Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS PSIKIATRIK

SKIZOFRENIA PARANOID
(F20.0)
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. Mu

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 20 tahun ( 03-01-1995)

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Bugis

Status Pernikahan

: Belum menikah

Pekerjaan/Sekolah

: SMA

Alamat

: Lompu, Kelurahan Gona, Kecamatan


Kajuara, Kabupaten Bone

Masuk RSKD Provinsi Sulawesi Selatan untuk yang kedua kalinya, pada
tanggal 09 Oktober 2015, diantar oleh keluarga pasien.
I.

RIWAYAT PENYAKIT :
Diperoleh melalui alloanamnesis :
Nama
: Ny.Mi
Pekerjaan
: Guru SD (PNS)
Pendidikan
: S1
Alamat

: Lompu, Kelurahan Gona, Kecamatan


Kajuara, Kabupaten Bone.

Hubungan dengan pasien

: Ibu kandung pasien

A. Keluhan Utama
Gelisah
B. Riwayat Gangguan Sekarang
1. Keluhan dan Gejala.
Seorang pasien laki-laki, 20 tahun dibawa oleh keluarga dengan
keluhan gelisah, yang dialami sejak 5 hari yang lalu. Dimana pasien sering
terlihat mondar-mandir, keluar masuk dari rumah ke rumah tetangga,
pasien juga terlihat selalu banyak bicara padahal pasien dulunya adalah

seorang yang pendiam, sering bernyanyi sendiri dan joget-joget.


Perubahan perilaku dialami sejak tahun 2014 bulan Mei, saat itu pasien
tiba-tiba mengamuk tanpa alasan yang jelas, kemudian pasien langsung
dibawa ke klinik Waras dan disana pasien dirawat selama 1 bulan.
Setelah itu dibawa kembali ke kampung, selama di kampung (3 bulan)
pasien rutin minum obat, setelah obat habis pasien tidak pernah
menimbulkan gejala/menurut keluarga sudah sembuh. Namun pada bulan
Juli 2015 pasien dibawa ke RSKD untuk pertama kalinya dengan keluhan
yang sama, yaitu sering tampak gelisah, mondar-mandir dan menyanyi
tidak jelas. saat itu pasien dirawat selama 1 bulan (Agustus keluar). Dan
melanjutkan dengan rawat jalan. Diberikan obat untuk 1 minggu dan
setelah itu tidak berobat lagi. Pasien dulunya kuliah di UIN Fakultas
Bhs.Arab dan tinggal di kos sendiri namun tidak melanjutkan setelah
perubahan perilakunya tersebut.
Sebelum sakit, pasien dikenal sebagai orang yang pendiam, tidak
pernah berkelahi dan termasuk anak yang pintar di sekolah. Keluarga tidak
mengetahui pergaulan pasien di luar rumah.
Riwayat penyakit jiwa di keluarga ada, yaitu paman pasien (saudara dari
ibu), riwayat terapi jiwa sebelumnya dengan Haloperidol, Chlorpromazine
dan Trihexyphenidil dan pasien pernah putus minum obat.
2. Hendaya dan disfungsi
Hendaya sosial (+)
Hendaya pekerjaan (+)
Hendaya penggunaan waktu senggang (+)
3. Faktor stress psikososial
Tidak diketahui
4. Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat fisik sebelumnya
- Trauma (-)
- Infeksi (-)
- Kejang (-)
- Alkohol (-)
- Merokok (+), kurang lebih 1 bungkus per hari
- NAPZA (-)

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


Perubahan perilaku pada pasien terlihat sejak tahun 2014, pernah dirawat di
RSKD sebelumnya (Juli-Agustus 2015), namun memberat kembali sejak 5
hari terakhir. Dimana pasien terlihat sering mondar-mandir, menyanyimenyanyi dan joget-joget .
D. Riwayat kehidupan pribadi
1. Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun)
Pasien lahir pada tanggal 3 Januari 1995, dilahirkan secara normal di
rumah dan ditolong oleh mantri.
2. Riwayat Kanak Awal (1-3 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tua, pertumbuhan dan perkembangan baik.
3. Riwayat Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan baik, pasien mulai masuk SD dan
4.

termasuk anak yang pandai di sekolah serta mempunyai banyak teman.


Riwayat Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Pasien melanjutkan sekolah ke SMP dan SMA, lulus dan melanjutkan ke
perguruan tinggi negeri (UIN Fakultas Bhs. Arab). Tidak memiliki

masalah di sekolah dan pergaulan.


5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan
Pasien belum bekerja, saat ini pasien adalah mahasiswa UIN Fakultas
Bahasa Arab dan mengambil cuti untuk berobat.
b. Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah.
c. Riwayat Agama
Pasien memeluk agama Islam dan menjalankan kewajiban agama
dengan cukup baik.
d. Riwayat Pelanggaran Hukum
Selama ini pasien tidak pernah terlibat dengan masalah hukum.
e. Aktivitas sosial
Pasien dikenal pendiam, penyabar namun mudah akrab dengan orang
baru.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
- Pasien adalah anak tunggal ()
- Hubungan dengan keluarga baik
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama ada, yaitu paman pasien.
F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal dengan kedua orang tua.
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien merasa dirinya tidak sakit dan tidak perlu pengobatan.

II.

STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum :
1. Penampilan
Seorang laki-laki menggunakan baju kaos berwarna hitam, celana
panjang jeans hitam, perawakan sesuai umur dan perawatan diri
kurang.
2. Kesadaran
Berubah.
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Tenang
4. Verbalisasi
Pasien menjawab pertanyaan dengan spontan, lancar dan intonasi
biasa.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif.
B. Keadaan afektif, mood, empati :
1. Mood
: sulit dinilai
2. Afek
: restriktif
3. Empati
: tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual :
1. Taraf pendidikan : Pengetahuan sesuai dengan taraf pendidikan pasien
2. Orientasi (waktu, tempat, dan orang)
Waktu
: Baik
Tempat
: Baik
Orang
: Baik
3. Daya ingat
Jangka panjang
: Baik
Jangka pendek
: Baik
Jangka segera
: Baik
4. Daya Konsentrasi
: Baik
5. Pikiran abstrak
: Baik
6. Bakat kreatif
: Menyanyi
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Kurang
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi
:
Halusinasi auditorik (+), pasien mendengar suara yang menyuruhnya
bernyanyi.
2. Ilusi
: Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada

4. Derealisasi

: Tidak ada

E. Proses berpikir
1. Arus pikir
Produktivitas
Kontinuitas
Hendaya bahasa
2. Isi pikiran
Pre okupasi
Gangguan isi pikir

: Cukup
: Relevan, Koheren
: Tidak ada
: Tidak ada
: Waham kebesaran (pasien yakin dirinya

adalah anak Jendral Yusuf dan memiliki banyak harta dan mengaku
dirinya Ariel Noah artis terkenal yang pandai bernyanyi).
F. Pengendalian Impuls
: Tidak Terganggu
G. Daya nilai
1. Norma sosial
: Terganggu
2. Uji daya nilai
: Terganggu
3. Penilaian realitas
: Terganggu
H. Tilikan (Insight)
: Derajat1 (pasien merasa dirinya tidak sakit
dan tidak memerlukan pengobatan).
I. Taraf dapat dipercaya
: Dapat dipercaya
III.

PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI


1. Status Internus
Keadaan umum tidak tampak sakit, kesadaran kompos mentis, tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 86 kali/menit, frekuensi pernafasan 20
kali/menit, suhu tubuh 36,6 C, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterus, jantung, paru dan abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas
dan bawah tidak ada kelainan.
2. Status Neurologi
GCS : E4M6V5, fungsi kortikal luhur dalam batas normal, pupil bulat
isokor, refleks cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik ke empat

IV.

ekstrimitas dalam batas normal dan refleks patologis (-)


IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Seorang pasien laki-laki 20 tahun dibawa oleh keluarganya ke
RSKD untuk kedua kalinya dengan keluhan gelisah yang dialami sejak 5
hari yang lalu.pasien sering terlihat mondar-mandir tidak jelas di dalam
rumah, sering menyanyi dan berjoget-joget.
5

Perubahan perilaku pada pasien mulai terlihat sejak tahun 2014,


pada saat itu pasien tiba-tiba mengamuk tidak jelas. Bagi keluarga pasien,
pasien adalah seorang anak yang pintar, pendiam namun masih mudah
akrab terhadap orang baru. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
pasien baik, pasien dulunya adalah seorang mahasiswa Fakultas Bhs.Arab
di Universitas Islam Negeri Makassar.
Dari status mental tampak seorang laki-laki , memakai baju kaos
hitam celana panjang jeans hitam, perawatan diri kurang dan perawakan
sesuai umur. Mood sulit dinilai, afek restriktif, empati tidak dapat
dirabarasakan Pengetahuan umum dan kecerdasan sesuai dengan taraf
pendidikan. Daya konsentrasi dan orientasi baik. Terdapat gangguan
persepsi yaitu, adanya halusinasi auditorik. Dimana pasien ,mendengar
adanya suara-suara yang memerintahnya untuk bernyanyi. Arus pikir
secara produktivitas cukup, terdapat gangguan isi pikir berupa waham
kebesaran, dimana pasien merasa dirinya adalah anak Jendal Yusuf dan
memiliki banyak harta, selain itu pasien juga mengaku dirinya adalah Ariel
Noah seorang penyanyi terkenal. Produktivitas cukup, kontinuitas
koheren, tidak ada hendaya berbahasa dan pengendalian impuls baik, daya
nilai terganggu, Tilikan derajat 1, karena pasien merasa dirinya tidak sakit
dan tidak perlu pengobatan. Dan taraf dapat dipercaya.
V.

EVALUASI MULTI AKSIAL


1. Aksis I
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis ditemukan gejala klinis

berupa pasien gelisah, yang dialami sejak 5 hari yang lalu. Keadaan ini
menimbulkan penderitaan (distress) dan hendaya (disability) bagi pasien pada
fungsi sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita gangguan jiwa, terdapat hendaya dalam
menilai realita berupa halusinasi dan waham yang dialami oleh pasien, sehingga
dikatakan pasien menderita gangguan jiwa psikotik. Pada pemeriksaan status
internus dan neurologis tidak di temukan adanya kelainan sehingga pasien dapat
dikatakan gangguan psikotik non organik.
6

Berdasarkan status mental ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai


realita ditandai dengan adanya halusinasi auditorik, berupa suara-suara yang
memerintah pasien untuk terus bernyanyi, yang dialami sudah lebih dari 1 bulan
(sejak tahun 2014) sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
Skizofrenia.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ
III) diagnosis diarahkan pada Skizofrenia paranoid (F20.0) dimana halusinasi
dan atau waham yang menonjol, pada pasien adanya halusinasi auditorik berupa
suara yang berbisik memerintahkan dia untuk bernyanyi serta waham kebesaran
yang pasien merasa dia adalah anak dari Jendral Yusuf yang punya banyak harta
dan dia adalah Ariel Noah.
2. Aksis II
Belum cukup data untuk mengarahkan pasien kedalam suatu kepribadian yang
khas.
3. Aksis III
Tidak ada diagnosis.
4. Aksis IV
Faktor stressor tidak jelas.
5. Aksis V
GAF (Global Assesment Functioning) Scale 50-41 : Gejala berat, disabilitas
berat.

VI.

DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik
Tidak terdapat kelainan
ketidakseimbangan

spesifik,

neurotransmitter

namun
maka

diduga

pasien

terdapat

memerlukan

farmakoterapi.
2. Psikologi
Ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita berupa halusinasi
auditorik dan waham kebesaran sehingga pasien memerlukan psikoterapi.
3. Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang pekerjaan sehingga pasien
memerlukan sosioterapi.
VII.

PROGNOSIS

Prognosis : Dubia
- Faktor pendukung:
1. Dukungan orang tua dan keluarga untuk sembuh
2. Seorang mahasiswa yang berpendidikan, saat ini
sedang menjalani perukliahan di UIN Fakultas
-

bahasa arab
Faktor penghambat:
1. Tilikan 1 (pasien merasa dirinya tidak sakit dan
tidak memerlukan pengobatan).
2. Mengalami gangguan pada usia muda
3. Riwayat keluarga (paman mempunyai penyakit
yang sama).

VIII. RENCANA TERAPI


1. Psikofarmakoterapi :
Risperidon 2mg 2 X 1
2. Psikoterapi suportif :
Memberikan penjelasan

dan

pengertian

kepada

pasien

tentang

penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya dan memahami cara


menghadapinya, serta tetap memotivasi pasien agar tetap minum obat
secara teratur.
3. Sosioterapi :
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang terdekat pasien
tentang gangguan yang dialami oleh pasien, sehingga tercipta dukungan
moral dan lingkungan yang kondusif sehingga membantu proses
penyembuhan pasien.
IX.

FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya. Menilai
efektivitas terapi serta kemungkinan terjadinya efek samping yang tidak
diinginkan.

X.

PEMBAHASAN
Sebelum mendiagnosis Skizofrenia paranoid,sebelumnya didiagnosis dulu

sebagai Skizofrenia. Berdasarkan PPDGJ III didiagnosis Skizofrenia (F.20) jika


memenuhi kriteria berikut :

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas :
A.
Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema

dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,

walaupun isinya sama, namun kualitasnya,; atau


Thought insertion/withdrawl = isi pikiran yang asing dari luar masuk

ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh


sesuatu dari luar dirinya (withdrawl);dan
Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang

lain atau umum mengetahuinya.

B.
-

Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau


Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau


Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar


Delusional perception : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya,biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.

C. Halusinasi auditorik :
-

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien,atau
Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara),atau


Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

D. waham-waham menetap jenis lainnya , yang menurut budaya setempat


dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu,atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa.

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
E. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja,apabila yang
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah
9

berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,ataupun disertai oleh ideide berlebihan yang menetap,atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
F. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
G.Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh-gelisah,posisi tubuh
tertentu,atau fleksibilitas cerea,negativism,mutisme,dan stupor.
H. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis,bicara yang jarang
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial;tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

Adanya gejala-gejala yang khas tersebut diatas t elah berlangsung selama

kurun waktu satu bulan atau lebih


Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi,bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak betujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri dan penarikan diri secara sosial.

Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III),


Skizofrenia paranoid dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria :
- Memenuhi kriteria umum diagnosis Skizofrenia.
- Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
a) Suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual atau
lain-lain perasaan tubuh,halusiansi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
c) Waham dapat

berubah

hampir

setiap

jenis,

tetapi

waham

dikendalikan,dipengaruhi atau passivity dan keyakinan dikejar-kejar yang


-

beraneka ragam adalah yang paling khas.


Gangguan afektif,dorongan kehendak dan pembicaraan,serta gejala katatonik
secara relative tidak nyata /tidak menonjol.

10

Indikasi dibererikan Terapi pada skizofrenia akut dan kronik serta pada
kondisi psikosis yang lain, dengan gejala-gejala tambahan (seperti; halusinasi,
delusi, gangguan pola pikir, kecurigaan dan rasa permusuhan) dan atau dengan
gejala-gejala negatif yang terlihat nyata (seperti; blunted affect, menarik diri dari
lingkungan sosial dan emosional, sulit berbicara). Juga mengurangi gejala afektif
(seperti; depresi, perasaan bersalah dan cemas) yang berhubungan dengan
skizofrenia.

AUTOANAMNESIS
DM : Assalamualaikum. Perkenalkan saya dokter muda yang bertugas disini,nama
saya Delinar. Namanya siapa ?
P

: saya Muslimin alias Ariel Noah.(ekspresi bahagia)

DM : dari mana asalta ?


P

: Lompu, Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone. (menjawab dengan cepat dan


lancar)

DM : Oiya ? tauki dimanaki sekarang ?


P

: Di rumah sakit jiwa dok.

DM : Kita tau di rumah sakit jiwa itu tempat pasien apa ?


P

: Pasien gila dok.

DM : Siapa bawaki ke sini ?


P

: Mamaku sama jendral Yusuf

DM : Kenapa ki dibawa kesini dulu ?


P

: dibilang saya gila, padahal saya ini tidak kenapa-kenapaji.

DM : eh siapa itu Jendral Yusuf?


P

: bapakku itu, masa tidak kau kenal bapakku. Orang paling kaya itu..
Kenapa ? (pasien menyanyi-menyanyi dengan ekspresif)

DM: sukaki menyanyi?


P

: iyalah dok, saya ini penyanyi. Ariel Noah (dengan begitu yakin)

DM : ada kita dengar suara-suarakah?


P

: Selalu ka dengar suara suara dok, ada halusinasiku.

11

DM : Suara apa itu ?


P

: Nasuruhka menyanyi-menyanyi

DM : Apa lagi ? Kita dengar terus itu suara? apami kita bikin kalo nasuruhki itu
suara begitu ?
P

: Selalu. Kuikuti yang disuruhkanka. Bisaka juga lihat makhluk halus.

DM : makhluk halus? Apami itu kita lihat ? ada sekarang?


P

: yaa makhluk halus, tidak ada

DM : kalau itu bisikan tadi, laki-laki atau perempuan?


P

: tidak tauka perempuan atau laki laki, tapi sama terusji suaranya kudengar
(pasien menyanyi lagunya Ariel)

*inventaris marah karena Muslimin menyanyi terus


DM : ada bayangan-bayangan kita lihat?
P

: tidak ada, orangji banyak.

DM : siapa-siapa itu kita lihat?


P

: ini banyak orang, ada dokter, itu orang itu orang saya ariel. (menunjuk
pasien lain).

DM : oooow, bukanji bayangan di?


P

: bukanlah.
Ada uangta dok? Kalo tidak ada sini saya kasiki, banyakji hartaku saya.

DM : mana bede?
P

: kutabungngi di bank.

DM : apa itu bank?


P

: celengan, celengan ayam.

DM : kuliahki dulu di? Dimanaki kuliah?


P

: UIN Alauddin Fakultas Bahasa Arab.

DM : jagoki bahasa arab berarti?


P

: jagolah. Kitabun itu buku kalamun itu penggaris.. mauki apalagi?

DM : iya tawwa jago betul di.


(kembali menyanyi-menyanyi)
DM : jagoki menyanyi di?
P

: nassami iya, ariel gitu loh

12

DM : oke pade, istrahatmki.. besokpi ajarika bahasa arab di.


GANGGUAN PENGGUNAAN ZAT ADIKTIF

21.1

Pendahuluan dan Tinjauan


Kebanyakan obat yang umum digunakan telah menjadi bagian dari

eksistensi manusia selama ribuan tahun. Misalnya, opium telah digunakan untuk
tujuan pengobatan selama kurang lebih 3.500 tahun, mengacu pada ganja
(mariyuana) sebagai obat yang dapat ditemukan sebagai herbal Cina kuno, anggur
sering disebutkan dalam Alkitab, dan penduduk asli Belahan Barat merokok
tembakau dan mengunyah daun koka. Sebagaimana obat baru ditemukan dan jalur
pemberian baru dikembangkan, beberapa masalah baru terkait dengan
penggunaannya muncul. Gangguan penggunaan zat merupakan kondisi psikiatrik
yang rumit dan seperti gangguan psikiatrik lainnya, baik faktor biologis dan
keadaan lingkungan adalah signifikan secara etiologi.
Bab ini mencakup ketergantungan zat dan penyalahgunaan zat dengan
beberapa deskripsi fenomena klinis terkait dengan penggunaan 11 kelas agen
farmakologis: alkohol; amfetamin atau agen lain yang sama; kafein; ganja;
kokain; halusinogen; inhalansia; nikotin; opioid; phencyclidine (PCP) atau agen
serupa; dan kelompok yang mencakup obat penenang/sedatif, hipnotik, dan
anxiolytics. Kategori ke-12 mencakup berbagai agen tidak masuk dalam 11 kelas
yang ditunjukkan, seperti steroid anabolik dan nitrous oxide.

TERMINOLOGI
Berbagai istilah telah digunakan selama bertahun-tahun untuk merujuk
pada penyalahgunaan narkoba. Misalnya, istilah dependence telah ada dan
digunakan dalam satu dari dua cara ketika membahas gangguan penggunaan zat.
Pada behavioral dependence, aktivitas mencari zat dan bukti terkait dengan pola
penggunaan patologis ditekankan, sedangkan physical dependence mengacu pada
efek fisik (fisiologis) dari beberapa episode atau tahapan penggunaan zat.
Ketergantungan psikologis, juga disebut sebagai pembiasaan, ditandai dengan

13

keinginan terus menerus atau intermiten (yaitu, keinginan yang kuat) untuk zat
tersebut untuk menghindari keadaan dysphoric. Dependensi perilaku, fisik, dan
psikologis merupakan ciri khas dari gangguan penggunaan zat.
Sedikit terkait dengan ketergantungan atau dependence adalah addiction
(kecanduan) dan addict (pecandu). Kata addict mendapatkan konotasi peyoratif
yang mengabaikan konsep penyalahgunaan zat sebagai sebuah gangguan medis.
Addiction juga telah disepelekan dalam penggunaan populer, seperti dalam istilah
TV addiction dan money addiction, meski demikian istilah tersebut memiliki nilai.
Ada substrat neurdchemical dan neuroanatomical yang ditemukan di antara semua
kecanduan (addiction), apakah itu untuk zat atau perjudian, seks, mencuri, atau
makan. Berbagai kecanduan atau addiction ini mungkin memiliki efek yang sama
terhadap aktivitas wilayah spesifik dari otak, seperti daerah ventral tegmental,
locus ceruleus, dan nucleus accumbens.
Istilah Lain
Codependence. Istilah coaddiction dan, lebih umum, codependency atau
adalah digunakan untuk menunjuk pola perilaku anggota keluarga yang telah
secara signifikan dipengaruhi oleh penggunaan zat atau addiction anggota
keluarga yang lain. Istilah tersebut telah digunakan dalam berbagai cara dan tidak
ada kriteria yang ditetapkan untuk codependence yang ada.
Enabling. Enabling adalah salah satu karakteristik pertama, dan lebih
diterima dari codependence atau coaddiction. Kadang-kadang, anggota keluarga
merasa bahwa mereka memiliki sedikit atau tidak ada kontrol atas tindakan yang
memungkinkan (enabling). Entah karena tekanan sosial untuk melindungi dan
mendukung anggota keluarga atau karena interdependensi patologis, atau
keduanya, perilaku enabling biasanya menolak perubahan. Karakteristik lain dari
codependence termasuk keengganan (unwillingness) untuk menerima gagasan
addiction sebagai sebuah penyakit. Anggota keluarga terus bersikap seolah-olah
perilaku menggunakan zat adalah voluntary/sukarela dan disengaja (jika tidak
benar-benar jahat), dan pengguna lebih peduli untuk alkohol dan obat-obatan

14

dibandingkan anggota keluarga. Hal ini menyebabkan perasaan marah, penolakan,


dan kegagalan. Selain perasaan itu, anggota keluarga mungkin merasa bersalah
dan tertekan karena pecandu, dalam upaya untuk menyangkal kehilangan kontrol
atas obat-obatan dan mengalihkan fokus perhatian dari penggunaannya, biasanya
mencoba untuk menempatkan tanggung jawab atas penggunaan seperti itu
terhadap anggota keluarga lain, yang sering tampak bersedia menerima beberapa
atau semua itu.
Denial (Penolakan). Anggota keluarga, seperti dengan pengguna
zat/narkoba, sering berperilaku seolah-olah penggunaan zat itu menyebabkan
masalah jelas tidak yang bukan benar-benar masalah; yaitu, mereka terlibat dalam
penyangkalan (denial). Alasan atas keengganan untuk menerima berbagai hal
yang jelas. Kadang-kadang penolakan adalah self-protecting (perlindungan diri),
bahwa anggota keluarga percaya bahwa jika ada masalah obat atau alkohol, maka
mereka bertanggung jawab.
Seperti dengan pecandu (addict) sendiri, anggota keluarga yang
codependent tampaknya tidak mau menerima pendapat bahwa intervensi luar
dibutuhkan dan, meskipun kegagalan berulang-ulang, tetap percaya bahwa
kemauan yang lebih besar dan upaya yang lebih besar pada control dapat
mengembalikan ketenangan. Ketika upaya tambahan pada kontrol gagal, mereka
biasanya mengalamatkan kegagalan untuk diri mereka sendiri bukan pecandu atau
proses penyakit, dan bersama dengan kegagalan memunculkan perasaan
kemarahan, harga diri menurun, dan depresi. Sebuah ringkasan dari beberapa
istilah pokok yang berhubungan dengan gangguan penggunaan zat ditunjukkan
dalam tabel 20.1-1.

EPIDEMIOLOGI
National Institute of Drug Abuse (NIDA) dan lembaga lainnya, seperti
National Survey of Drug Use and Health (NSDUH), melakukan survei berkala
terhadap penggunaan obat-obatan terlarang di Amerika Serikat. Pada 2012,
15

diperkirakan bahwa lebih dari 22 juta orang diatas usia 12 tahun (sekitar 10 persen
dari total penduduk AS) diklasifikasikan memiliki gangguan terkait zat. Dari
kelompok ini, hampir 15 juta adalah bergantung pada atau penyalahgunaan
alkohol (Gambar. 20.1-1).
Gambar 20.1-2 menunjukkan data survei persentase responden yang
melaporkan menggunakan berbagai obat-obatan. Pada tahun 2012, 669.000 orang
adalah ketergantungan atau penyalahgunaan heroin; 1,7 persen (4,3 juta) ganja;
0,4 persen (1 juta) kokain; dan 2 juta dikelompokkan ketergantungan atau
penyalahgunaan penghilang rasa sakit (pain relievers).

Tabel 20.1-1. Istilah yang digunakan pada gangguan terkait zat


Dependence penggunaan berulang dari zat obat atau kimia, dengan atau tanpa
ketergantungan

fisik.

Ketergantungan

fisik

menunjukkan keadaan

fisiologis yang berubah yang disebabkan oleh pemberian berulang dari


obat tersebut, penghentian mengakibatkan sindrom tertentu.
Abuse Penggunaan obat apapun, biasanya dengan pemberian diri sendiri (selfadministration), dengan cara yang menyimpang dari pola yang disetujui
secara sosial atau medis.
Misuse Sama dengan abuse, tetapi biasanya berlaku untuk obat yang diresepkan
oleh dokter yang tidak digunakan dengan benar.
Addiction Penggunaan zat berulang dan peningkatan, pengambilan menimbulkan
gejala distress dan dorongan tak tertahankan untuk menggunakan lagi dan
juga mengarah pada kerusakan fisik dan mental.
Intoxication Sebuah gejala reversibel yang disebabkan oleh zat tertentu
(misalnya, alkohol) yang mempengaruhi satu atau lebih dari fungsi mental

16

berikut: memori, orientasi, suasana hati, keputusan, dan perilaku, sosial,


atau fungsi kerja.
Withdrawal Sebuah gejala zat tertentu yang terjadi setelah berhenti atau
mengurangi jumlah obat atau zat yang telah digunakan secara teratur
selama waktu yang lama. Sindrom ini ditandai dengan tanda-tanda dan
gejala fisiologis selain perubahan psikologis, seperti gangguan berpikir,
perasaan, dan perilaku. Juga disebut abstinence syndrome atau
discontinuation syndrome.
Tolerance Fenomena di mana setelah pemberian berulang, dosis obat yang
diberikan menimbulkan efek penurunan atau dosis yang semakin besar
harus diberikan untuk mendapatkan efek yang diamati dengan dosis yang
orisinil. Toleransi perilaku menunjukkan kemampuan seseorang untuk
melakukan tugas-tugas meskipun efek dari obat tersebut.
Cross-tolerance Mengacu pada kemampuan satu obat harus diganti dengan obat
lain, masing-masing biasanya menghasilkan efek fisiologis dan psikologis
yang sama (misalnya, diazepam dan barbiturat). Juga dikenal sebagai
cross-dependence.
Neuroadaptation perubahan neurokimia atau neurofisiologis dalam tubuh yang
dihasilkan dari pemberian ulang obat. Neuroadaptation menimbulkan
fenomena toleransi. Adaptasi farmakokinetik mengacu pada adaptasi
sistem metabolisme dalam tubuh. Adaptasi seluler atau farmakodinamik
mengacu pada kemampuan dari sistem saraf berfungsi meskipun tingkat
darah tinggi dari zat yang menyerang.
Codependence Istilah yang digunakan untuk menyebut anggota keluarga yang
terkena atau mempengaruhi perilaku pengguna zat. Terkait dengan istilah
enabler, yang merupakan adalah orang yang memfasilitasi perilaku adiktif
pengguna (misalnya, menyediakan obat secara langsung atau uang untuk
membeli obat-obatan). Enabling juga termasuk keengganan anggota

17

keluarga untuk menerima kecanduan sebagai gangguan medis-psikiatris


atau menyangkal orang yang menyalahgunakan zat.
Berkaitan dengan usia pada penggunaan pertama, mereka yang mulai
menggunakan obat-obatan pada usia lebih dini (14 tahun atau lebih muda) adalah
lebih

mungkin

menjadi

kecanduan

dibandingkan

mereka

yang

mulai

menggunakan pada usia lanjut. Ini berlaku pada semua zat penyalahgunaan, tetapi
terutama alkohol. Di antara orang dewasa berusia 21 atau lebih tua yang pertama
kali mencoba alkohol pada usia 14 atau lebih muda, 15 persen diklasifikasikan
sebagai pecandu alkohol dibandingkan dengan hanya 3 persen yang pertama kali
menggunakan alkohol pada usia 21 atau lebih tua.

GAMBAR 20.1-1. Ketergantungan atau penyalahgunaan zat dalam satu tahun


terakhir diantara orang usia 12 atau lebih: 2002-2012. (From Substance
Abuse and Mental Health Services Administration)
Tingkat penyalahgunaan juga bervariasi sesuai usia (Tabel 20.1-2). Pada
tahun 2012, tingkat ketergantungan atau penyalahgunaan adalah tertinggi di antara
orang dewasa usia 18 sampai 25 (19 persen) dibandingkan dengan usia 12 sampai
17 (6 persen) dan orang dewasa usia 26 atau lebih tua (7 persen). Setelah usia 21,
penurunan terjadi dengan usia tersebut. Pada usia 65, hanya sekitar 1 persen orang

18

telah menggunakan zat terlarang dalam satu tahun terakhir, yang memberi
kepercayaan terhadap pengamatan klinis bahwa pecandu cenderung burn out
seiring usia mereka.

GAMBAR 20.1-2. Ketergantungan atau penyalahgunaan obat terlarang dalam


satu tahun terakhir di antara orang usia 12 atau lebih tua: 2010. (From Substance
Abuse and Mental Health Services Administration)
Tabel 20.1-3 merangkum data tentang karakteristik demografi dari mereka
yang menggunakan obat-obatan terlarang. Banyak laki-laki dibandingkan
perempuan menggunakan obat; tingkat hidup tertinggi adalah di antara American
Indian atau Pribumi Alaska; kulit putih lebih terpengaruh dibandingkan kulit
hitam atau Afrika Amerika; mereka dengan pendidikan tinggi menggunakan
banyak zat dibandingkan mereka dengan pendidikan rendah; dan pengangguran
memiliki tingkat penggunaan lebih tinggi dibandingkan mereka dengan bekerja
paruh waktu atau penuh waktu.
Tingkat ketergantungan atau penyalahgunaan zat bervariasi menurut
wilayah di Amerika Serikat. Pada tahun 2010, tingkat ketergantungan sedikit lebih
tinggi di wilayah Barat (9 persen) dan Midwest (9 persen) dibandingkan di
wilayah Timur Laut (8 persen) dan Selatan (8 persen). Tingkat yang sama, di
wilayah metropolitan kecil dan wilayah metropolitan besar (keduanya 9 persen)
dan terendah di wilayah pedesaan (7 persen). Tingkat tersebut juga lebih tinggi di

19

antara dengan pembebasan bersyarat atau keluar dari penjara (34 persen vs 9
persen). Jumlah orang yang mengemudi di bawah pengaruh obat atau alkohol
berada pada penurunan tingkat ketergantungan. Persentase mengemudi dibawah
pengaruh alkohol menurun dari 14 persen pada tahun 2002 menjadi 11 persen
pada tahun 2010, dan mereka yang mengemudi di bawah pengaruh obat-obatan
menurun dari 5 persen menjadi 4 persen dalam periode yang sama. Sebuah survei
komprehensif penggunaan narkoba dan tren di Amerika Serikat tersedia di
www.samhsa.gov.

ETIOLOGI
Model gangguan penggunaan zat adalah hasil dari proses dimana banyak
faktor berinteraksi yang mempengaruhi perilaku menggunakan obat dan hilangnya
penghakiman terhadap keputusan tentang menggunakan obat yang diberikan.
Meskipun tindakan obat yang diberikan sangat penting dalam proses, tidak
diasumsikan bahwa semua orang menjadi tergantung pada obat yang sama
mengalami efeknya dengan cara yang sama atau termotivasi oleh sekumpulan
faktor yang sama. Selain itu, ditunjukkan bahwa faktor yang berbeda mungkin
lebih atau kurang penting pada berbagai tahap proses. Dengan demikian,
ketersediaan obat, penerimaan sosial, dan tekanan teman mungkin menjadi faktor
penentu utama dari eksperimen awal dengan obat tersebut, tapi faktor lain, seperti
kepribadian dan biologi individual, mungkin lebih penting dari bagaimana efek
obat yang diberikan diterima dan sejauh mana penggunaan obat berulang
menghasilkan pada central nervous system (CNS). Faktor lainnya, termasuk
tindakan tertentu pada obat tersebut, mungkin faktor penentu utama dari apakah
penggunaan narkoba berkembang menjadi ketergantungan obat, sedangkan yang
lain mungkin menjadi pengaruh penting pada kemungkinan bahwa penggunaan
narkoba (1) menyebabkan efek samping atau (2) keberhasilan pemulihan dari
ketergantungan.

20

Telah ditegaskan bahwa kecanduan adalah penyakit otak, bahwa proses


penting yang mengubah perilaku menggunakan obat secara sukarela terhadap
penggunaan obat kompulsif adalah perubahan struktur dan neurokimia otak dari
pengguna narkoba. Bukti yang cukup sekarang menunjukkan bahwa perubahan
tersebut pada bagian yang relevan dari otak yang terjadi. Pertanyaan yang
membingungkan dan belum terjawab adalah apakah perubahan ini perlu dan
cukup untuk memperhitungkan perilaku menggunakan obat. Banyak yang
berpendapat bahwa itu tidak, bahwa kemampuan individu tergantung pada obatobat untuk mengubah perilaku mereka menggunakan obat dalam merespon
penguat (reinforcer) positif atau kontinjensi menghindar menunjukkan bahwa sifat
kecanduan adalah lebih kompleks dan membutuhkan interaksi beberapa faktor.
Gambar 20.1-3 menggambarkan bagaimana berbagai faktor mungkin
berinteraksi dalam pengembangan ketergantungan obat. Unsur utama adalah
perilaku menggunakan obat itu sendiri. Keputusan untuk menggunakan obat
dipengaruhi langsung oleh situasi sosial dan psikologi maupun oleh riwayat lama
dari orang tersebut. Penggunaan obat memulai rentetan konsekuensi yang dapat
memberi manfaat atau menghindar dimana melalui sebuah proses pembelajaran,
dapat menghasilkan kemungkinan yang lebih besar atau lebih kecil bahwa
perilaku menggunakan obat akan diulang. Untuk beberapa obat, penggunaan juga
memulai proses biologi yang terkait dengan toleransi, ketergantungan fisik, dan
kepekaan (tidak ditunjukkan dalam gambar). Pada gilirannya, toleransi dapat
mengurangi beberapa efek merugikan dari obat tersebut, memungkinkan atau
membutuhkan penggunaan dosis yang lebih besar, yang kemudian dapat
mempercepat atau mengintensifkan pengembangan ketergantungan fisik. Di atas
ambang tertentu, kualitas menghindar dari sindrom penarikan memberikan motif
berulang yang berbeda untuk penggunaan obat lebih lanjut. Sensitisasi sistem
motivasi dapat meningkatkan arti penting dari rangsangan yang berhubungan
dengan obat.
Tabel 20.1-2. Penggunaan obat terlarang dalam periode sepanjang hidup, tahun
lalu, dan bulan lalu, berdasarkan kategori usia: persentase, 2011 dan 2012

21

Tabel 20.1-3. Penggunaan obat terlarang dalam periode sepanjang hidup, tahun
lalu, dan bulan lalu diantara orang usia 18 atau lebih tua, berdasarkan
karakteristik demografi: persentase, 2011 dan 2012

22

Faktor psikodinamik
Teori psikodinamik tentang penyalahgunaan zat menunjukkan berbagai
teori populer selama 100 tahun terakhir. Menurut teori klasik, penyalahgunaan zat
adalah setara dengan masturbasi (beberapa pengguna heroin menggambarkan
dorongan awal yang sama dengan orgasme seksual berkepanjangan), pertahanan
terhadap impuls cemas, atau manifestasi regresi oral (yaitu, ketergantungan).
Formulasi psikodinamik terkini menghubungkan penggunaan zat sebagai refleksi
dari fungsi ego yang terganggu (yaitu, ketidakmampuan untuk menghadapi
kenyataan). Sebagai bentuk pengobatan sendiri (self-medication), alkohol dapat
digunakan untuk mengontrol kepanikan, opioid untuk mengurangi kemarahan,
dan amfetamin untuk mengurangi depresi. Beberapa pecandu mengalami kesulitan

23

besar untuk mengenali keadaan emosional batin mereka, kondisi yang disebut
Alexythymia (yaitu, tidak mampu menemukan kata-kata untuk menggambarkan
perasaan mereka).

GAMBAR 20.1-3. Model skematik World Health Organization dari penggunaan


dan ketergantungan obat. (Dari Edwards G, Arif A, Hodgson R.

Belajar dan pengkondisian. Penggunaan narkoba, apakah sesekali atau


kompulsif (memaksa), dapat dilihat sebagai perilaku yang diatur oleh
konsekuensinya. Obat dapat memperkuat perilaku terdahulu dengan mengakhiri
beberapa keadaan berbahaya atau menghindari seperti nyeri, kecemasan, atau
depresi. Dalam beberapa situasi sosial, penggunaan narkoba/drug, selain dari efek
farmakologisnya, dapat memperkuat jika itu menghasilkan status khusus atau
penerimaan dari teman-teman. Setiap penggunaan obat membangkitkan penguatan
positif yang cepat, baik sebagai akibat dari terburu-buru (euforia karena pengaruh
obat), pengurangan gangguan yang mempengaruhi, pengurangan gejala penarikan,
atau kombinasi dari efek ini. Selain itu, beberapa obat dapat menyadarkan sistem
24

saraf hingga efek memperkuat dari obat tersebut. Pada akhirnya, perlengkapan
(jarum, botol, bungkus rokok) dan perilaku yang terkait dengan penggunaan
narkoba bisa menjadi reinforcer sekunder, serta isyarat sinyal ketersediaan zat
tersebut, dan dengan adanya itu, keinginan untuk mengalami efek meningkat.
Pengguna narkoba merespon rangsangan yang berhubungan dengan obat
dengan peningkatan aktivitas daerah limbik, termasuk amigdala dan anterior
cingulate anterior. Aktivasi terkait obat tersebut pada daerah limbik telah
ditunjukkan dengan berbagai obat, termasuk kokain, opioid, dan rokok (nikotin).
Yang menarik, daerah yang sama diaktifkan oleh rangsangan terkait kokain pada
pengguna kokain diaktifkan oleh rangsangan seksual baik kontrol normal dan
pengguna kokain.
Selain penguatan operan perilaku mencari obat dan menggunakan obat,
mekanisme pembelajaran lainnya mungkin berperan dalam ketergantungan dan
kambuh. Opioid dan fenomena penarikan alkohol dapat dikondisikan (dalam arti
Pavlov atau klasik) terhadap rangsangan lingkungan atau interoceptive. Untuk
waktu yang lama setelah penarikan (dari opioid, nikotin, atau alkohol), pecandu
yang terkena rangsangan lingkungan sebelumnya terkait dengan penggunaan
narkoba atau putus obat mungkin mengalami putus obat terkondisi, hasrat
keinginan terkondisi, atau keduanya. Rasa keinginan yang meningkat adalah
tidak selalu disertai oleh gejala putus obat (withdrawal). Nafsu keinginan yang
paling intens ditimbulkan oleh kondisi yang berhubungan dengan ketersediaan
atau penggunaan zat, seperti menonton orang lain menggunakan heroin atau
menyalakan rokok atau yang obat yang ditawarkan oleh seorang teman. Fenomena
belajar dan pengkondisian dapat ditimpakan pada setiap psychopathology yang
sudah ada sebelumnya, tetapi kesulitan-kesulitan yang ada sebelumnya tidak
diperlukan untuk pengembangan perilaku mencari zat yang diperkuat.

Faktor genetik
25

Bukti kuat dari studi kembar dikembangkan secara terpisah dan


menunjukkan bahwa penyebab penyalahgunaan alkohol memiliki komponen
genetik. Sedikit banyak data konklusif menunjukkan bahwa jenis lain dari
penyalahgunaan zat atau ketergantungan zat memiliki pola genetik dalam
perkembangannya. Para peneliti saat ini telah menggunakan Restriction Fragment
Length

Polymorphism

(RFLP)

dalam

studi

penyalahgunaan

zat

dan

ketergantungan zat, dan hubungan terhadap gen yang mempengaruhi produksi


dopamin telah dikemukakan.

Faktor neurokimia
Reseptor dan Receptor System. Dengan pengecualian alkohol, para peneliti
telah mengidentifikasi neurotransmitter tertentu atau reseptor neurotransmitter
yang terlibat dengan banyak zat penyalahgunaan. Beberapa peneliti mendasarkan
penelitian mereka pada hipotesis tersebut. Opioid, misalnya, bereaksi pada
reseptor opioid. Seseorang dengan terlalu sedikit aktivitas opioid endogen
(misalnya, konsentrasi endorphin rendah) atau terlalu banyak aktivitas antagonis
opioid endogen mungkin beresiko untuk mengembangkan ketergantungan opioid.
Bahkan pada orang dengan fungsi reseptor endogen normal dan konsentrasi
neurotransmitter, penggunaan jangka panjang dari zat tertentu mungkin pada
akhirnya memodulasi sistem reseptor di otak sehingga kehadiran zat eksogen
diperlukan untuk mempertahankan homeostasis. Proses tingkat reseptor seperti itu
mungkin menjadi mekanisme untuk mengembangkan toleransi dalam sistem saraf
pusat atau CNS. Meskipun demikian, menunjukkan modulasi pelepasan
neurotransmitter dan fungsi reseptor neurotransmitter telah terbukti sulit, dan
penelitian terbaru berfokus pada efek dari zat terhadap second-messenger system
dan regulasi gen.

Jalur dan Neurotransmiter

26

Neurotransmitter utama yang mungkin terlibat dalam mengembangkan


penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat adalah opioid, katekolamin (terutama
dopamin), dan sistem y-aminobutyric acid (GABA). Neuron dopaminergik di
daerah ventral tegmental adalah sangat penting. Neuron ini memproyeksikan ke
daerah kortikal dan limbik, terutama nucleus accumbens. Jalur ini mungkin
terlibat dalam sensasi sekelompok sistem neural dan mungkin mediator utama dari
efek zat-zat tersebut seperti amfetamin dan kokain. Locus ceruleus, kelompok
terbesar dari neuron adrenergik, mungkin memediasi efek opiat dan opioid. Jalur
ini secara kolektif disebut sebagai brain-reward circuitry.

KOMORBIDITAS
Komorbiditas adalah terjadinya dua atau lebih gangguan kejiwaan pada
pasien tunggal pada waktu yang sama. Prevalensi tinggi lain dari gangguan
kejiwaan ditemukan di antara orang-orang yang mencari pengobatan alkohol,
kokain, atau ketergantungan opioid; beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa diatas 50 persen pecandu memiliki gangguan kejiwaan komorbid.
Meskipun pengguna opioid, kokain, dan alkohol dengan masalah kejiwaan saat ini
adalah lebih cenderung mencari pengobatan, mereka yang tidak mencari
pengobatan tidak selalu bebas dari masalah kejiwaan komorbiditas; orang tersebut
mungkin memiliki dukungan sosial yang memungkinkan mereka untuk
menyangkal dampak penggunaan narkoba yang dialami dalam hidup mereka. Dua
penelitian epidemiologi besar telah menunjukkan bahwa di antara sampel
representatif populasi, mereka yang memenuhi kriteria untuk alkohol atau
penyalahgunaan obat dan ketergantungan (tidak termasuk ketergantungan
tembakau) adalah juga jauh lebih mungkin memenuhi kriteria untuk gangguan
kejiwaan lainnya.
Dalam berbagai penelitian, berkisar 35 sampai 60 persen pasien dengan
penyalahgunaan zat atau ketergantungan zat juga memenuhi kriteria diagnostik
27

gangguan personalitas anti-sosial. Rentang ini bahkan lebih tinggi ketika peneliti
memasukkan orang-orang yang memenuhi semua kriteria diagnostik gangguan
personalitas antisosial, kecuali syarat bahwa gejala tersebut mulai pada usia dini.
Artinya, persentase yang tinggi dari pasien dengan penyalahgunaan zat atau
ketergantungan zat yang didiagnosa memiliki pola perilaku antisosial, apakah itu
ada sebelum penggunaan narkoba dimulai atau berkembang selama penggunaan
zat. Diagnosa pasien dengan penyalahgunaan zat atau ketergantungan zat yang
memiliki gangguan kepribadian antisosial cenderung menggunakan lebih banyak
zat ilegal, memiliki banyak psikopatologi; kurang puas dengan kehidupan mereka;
dan menjadi lebih impulsif, terisolasi, dan depresi dibandingkan pasien dengan
hanya gangguan personalitas anti-sosial.

Depresi dan Bunuh Diri. Gejala depresi adalah umum di antara orang-orang
yang didiagnosis dengan penyalahgunaan zat atau ketergantungan zat. Sekitar
sepertiga hingga setengah dari semua orang dengan penyalahgunaan opioid atau
ketergantungan opioid dan sekitar 40 persen dari mereka dengan penyalahgunaan
alkohol atau ketergantungan alkohol memenuhi kriteria gangguan depresi utama
kadang selama hidup mereka. Penggunaan narkoba juga merupakan faktor
pencetus utama bunuh diri. Orang yang menyalahgunakan zat sekitar 20 kali lebih
mungkin meninggal karena bunuh diri dibandingkan populasi umum. Sekitar 15
persen orang dengan penyalahgunaan alkohol atau ketergantungan alkohol telah
dilaporkan bunuh diri. Frekuensi bunuh diri ini adalah yang kedua setelah
frekuensi pasien dengan gangguan depresi mayor.

KLASIFIKASI DIAGNOSTIK
Ada empat kategori diagnostik utama dalam the Diagnostic and Statistival
Manual of Mental Disorder, edisi kelima (DSM-5): (1) Substance Use Disorder;
(2) Substance Intoxication; (3) Substance Withdrawal; dan (4) Zat-Induced Mental
Disorder.
28

Gangguan Penggunaan Zat (Substance Use Disorder)


Gangguan penggunaan zat adalah istilah diagnostik yang diterapkan pada
zat tertentu yang disalahgunakan (misalnya, gangguan penggunaan alkohol,
gangguan penggunaan opioid) yang dihasilkan dari penggunaan jangka panjang
dari zat tersebut. Poin-poin berikut harus dipertimbangkan dalam membuat
diagnosis ini. Kriteria ini berlaku untuk semua zat penyalahgunaan.
Pola maladaptif penggunaan zat yang menyebabkan gangguan klinis yang
signifikan atau tekanan, seperti yang ditunjukkan oleh 2 (atau lebih) berikut, yang
terjadi dalam jangka waktu 12 bulan:
1. Penggunaan zat berulang mengakibatkan kegagalan memenuhi kewajiban
peran utama di tempat kerja, sekolah, atau rumah (misalnya, absen
berulang atau kinerja yang buruk terkait dengan penggunaan zat; absensi
atau ketidakhadiran terkait zat, suspensi, atau pemecatan dari sekolah;
pengabaian anak atau rumah tangga).
2. Penggunaan zat berulang dalam situasi di mana itu berbahaya secara fisik
(misalnya, mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin ketika
terganggu oleh penggunaan narkoba)
3. Terus menggunakan zat walaupun memiliki masalah sosial sosial atau
interpersonal berlangsung lama atau berulang disebabkan atau diperparah
oleh efek dari zat (misalnya, argumen dengan pasangan tentang
konsekuensi dari keracunan, perkelahian fisik).
4. Toleransi, seperti yang didefinisikan oleh salah satu dari yang berikut:
a. kebutuhan untuk secara nyata meningkatkan jumlah zat untuk
mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan.
b. efek berkurang secara nyata dengan terus menggunakan jumlah yang
sama dari zat tersebut.
5. Withdrawal (putus obat), seperti yang ditunjukkan oleh salah satu dari
berikut:
a. sindrom penarikan dari zat tersebut

29

b. zat yang sama (atau terkait erat) diambil untuk menghilangkan atau
menghindari gejala putus obat
6. Zat biasanya diambil dalam jumlah yang lebih besar atau periode yang
lebih lama dari yang dimaksudkan
7. Ada keinginan terus-menerus atau upaya yang tidak berhasil untuk
mengurangi atau mengontrol penggunaan zat
8. Banyak waktu yang dihabiskan dalam aktivitas yang diperlukan untuk
mendapatkan zat, menggunakan zat, atau pulih dari dampaknya
9. Aktivitas sosial, pekerjaan, rekreasi penting berkurang karena penggunaan
zat
10. Penggunaan zat dilanjutkan meskipun pengetahuan mengalami masalah
fisik atau psychological yang persisten atau berulang mungkin telah
disebabkan atau diperburuk oleh zat tersebut.
11. Rasa keinginan atau keinginan yang kuat atau dorongan untuk
menggunakan zat tertentu.

Intoksikasi Zat (Substance Intoxication)


Intoksikasi zat adalah diagnosis yang digunakan untuk menggambarkan
sindrom (misalnya, keracunan alkohol atau mabuk) ditandai dengan tanda-tanda
tertentu dan gejala yang dihasilkan dari konsumsi baru atau paparan zat tersebut.
Sebuah gambaran umum dari intoksikasi zat meliputi hal-hal berikut:
Pengembangan sindrom zat tertentu reversibel karena konsumsi saat ini
(atau paparan) zat tersebut. Penting: zat yang berbeda dapat menghasilkan
sindrom yang sama atau identik.
Perubahan perilaku atau psikologis maladaptive yang signifikan secara
klinis adalah disebabkan oleh efek dari zat pada sistem saraf pusat
(misalnya, agresif, labilitas mood, gangguan kognitif, penilaian terganggu,
gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) dan berkembang selama atau
segera setelah penggunaan zat.
Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diperhitungkan oleh gangguan mental lain.

30

Penarikan Zat (Putus Obat)


Penarikan zat adalah diagnosis yang digunakan untuk menggambarkan
sindrom spesifik zat yang dihasilkan dari penghentian mendadak dari penggunaan
berat dan berkepanjangan zat tersebut (misalnya, putus obat opioid). Sebuah
gambaran umum dari penarikan zat memerlukan kriteria berikut dipenuhi:
Pengembangan

sindrom

spesifik

zat

karena

penghentian

(atau

pengurangan) penggunaan zat yang telah berat dan berkepanjangan.


Sindrom spesifik zat yang menyebabkan distress signifikan secara klinis
atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, atau lingkup penting lain.
Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diperhitungkan oleh gangguan mental lain.
Dalam diskusi masing-masing zat pada bagian berikut, tabel umum yang
tercantum di atas, berasal dari DSM-5 yang dapat diterapkan. Dengan demikian,
penempatan kata zat (substance), dokter harus menunjukkan zat atau obat tertentu
yang digunakan atau yang menyebabkan intoksikasi atau withdrawal (putus obat).

PENGOBATAN DAN REHABILITASI


Beberapa orang yang mengembangkan masalah terkait zat sembuh tanpa
pengobatan formal, terutama dengan bertambahnya usia mereka. Bagi mereka
penderita dengan gangguan kurang parah, seperti kecanduan nikotin, intervensi
yang relatif singkat biasanya seefektif perawatan intensif. Karena intervensi
singkat ini tidak mengubah lingkungan, mengubah perubahan otak akibat obat,
atau memberikan keterampilan baru, sebuah perubahan motivasi pasien
(perubahan

kognitif)

mungkin

memiliki

dampak

terbaik

dari

perilaku

menggunakan obat. Untuk orang-orang yang tidak merespon atau yang


ketergantungan lebih parah, berbagai intervensi yang digambarkan di bawah
menjadi efektif.
Hal ini penting untuk membedakan antara prosedur atau teknik (misalnya,
terapi individu, terapi keluarga, terapi kelompok, pencegahan kambuh, dan
31

farmakoterapi)

dan

program-program

pengobatan.

Kebanyakan

program

menggunakan sejumlah prosedur khusus dan melibatkan beberapa disiplin


profesional serta nonprofesional yang memiliki keahlian khusus atau pengalaman
personal

dengan

masalah

zat

tersebut.

Program

pengobatan

terbaik

menggabungkan prosedur dan disiplin khusus untuk memenuhi kebutuhan


masing-masing pasien setelah dilakukan penilaian secara cermat.
Tidak ada sistem klasifikasi yang berlaku umum baik untuk prosedur
khusus yang digunakan dalam pengobatan atau program-program menggunakan
berbagai

kombinasi

prosedur.

Kurangnya

terminologi

terstandar

untuk

kategorisasi prosedur dan program menunjukkan sebuah masalah, bahkan ketika


lingkup penting dipersmpit dari masalah zat yang umumnya untuk perlakuan zat
tunggal, seperti alkohol, tembakau, atau kokain. Kecuali dalam proyek penelitian,
bahkan definisi prosedur tertentu (misalnya, konseling individu, terapi kelompok,
dan pemeliharaan metadon) cenderung sangat tidak tepat. Namun demikian, untuk
tujuan deskriptif, program-program biasanya dikelompokkan atas dasar satu atau
lebih dari karakteristik menonjol mereka: apakah program ini ditujukan untuk
hanya mengontrol penarikan (withdrawal) akut dan konsekuensi dari penggunaan
obat saat ini (detoksifikasi) atau difokuskan pada perubahan perilaku jangka
panjang; apakah program tersebut membuat penggunaan intervensi farmakologi
yang ekstensif; dan sejauh mana program ini didasarkan pada psikoterapi
individu, prinsip Alcoholics Anonymous (AA) atau 12 langkah lainnya, atau
prinsip-prinsip komunitas terapi. Misalnya, instansi pemerintah mengkategorikan
saat ini program pengobatan yang didanai secara publik atas ketergantungan obat
sebagai (1) pemeliharaan metadon (kebanyakan rawat jalan), (2) program bebas
narkoba (rawat jalan), (3) komunitas terapeutik, atau (4) program rawat inap
jangka pendek.

Memilih Pengobatan

32

Tidak semua intervensi bis diterapkan untuk semua jenis penggunaan atau
ketergantungan zat, dan beberapa intervensi yang lebih koersif digunakan untuk
obat-obatan terlarang adalah tidak bisa digunakan untuk zat yang tersedia secara
legal, seperti tembakau. Perilaku adiktif tidak berubah secara tiba-tiba, tetapi
melalui serangkaian tahapan. Lima tahap dalam proses pentahapan ini telah
diusulkan: pra-kontemplasi, kontemplasi, persiapan, tindakan, dan pemeliharaan.
Untuk beberapa jenis adiksi atau kecanduan, aliansi terapeutik ditingkatkan ketika
pendekatan pengobatan disesuaikan dengan tahap kesiapan pasien untuk berubah.
Intervensi untuk beberapa gangguan penggunaan narkoba dapat memiliki agen
farmakologis tertentu sebagai sebuah komponen penting; misalnya, disulfiram,
naltrexone (ReVia), atau acamprosate untuk alkoholisme; metadon (Dolophine),
levomethadyl acetate (ORLAAM), atau buprenorphine (Buprenex) untuk
kecanduan heroin; nicotine delivery devices atau bupropion (Zyban) untuk
ketergantungan tembakau. Tidak semua intervensi mungkin berguna untuk
profesional perawatan kesehatan. Sebagai contoh, banyak pelanggar muda dengan
riwayat penggunaan narkoba atau ketergantungan kini diserahkan ke fasilitas
khusus (boot camp); program lain bagi pelanggar (dan kadang-kadang bagi
karyawan) hampir secara eksklusif dilakukan tes urin; dan kelompok ketiga yang
dibangun atas nilai agama atau re-dedikasi dalam sekte agama tertentu atau
denominasi. Berbeda dengan banyak penelitian menunjukkan beberapa nilai
intervensi singkat untuk merokok dan minum, beberapa studi terkontrol dilakukan
dari intervensi singkat mereka yang mencari pengobatan karena ketergantungan
obat-obatan terlarang.
Secara

umum,

intervensi

singkat

(misalnya,

beberapa

minggu

detoksifikasi, apakah dalam atau di luar rumah sakit) digunakan untuk orangorang yang sangat tergantung pada opioid terlarang memiliki efek terbatas pada
hasil yang diukur beberapa bulan kemudian. Pengurangan substansial penggunaan
obat terlarang, perilaku antisosial, dan distress kejiwaan diantara pasien
tergantung pada kokain atau heroin jauh lebih mungkin setelah pengobatan
berlangsung setidaknya 3 bulan. Seperti efek waktu perlakuan terlihat dalam

33

bentuk yang sangat berbeda, dari komunitas terapi residensial hingga program
pemeliharaan metadon rawat jalan. Meskipun beberapa pasien tampak
mendapatkan keuntungan dari beberapa hari atau minggu pengobatan, persentase
yang besar dari pengguna obat-obatan terlarang drop out (atau turun) dari
perlakuan sebelum mereka mencapai manfaat yang signifikan.
Beberapa varians dalam hasil pengobatan dapat dikaitkan dengan
perbedaan karakteristik pasien yang memasuki pengobatan dan oleh peristiwa dan
kondisi setelah pengobatan. Program-program berdasarkan prinsip filosofis yang
sama dan menggunakan apa yang tampaknya menjadi prosedur terapi adalah
efektivitasnya sangat bervariasi. Beberapa perbedaan antara program yang
tampaknya sama menunjukkan jangkauan dan intensitas layanan yang ditawarkan.
Program dengan staf profesional terlatih yang menyediakan layanan lebih
komprehensif kepada pasien dengan banyak kesulitan psikiatrik adalah lebih
mungkin bisa mempertahankan pasien dalam pengobatan dan membantu mereka
melakukan perubahan positif. Perbedaan keterampilan konselor individu dan
profesional dapat sangat mempengaruhi hasil.
Generalisasi seperti ini mengenai program melayani pengguna narkoba
mungkin tidak berlaku untuk program yang berurusan dengan orang-orang yang
mencari pengobatan untuk alkohol, tembakau, atau bahkan ganja yang dipersulit
oleh penggunaan berat obat-obatan terlarang. Dalam kasus tersebut, jangka waktu
yang relatif singkat dari konseling individu atau kelompok dapat menghasilkan
pengurangan yang berlangsung lama dalam penggunaan narkoba. Hasil biasanya
dipertimbangkan dalam program yang terkait dengan obat-obatan terlarang yang
biasanya mencakup langkah-langkah dari fungsi sosial, pekerjaan, dan kegiatan
kriminal, serta penurunan perilaku menggunakan obat.

Pengobatan Komorbiditas
Pengobatan sakit parah secara mental (terutama orang-orang dengan
skizofrenia dan gangguan skizoafektif) adalah juga orang yang tergantung obat
34

hingga menimbulkan masalah bagi dokter. Meskipun beberapa fasilitas khusus


telah dikembangkan yang menggunakan obat antipsikotik dan prinsip-prinsip
komunitas terapi, untuk sebagian besar, agensi-agensi kecanduan khusus
mengalami kesulitan dalam memperlakukan pasien ini. Umumnya, pengobatan
terpadu di mana staf/dokter yang sama dapat mengobati gangguan kejiwaan dan
kecanduan adalah lebih efektif dibandingkan hanya pengobatan paralel (kesehatan
mental dan program kecanduan khusus memberikan perawatan secara bersamaan)
atau pengobatan sekuensial (mengobati kecanduan atau gangguan kejiwaan
pertama dan kemudian mengatasi kondisi komorbiditas).

Layanan dan Hasil


Meluasnya managed care (pengobatan terkelola) ke dalam sektor publik
telah menghasilkan pengurangan besar penggunaan detoksifikasi berbasis rumah
sakit dan hilangnya program rehabilitasi residensial bagi pecandu alkohol.
Meskipun demikian, organisasi-organisasi managed-care, cenderung menganggap
bahwa rentetan konseling diluar rumah sakit adalah efektif dengan pasien pecandu
alkohol sektor privat yang juga efektif dengan pasien yang bergantung pada obatobatan terlarang dan yang memiliki sedikit dukungan sosial. Untuk saat ini,
kecenderungan tersebut memberikan perawatan dengan biaya sedikit dalam
jangka pendek dan mengabaikan penelitian yang menunjukkan bahwa banyak
layanan dapat menghasilkan hasil jangka panjang yang lebih baik.
Pengobatan biasanya merupakan sebuah belanja sosial penting. Misalnya,
pengobatan antisosial pengguna narkoba dalam perawatan rawat jalan dapat
menurunkan perilaku antisosial dan mengurangi tingkat serokonversi human
immunodeficiency virus (HIV) yang lebih dibandingkan mengimbangi biaya
pengobatan. Pengobatan dengan perlakuan dalam penjara dapat menurunkan biaya
setelah keluar terkait dengan penggunaan narkoba. Meskipun bukti tersebut,
beberapa masalah ada dalam mempertahankan dukungan publik untuk pengobatan
ketergantungan zat baik di sektor publik maupun swasta. Kurangnya dukungan

35

menunjukkan bahwa masalah ini terus ada, paling tidak sebagian, karena
kegagalan moral dan bukan sebagai gangguan medis.

BAGIAN ILMU PSIKIATRI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPSUS
SKIZOFRENIA PARANOID

36

Oleh :
R AD I N A
C111 11 901
Pembimbing
dr. Ismariani Mandan
Supervisor
Dr. dr. H.M Faisal Idrus, Sp.KJ (K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:


Nama

: R AD I N A

Nim

: C 111 11 901

37

Judul Laporan Kasus

: Skizofrenia Paranoid (F20.0)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ilmu Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Januari 2016


Mengetahui,

Supervisor

Dr. dr. H. M Faisal Idrus, Sp.KJ (K)

Pembimbing

dr. Ismariani Mandan

38

Anda mungkin juga menyukai