Disusun oleh:
Endang
Rega Saputra
BAB I
PENDAHULUAN
Obat obat anestesi inhalasi adalah obat obat anestesi yang berupa gas atau cairan mudah
menguap, yang diberikan melalui pernapasan pasien. Nitrous oksida (N2O), kloroform, dan eter
adalah agen pembiusan umum pertama yang diterima secara universal. Etil klorida, etilen, dan
siklopropan kemudian menyusul, dengan zat yang terakhir cukup digemari pada saat itu karena
induksinya yang singkat dan pemulihannya yang cepat tanpa disertai delirium. Sayang sekali
sebagian besar agen-agen anestetik yang telah disebutkan tadi telah ditarik dari pasaran.
Sebagai contoh, eter sudah tidak digunakan secara luas karena mudah tersulut api dan
berisiko mengakibatkan kerusakan hepar. Di samping itu, eter juga mempunyai beberapa
kerugian yang tidak disenangi para anestetis seperti berbau menyengat dan menimbulkan sekresi
bronkus berlebih. Kloroform juga kini dihindari karena toksik terhadap jantung dan hepar. Etil
klorida, etilen, dan siklopropan pun tidak lagi digunakan sebagai anestetik, baik karena toksik
ataupun mudah terbakar.
Dengan ditariknya berbagai zat anestetik dari peredaran seperti yang dikemukakan di atas,
kini terdapat lima agen inhalasi yang masih digunakan dalam praktik anestesi yakni nitrous
oksida, halotan, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Anestetik inhalasi paling banyak dipakai
untuk induksi pada pediatri yang mana sulit dimulai dengan jalur intravena. Di sisi lain, bagi
pasien dewasa biasanya dokter anestesi lebih menyukai induksi cepat dengan agen intravena.
Meskipun demikian, sevofluran masih menjadi obat induksi pilihan untuk pasien dewasa,
mengingat baunya tidak menyengat dan onsetnya segera. Selain induksi, agen inhalasi juga
sering digunakan dalam praktik anestesiologi untuk rumatan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Farmakokinetik Anestesi Inhalasi
Meskipun mekanisme aksi anestetik inhalasi masih belum diketahui secara pasti, para
ahli mengasumsikan bahwa efek anestesia diperoleh dari konsentrasi terapetik di sistem
saraf pusat. Sesuai dengan gambar berikut, terdapat beberapa langkah yang diperlukan zat
anestetik inhalasi mulai dari vaporisasi di mesin anestesi hingga terdeposisi di jaringan otak.
alveolar
minimum
atau
minimum Agen
alveolar concentration (MAC) anestetik inhalasi adalah Nitrous oksida
MAC%
0.75
1.2
Sevofluran
105
6.0
2.0
dapat membandingkan secara langsung potensi setiap anestetik sekaligus memberikan standar
baku untuk penelitian. Meskipun demikian, nilai MAC tetap saja hanya merupakan angka
statistikal belaka pada saat menangani pasien; masing-masing pasien merupakan individu yang
unik dan oleh karena itu memerlukan pendekatan yang bersifat individual pula, misalnya pada
saat menentukan dosis induksi.
C. Macam macam anestesi inhalasi
a. Nitrous Oksida (N2O)
Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih berat dari
udara, serta tidak mudah terbakar dan meledak (kecuali jika dikombinasikan dengan zat
4
anestetik yang mudah terbakar seperti eter). Gas ini dapat disimpan dalam bentuk cair
dalam tekanan tertentu, serta relatif lebih murah dibanding agen anestetik inhalasi lain.
Efek terhadap sistem organ
Efek terhadap SSP adalah peningkatan aliran darah serebral yang berakibat pada
sedikit peningkatan tekanan intrakranial (TIK). N 2O juga meningkatkan konsumsi
oksigen serebral. Efek terhadap neuromuskular tidak seperti agen anestetik inhalasi lain,
di mana N2O tidak menghasilkan efek relaksasi otot.
Efek terhadap respirasi dari gas ini adalah peningkatan laju napas (takipnea) dan
penurunan volume tidal akibat stimulasi Sistem Saraf Pusat (SSP). N 2O dapat
menyebabkan berkurangnya respons pernapasan terhadap CO2 meski hanya diberikan
dalam jumlah kecil, sehingga dapat berdampak serius di ruang pemulihan (pasien jadi
lebih lama dalam keadaan tidak sadar).
Efek terhadap kardiovaskular dapat dijelaskan melalui tendensinya dalam
menstimulasi sistem simpatis. Meski secara in vitro gas ini mendepresikan kontraktilitas
otot jantung, namun secara in vivo tekanan darah arteri, curah jantung, serta frekuensi
nadi tidak mengalami perubahan atau hanya terjadi sedikit peningkatan karena adanya
stimulasi katekolamin, sehingga peredaran darah tidak terganggu (kecuali pada pasien
dengan penyakit jantung koroner atau hipovolemik berat).
Efek terhadap ginjal adalah penurunan aliran darah renal (dengan meningkatkan
resistensi vaskular renal) yang berujung pada penurunan laju filtrasi glomerulus dan
jumlah urin. Efek terhadap hepar adalah penurunan aliran darah hepatik (namun dalam
jumlah yang lebih ringan dibandingkan dengan agen inhalasi lain). Efek terhadap
gastrointestinal adalah adalanya mual muntah pascaoperasi, yang diduga akibat aktivasi
dari chemoreceptor trigger zone dan pusat muntah di medula. Efek ini dapat muncul pada
anestesi yang lama.
b. Halotan
Merupakan alkana terhalogenisasi dengan ikatan karbon-florida sehingga bersifat
tidak mudah terbakar atau meledak (meski dicampur oksigen). Halotan berbentuk cairan
tidak berwarna dan berbau harum tidak iritatif dan tidak tahan terhadap sinar matahari..
Halotan merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, di mana induksi dan
tahapan anestesia dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun setelah
anestetik dihentikan.
Efek terhadap Sistem Organ
2 MAC dari halotan menghasilkan 50% penurunan tekanan darah dan curah
jantung. Halotan dapat secara langsung menghambat otot jantung dan otot polos
pembuluh darah serta menurunkan aktivitas saraf simpatis. Penurunan tekanan darah
terjadi akibat depresi langsung pada miokard dan penghambatan refleks baroreseptor
terhadap hipotensi, meski respons simpatoadrenal tidak dihambat oleh halotan (sehingga
peningkatan PCO2 atau rangsangan
Makin dalam anestesia, makin jelas turunnya kontraksi miokard, curah jantung, tekanan
darah, dan resistensi perifer. Efek bradikardi disebabkan aktivitas vagal yang meningkat.
Automatisitas miokard akibat halotan diperkuat oleh pemberian agonis adrenergik
(epinefrin) yang menyebabkan aritmia jantung. Efek vasodilatasi yang dihasilkan pada
pembuluh darah otot rangka dan otak dapat meningkatkan aliran darah.
Efek terhadap respirasi adalah pernapasan cepat dan dangkal. Peningkatan laju
napas ini tidak cukup untuk mengimbangi penurunan volume tidal, sehingga ventilasi
alveolar turun dan PaCO2. Depresi napas ini diduga akibat depresi medula (sentral) dan
disfungsi otot interkostal (perifer). Halotan diduga juga sebagai bronkodilator poten, di
mana dapat mencegah bronkospasme pada asma, menghambat salivasi dan fungsi
mukosiliar, dengan relaksasi otot maseter yang cukup baik (sehingga intubasi mudah
dilakukan), namun dapat mengakibatkan hipoksia pascaoperasi dan atelektasis. Efek
bronkodilatasi ini bahkan tidak dihambat oleh propanolol.
Dengan mendilatasi pembuluh darah serebral, halotan menurunkan resistensi
vaskular serebral dan meningkatkan aliran darah otak, sehingga ICP meningkat, namun
aktivitas serebrum berkurang (gambaran EEG melambat dan kebutuhan O2 yang
berkurang). Efek terhadap neuromuskular adalah relaksasi otot skeletal dan
meningkatkan kemampuan agen pelumpuh otot nondepolarisasi, serta memicu
hipertermia malignan.
Efek terhadap ginjal adalah menurunkan aliran darah renal, laju filtrasi
glomerulus, dan jumlah urin, semua ini diakibatkan oleh penurunan tekanan darah arteri
dan curah jantung. Efek terhadap hati adalah penurunan aliran darah hepatik, bahkan
dapat menyebabkan vasospasme arteri hepatik. Selain itu, metabolisme dan klirens dari
beberapa obat (fentanil, fenitoin, verapamil) jadi terganggu.
Biotransformasi dan Toksisitas
Eksresi halotan utamanya melalui paru, hanya 20% yang dimetabolisme dalam
tubuh untuk dibuang melalui urin dalam bentuk asam trifluoroasetat, trifluoroetanol, dan
bromida. Halotan dioksidasi di hati oleh isozim sitokrom P-450 menjadi metabolit
utamanya, asam trifluoroasetat. Metabolisme ini dapat dihambat dengan pemberian
disulfiram. Bromida, metabolit oksidatif lain, diduga menjadi penyebab perubahan status
mental pascaanestesi. Disfungsi hepatik pascaoperasi dapat disebabkan oleh: hepatitis
viral, perfusi hepatik yang terganggu, penyakit hati yang mendasari, hipoksia hepatosit,
dan sebagainya. Penggunaan berulang dari halotan dapat menyebabkan nekrosis hati
sentrolobular dengan gejala anoreksia, mual muntah, kadang kemerahan pada kulit
disertai eosinofilia.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Halotan dikontraindikasikan pada pasien dengan disfungsi hati, atau pernah
mendapat halotan sebelumnya. Halotan sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien
dengan massa intrakranial (kemungkinan adanya peningkatan TIK). Efek depresi
miokard oleh halotan dapat dieksaserbasi oleh agen penghambat adrenergik (seperti
propanolol) dan agen penghambat kanal ion kalsium (seperti verapamil). Penggunaannya
bersama dengan antidepresan dan inhibitor monoamin oksidase (MAO-I) dihubungkan
dengan fluktuasi tekanan darah dan aritmia. Kombinasi halotan dan aminofilin berakibat
aritmia ventrikel.
c. Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Memiliki struktur kimia
yang mirip dengan enfluran, isofluran berbeda secara farmakologis dengan enfluran.
Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan
pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang
dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat
induksi. Tanda untuk mengamati kedalaman anestesia adalah penurunan tekanan darah,
volume dan frekuensi napas, serta peningkatan frekuensi denyut jantung.
Efek terhadap Sistem Organ
rendah (mendekati N2O) dengan potensi yang juga lebih rendah sehingga memberikan
induksi dan pemulihan yang lebih cepat dibandingkan isofluran (5-10 menit setelah obat
dihentikan, pasien sudah respons terhadap rangsang verbal). Desfluran lebih digunakan
untuk prosedur bedah singkat atau bedah rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga
menimbulkan batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk
induksi. Desfluran bersifat kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi
17 kali lebih poten dibanding N2O.
Efek terhadap Sistem Organ
Efek terhadap kardiovaskular desfluran mirip dengan isofluran, hanya saja tidak
seperti isofluran, desfluran tidak meningkatkan aliran darah arteri koroner. Efek terhadap
respirasi adalah penurunan volume tidak dan peningkatan laju napas. Secara keseluruhan
terdapat penurunan ventilasi alveolar sehingga terjadi peningkatan PaCO2. Efek
terhadap SSP adalah vasodilatasi pembuluh darah serebral, sehingga terjadi peningkatan
TIK, serta penurunan konsumsi oksigen oleh otak. Tidak ada laporan nefrotoksik akibat
desfluran, begitu juga dengan fungsi hati.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Desfluran memiliki kontraindikasi berupa hipovolemik berat, hipertermia
malignan, dan hipertensi intrakranial. Desfluran juga dapat meningkatkan kerja obat
pelumpuh otot nondepolarisasi sama halnya seperti isofluran.
e. Sevofluran
Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin.
Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk
induksi inhalasi yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi
inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat dicapai dalam
1-3 menit.
Efek terhadap Sistem Organ
Sevofluran dapat menurunkan kontraktilitas miokard, namun bersifat ringan.
Resistensi vaskular sistemik dan tekanan darah arterial secara ringan juga mengalami
penurunan, namun lebih sedikit dibandingkan isofluran atau desfluran. Belum ada
laporan mengenai coronary steal oleh karena sevofluran. Agen inhalasi ini dapat
mengakibatkan depresi napas, serta bersifat bronkodilator. Efek terhadap SSP adalah
peningkatan TIK, meski beberapa riset menunjukkan adanya penurunan aliran darah
9
serebral. Kebutuhan otak akan oksigen juga mengalami penurunan. Efeknya terhadap
neuromuskular adalah relaksasi otot yang adekuat sehingga membantu dilakukannya
intubasi pada anak setelah induksi inhalasi. Terhadap ginjal, sevofluran menurunkan
aliran darah renal dalam jumlah sedikit, sedangkan terhadap hati, sevofluran
menurunkan aliran vena porta tapi meningkatkan aliran arteri hepatik, sehingga menjaga
aliran darah dan oksigen untuk hati.
Biotransformasi dan Toksisitas
Enzim P-450 memetabolisme sevofluran. Soda lime dapat mendegradasi
sevofluran menjadi produk akhir yang nefrotoksik. Meski kebanyakan riset tidak
menghubungkan sevofluran dengan gangguan fungsi ginjal pascaoperasi, beberapa ahli
tidak menyarankan pemberian sevofluran pada pasien dengan disfungsi ginjal.
Sevofluran juga dapat didegradasi menjadi hidrogen fluorida oleh logam pada peralatan
pabrik, proses pemaketannya dalam botol kaca, dan faktor lingkungan, di mana hidrogen
fluorida ini dapat menyebabkan luka bakar akibat asam jika terkontak dengan mukosa
respiratori. Untuk meminimalisasi hal ini, ditambahkan air dalam proses pengolahan
sevofluran dan pemaketannya menggunakan kontainer plastik khusus.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Sevofluran dikontraindikasikan pada hipovolemik berat, hipertermia maligna, dan
hipertensi intrakranial. Sevofluran juga sama seperti agen anestetik inhalasi lainnya,
dapat meningkatkan kerja pelumpuh otot.
10
REVISI
1. Apakah MAC pada Anak dan dewasa itu sama
2. Agen yang paling baik digunakan untuk pasiendenganpenyakit asma
3. Kenapa pada pasien dengan penyakit timpanoplasti tidak boleh memakai N2O
Jawab
1. MAC pada dewasa tidak sama dengan MAC pada anak maupun neonatus berikut
tabel MAC
2. Agen yang paling tepat untuk pasien asma yaitu sevofluran karena sifat sevofluran
adalah bronkodilator
3. Sifat N2O adalah mengisi rongga kosong, pada operasi tympanoplasti N2O akan
terakumulasi dan akan menyebbkan tekanan yang tinggi dan akan menyebabkan
terlepasnya graf.
11
DAFTAR PUSTAKA
Morgan Ge, Mikhail Ms, Clinical Anestesiologi, 5rd ed, New york, 2013
Soenarjo & Dwi Heru Jatmiko, Anestesiologi, Semarang, 2010
Muhardi Muhiman dkk, Anestesiologi, Jakarta 1989
12