Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi baru lahir sangat berisiko terhadap berbagai masalah kesehatan salah
satunya kejadian jaundice atau hiperbilirubin. Normalnya, baru baru lahir mengalami
jaundice tidak lebih dari 24 jam dan terjadinya hanya pada bagian wajah dan bagian
dada bayi. Selain itu, pada bayi yang lahir premature, sangat berisiko mengalami
hiperbilirubin karena organ liver yang belum matur. Bayi baru lahir dikatakan
bilirubin apabila terdapat warna kuning dibadannya menyebar hingga ekstremitas dan
waktunya lebih dari 4 hari.
Berdasarkan data depkes RI (2006), angka kejadian ikterik pada bayi cukup
bulan 25-50%. Terdapat beberapa perbedaan angka kejadian hiperbilirubinemia di
beberapa negara. Bayi baru lahir menderita hiperbilirubinemia fisiologis dalam
minggu pertama kehidupan sebanyak 65% di Amerika serikat pada tahun 1998, di
Malaysia sebanyak 75%. Di Indonesia sendiri kejadian hiperbilirubinemia fisiologis
pada bayi cukup bulan di beberapa rumah sakit pendidikan berbeda-beda. Data di
Rumah Sakit Kariadi Semarang tahun 2003 kejadian hipebilirubinemia fisiologis
sebanyak 78%, pada Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangunkusumo selama
tahun 2003 melaporkan sebanyak 23,8% bayi baru lahir memiliki kadar bilirubin
darah di atas 13 mg/dL. Data Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sutomo Surabaya
menyebutkan ada 9,8 % kejadian hiperbilirubinemia (2002) dan meningkat jadi
15,66% pada tahun 2003 (Moeslichan, dkk. 2004).
Salah satu penanganan yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah
bilirubin bayi baru lahir adalah dengan menggunakan terapi blue light. Terapi blue
light

adalah terapi untuk mengatasi keadaan hiperbilirubunemia dengan

menggunakan sinar berenergi tinggi yang mendekati kemampuan maksimal untuk


menyerap bilirubin. Biasanya sering digunakan dan paling efisien adalah sinar biru

dengan panjang gelombang 425-475 nm. Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau
setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal.
Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah
larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya
menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang
lebih fatal. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bunyaniah (2013) yang berjudul
pengaruh fototerapi terhadap derajat ikterik pada bayi baru lahir di RSUD dr.
Moewardi Surakarta menunjukan hasil yang signifikan, setelah 24 jam fototerapi
terjadi penurunan derajat ikterik dari derajat 5 (60%) menjadi derajat 3 (55%),
kemudian setelah 36 jam fototerapi sebagian besar menjadi derajat ikterik 3 (86,7%).
Namun, dalam penggunaan terapi ini ada komplikasi yang paling sering terjadi
salah satunya kerusakan retina. Sinar biru pada saat melakukan foto terapi dapat
mengenai mata sehingga lama kelamaan akan merusak retina. Salah satu cara yang
bisa digunakan untuk mengurangi masalah kerusakan retina yaitu dengan
menggunakan pelindung mata sinar biru.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilkukan di RS PKU muhammadiyah
Temanggung, saat dilakukan pemberian terapi blue light, belum memakai pelindung
mata khusus untuk bayi yang menjalani terapi blue light. Mata bayi hanya ditutup
dengan kasa yang dalamnya diberikan karbon dan diberikan hypafix. Oleh karena
itulah, kita tertarik membuat pelindung mata sinar biru yang berbahan film negative
rontgen yang dilapisi kain flanel untuk bayi baru lahir yang menjalani terapi blue
light.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas maka mahasiswa tertarik untuk mengetahui
keefektifan penggunaan pelindung mata berbahan film pada bayi yang diberikan
terapi fototherapy.
C. Tujuan

Untuk mengetahui keefektifan penggunaan pelindung mata berbahan film


pada bayi yang diberikan terapi fototherapy.
D. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
RS dapat meningkatkan patient safety dan dapat mengelola bahan bekas film
untuk dijadikan pelindung mata yang bermanfaat bagi bayi.
2. Bagi Bayi
Agar pelindung mata tidak mudah lepas dan tidak terjadi iritasi pada daerah yang
dipasangi pelindung mata saat foto terapi.
3. Bagi Mahasiswa
Dapat menambah pengalaman baru dan mengetahui efektifitas penggunaan bahan
film sebagai pelindung mata pada bayi yang menjalani terapi fototherapy.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hiperbilirubin
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer,2008).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia)
yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C.
Smeltzer, 2002).
B. Penyebab Hiperbilirubin
a. Peningkatan produksi :
- Hemolisis, misal pada

Inkompatibilitas

yang

terjadi

bila

terdapat

ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan


-

ABO.
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang

terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis.


Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) ,
diol (steroid).

Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin Indirek

meningkat misalnya pada berat lahir rendah.


- Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
C. Tanda gejala Hiperbilirubin
1. Kulit berwarna kuning sampe jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Reflek hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologic
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa
12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi
13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4
dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi
D. Patofisiologi hiperbilirubin
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi
dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi
dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak
larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek).

Karena ketidaklarutan ini,

bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu
zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin

dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan
oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari
usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali
dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat
ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada
dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul
ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al, 2008). Hiperbilirubinemia dapat
disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk
ekskresikannya

atau

disebabkan

oleh

kegagalan

hati(karena

rusak)

untuk

mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya


kerusakan

hati,

obstruksi

saluran

ekskresi

hati

juga

akan

menyebabkan

hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan
jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan
berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut
ikterus atau jaundice (Murray et al,2009).
E. Pengertian Fototherapy
Fototerapi merupakan terapi dengan memanfaatkan energy sinar untuk
mengubah bentuk dan struktur bilirubin yakni mengubah bilirubin indirek menjadi
direk, diddalam usus bilirubin direk akan terikat oleh makanan menjadi molekul yang
dapat diekskresikan melalui feses (Maisels, 2008). Fototerapi merupakan terapi yang
dilakukan dengan menggunakan cahaya dari lampu fluoresent khusus dengan

intensitas tinggi, secara umum metode ini efektif untuk mengurangi serum bilirubin
dan mencegah ikterus (potss & Mandleco, 2007).
Fototerapi adalah terapi sinar menggunakan energi tinggi yang dapat
menembus jaringan dalam rangka membunuh sel neoplasma. Fototerapi digunakan
untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubinemia
jinak hingga moderat. Fototerapi dapat menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin
indirect yang mudah larut di dalam plasma dan lebih mudah di ekskresi oleh hati ke
dalam saluran empedu. Meningkatnya foto bilirubin dalam empedu menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic usus
meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus.
F. Alat fototerapi
Alat fototerapi menggunakan bola lampu berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari
biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes
(Porter & Dennis, 2002). Berdasarkan American Academy of pediatrics (2004),
spectrum cahaya yang dikirim oleh unit fototerapi ditentukan oleh tipe sumber cahaya
dan filter yang digunakan, biasanya terdiri dari daylight, cool white, blue atau special
blue flouresent tubes.
G. Mekanisme Kerja fototerapi
Cara kerja fototerapi adalah dengan engubah bilirubin menjadi bentuk yang
larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin.ketika bilirubin
mengabsorbsi cahay, terjdi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi
ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat
dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak
degradasi bilirubin akibat fototerapi pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma
tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin.
Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung
bisa dieksresikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa
dieksresikan lewat urin (Maisels & McDonagh, 2008).

Paparan sinar terhadap permukaan tubuh bayi secara terus menerus


menyebabkan peningkatan suhu tubuh dan mengawali terjadinya peningkatanaliran
darah perifer dan kehilangan cairan yang tidak disadari selama fototerapi (Maisels &
McDonagh, 2008).
H. Prodesur Fototerapi
Prosedur tetap fototerapi RS PKU Muhammadiyah Temanggung (2010):
1. Tutup mata bayi dengan pelindung mata yang gelap
Bayi yang dilakukan fototerapi, menggunakan penutup mata yang terbuat dari
kasa yang didalamnya terhadap karbon atau bahan yang gelap. Kassa tersebut
kemudian dijadikan penutup mata bayi yang direkatkan dengan menggunakan
hypafix. Penggunaan hypafix saat fototerapi kurang efektif karena mudah lepas
dan dalam jangka waktu yang lama dapat membuat kulit bayi menjadi iritasi. Hal
inilah yang menjadi salah satu alasan untuk dibuat kaca mata khusus untuk bayi
yang menjalani fototerapi.
Kaca mata fototerapi ini, dibuat dari bahan yang aman dan nyaman untuk bayi
khususnya bayi yang dilakukan fototerapi. Sehingga dengan adanya kaca mata
khusus untuk fototerapi, dapat membuat kulit bayi terhindar dari resiko iritasi
akibat penggunaan hypafix saat fototerapi.
2. Atur jarak lampu dengan badan bayi sekitar 40-60 cm
3. Usahakan agar kulit bayi sebanyak mungkin terkena sinar secara langsung, tidak
terhalang selimut, pakaian dan lain-lain.
4. Alat fototerapi dihubungkan dengan sumber arus listrik, tekan tombol power ke
posisi ON dan lampu akan menyala.
5. Catat waktu alat mulai bekerja, untuk mempermudah mengetahui berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk terapi.
6. Bila terapi telah selesai tekan tombol power ke posisi OFF dan lampu akan
padam.
7. Lepas kabel penghubung arus listrik
8. Alat dirapikan kembali

BAB III
Metode Penelitian
A. Desain penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif statistik dengan pendekatan
kuantitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas pengunaan
kaca mata pelindung pada bayi yang sedang dilakukan fototerapi di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Temanggung. Rancangan yang digunakan adalah cross
sectional artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja pada saat
penelitian (Notoatmojo, 2012).
B. Populasi dan Sample
1. Populasi
Populasi merupakan setiap subjek penelitian yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (Nursalam,2008). Populasi pada penelitian ini yaitu semua bayi yang
sedang dilakukan fototerapi di Rumah sakit PKU Muhammdaiyah Temanggung.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagia
subjek penelitian melalui sampling. Cara pengambilan sampel pada penelitian ini
adalah accidental sampling selama satu minggu. Accidental sampling adalah
metode pemilihan sampel dengan cara mengambil sampel yang kebetulan muncul
pada saat penelitian.
Kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu :
a. Bayi yang terdiagnosa hiperbilirubin di bangsal Multazam RS PKU
Muhammadiyah Temanggung.

b. Bayi yang mendapatkan fototerapi di bangal Multazam RS PKU


Muhammadiyah Temanggung.
C. Lokasi dan waktu Penerapan alat pelindung mata
1. Lokasi
Penerapan alat dilaksanakan di bangsal Multazam RS PKU Muhammadiyah
Temanggung
2. Waktu
Penerapan alat dilaksanakan pada bulan Agustus 2016.
D. Instrumen Penelitian
Pelindung mata (peta) untuk melindungi mata bayi saat di berikan terapi fototerapi.
E. Alat dan Bahan
1. Alat
- Benang
- Jarum jahit
- Gunting
2. Bahan
- Kain flannel
- Kertas foto rontgen
- Busa
- Kain perekat
F. Prosedur pembuatan pelindung mata
1. Kain dipotong mengikuti pola yang sudah di cetak sesui ukuran mata bayi.
2. Masukan kertas foto rontgen kedalam kain dan jahit mengikuti pola yang sudah
ada.
3. Tambahkan busa di dalam pelindng mata agar semakin nyaman saat di gunanakan.
4. Pada bagian sisi kanan kiri, di beri pengait untuk mengaitkan pelindung mata di
kepala bayi.
5. Pada pengait sudah diberikan ukuran yang flexible agar tidak terlalu kencang atau
terlalu longgar saat pelindung mata di gunakan.

Anda mungkin juga menyukai