantan Barat dengan luas lahan perkebunan karet terbesar
BAB III
HASIL PERHITUNGAN
3.1 Potensi Timbul
Potensi timbul dari biomassa kayu hasil peremajaan perkebunan karet merupakan
potensi energi yang dihasilkan dari seluruh pohon yang dapat diremajakan setiap
tahunnya. Setiap tahun luas lahan yang dapat diremajakan berkisar 3% dari total
keseluruhan luas lahan. Setiap peremajaan perkebunan karet dapat menghasilkan
kayu sebanyak 50 m3/ tahun (Boerhendhy dan Agustina, 2006). Massa jenis kayu
karet kering sebesar 595 kg/m3 (Department of Agriculture and Fisheries, 2010).
Nilai lower heating value (LHV) dari biomassa sebesar 18.000 kJ/ kg biomassa
kering. Efisiensi dari konversi termal adalah 30% (Basu, Biomass Gasification
and Pyrolysis Practical Design and Theory, 2010). Melalui data- data ini, maka
perhitungan potensi energi timbul dari konversi termal dapat dihitung melalui
rumus:
Potensi Energi (kJ )=Produksi kayu kering LHV 0,3
Konversi potensi energi dari kJ menjadi barrel oil equivalent (BOE) dapat
dilakukan dihitung dengan menggunakan faktor konversi 1,71x10-7 (BOE/kJ).
Tabel 3.1 hingga tabel 3.6 menunjukkan potensi timbul dari setiap lokasi yang
telah didefinisikan sebelumnya.
Tabel 3. 15 Potensi energi timbul dari 5 provinsi dengan luas kebun karet terbesar di Indonesia
Tabel 3. 16
Potensi energi timbul dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet terbesar di Sumatera
Selatan
Tabel 3. 17
Potensi energi timbul dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet terbesar di Jambi
Tabel 3. 18
Potensi energi timbul dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet terbesar di
Kalimantan Barat
Tabel 3. 19
Potensi energi timbul dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet terbesar di Riau
Tabel 3. 20
Potensi energi timbul dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet terbesar di
Kalimantan Tengah
Tabel 2. 15 Potensi energi yang dapat dikumpulkan dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet
terbesar di Sumatera Selatan
Tabel 2. 16 Potensi energi yang dapat dikumpulkan dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet
terbesar di Jambi
Tabel 2. 17 Potensi energi yang dapat dikumpulkan dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet
terbesar di Kalimantan Tengah
Tabel 2. 18 Potensi energi yang dapat dikumpulkan dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet
terbesar di Riau
Tabel 2. 19 Potensi energi yang dapat dikumpulkan dari 5 kabupaten dengan luas kebun karet
terbesar di Kalimantan Tengah
Tabel 3.12 menunjukkan jumlah energi yang dihasilkan dari 5 kabupaten di tiap- tiap
provinsi. Diperoleh ebergi sekitar 1 juta BOE tiap tahunnya.
Tabel 2. 20 Total energi yang dapat dikumpul dari 5 provinsi dengan luas lahan perkebunan karet
terbesar
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Saran
Perhitungan potensi akan lebih akurat jika dimiliki data riil jumlah biomassa karet
yang yang dihasilkan tiap tahunnya. Perhitungan pada penelitian ini masih
menggunakan pendekatan empirik sehingga perhitungan menjadi tidak begitu
akurat. Selain itu, diperlukan juga data pemanfaatan biomassa tersebut untuk
aktivitas lain sehingga perhitungan potensi yang dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Basu, P. (2010). Biomass Gasification and Pyrolysis Practical Design and Theory.
Oxford: Elsevier.
Boerhendhy, I., & Agustina, D. (2006). Potensi Pemanfaatan Kayu Karet untuk
Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat. Jurnal Litbang Pertanian ,
25 (2), 61-67.
Janudianto, Prahmono, A., Napitupulu, H., & Rahayu, S. (2013). Panduan Budidaya
Karet untuk Petani Skala Kecil. World Agroforestry Center. Bogor: World
Agroforestry Center.
Nancy, C., & Gunawan, A. (2013). Kayu Karet dapat Menggantikan Kayu Hutan Alam.
Palembang: Badan Penelitian Sembawa.
BKPM. (2013). Badan Koordinasi Penanaman Modal. Retrieved September 2, 2015 from
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commodity.php?ic=4
Department of Agriculture and Fisheries. (2010). Queensland Government Department of
Agriculture and Fisheries. Retrieved September 2, 2015 from
https://www.daf.qld.gov.au/forestry/using-wood-and-its-benefits/woodproperties-of-timber-trees/rubberwood