Anda di halaman 1dari 11

Skripsi, Januari 2012

Ika Rokhyanti
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA SEBAGAI PMO
DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA FASE INTENSIF
PENDERITA TBC DI PUSKESMAS TOROH I KABUPATEN GROBOGAN
(xv + 65 halaman + 11 lampiran)
ABSTRAK
Latar Belakang: Tuberkulosis paru (TB paru) adalah jenis penyakit kronis yang
masih menjadi masalah kesehatan dunia. Di Indonesia sendiri terjadi peningkatan
kasus dari tahun ke tahun. Dukungan sosial keluarga sangat berpengaruh terhadap
kepatuhan minum obat pada fase intensif penderita TB.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
dukungan sosial keluarga sebagai PMO dengan kepatuhan minum obat pada fase
intensif penderita TBC di Puskesmas Toroh I Kabupaten Grobogan.
Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan
cross sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 25 orang. Instrumen
penelitian adalah dengan menggunakan kuisioner dukungan sosial dan kuisioner
kepatuhan minum obat. Analisis data yang digunakan dengan program SPSS 16.0
for windows dengan uji korelasi Spearman rank.
Hasil Penelitian: Ada hubungan yang positif dan bermakna antara dukungan
sosial keluarga sebagai PMO dengan kepatuhan minum obat pada fase intensif
penderita TB paru dengan p value 0,003 <0,05 dan coefisien korelasi (r s) sebesar
0,567. Hasil pengukuran dukungan sosial yang termasuk kategori tinggi sebanyak
22 responden (88%), yang termasuk kategori sedang sebanyak 2 orang (8%), dan
yang termasuk kategori rendah sebanyak 1 responden (4%). Sedangkan
Kepatuhan minum obat juga terlihat baik yaitu sebanyak 22 orang (88%) patuh
minum obat dan hanya 3 orang (12%) yang tidak patuh minum obat.
Kesimpulan: Ada hubungan yang sangat bermakna antara dukungan sosial
keluarga sebagai PMO dengan kepatuhan minum obat pada fase intensif penderita
TB di Puskesmas Toroh I Kabupaten Grobogan.
Kata Kunci

: Dukungan Sosial Keluarga, Kepatuhan Minum Obat, Penderita


TBC
Kepustakaan : 31 (tahun 2000 2010)

PENDAHULUAN

dan mencegah efek samping lebih lanjut,

Data P2TB paru menunjukkan adanya

mencegah timbulnya resistensi obat. Sedangkan

peningkatan kasus TB-paru dari tahun ke tahun.

pengobatan lanjutan bertujuan menghilangkan

Diperkirakan

bakteri yang tersisa (Bahar, 2001).

ada

sekitar

450.000

orang

penderita TB baru setiap tahun dan sebanyak

Berdasarkan

data

Dinas

Kesehatan

itu pula yang tidak terdiagnosis di masyarakat,

Kabupaten Grobogan (2010), kasus TB paru

sedang yang meninggal akibat TB diperkirakan

dalam satu kawedanan ditemukan dengan CDR

175.000 orang setiap tahun. Diperkirakan

di wilayah kerja Puskesmas Geyer I sebesar

seorang penderita TB aktif dapat menularkan

51,97%, Puskemas Geyer II sebesar 12,14%,

basil TB kepada 10 orang di sekitarnya

Puskesmas Toroh I sebesar 16,07%, Puskesmas

(Girsang, 2002).

Toroh II sebesar 4,73%, Puskesmas Purwodadi

Usaha dalam menumpas penyakit TB


ini

WHO

(Organisasi

Dunia)

sebesar 14,49%. Meskipun CDR kasus TB paru

sebenarnya telah memperkenalkan strategi

di Puskesmas Toroh I menduduki peringkat

DOTS (Directly Observed Treatment Short-

kedua, namun persentase cakupan keberhasilan

cource). Strategi ini terdiri atas lima komponan

program konversi pasien TB paru BTA (+) ke

utama

politik,

BTA (-) Puskesmas Toroh I menduduki

pemeriksaan

peringkat terbawah yaitu hanya 90% yang

mikroskopik, terjaminnya penyediaan obat

berhasil, sedangkan Puskesmas lain dalam satu

yang merata dan tepat waktu, adanya sistem

kawedanan tersebut sudah berhasil 100%. Jadi

monitoring yang baik, dan adanya program

berdasarkan alasan tersebut peneliti memilih

pengawasan keteraturan minum obat disertai

lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas

jaminan agar setiap pasien pasti minum obat

Toroh I.

yakni

tersedianya

adanya

Kesehatan

I sebesar 11,48% dan Puskesmas Purwodadi II

komitmen

pelayanan

sampai tuntas. Penanganan TB secara langsung,

Dari studi pendahuluan didapatkan data

terawasi, cepat, dan tuntas ini sebenarnya

bahwa jumlah penderita TB di Puskesmas

ampuh dan efektif untuk menumpas TB

Toroh I pada bulan Januari sampai Oktober

(Depkes RI, 2008).

tahun 2011 sebanyak

25 orang, jumlah

Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap

penderita 14 orang masih dalam proses

yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Fase

pengobatan, 6 orang pengobatan lengkap, 4

intensif bertujuan untuk mendapatkan konversi

orang

sputum dengan cepat, menghilangkan keluhan

Mengingat masih banyaknya penderita TBC

sembuh

dan

orang

meninggal.

yang

masih

dalam

proses

pengobatan,

motivasi

keluarga

dilakukan

dengan

dukungan sosial sangat dibutuhkan dalam hal

menghitung prosentase dari skor yang didapat

kepatuhan

dari keseluruhan skor (Nursalam, 2003), yaitu

minum

obat

penderita

TBC

(Register TB Puskesmas Toroh I, 2011).

dukungan

keluarga

tinggi:

76%-100%,

dukungan keluarga sedang: 56%-75%, dan


METODOLOGI PENELITIAN
Pada

penelitian

ini

adalah

survei

dukungan

keluarga

kepatuhan

penderita

rendah:

<56%.

Data

dalam

minum

obat

analitik, dengan pendekatan cross sectional.

dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner

Besar

tertutup

sampel

menggunakan

teknik

total

dari

Suhadi

(2005),

yang

sampling. Besar sampel dalam penelitian ini

dimodifikasikan oleh peneliti sejumlah 10 item

adalah

dengan alternatif jawaban ya bila dikerjakan

25

responden.

Penelitian

ini

dilaksanakan bulan Desember tahun 2011.

dan

Tempat penelitian di Puskesmas Toroh I

responden selama menjalani pengobatan. Untuk

Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.

pertanyaan favorable, skor 1 diberikan pada

Data dukungan sosial yang diperoleh


penderita

TB

paru

dikumpulkan

dengan

menggunakan kuesioner yang dibuat sendiri


oleh peneliti dengan menggunakan alternatif
jawaban dari skala Likert yaitu SL (selalu), S
(sering), K (kadang-kadang), JR (jarang), TP
(tidak pernah), (Azwar, 2004). Skor 4 diberikan
pada jawaban SL, skor 3 untuk jawaban S, skor
2 untuk jawaban K, skor 1 untuk jawaban JR
dan skor 0 untuk jawaban TP. Pengkategorian

tidak

bila

tidak

dikerjakan

oleh

jawaban ya dan 0 untuk jawaban tidak.


Untuk

pertanyaan

unfavorable,

skor

diberikan untuk jawaban ya dan 1 untuk


jawaban tidak. Penilaian dilakukan dengan
total skor, total skor tertinggi yang bisa dicapai
adalah 10 dan terendah 0. Skor yang terukur
akan dikategorikan patuh untuk skor kepatuhan
minum obat > 5 dan tidak patuh untuk skor <5
yang merupakan skala nominal. Uji reliabilitas
instrumen menggunakan Cronbach Alpha.
Analisis data menggunakan Spearman rank

HASIL PENELITIAN
a.

2. Kepatuhan Minum Obat

Analisa Univariat

Tabel 4. 2. Distribusi
Frekuensi
Kepatuhan Minum Obat
Responden Penderita TB
Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas
Toroh
I
Kabupaten Grobogan Tahun
2011.

1. Dukungan Sosial Keluarga


Besarnya

dukungan

sosial

keluarga sebagai PMO yang diterima


oleh para responden yang menjalani
pengobatan

di

Puskesmas

Toroh I
No Kepatuhan

dilihat pada tabel berikut:

1
Patuh
22
2 Tidak Patuh
3
Jumlah
25
Sumber: Data penelitian, 2011
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa

Tabel 4.1. Distribusi Dukungan Sosial


Keluarga
sebagai
PMO
Penderita TB Paru di Wilayah
Puskesmas
Toroh
I
Kabupaten Grobogan Tahun
2011.
Dukungan
Prosentase
No
Sosial
Frekuensi
(%)
Keluarga
1 Tinggi
22
88
2 Sedang
2
8
3 Rendah
1
4
Jumlah
25
100
Sumber: Data penelitian, 2011
Dari tabel 4.1 diketahui bahwa
tingkat

dukungan

sosial

Frekuensi

Prosentase
(%)
88
12
100

Kabupaten Grobogan Tahun 2011 dapat

mayoritas responden patuh untuk minum


obat sebanyak 22 responden (88%) dan
responden yang tidak patuh minum obat
sebanyak 3 responden (12%).
b.

Analisa Bivariat Hubungan


Dukungan Sosial Keluarga sebagai PMO
dengan Kepatuhan Minum Obat
Dukungan
sosial
keluarga
diharapkan

dapat

meningkat

kepatuhan

keluarga

penderita TB Paru pada fase intensif untuk

sebagai PMO pada responden untuk

rutin minum obat. Hubungan dukungan

minum obat sebagian besar termasuk

sosial

kategori tinggi sebanyak 22 orang (88%)

kepatuhan minum obat penderita TB Paru di

dan yang termasuk kategori rendah

Puskesmas Toroh I Tahun 2011 dapat dilihat

sebanyak 1 orang (4%).

pada tabel berikut

keluarga

sebagai

PMO

dengan

Tabel 4.7. Hubungan Dukungan sosial


keluarga sebagai PMO dengan
Kepatuhan
Minum
Obat
Penderita TB Paru di Puskesmas
Toroh I Tahun 2011.
Kepatuhan Minum Obat
Dukungan
Jumla
%
Tidak
Sosial
h
Patuh %
Patuh
%
Tinggi
22 100
0
0
22 100
Sedang
0
0
2
100
2 100
Rendah
0
0
1
100
1 100
Jumlah
22 88
3
12
25 100
Sumber: Data penelitian, 2011
Dari tabel 7 di atas menunjukkan

dengan nilai p value 0,003. Karena nilai rs


hitung lebih dari rs table dan nilai p < 0,05
maka

dapat

disimpulkan

bahwa

ada

hubungan dukungan sosial keluarga sebagai


PMO

dengan

kepatuhan

minum

obat

penderita TB Paru di Puskesmas Toroh I


Tahun

2011.

menunjukkan

Nilai

koefisien

adanya

korelasi

hubungan

yang

berbanding lurus yaitu apabila semakin


tinggi dukungan sosial keluarga sebagai

bahwa dukungan sosial yang termasuk

PMO maka akan meningkatkan kepatuhan

kategori tinggi sebanyak 22 orang (100%)

minum obat pada penderita TB Paru.

yang keseluruhannya patuh minum obat dan


yang termasuk kategori dukungan sosial

PEMBAHASAN

keluarga sedang sebanyak 2 orang (100%)

a. Analisa Univariat

yang semuanya tidak patuh minum obat.


Sedangkan

yang

termasuk

1.

Dukungan Sosial Keluarga

kategori

Dukungan

sosial

keluarga

dukungan sosial keluarga rendah sebanyak 1

sebagai PMO yang termasuk tinggi

orang (100%) dan tidak patuh minum obat.

sebanyak 22 orang (88%). Hal ini

Tabel 4.7. Hasil Uji Statistik Hubungan


Dukungan
sosial
keluarga
sebagai PMO dengan Kepatuhan
Minum Obat Penderita TB Paru
di Puskesmas Toroh I
Hubungan Dukungan sosial
keluarga sebagai PMO dengan
No
Nilai
Kepatuhan Minum Obat
Penderita TBC
1
Koefisien korelasi (rs)
0,567
2
p value
0,003
Sumber: Data penelitian, 2011

dikarenakan adanya ikatan yang erat

Berdasarkan table 4.7 di atas dapat

pada salah satu anggota kelompok dapat

diketahui bahwa nilai koefisien korelasi rank

mempengaruhi seluruh sistem. Keluarga

spearman = 0,567 dan rs table = 0,337

juga

antara anggota keluarga sehingga saling


memberikan

dukungan

apabila

ada

anggota keluarga yang sakit dan juga


dukungan
mendukung

dari

teman-teman

pasien

untuk

sangat
berobat.

Menurut Kunjtoro (2002) menyebutkan


bahwa keluarga dipandang sebagai satu
sistem, maka gangguan yang terjadi

mempunyai

fungsi

afektif

diantaranya adalah saling mengasuh,

teman-teman dan sanak famili, sifat

cinta

kerangka sosial apakah lebih tertutup

kasih,

saling

mencintai

dan

mendukung.

atau menyebar dan cara seorang individu

Sedangkan

penderita

dengan

merasakan dukungan yang diberikan

dukungan sosial sedang 2 orang (8%),

oleh teman dan sanak familinya (Niven,

rendah 1 orang (4%) dan kesemuanya

2000).

tidak patuh minum obat, terjadi karena

2. Kepatuhan Minum Obat

tidak adanya dukungan dan motivasi dari

Dari hasil penelitian menunjukan

keluarga atau teman. Hal ini karena

bahwa kepatuhan penderita TBC di wilayah

kurang eratnya hubungan antar anggota

kerja Puskesmas Toroh I untuk minum obat

keluarga, sehingga apabila ada keluarga

TBC, tinggi yaitu dari 25 responden yang

yang sakit, keluarga yang lain kurang

diambil, 22 orang (88%) penderita patuh

perhatian dan tidak peduli dengan

untuk minum obat TBC. Responden yang

kesehatan anggota keluarga yang lain.

patuh ini dapat diartikan bahwa responden

Padahal seharusnya apabila ada keluarga

tersebut telah mempunyai konsep berfikir

yang sakit maka keluarga yang lain

yang positif. Setelah mereka mendapat

harus

dukungan.

dukungan sosial keluarga sebagai PMO

Kebanyakan anggota keluarga takut

terkait kondisi tubuhnya saat ini, kondisi

apabila berdekatan dengan keluarga

penyakitnya

yang disangka menderita TB paru,

tentang pengobatan penyakitnya sehingga

sehingga muncul sikap berhati-hati agar

responden mengetahui secara jelas tentang

tidak tertular penyakit TB paru. Tetapi

penyakitnya dan akhirnya mereka patuh

perilaku tersebut justru berdampak pada

untuk

kondisi

dan

responden lainnya sebanyak 3 orang (12%)

mempengaruhi

tidak patuh untuk minum obat TBC.

keberhasilan pengobatan. Ini berarti

Responden yang tidak patuh dapat diartikan

dukungan sosial yang dibutuhkan tidak

mereka belum mempunyai konsep berpikir

didapatkan secara optimal.

yang

memberikan

psikologis

akhirnya

akan

Dukungan

penderita

sosial

serta

minum

positif

mendapat

obat

atau

TBC.

belum

pengertian

Sedangkan

mempunyai

juga

kesadaran dari diri pribadi mereka tentang

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor

penyakit yang dideritanya. Sehingga mereka

tersebut yaitu perilaku sportif aktual dari

tidak patuh meminum obat TBC selama

proses

pengobatan

yang

diberikan,

b. Analisa Bivariat Hubungan Dukungan

walaupun sudah mendapat interaksi dari

sosial keluarga sebagai PMO dengan

profesional kesehatan yang cukup tentang

Kepatuhan Minum Obat

kondisi penyakitnya dan pengobatan yang

Dari

hasil

analisa

yang

telah

harus diberikan. Kepatuhan dalam minum

dilakukan diperoleh hasil bahwa penderita

obat juga dipengaruhi oleh sikap optimis

TBC yang memiliki dukungan sosial tinggi

dari

yang

dan patuh untuk minum obat TBC sebanyak

asalkan

22 responden dan tidak ada responden

penderita

dideritanya

bahwa

penyakit

dapat disembuhkan

bersedia rutin untuk meminum obat.

dengan dukungan sosial tinggi yang tidak

Ada kemungkinan efek samping


pengobatan TBC

terhadap

sebaliknya, terdapat 2 responden dengan

penderita

dukungan sosial sedang dan 1 responden

menjalani pengobatan. Penderita yang tidak

dukungan sosial rendah, kesemuanya tidak

patuh

akan

patuh untuk minum obat TBC dan tidak ada

menghentikan minum obat setelah merasa

responden yang memiliki dukungan sosial

lebih baik atau merasa sembuh. Kebosanan

sedang maupun rendah namun patuh untuk

penderita karena lamanya waktu pengobatan

meminum obat TBC. Hal ini menunjukkan

juga akan menyebabkan penderita TBC

bahwa dukungan sosial keluarga penderita

tidak patuh dalam minum obat.

TBC

kepatuhan

dan

berpengaruh

patuh untuk minum obat TBC. Begitu juga

kelangsungan

dalam

minum

obat

sangat

berperan

penting

dalam

Seperti yang dikemukakan Niven

kepatuhan untuk meminum obat TBC bagi

(2000) menyatakan bahwa 48,7 % pasien

penderita penyakit TBC khususnya di

gagal meminum obat antibiotik, 37,5 %

wilayah kerja Puskesmas Toroh I.

gagal

meminum

obat-obatan

anti

Dari hasil analisa data menggunakan

tuberkulosis (OAT), dan 25 % sampai 75 %

Spearman rank dengan program SPSS for

meminum dosis yang salah, serta 30 %

windows

membuat yang potensial menjadi fatal. Oleh

kepercayaan 95 % atau : 0,05 diperoleh

karena itu kepatuhan dan keteraturan dalam

hasil p value 0,003 < 0,05 yang berarti

meminum obat TBC sangat penting dalam

bahwa adanya hubungan (korelasi) antara

proses penyembuhan penderita penyakit

dukungan sosial keluarga penderita TBC

TBC.

dengan kepatuhan minum obat TBC di

versi

16.0

dengan

tingkat

wilayah kerja Puskesmas Toroh I Kabupaten

Grobogan. Hal ini diperkuat dengan hasil

praktis dan konkrit dalam hal kebutuhan

angka koefisien korelasi Spearman rank

makan dan minum, istirahat, terhindarnya

0,567 yang lebih dari nilai rs tabel 0,337. Hal

penderita

ini menunjukkan bahwa antara dukungan

emosional berupa aspek-aspek dalam bentuk

sosial keluarga dan kepatuhan minum obat

afeksi,

mempunyai hubungan positif dan sangat

mendengarkan

bermakna, sehingga hipotesis bahwa ada

penderita merasakan ada keluhan terhadap

hubungan antara dukungan sosial keluarga

penyakitnya (Niven, 2000).

dari
adanya

kelelahan.
kepercayaan,
dan

Dukungan
perhatian,

didengarkan

ketika

sebagai PMO dengan kepatuhan minum obat

Dukungan yang kuat pada penderita

pada fase intensif penderita TB paru di

terutama dari pihak keluarga akan sangat

Puskesmas Toroh I dapat diterima.

membantu proses penyembuhan penyakit

Menurut

Kaplan

(2005)

TBC, misalnya terkait dengan kepatuhan

menyebutkan bahwa dukungan sosial dapat

minum

memberikan

terhadap

berlangsung cukup lama. Dukungan sosial

kesehatan seseorang melalui dua cara yaitu

dan masyarakat mempunyai andil besar

langsung

dan

Secara

dalam meningkat kepatuhan pengobatan,

langsung

dukungan

memberikan

dengan adanya pengawasan dalam minum

seseorang dorongan untuk berperilaku sehat

obat serta terkait pemberian semangat pada

sedangkan cara tidak langsung dukungan

penderita (Depkes RI, 2008).

pengaruh
tidak

positif
langsung.

sosial

obat

pada fase

intensif yang

sosial yang diterima dari orang lain akan

Kepatuhan minum obat pada fase

mengurangi ketegangan atau stres sehingga

intensif sangat penting karena pengobatan

tidak menimbulkan gangguan.

pada fase intensif ini bertujuan untuk

Dukungan sosial keluarga terdiri dari


dukungan
penilaian,

informasional,
dukungan

dukungan

instrumental

mencegah efek penyakit lebih lanjut dan


mencegah terjadinya resistensi obat.

dan

Hasil

penelitian

Pratiwi

Ari

Nugroho

(2002)

Hendrawati

(2008)

dukungan

emosional.

Dukungan

dalam

informasional

dalam

pemberian

meneliti tentang pola perawatan penderita

saran, sugesti, informasi, nasehat, usulan,

tuberkulosis paru di lingkungan keluarga

saran agar penderita selalu patuh untuk

selama pengobatan fase jangka pendek (6

minum obat. Dukungan instrumental dalam

bulan) di puskesmas di kota Yogyakarta.

bentuk keluarga sebagai sumber pertolongan

Dimana jenis penelitian deskriptif, dengan

bentuk

suatu pendekatan yang retrospektif dimana

pengetahuan tentang penyakit TB terhadap

subyek penelitiannya penderita yang telah

motivasi untuk sembuh penderita tuberkulosis

selesai menjalani pengobatan fase jangka

paru yang berobat di Puskesmas sidoarjo,

pendek. Hasil penelitian pola perawatan

lamongan,

penderita tuberkulosis paru di lingkungan

penderita tuberkulosis paru yang menjalani

keluarga

yang

perawatan 2 bulan, dengan 86 responden.

menunjukkan kriteria baik adalah perawatan

Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat

pada masalah psikososial dan pemantauan

hubungan

pengobatan

pengetahuan terhadap motivasi seseorang.

secara

keseluruhan,

penderita.

Sementara

untuk

jombang.

antara

Subyeknya

dukungan

adalah

sosial

dan

perawatan mengenai penataan lingkungan


rumah, pemenuhan kebutuhan rasa nyaman,
masalah

pernafasan

dan

pemenuhan

KESIMPULAN DAN SARAN


A.

KESIMPULAN

kebutuhan aktifitas istirahat masuk kriteria

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka

cukup baik.

dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

Fajarwati (2005) meneliti tentang


hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
sikap penderita tuberkulosis paru di balai
pengobatan

penyakit

Surakarta.

Penelitiannya

dengan

menggunakan

paru-paru

(BP4)

observasional

rancangan

cross

sectional, menggunakan desain penelitian


teknik simple random sampling. Subyeknya
adalah penderita tuberculosis paru yang
berobat di BP4 Surakarta pada tahun 2005.
Hasil penelitian hubungan antara tingkat
pengetahuan
tuberculosis

dengan
paru

sikap

penderita

menunjukkan

terdapat

berikut:
1. Dukungan

sosial

Selain itu juga ada penelitian yang


dilakukan oleh Rachmawati (2007) dalam

diperoleh penderita TB paru yang


berobat di Puskesmas Toroh I mayoritas
termasuk kategori tinggi sebanyak 22
responden

(88%),

kategori

sedang

sebanyak 2 orang (8%), dan kategori


rendah sebanyak 1 responden (4%).
2. Kepatuhan

minum

obat

pada

fase

intensif penderita TB Paru di Puskesmas


Toroh I mayoritas patuh minum obat
yaitu sebanyak 22 orang (88%) dan
orang (12%).
3. Ada hubungan antara dukungan sosial

Pratiwi Ari Hendrawati (2008) yang meneliti

keluarga

sebagai

tentang

kepatuhan

minum

dukungan

yang

yang tidak patuh minum obat yaitu 3

hubungan yang signifikan.

pengaruh

keluarga

sosial

dan

PMO
obat

dengan

pada

fase

intensif penderita TB paru di Puskesmas

luas

serta

metode

penelitian

Toroh I (p = 0,003 dan rs = 0,567).

berbeda seperti case control.

yang

B. SARAN
1. Bagi Perawat di Puskesmas Toroh I
Diharapkan
memberi

perawat

informasi

pada

REFERENSI
dapat

keluarga

Alimul. (2007). Pengantar Kebutuhan Dasar


Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

tentang pentingnya dukungan sosial


keluarga bagi keputusan penderita TB

Amril,

paru dalam kepatuhan minum obat.


2. Bagi Instansi (Puskesmas Toroh I)
Diharapkan dapat meningkatkan
kualitas dengan memberikan pelayanan
kesehatan bagi penderita TB paru dan
konseling dengan keluarga sehingga
dapat meningkatkan motivasi keluarga
untuk memberikan dukungan kepada
penderita TB paru

agar patuh dalam

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu


Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Bahar, A. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II Edisi Ke-3. Jakarta:
FKUI.
Bailon,

minum obat.
3. Bagi Ilmu Keperawatan
Diharapkan

dapat

dijadikan

sebagai salah satu acuan dan sumber


informasi

bagi

ilmu

keperawatan

khususnya perawatan dan pengobatan


TB paru dalam meningkatkan kepatuhan

Y., Surjanto E, Baktiar. (2003).


Keberhasilan
Directly
Observed
Therapy (DOT) pada Pengobatan TB
Paru Kasus Baru di BP4 Surakarta.
Jurnal Respiratologi Indonesia. Vol. 23.
No. 2.

S.G & Maglaya, A.S. (2000).


Perawatan Kesehatan Keluarga Suatu
Proses. Cetakan ke-2. Jakarta: Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan.

Budiarto.
(2002).
Biostatistika
untuk
Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Depkes

RI. (2008). Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2
Cetakan Kedua. Jakarta: Depkes.

minum obat.
4. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan

dapat

dijadikan

sebagai salah satu referensi tambahan


untuk melakukan penelitian lanjutan
dengan sampel dan populasi yang lebih

Kuntjoro, Z.S. (2002). Dukungan Sosial pada


Lansia. On Line: 12 Agustus 2011
Available
From:
http://www.epsikologi.com/lain-lain/Zainuddin.htm.

Girsang, M. (2002). Pengobatan Standar


Penderita
TBC.
Cermin
Dunia
Kedokteran. No. 137:5-6
Handayani, S. (2002). Respon Imunitas Seluler
pada Infeksi TB Paru. Cermin Dunia
Kedokteran. No. 137:33-36
Hastono, S.P. (2001). Modul Analisis Data.
Jakarta: FKM UI Press.
Intang, B.I. (2004). Evaluasi Faktor Penentu
Kepatuhan
Minum
Obat
Anti
Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten
Maluku Tenggara. Yogyakarta: Tesis
Pasca Sarjana UGM.
Isselbacher, Braundwald, Wilson, et.al. (2000).
Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Mansjoer, A. Triyani, K. Savitri R. et al. (2000).
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
Ketiga. Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.
Niven, Neil. (2002). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Mansjoer, A. Triyani, K. Savitri R. et al. (2000).
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
Ketiga. Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Pratiwi Ari Hendrawati. (2008). Hubungan
Antara Partisipasi Pengawas Menelan
a. Yogyakarta: KTI FKIP UGM.

Obat (PMO) Keluarga dengan Sikap


Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Banyuanyar Surakarta.
From:
Http://Etd.Eprints.Ums.Ac.Id/2731/1/J2
10040054.Pdf.Diakses 12 Februari 2012.
Purwanto, E. (2001). Perilaku Menelan Obat
pada Penderita TB Paru yang Putus
Berobat
di
Kabupaten
Kendal.
Yogyakarta: Tesis Program Pasca
Sarjana FKUGM.
Register TB Puskesmas Toroh I. (2010). Buku
Register TB. Depkes.
Suhadi, A. (2005). Kepatuhan Minum Obat
Penderita TB Paru di Puskesmas Kota
Bengkulu. Yogyakarta: KTI FK UGM
Syafei, S. & Soepandi ZP. (2002). Tuberkulosis
Paru dan Gender. Jurnal Respiratologi
Indonesia Vol. 22. No. 1
Syarifudin. (2010). Panduan TA Keperawatan
dan
Kebidanan
dengan
SPSS.
Yogyakarta: Penerbit Grafindo Litera
Media.
Tabrani, Z. (2003). Directly Observed Treatment
Short
Course
(DOT).
Jurnal
Respiratologi Indonesia Vol 23. No. 2
Triningsih. (2003). Hubungan antara Dukungan
Sosial dengan Tingkat Depresi Pasien
Kanker Leher Rahim di Ruang Anggrek
I RS Dr. Sarjito Yogyakarta. Yogyakarta:
KTI FK UGM.
Trisnowati, T. (2002). Studi Kasus Dukungan
Sosial dan Kualitas Hidup Penderita
Penyakit Kronis: PPOM di IRNA RSUP
dr. Sardjito Yogyakart

Anda mungkin juga menyukai