Gangguan Obsesif Kompulsif Adalah Suatu Contoh Dari Efek Positif Dimana
Gangguan Obsesif Kompulsif Adalah Suatu Contoh Dari Efek Positif Dimana
memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien
memiliki onset gejala setelah 35 tahun. Gangguan obsesif kompulsif dapat
memiliki onset pada masa remaja atau masa kanak-kanak, pada beberapa kasus
dapat pada usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena
gangguan obsesif kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun temuan
tersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan yang dimiliki pasien dengan
gangguan obsesif kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan. Gangguan
obsesif kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam
dibandingkan kulit putih.
Pasien dengan gangguan obsesif kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan obsesif kompulsif
adalah kira-kira 67 persen dan untuk fobia social kira-kira 25 persen. Diagnosis
psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
adalah gangguan penggunaan alcohol, fobia spesifik, gangguan panic dan
gangguan makan.
Etiologi
1. Factor biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba klinis yang telah dilakukan
terhadap berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi
serotonin terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari
gangguan. Obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang
mempengaruhi sistem neurotransmitter lain. Serotonin terlibat di dalam
penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah tidak jelas. Penelitian klinis
telah mengukur konsentrasi metabolit serotonin (5-hydroxyindoleacetic
acid/ 5-HIAA) di dalam cairan serebrospinalis, dan afinitas sertai jumlah
tempat ikatan trombosit pada pemberian imipramine (yang berikatan
Diagnosis
Walaupun criteria diagnosis untuk gangguan obsesif kompulsif di dalam
diagnostic and statistic manual of mental disorder edisi ketiga yang direvisi
(DSM-III-R)banyak yang dipertahankan di dalam edisi keempatnya (DSM-IV),
telah dibuat modifikasi penting di dalam definisi DSM-IV tentang obsesi dan
kompulsi. DSM-IV memperkenalkan pengamatan klinis bahwa pikiran (yaitu
tindakan mental) dapat merupakan obsesi atau kompulsi, tergantung pada apakah
D. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas
padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan
makan; menarik rambut jika teradapat trikotilomania; permasalahan pada
penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh; preokupasi dengan obat
jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat; preokupasi dengan menderita
suatu penyakit serius jika terdapat hipokondriasis; preokupasi dengan
dorongan atau fantasi seksual jika tedapat parafilia; atau perenungan bersalah
jika terdapat gangguan depresif berat).
E. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
Sebutkan jika: dengan tilikan buruk: jika selama sebagian besar waktu selama
episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah
berlebihan atau tidak beralasan.
Manifestasi klinis
Gejala mungkin bertumpang tindih dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu.
Gangguan ini memiliki 4 pola gejala utama, yaitu obsesi terhadap kontaminasi,
obsesi keragu-raguan diikuti pengecekan yang kompulsi, pikiran obsesional yang
mengganggu dan kebutuhan terhadap simetrisitas atau ketepatan.
Gejala-gejala obsesi harus mencakup hal-hal berikut:
a) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri
b)Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun adalainnya yang tidak lagidilawan oleh pasien
c)Pikiran untuk melakukan trindakan tersebut diatas bukan merupakan hal
yang member kepuasan atau kesenangan
d) Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan.
Ada kaitan erat antara gejala obsesi, terutama pikiran obsesi, dengan depresi.
Pasien dengan obsesi kompulsi seringkali menunjukkan gejala depresi dan
sebaliknya pasien gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran
obsesi selama episode depresinya.
Gejala obsesi sekunder yang terjadi pada gangguan skizofre nia, sindrom tourette
atau gangguan mental organic, harus di anggap sebagai bagian dari kondisi
tersebut.
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Sebagian besar gejala muncul secara tiba-tiba, terutama setelah suatu peristiwa
yang menyebabkan stress, seperti kehamilan, maslah seksual, atau kematian salah
seorang sanak saudara.
Perjalanan penyakit biasanya lama dan bervariasi, beberapa berfluktuasi namun
ada pula yang konstan.
Prognosis buruk bila pasien mengarah pada kompulsi, berawal pada masa anakanak, kompulsi yang aneh, perlu perawatan dirumah sakit, gangguan depresi berat
yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang, dan
adanya gangguan kepribadian. Prognosis baik ditandai oleh penyesuaian social dan
pekerjaanyang baik, adanya
peristiwa pencetus, dan sifat gejala episodic.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meliputi farmakoterapi dan psikoterapi
Pengobatan farmakoterapi standar adalah dengan obat spesifik serotonin seperti
klomipramin atau penghambat ambilan kembali serotonin spesifik(SSRI) seperti
fluoksetin. Bila terapi gagal, terapi dapat diperkuat dengan menambahkan litium
atau penghambat monoamine oksidase(MAOI) khususnya fenelzin.
Psikoterapi meliputi terapi perilakudengan desentisisasi dan terapi keluarga bila
terdapat factor disharmoni keluarga yang mempengaruhi timbulnya gangguan
tersebu