Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik

: Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Kimia (Cold Cured Acrylic)

Kelompok

: A11

Tgl. Praktikum

: Senin, 7 Maret 2016

Pembimbing

: Endanus Harijanto, drg., M.Kes.

Penyusun :
NO.
1.
2.
3.
4.

NAMA
ADRIANI SARI FADILLAH
AISYAH RACHMADANI P.G
HALIDA DWI PRAMESTI
FRIDANIYANTI KHUSNUL K.

NIM
021511133048
021511133049
021511133050
021511133051

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016
1. TUJUAN

Pada akhir praktikum ini, kami dapat memanipulasi resin akrilik aktivasi
kimia dengan cara yang tepat sebagai bahan denture base dan dapat membedakan
manipulasi resin akrilik aktivasi kimia yang digunakan sebagai denture base dan
sebagai bahan reparasi.
2. CARA KERJA
2.1 BAHAN
1. Bubuk polimer dan cairan monomer ( Pro Base )
2. Bubuk polimer dan cairan monomer ( Hillon )
3. Cairan CMS (Could Mould Seal)
4. Malam perekat
2.2 ALAT
1. Pot porselin / mixing jar
2. Pipet ukur
3. Timbangan
4. Pisau malam
5. Plastik selopan
6. Kuvet logam
7. Press kuvet
8. Kuas
9. Bur dan mata bur
2.3 Cara Kerja
2.3.1 Resin akrilik aktivasi kimia sebagai bahan denture base
1. Pengisian cetakan (mould) dengan adonan resin akrilik (packing).
2. Bahan resin akrilik dan peralatan untuk packing disiapkan.

Gambar 1. Alat dan bahan disiapkan

3. Olesi permukaan mould dan sekitarnya dengan CMS memakai


kuas ditunggu sampai kering.
4. Cairan monomer diukur dengan menggunakan gelas ukur sebanyak
10 ml (sesuai aturan pabrik) dan bubuk polimer ditimbang

sebanyak 20,5 gr dalam suhu kamar 26,9C.

Gambar 2. Bubuk polimer ditimbang

5. Kemudian, keduanya (monomer dan polimer) dimasukkan ke


dalam

pot porselin secara perlahan-lahan sedikit demi sedikit

sampai polimer terbasahi oleh monomer.

Gambar 3. Pencampuran monomer dan polimer

6. Campuran polimer dan monomer diaduk menggunakan pisau


malam dengan bagian yang tumpul sampai homogen. Kemudian,
pot porselin ditutup dan dihitung menggunakan stopwatch.
7. Setelah tahap dough tercapai, adonan resin akrilik diambil dari pot
porselin dan dimasukkan ke dalam cetakan (mould).

Gambar 4. Adonan resin akrilik dimasukkan ke dalam cetakan

9. Adonan resin akrilik dilapisi dengan plastik selopan, kemudian


kuvet atas dipasang dan dilakukan pengepresan.

Gambar 5. Pengepresan kuvet

10. Kuvet dibuka, kertas selopan diangkat, dan kelebihan resin akrilik
dipotong dengan menggunakan pisau malam tepat pada tepi
cetakan.
13. Pada pengepresan terakhir tidak menggunakan kertas selopan,
kuvet atas, dan bawah harus rapat kemudian dipindahkan pada
pres masing-masing.

Gambar 6. Pengepresan kuvet

11. Setelah di press kurang lebih 25 menit, sampel dapat diambil dari
cetakan.

Gambar 7. Sampel diambil dari cetakan

12. Untuk merapikan kelebihan sisa monomer, dilakukan teknik


grinding dengan mesin bur.

Gambar 8. Hasil akrilik yang telah di grinding

2.3.2 Resin akrilik aktivasi kimia sebagai bahan reparasi dengan teknik
salt and pepper
1. Bahan resin akrilik berupa cairan monomer dan bubuk polimer
(Hillon) disiapkan.
Gambar 9. Bahan dan alat disiapkan

2. Pada bagian sampel yang patah diasah secukupnya untuk tempat


bahan reparasi.

Gambar 10. Bagian sampel yang patah diasah

3. Permukaan

mould

dan

sekitarnya

diolesi

dengan

CMS

menggunakan kuas dan ditunggu hingga kering.


4. Sampel dimasukkan ke dalam mould sesuai dengan bentuk model
gypsum.
5. Teknik salt and pepper diaplikasikan pada bahan reparasi pada
daerah fraktur. Pada bagian yang fraktur dibasahi dengan monomer
kemudian diberi polimer selanjutnya diberi monomer lagi demikian
seterusnya sampai daerah fraktur penuh dengan bahan tersebut.

Gambar 11. Pemberian monomer dan polimer dengan teknik salt and pepper

6. Sampel yang telah direparasi dimasukkan ke dalam air selama 20


menit.

Gambar 12. Sampel yang telah direparasi dimasukkan ke dalam air

2.3.3. Resin akrilik aktivasi kimia sebagai bahan reparasi dengan teknik wet
packing
1. Bahan resin akrilik berupa cairan monomer dan bubuk polimer
(Hillon) disiapkan.

Gambar 13. Bahan dan alat disiapkan

2. Pada bagian sampel yang patah diasah secukupnya untuk tempat


bahan reparasi.
3. Permukaan mould

dan

sekitarnya

dilapisi

dengan

CMS

menggunakan kuas dan ditunggu hingga kering.


4. Sampel dimasukkan ke dalam mould sesuai dengan bentuk model
gypsum.
5. Tuang cairan monomer secukupnya ke dalam pot lalu tuangkan
bubuk polimer ke dalam pot lalu aduk monomer dan polimer
hingga keduanya tercampur rata.
6. Ambil adonan akrilik kemudian diletakkan di bagian akrilik yang
patah dan ratakan sehingga seluruh permukaan akrilik yang patah
tertutupi adonan.

Gambar 14. Sampel yang telah direparasi menggunakan teknik wet


packing

7. Sampel yang telah direparasi dimasukkan ke dalam air selama 20


menit.
Gambar 15. Sampel yang telah direparasi dimasukkan ke dalam air

3. HASIL PRAKTIKUM
3.1 PERCOBAAN 1
Resin akrilik sebagai denture base
1. Aturan pabrik, fase dough : 3-4 menit dalam suhu 23C
a. Percobaan 1 : fase dough tercapai pada menit ke 3.05 dalam suhu
26,9C
b. Percobaan 2 : fase dough tercapai pada menit ke 3.17 dalam suhu
26,9C
2. Aturan pabrik, working time : 2 menit
a. Hasil akhir percobaan 1 :
Setelah di press hidrolik, kelebihan resin akrilik dapat dipotong.
b. Hasil akhir percobaan 2 :
Setelah di press hidrolik, kelebihan resin akrilik tidak dapat
dipotong.

Gambar 16. Hasil manipulasi resin akriik aktivasi kimia sebagai bahan denture base

3.2. PERCOBAAN 2
Resin akrilik sebagai bahan reparasi
- Teknik Salt and Pepper
Pada teknik ini, cairan monomer langsung diberikan terlebih dahulu
pada akrilik kemudian bubuk dituangkan ke atas monomer sedikit demi
sedikit hingga cairan terserap seluruhnya pada bubuk, kemudian diberi
cairan lagi, diberi bubuk lagi, begitu seterusnya sampai bagian yang
patah telah tertutupi adonan resin akrilik. Untuk pengaplikasian polimer
dan monomer yang diberikan secara bergantian digunakan pisau malam
agar adonan resin akrilik tepat memenuhi fraktur tujuan. Setelah itu
direndamkan ke dalam bowl yang berisi air.

Gambar 17. Hasil manipulasi resin akriik aktivasi kimia sebagai bahan reparasi dengan
teknik salt and pepper

- Teknik Wet Packing


Pada teknik ini, cairan dan bubuk dicampurkan menjadi satu ke dalam
pot secara langsung. Kemudian langsung diaplikasikan pada bagian
yang patah pada akrilik yang diletakkan di mould. Setelah itu, akrilik
direndamkan ke dalam air.

Gambar 18. Hasil manipulasi resin akriik aktivasi kimia sebagai bahanreparasi dengan
teknik wet packing

4. TINJAUAN PUSTAKA
Resin akrilik merupakan polimer yang sering digunakan pada bidang
kedokteran gigi, terutama dalam pembuatan basis gigi tiruan dan basis piranti
orthodontik lepasan. Berdasarkan polimerisasinya ada tiga jenis resin akrilik,
yaitu cold cured, heat cured, dan light cured. Bahan basis gigi tiruan yang
sering digunakan adalah polimetil metakrilat, resin akrilik jenis heat cured
(Larasati DM, Firsty KN, Yogiartono,2012,p.3-9)
Tabel 1. Komposisi resin akrilik

(Sumber: McCabe, 2008. p.113)

Polimetil metakrilat yang merupakan bahan dasar resin akrilik


mempunyai beberapa keunggulan antara lain estetik yang baik, kekuatan
tinggi, menyerap air rendah, daya larut rendah, mudah dilakukan reparasi,
proses manipulasi mudah karena tidak memerlukan peralatan yang rumit
(Yuliati A,2005,p.68-72) Disamping mempunyai keuntungan, resin akrilik
juga mempunyai

kekurangan

yaitu mudah patah apabila jatuh pada

permukaan yang keras atau akibat kelelahan bahan serta mengalami

perubahan warna karena lama pemakaian (David, Munadziroh E,2005,p.3640). Selain itu, bahan ini juga mepunyai sifat porus yang merupakan tempat
ideal untuk pengendapan sisa makanan sehingga mokroorganisme dapat
tumbuh dan berkembang biak. (Sugianitri,2011)
Salah satu sifat khas dari resin akrilik Cold Cured Acrylic adalah
terbentuknya monomer sisa yang tinggi. Monomer sisa merupakan hasil
sampingan dari resin akrilik. Monomer sisa dihasilkan karena reaksi polimer
dengan monomer yang tidak dapat berlangsung secara sempurna. Proses
polimerisasi yang singkat tersebut akan menyebabkan proses

polimerisasi

tidak sempurna, sehingga kandungan monomer sisa tinggi. Tingginya


kandungan monomer sisa tersebut karena faktor proses kuring yang tidak
adekuat. Apabila monomer sisa tersebut terlepas dalam saliva akan
menyebabkan iritasi jaringan mulut, yang berupa kemerahan, pembengkakan
serta rasa sakit pada mukosa. (McCabe, 2008, p.116)
Penggunakan material Could Cured Acrylic ada bermacam-macam
diantaranya : ( Yuliati A,Harijanto E,2015,p.145-155)
1. Pembuatan individual tray yang merupakan sendok cetak
perseorangan pada proses pembuatan denture (gigi tiruan)
2. Repair atau material reparasi pada gigi tiruan yang mengalami
kepatahan,penambahan anasir gigi,melekatkan klamer baru
3. Relining pada kondisi gigi tiruan kurang tepat berada pada posisi
didalam mulut(sedikit longgar)
4. Rebasing pada kondisi gigi tiruan mengalami kerusakan pada
basisnya dan harus dilakukan penggantian basis tersebut
5. Plat Ortodonti (piranti orto lepasan) agar letak dan bentuk klamer
orto yang dibuat tidak mengalami distorsi (berubah bentuk)
4. PEMBAHASAN
Dilakukan 2 percobaan manipulasi resin akrilik dengan aktivasi kimia.
Percobaan pertama dilakukan manipulasi resin akrilik aktivasi kimia sebagai
bahan denture base dengan menggunakan polimer dan cairan monomer merek
Pro Base. Percobaan kedua dilakukan manipulasi resin akrilik sebagai bahan

reparasi dengan menggunakan polimer dan cairan monomer merek Hillon


Pada percobaan kedua dilakukan dengan 2 teknik, yaitu teknik wet packing dan
teknik salt and pepper.
Resin akrilik yang teraktivasi secara kimia biasa disebut dengan SelfCured Autopolymerizing atau resin Cold Cured Acrylic . Pada manipulasi resin
akrilik yang teraktivasi secara kimia, komposisi dari polimer dan monomernya
sama dengan resin akrilik heat cured. Perbedaan umumnya adalah pada reaksi
polimerisasi ini dipercepat secara kimiawi menggunakan accelelator seperti
N,N-dihydroxyethyl-para-toluidine, sehingga tidak memerlukan penggunaan
energi termal dan dapat dilakukan pada suhu kamar. Aktivasi kimia dapat
dicapai melalui penambahan amintersier terhadap monomer. Bila komponen
polimer dan monomer diaduk, amintersier akan menyebabkan terpisahnya
benzoil peroksida sehingga akan dihasilkan radikal bebas dan proses
polimerisasi dimulai.
a. Reaksi Kondensasi
Merupakan reaksi yang terjadi antara dua molekul dengan
pemisahan sebuah molekul yang lebih kecil (sering, tetapi tidak selamanya
berupa air).
b. Reaksi adisi
Suatu reaksi adisi terjadi antara dua molekul (baik yang serupa atau
berbeda) untuk membentuk molekul yang lebih kecil, misalnya air
sedangkan proses polimerisasi reaksi adisi melalui empat tahap sebagai
berikut:
1. Aktivasi
Menguraikan peroksida melalui pemanasan atau pemberian bahan kimia,
misalnya dimethyl-p-toluidine atau mercaptan, maupun dengan penyinaran
atau sinar ultraviolet.
2. Inisiasi
Polimerisasi yang membutuhkan adanya radikal bebas, yaitu spesies kimia
yang sangat mudah bereaksi karena memiliki elektron ganjil (tidak
mempunyai pasangan).Radikal bebas tersebut dibentuk misalnya dalam

penguraian peroksida. Jadi pada kondisi tertentu suatu molekul benzoyl


peroxide dapat terurai menjadi dua radikal bebas.
3. Propagasi
Radikal bebas dapat bereaksi dengan monomer yang pada gilirannya dapat
bereaksi dengan molekul monomer lain sehingga mendorong terbentuknya
reaksi polimer.
4. Terminasi
Terjadi bila dua radikal bebas bereaksi membentuk suatu molekul yang
stabil

Gambar 15. Pengakhiran terjadi ketika 2 radikal bebas berinteraksi dan


membentuk suatu ikatan kovalen. (Sumber: Anusavice, 2003, p.158).

Aselerator amine bereaksi dengan initiator peroxide pada temperatur kamar


dan memproduksi radikal bebas untuk menginisiasi reaksi polimerisasi. Kecuali
pada inisiasi, reaksi polimerisasi lainnya sama dengan tipe aselerator panas.
Reaksinya adalah eksoterm dan polimerisasi tetap menghasilkan penyusutan
volume.
Prosedur umum untuk compression molding pada plastis aselerator kimia,
sama dengan tipe aselerator-panas, kecuali setelah penutupan kuvet yang terakhir.
Adonan dibiarkan untuk polimerisasi pada temperatur kamar atau pada air yang
hangat. Material aselerator kimia mulai berpolimerisasi segera setelah powder dan
cairan dicampurkan dan diproses lebih cepat melewati tahap konsistensi daripada
tipe aselerator panas.

Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsistensi packing hanya


3-4 menit untuk tipe aselerator kimia, dibandingkan dengan 15 menit untuk tipe
aselerator

panas.

Penambahan

working

time

dapat

dilakukan

dengan

mendinginkan bahan-bahan dan alat mixing ke dalam lemari pendingin.


Pada praktikum pertama dengan resin akrilik sebagai deture base,
berdasarkan aturan pabrik yang tercantum pada kemasan akrilik Pro Base, fase
dough dicapai pada menit ke 3-4 setelah terjadi pencampuran pada pot. Rasio
polimer dan monomer yang digunakan adalah 20,5 :10 . Pada percobaan pertama,
didapatkan fase dough pada menit ke 3.05, sementara pada percobaan kedua fase
dough tercapai pada menit ke 3.17. Kemudian pada hasil akhir percobaan
pertama, akrilik sisa pada mould dapat dipotong, namun pada percobaan kedua
akrilik sisa masih bisa dilepaskan dari mould dan sisa kelebihan tidak dapat
dipotong. Hal ini dapat diakibatkan dari adanya kegagalan dalam mengoperasikan
alat yang menyebabkan penambahan working time. Penambahan working time
menyebabkan operator mengalami kesulitan dalam pemotongan sisa akrilik
karena akrilik sudah tidak dalam fase dough. Peran operator dalam melaksanakan
tahap manipulasi juga dapat mempengaruhi hasil akhir daripada resin akrilik ini.
Pada percobaan kedua dengan teknik wet packing dan salt and pepper,
bubuk polimer dan cairan monomer tidak diukur. Hanya dengan perkiraan
secukupnya. Perbedaan teknik keduanya terletak pada cara mengaplikasikannya.
Untuk metode wet packing, powder dan cairan monomer dicampur di dalam pot
dan setelah terjadi polimerisasi, adonan di letakkan langsung pada akrilik yang
patah. Namun, pada teknik salt and pepper, bagian akrilik yang patah dibasahi
dengan cairan monomer, kemudian diberi powder polimer sedikit demi sedikit,
kemudian diberi cairan monomer lagi, dan diberi powder polimer lagi, begitu
seterusnya sampai daerah yang patah tertutupi oleh adonan. Pengasahan sampel
dengan menggunakan mesin bur diharapkan menghasilkan luas permukaan paling
sempit tetapi tetap memperhatikan titik fraktur sehingga penggunaan resin akrilik
cold cured bisa ditekan. Dengan adanya penekanan penggunaan resin akrilik cold
cured maka akan meminimalisir penyebaran toksisitas pada pasien sehingga lebih
aman.

Adanya monomer sisa harus dihindari karena monomer sisa dapat terlepas
dari denture dan mengiritasi jaringan mulut dan akan sitotoksik. Monomer sisa
akan berfungsi sebagai plasticizer dan menyebabkan akrilik menjadi lebih lemah
dan flexible. Gejala-gejala yang dapat ditimbulkan karena adanya monomer sisa
adalah efek rasa terbakar, odem, rasa gatal, pembengkakan dan eritema pada
mukosa rongga mulut dan rasa tidak nyaman pada pemakai gigi tiruan. (McCabe,
2008, p.117)
Resin cold cured mempunyai sifat-sifat mekanis yang rendah. Pengerutan
setelah mengeras (5-8%) dan koefisien pemuaian oleh panas yang tinggi (7-8 kali
dibanding gigi) juga menimbulkan masalah pada bahan ini. Sehingga, cara yang
terbaik untuk melakukan reparasi bagian yang patah dari akrilik adalah dengan
memasukkan campuran monomer dan polimer sedikit demi sedikit ke dalam
bagian yang patah. Tujuannnya adalah adonan yang sedikit demi sedikit akan
membasahi struktur akrilik lebih baik daripada sekaligus dimasukkan, dan
diharapkan retensi mekanisnya ke dinding kavitas juga lebih baik. Dasar dari
teknik penambalan sedikit demi sedikit adalah untuk mengompensasi pengerutan
yang terjadi pada saat pengerasan.
Bahan cold cured tidak sekuat heat cured; transverse strength bahan ini
kira-kira 80% dari bahan heat cured. Ini mungkin berkaitan dengan berat
molekulnya yang lebih rendah. Mengenai sifat-sifat rheologinya; bahan heat
cured juga lebih baik dari cold cured karena bahan cold cured menunjukkan
distorsi yang lebih besar dalam pemakaian. Pada pengukuran creep bahan poly
(polymethyl methacrylate), polimer heat cured mempunyai deformasi awal yang
lebih kecil, juga lebih sedikit creep, dan lebih cepat kembali dibandingkan dengan
bahan cold cured. Stabilitas warna bahan cold cured lebih buruk jika
dibandingkan dengan heat cured, bila dipakai aktivator amina tertier dapat terjadi
penguningan setelah beberapa lama.
Berdasarkan sifat-sifat dari resin akrilik cold cured dapat terlihat jika
denture base akan lebih baik jika digunakan resin akrilik heat cured, karena
kekuatan resin akrilik cold cured lebih rendah dari bahan akrilik heat cured,
sehingga kekuatan base tidak maksimal, selain itu resin akrilik cold cured ini
menghasilkan monomer sisa yang tinggi sehingga tidak biokompatibilitas untuk

pasien dan harganya lebih mahal daripada heat cured. Namun, jika denture base
diperlukan dalam waktu cepat, resin akrilik cold cured dapat digunakan tetapi
hasil manipulasi resin akrilik cold cured tersebut harus direndam kedalam air
terlebih dahulu untuk mengurangi monomer sisa yang cukup tinggi. Dari uraian
tersebut terlihat bahwa resin akrilik cold cured dan heat cured memiliki beberapa
perbedaan.
Tabel 2. Perbedaan resin akrilik cold cured dan heat cured
No

Perbedaan

Cold cured

Heat Cured

Working time

Lebih cepat

Lebih lama

Cara aktivasi

Aktivasi kimia

Aktivasi panas

Kekerasan

Rendah

Tinggi

Sisa monomer

Lebih banyak

Lebih sedikit

Kemudahan deflasking

Lebih mudah

Lebih sukar

Harga

Lebih mahal

Lebih murah

Mechanical properties

Lebih mudah patah

Lebih sukar

Fase dough

Lebih cepat

Lebih lama

Perubahan warna

Perubahan warma

Perubahan warna baik

6.

buruk
10

Kepraktisan cara kerja

Lebih mudah

Lebih sukar dan repot

KESIMPULAN
Pada percobaan pertama dilakukan manipulasi resin akrilik aktivasi kimia
sebagai bahan denture base. Hasil yang didapatkan dari manipulasi resin akrilik
cold cured adalah, teknik manipulasi ini

lebih mudah dilakukan dan waktu

pembuatannya cukup singkat jika dibandingkan dengan resin akrilik heat cured,
tetapi memiliki beberapa kelemahan antara lain, monomer sisa yang tinggi
sehingga beracun (toksik), harga lebih mahal, warna dapat berubah, dan kekuatan
yang lebih rendah.
Pada percobaan kedua dilakukan manipulasi resin akrilik sebagai bahan
reparasi dengan metode wet packing dan salt and pepper. Cara yang terbaik untuk
melakukan reparasi bagian yang patah dari akrilik adalah dengan memasukkan

campuran monomer dan polimer sedikit demi sedikit ke dalam bagian yang patah
atau disebut metode salt and pepper.

7. DAFTAR PUSTAKA
Larasati DM, Firsty KN, Yogiartono M. 2012. Efectiveness of ellagic acid that
contains in strawberry for acrylic discoloration. J. Asia Pasifik
Dent.Students; Jun:3(3): 3-9.
McCabe, J.F., dkk. 2008. Applied Dental Materials. 9th Ed.
Blackwell:Munksgaard. p.113, 116-117.
Noort RV. 2007. Introduction to dental materials. 3rd ed. Toronto: Mosby Elsevier.
p.213,215.
Sugianitri NK.2011.Ekstrak biji buah pinang (Aecha Catechu.L) dapat
menghambat pertumbuhan koloni Candida Albicans secara in vitro pada
esin akilik heat cured [Tesis]: Univesitas Udayana.
Yuliati A. Viabilitas sel fibroblas BHK_21 pada pemukaan resin akrilik rapid
heat cured. Maj. Ked. Gigi (Dent.J); 2005 Apr-Jun: 38(2): 68-72.
Yuliati A,Harijanto E. 2015. Resin Akrilik.Buku Ajar Ilmu Material Kedokteran
Gigi I.p.145-155.

Anda mungkin juga menyukai