Anda di halaman 1dari 23

KONSEP DASAR

KONSEP HOME CARE


A. Pengertian Home Care
Home care adalah pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan
komprehensif yang diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka
yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan
atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit
(Depkes, 2002 ).
Sedangkan menurut Neis dan Mc Ewen (2001) dalam Avicenna ( 2008 )
menyatakan home health care adalah sistem dimana pelayanan kesehatan dan
pelayanan sosial diberikan di rumah kepada orang-orang yang cacat atau orang-orang
yang harus tinggal di rumah karena kondisi kesehatannya. Tidak berbeda dengan
kedua definisi di atas, Warola ( 1980 ) mendefinisikan home care sebagai pelayanan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien individu dan keluarga, direncanakan,
dikoordinasikan dan disediakan oleh pemberi pelayanan yang diorganisir untuk
memberi pelayanan di rumah melalui staf atau pengaturan berdasarkan perjanjian
kerja (kontrak). Menurut American of Nurses Association (ANA) tahun 1992
pelayanan kesehatan di rumah ( home care ) adalah perpaduan perawatan kesehatan
masyarakat dan ketrampilan teknis yang terpilih dari perawat spesialis yang terdiri
dari perawat komunitas, perawat gerontologi, perawat psikiatri, perawat maternitas
dan perawat medikal bedah. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan
perawatan kesehatan di rumah adalah :
1. Suatu bentuk pelayanan kesehatan yang komprehensif bertujuan memandirikan
klien dan keluarganya.
2. Pelayanan kesehatan diberikan di tempat tinggal klien dengan melibatkan klien
dan keluarganya sebagai subyek yang ikut berpartisipasi merencanakan kegiatan
pelayanan.

B. Pelayanan keperawatan Home Care Meliputi


Pelayanan keperawatan yang diberikan meliputi pelayanan primer, sekunder dan
tersier yang berfokus pada asuhan keperawatan klien melalui kerjasama dengan
keluarga dan tim kesehatan lainnya. Perawatan kesehatan di rumah adalah spektrum
kesehatan yang luas dari pelayanan sosial yang ditawarkan pada lingkungan rumah
untuk memulihkan ketidakmampuan dan membantu klien yang menderita penyakit
kronis (NAHC, 1994).
C. Perkembangan Perawatan Kesehatan di Rumah
Sejauh ini bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang dikenal masyarakat dalam
sistem pelayanan kesehatan adalah pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Pada sisi
lain banyak anggota masyarakat yang menderita sakit karena berbagai pertimbangan
terpaksa dirawat di rumah dan tidak dirawat inap di institusi pelayanan kesehatan.
Faktor-faktor yang mendorong perkembangan perawatan kesehatan di rumah adalah :
Kasus-kasus penyakit terminal dianggap tidak efektif dan tidak efisien lagi apabila
dirawat di institusi pelayanan kesehatan. Misalnya pasien kanker stadium akhir yang
secara medis belum ada upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kesembuhan.
Keterbatasan masyarakat untuk membiayai pelayanan kesehatan pada kasus-kasus
penyakit degeneratif yang memerlukan perawatan yang relatif lama. Dengan
demikian berdampak pada makin meningkatnya kasus-kasus yang memerlukan
tindak lanjut keperawatan di rumah. Misalnya pasien pasca stroke yang mengalami
komplikasi kelumpuhan dan memerlukan pelayanan rehabilitasi yang membutuhkan
waktu relatif lama,
Manajemen rumah sakit yang berorientasi pada profit, merasakan bahwa perawatan
klien yang sangat lama (lebih 1 minggu) tidak menguntungkan bahkan menjadi
beban bagi manajemen
Banyak orang merasakan bahwa dirawat inap di institusi pelayanan kesehatan
membatasi kehidupan manusia, karena seseorang tidak dapat menikmati kehidupan
secara optimal karena terikat dengan aturan-aturan yang ditetapkan

Lingkungan di rumah ternyata dirasakan lebih nyaman bagi sebagian klien


dibandingkan dengan perawatan di rumah sakit, sehingga dapat mempercepat
kesembuhan (Depkes, 2002).

D. Landasan Hukum Home Care


Unit home care yang merupakan bagian dari institusi pelayanan pemerintah
dan swasta, tidak perlu izin khusus, hanya melapor dan melakukan pelaporan kasus
yang ditangani Fungsi hukum dalam praktik perawat antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai
dengan hukum .
2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain.
3. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri.
4. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan meletakkan posisi
perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.
Landasan Hukum Home Care diantaranyaadalah sebagai berikut:
1. UU Kes.No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
2. PP No. 25 tahun 2000 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah.
3. UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
4. UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.
5. Kepmenkes No. 1239 tahun 2001 tentang registrasi dan praktik perawat.
6. Kepmenkes No. 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar puskesmas.
7. Kepmenkes No. 279 tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan Perkesmas.

8. SK Menpan No. 94/KEP/M. PAN/11/2001 tentang jabatan fungsonal perawat.


9. PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
10. Permenkes No. 920 tahun 1986 tentang pelayan medik swasta.
11.Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/148/2010 tentang Izin dan Penyelengaraan
Praktik Perawat.
E. Tujuan Home Health Care
a. Meningkatkan suport system yg adekuat dan efektif sehingga dapat mendorang
penggunaan sumber-sumber yg berhubungan dengan kesehatan keluarga
b. Meningkatkan perawatan yg efektif dan adekuat khususnya untuk anggota
keluarga dengan ketidakmampuan (cacat) atau dengan masalah-masalah khusus
(mis: penyakit kronis)
c. Memperkuat fungsi-fungsi keluarga dan hubungannya satu sama lainnya.
d. Meningkatkan kesehatan keluarga.
e. Membantu klien memelihara atau meningkatkan status kesehatan dan kualitas
hidupnya,
f. Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatan antar keluarga
g. Membantu klien tinggal atau kembali ke rumah dan mendapatkan perawatan yang
diperlukan, rehabilitasi atau perawatan paliatif
h. Biaya kesehatan akan lebih terkendali.
F. Keuntungan dan Kerugian Home Health Care
a. Setting rumah dapat lebih memberikan kenyamanan klien dalam menjalani
perawatan secara individul.
b. Banyak klien yang lebih suka dirawat di rumah.
c. Pengkajian mengenai faktor-faktor lingkungan yang menunjang kesehatan dapat
lebih lengkap karena dapat diobservasi secara langsung sehingga dapat langsung
dipertim-bangkan mengenai pelayanan apa yang cocok untuk klien secara
financial, dll.
d. Pengkajian mengenai pola hidup dan norma-norma keluarga lebih mudah
dilakukan.
e. Partisipasi anggota keluarga dapat terfasilitasi dengan baik.
f. Anggota keluarga mungkin akan lebih bersemangat untuk menerima dan
mempelajari hal-hal yang dapat meningkatkan atau menunjang kesehatannya
karena aplikatif dan sesuai dengan kondisi di rumah.
g. Dapat memperpendek masa rawat di rumah sakit sehingga biaya perawatan dapat
menurun.

h. Menurunkan nosocomial infection.


G. Lingkup Pelayanan Home Care
Menurut Nuryandari (2004) menyebutkan ruang lingkup pelayanan home care adalah:
a. Pelayanan medik dan asuhan keperawatan
b. Pelayanan sosial dan upaya menciptakan lingkungan yang terapeutik
c. Pelayanan rehabilitasi dan terapifisik
d. Pelayanan informasi dan rujukan
e. Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kesehatan
f. Higiene dan sanitasi perorangan serta lingkungan
g. Pelayanan perbaikan untuk kegiatan sosial

H. Persyaratan pasien / klien yang menerima pelayanan perawatan dirumah


a. Mempunyai keluarga atau pihak lain yang bertanggungjawab atau menjadi
pendamping bagi klien dalam berinteraksi dengan pengelola
b. Bersedia menandatangani persetujuan setelah diberikan informasi (Informed
consent)
c. Bersedia melakukan perjanjian kerja dengan pengelola perawatan kesehatan
dirumah untuk memenuhi kewajiban, tanggung jawab, dan haknya dalam
menerima pelayanan.
I. Mekanisme Perawatan Kesehatan di Rumah
Pasien/ klien yang memperoleh pelayanan keperawatan di rumah dapat
merupakan rujukan dari klinik rawat jalan, unit rawat inap rumah sakit, maupun
puskesmas . namun pasien/ klien dapat langsung menghubungi agensi pelayanan
keperawatan di rumah atau praktek keperawatan per orangan untuk memperoleh
pelayanan.
Mekanisme yang harus di lakukan adalah sebagai berikut:
1. Pasien / klien pasca rawat inap atau rawat jalan harus diperiksa terlebih dahulu
oleh dokter untuk menentukan apakah secara medis layak untuk di rawat di
rumah atau tidak.
2. Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat di
rumah, maka di lakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang merupakan
staf dari pengelola atau agensi perawatan kesehatan dirumah, kemudian

bersama-sama klien dan keluarga, akan menentukan masalahnya, dan


membuat perencanaan, membuat keputusan, membuat kesepakatan mengenai
pelayanan apa yang akan diterima oleh klien, kesepakatan juga mencakup jenis
pelayanan, jenis peralatan, dan jenis sistem pembayaran, serta jangka waktu
pelayanan.
3. Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelaksana pelayanan
keperawatan dirumah baik dari pelaksana pelayanan yang dikontrak atau
pelaksana yang direkrut oleh pengelola perawatan dirumah. Pelayanan
dikoordinir dan dikendalikan oleh koordinator kasus, setiap kegiatan yang
dilaksanakan oleh tenaga pelaksana pelayanan harus diketahui oleh
koordinator kasus.
4. Secara periodik koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan kesepakatan.

J. Hak-hak klien dalam pelayanan Home Care


Klien mempunyai hak untuk diberi informasi secara tertulis sebelum
pengobatan diberikan. Klien dan petugas mempunyai hak dan kewajiban untuk saling
menghargai dan menghormati. Petugas dilarang menerima pemberian pribadi maupun
meminjam sesuatu dari klien.
Klien mempunyai hak untuk :
a. Membina hubungan dengan petugas sesuai dengan standar etik
b. Memperoleh informasi tentang prosedur-prosedur yang harus diikuti
c. Mengekspresikan kesedihan dan ketakutannya
d. Klien mempunyai hak dalam pengambilan keputusan, dalam hal ini klien
mempunyai hak untuk diberi tahu secara tertulis tentang pengaturan, jenis
pelayanan kesehatan yang diberikan, dan jumlah kunjungan rumah yang akan
dilakukan
e. Klien mempunyai hak untuk memperoleh nasehat-nasehat tentang rencanarencana perubahan yang akan dilakukan
f. Mempunyai hak untuk berpartisipasi

dalam

perencanaan

pelayanan

keperawatan, perencanaan perubahan pelayanan serta nasehat-nasehat lainnya


g. Klien mempunyai hak untuk menolak rencana perubahan tersebut
h. Dalam hal privacy, klien mempunyai hak untuk dijaga kerahasiaan
kondisikesehatannya, hal-hal yang berhubungan dengan sosial ekonomi, serta
hal-hal yang dilakukan di rumahnya

i. Perawat atau petugas hanya akan memberikan informasi bila diperlukan secara
hukum atau bila diperlukan oleh klien atau keluarganya
j. Dalam hal finansial, klien mempunyai hak untuk diberi informasi tentang
biaya yang harus dikeluarkan, memberikan informasi pembiayaan dengan
jelas.
k. Klien mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dengan
kualitas yang tinggi, serta berhak mendapat informasi tentang hal-hal yang
berhubungan dengan keadaan emergensi/ darurat.

K. Fase- Fase Keperawatan Home Care


1.fase persiapan
Struktur organisasi, yang didalamnya ada pimpinan home care, manager administrasi,
manager pelayanan, koordinator kasus dan pelaksana pelayanan.
Perizinan
Mekanisme perizinan pendirian home care sebagai berikut : Berbadan hukum yg ditetapkan
dlm akte notaris Mengajukan ijin usaha Home care kpd Dinkes Kab/Kota setempat dg
melampirkan

a.

Rekomendasi

b.

dari

Ijin

c.

lokasi

bangunan

Ijin

d.

PPNI
lingkungan

ijin

usaha

e. Persyaratan tata ruang bangunan meliputi :


-

ruang

ruang
gudang

direktur
menajemen

sarana
sarana

dan

pely
peralatan
komunikasi

- sarana transportasi
f. Ijin persyaratan tenaga meliputi ijin praktek profesi dan sertifikasi home care
Daftar tarif dibuat berdasarkan dengan memperhatikan standar harga di wilayah tempat
berdirinya home care dengan memperhatikan golongan ekonomi lemah Sarana dan Prasarana,

meliputi set alat yang sering dipakai seperti perawatan luka, perawatan bayi, nebulizier,
aksigen, suction dan juga peralatan komputer dan perlengkapan kantor.
Format askep, meliputi format register, pengkajian, tindakan, rekap alat/bahan yang
terpakai,

evaluasi

dari

perawat

ataupun

dari

pasien/keluarga.

Form informed consent, meliputi persetujuan tindakan dari pasien dan keluarga, persetujuan
pembiayaan dan keikutsertaaan dalam perawatan.
Surat Perjanjian kerjasama antara profesi lain seperti misalnya fisioterapi, dokter,
laboratorium, radiologi dan juga dinas sosial.Transportasi terutama untuk perawat home care
dan juga transportasi pasien bila sewaktu-waktu perlu rujukan ke rumah sakit atau tempat
pelayanan lainnya. Sistem gaji/upah personil home care. Sistem ini harus lebih berorientasi
pada kepentingan perawat pelaksana bukan keuntungan manajemen semata. Sistem
penggajian bisa dalam bentuk bulanan atau dibuat dalam setiap kali selesai merawat pasien.
2. Fase implementasi
Case manager menugaskan surveyor untuk melakukan pengkajian kebutuhan klien dan
perawat pelaksana untuk merawat klien. Hasil pengkajian awal sebagai referensi untuk
merencanakan kebutuhan klien selanjutnya dan dibuat kesepakatan dengan keluarga (waktu,
biaya dan sistem perawatan yg dipilih). Surveyor memantau pelaksanaan pelayanan
keperawatan oleh perawat pelaksana.
3.Fase

terminasi

Perawat menyelesaikan tugas sesuai kontrak yg disepakati surveyor


menyerahkan rekap peralatan dan biaya selama perawatan. Kolektor melak
kunjungan

ke

4.
Evaluasi

klg

untuk

penyelesaian

Fase
pelayanan

pasca
home

care

pada

kunjungan

pasien/keluarga

dengan

angket

pertelepon

lewat

email

Mengenai

administrasi.

Kunjungan
:

pely

perawtan,

komunikasi,

sarana,

dll

LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi Hipertensi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90
mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah
yang selalu tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung,
gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung
kronis.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90
mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi.
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1.

Hipertensi esensial atau primer


Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas
(keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi
primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.

2.

Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui,
antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid
(hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain.
Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial,
maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita
hipertensi esensial.

3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganlia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinephrin mengakibatkan kontriksi pembuluh
darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriksi.
Individu dengan hipertensi meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinephrine, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran
ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian di ubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor
kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan rtensi Natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vascular. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi. Untuk pertimbangan gerontology, perubahan sruktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. (Brunner & Suddarth, 2002).

4. Pathway

5. TANDA DAN GEJALA

1. Tidak ada gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan artei tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan. Dalam kenyataan ini meruapakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan. Peninggian tekanan darah kadangkadang merupakan satu-satunya gejala . Bila demikian gejala baru muncul setelah
terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung,. Gejala lain yang sering
ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, berat di
tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing.
6. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Hipertensi (JNL, 1997) : The sixt Report of Join National Committee on
Prevention 1997 dikutip oleh Mansjoer Arif, dkk, 1999 hal 519, dapat dilihat dalam tabel
berikut :
Klasifikasi Sistolik mmHg Diastolik mmHg
a. Normal 130 139 85 89
b. Perbatasan 140 159 90 99
c. Hipertensi tingkat I 160 179 100 109
d. Hipertensi tingkat 2 > 180 < 85
e. Hipertensi tingkat 3 < 130 > 110
7. Faktor Resiko
1. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi
2.

Pria usia 35 55 tahun dan wanita > 50 tahun atau sesudah menopause

3. Kebanyakan mengkonsumsi garam/natrium

4. Sumbatan pada pembuluh darah (aterosklerosis) disebabkan oleh beberapa hal seperti
merokok, kadar lipid dan kolesterol serum meningkat, caffeine, DM, dsb.
5. Factor emosional dan tingkat stress
6. Gaya hidup yang monoton
7. Sensitive terhadap angiotensin
8.

Kegemukan

9. Pemakaian kontrasepsi oral, seperti esterogen.

8. Pemeriksaan Penunjang
a.

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :


1. Pemeriksaan yang segera seperti :
Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi

9. Komplikasi
Efek pada organ :
a.

Otak
Pemekaran pembuluh darah

Perdarahan
Kematian sel otak : stroke
b.

Ginjal
Malam banyak kencing
Kerusakan sel ginjal
Gagal ginjal

c. Jantung
Membesar
Sesak nafas (dyspnoe)
Cepat lelah
Gagal jantung
10. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1.
Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.
Terapi tanpa obat ini meliputi :
a.
Diet
b.
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c.
Penurunan berat badan
d.
Penurunan asupan etanol
e.
Menghentikan merokok
f.
Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah
raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari
denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 25
menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling
baik 5 x perminggu
1.
Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
2. Tehnik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar
membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/ Istirahat.
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung Koroner/katup dan
penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, tikikardi,
murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin
(vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
3. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple (hubungan,
keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan
meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal
pada masa yang lalu.)
5. Makanan/cairan
Gejala : Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini (meningkat/turun)
Riowayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
6. Neurosensori

Gejala : Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala, subojksipital (terjadi


saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam) Gangguan
penglihatan (diplobia, penglihatan kabur, epistakis).
Tanda : Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses
piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
7. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit kepala.
8. Pernafasan
Gejala : Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea, ortopnea,dispnea, batuk
dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda : Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas
tambahan (krakties/mengi), sianosis.
9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
10. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit jantung, DM.
Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia Tenggara, penggunaan pil KB
atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat. Rencana pemulangan : bantuan dengan
pemantau diri TD/perubahan dalam terapi obat.

B. Diagnosa, Kriteria hasil dan Intervensi Keperawatan


Diagnosa 1 .
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh
darah.
Kriteria Hasil : Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban
kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima,
memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).

2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan karotis,jugularis,


radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.
3. Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan kongesti vena).
4. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada pasien hipertensi
berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi
ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan
kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik).
5. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler. (adanya pucat,
dingin,

kulit

lembab

dan

masa

pengisian

kapiler

lambat

mencerminkan

dekompensasi / penurunan curah jantung).


6. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal jantung,
kerusakan ginjal atau vaskuler).
7. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan lingkungan,
batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu untuk menurunkan
rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).
8. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat menurunkan
rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan
menurunkan tekanan darah).
9. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi anti hipertensi,deuritik. (menurunkan
tekanan darah).
Diagnosa 2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak seimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
Kriteria Hasil : Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi :
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter : frekwensi
nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
2. TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau
pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas
dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja / jantung).

3. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan /


kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan
perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual).
4. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi oksigen miokardia
selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan
aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung).
5. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat
gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi menurunkan
penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen).
6. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas. (Seperti jadwal
meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan).
Diagnosa 3
Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler cerebral.
Kriteria Hasil : Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan
metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang diresepkan.
Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi / meningkatkan
relaksasi).
2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya : kompres
dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik relaksasi. (Tindakan yang
menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan menghambat / memblok respon
simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya).
3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala
: mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk. (Aktivitas yang
meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatkan
tekanan vakuler serebral).
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan oksigen
dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).
5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah makan.
(menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).

6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas, diazepam
dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis).
Diagnosa 4
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi in
adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
Kriteria Hasil : klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,
menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga yang tepat secara
individu.
Intervensi :
1. Kaji emahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan
masa tumbuh).
2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak,garam
dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya
aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan
komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal jantung, kelebihan masukan
garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang
lebih memperburuk hipertensi).
3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk penurunan berat
badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan,
bila tidak maka program sama sekali tidak berhasil).
4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi kekuatan /
kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan
inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).
5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya : penurunan
berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 500
kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5 kg / minggu. Penurunan
berat badan yang lambat mengindikasikan kehilangan lemak melalui kerja otot dan
umumnya dengan cara mengubah kebiasaan makan).
6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk kapan dan
dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan dimakan.
(memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan kondisi emosi

saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian pada factor mana pasien telah /
dapat mengontrol perubahan).
7. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan dengan
kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll) dan kolesterol
(daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan). (Menghindari makanan
tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam mencegah perkembangan
aterogenesis).
8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan bantuan
dengan memenuhi kebutuhan diet individual).
Diagnosa 5
Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif,
harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
Kriteria Hasil : Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekkuensinya, menyatakan
kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi, mengidentifikasi potensial situasi stress
dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya.
Intervensi :
1. Kaji keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, Misalnya :
kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam
rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup seorang,
mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam
kehidupan sehari-hari).
2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka
rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak mampuan untuk mengatasi /
menyelesaikan masalah. (Manifestasi mekanisme koping maladaptive mungkin
merupakan indicator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama
TD diastolic).
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam
mengubah respon seseorang terhadap stressor).
4. Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisifasi maksimum
dalam rencana pengobatan. (keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang
berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat menigkatkan kerjasama
dalam regiment teraupetik.

5. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan pertanyaan


seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda inginkan ?. (Fokus
perhtian klien pada realitas situasi yang relatif terhadap pandangan klien tentang apa
yang diinginkan. Etika kerja keras, kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat
mengarah pada kurang perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).
6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup yang
perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan tujuan diri / keluarga.
(Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistic untuk menghindari rasa
tidak menentu dan tidak berdaya).
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan.
Mempertahankan TD dalam parameter normal.
Intervensi :
1. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardivaskuler yang dapat
diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup
monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60 cc / hari dengan teratur) pola
hidup penuh stress. (Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal).
2. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat. (kesalahan
konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang sudah lama
dinikmati mempengaruhi minimal klien / orang terdekat untuk mempelajari penyakit,
kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan
pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan dipertahankan).
3. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut. (mengidentivikasi tingkat pegetahuan
tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudahj dalam menentukan intervensi).
4. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi (pengertian,penyebab,tanda
dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut) melalui penkes. (Meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses penyakit hipertensi).

C. Evaluasi
Resiko penurunan jantung tidak terjadi, intoleransi aktivitas dapat teratasi, rasa sakit kepala
berkurang bahkan hilang, klien dapat mengontrol pemasukan / intake nutrisi, klien dapat
menggunakan mekanisme koping yang efektif dan tepat, klien paham mengenai kondisi
penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh
Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001
Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003
Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta, Penerbit
Arcan, 1995
Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta, Penerbit
Arcan, 1996
Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta,
Penerbit Arcan, 1995
Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta, Penerbit
Hipokrates, 1999
Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi
, Edisi V, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1998

Anda mungkin juga menyukai