Anda di halaman 1dari 6

PROGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS

Bentuk paling umum dari variola mayor, cacar yang umum dihubungkan dengan kasus
kematian mulai dari kurang dari 10% ketika ruam terpisah satu dengan yang lain (diskret),
50-75% ketika ruam menyatu. Kematian sering terjadi di antara hari ke 10 dan 16. Cacar
khusus di asosiasikan dengan kasus kematian sebanyak kurang dari 10%. Sebaliknya, cacar
tipe flat mempunyai kasus kematian berkisar lebih dari 90%, dan tipe hemoragik memiliki
kasus kematian mendekati 100%. Secara keseluruhan angka kematian untuk kasus variola
mayor adalah 30%, sedangkan variola minor kurang dari 1%. Penderita yang bertahan hidup
biasanya memiliki system imun yang kuat. Kematian yang disebabkan oleh cacar, biasanya
dihubungkan dengan toksemia sekunder dan system imun dan antigen variola diikuti dengan
syok atau hipotensi dan kegagalan multi organ. Encephalitis adalah penyebab utama kematian
pada variola minor tetapi tidak pada variola mayor.
PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan spesifik untuk cacar. Pasien yang telah di diagnose harus di isolasi
didalam ruangan bertekanan negative dan diberikan pegobatan suportif. Pendegahan dapat
diberikan untuk mencegah infeksi sekunder dan jika terjadi resistensi antibiotic. Penelitian
tentang anti virus ini sedang dilakukan. Sidofovir, sebuah rantai nukleotida digunakan untuk
mengobati infeksi cytomegalovirus. Telah ditemukan aktivitas dalam melawan variola,
vaccinia, dan ortopox virus lainnya pada studi invitro dan studi hewan, tetapi data-data klinis
belum tersedia. Idoxuridine topical dapat digunakan untuk mengobati lesi di kornea,
meskipun tingkat keefektivitas nya belum di akui.
PENCEGAHAN
Akibat dari perkembangan imunitas jangka panjang setelah fase penyembuhan dari infeksi
cacar yang alami, upaya pencegahan yang pertama yaitu mengenali krusta atau cairan dari
ruam pada penderita yang tidak dapat menularkan yang berkembang menjadi penyakit yang

ringan. Proses dari pembentukan variola ini mengurangi morbiditas dan mortalitas, tetapi
juga menyebabkan infeksi dan menyebar dalam beberapa kasus. Pada tahun 1796, dr. Edward
Jenner menemukan vaksin, menggunakan virus cowpox untuk dilakukan persilangan
imunitas dalam melawan virus variola. Dalam hal ini digunakan virus vaccinia. Vaksin 90%96% lebih efektif dalam mencegah penyakit cacar ketika diberikan sebelum paparan virus
variola. Profilaksis setelah paparan, bertahan dalam waktu 2-3 hari setelah paparan dan dapat
mencegah penyakit yang lebih parah. Vaksinasi dalam 4-5 hari dapat mencegah kematian.
Akan tetapi vaksinasi tidak memberikan imunitas jangka panjang. Durasi dan derajat
perlindungan dari penyakit ini masih di perdebatkan. Sebagian besar memperdebatkan bahwa
vaksinasi primer memberikan perlindungan selama 3-5 tahun dan sebagian yang lain
berpendapat vaksin dapat meningkatkan imunitas sampai 10 tahun atau lebih. Vaksinasi ulang
dapat diberikan selama lebih kurang 30 tahun.
VAKSINASI VACCINIA DAN CACAR
Virus vaccinia termasuk kedalam genus ortopox virus. Virus ini belum diketahui secara detail
tetapi virus paling mirip dengan virus cowpox pada famili ini. Pada abad ke 19, virus
vaccinia digantikan cowpox sebagai virus yang digunakan untuk vaksinasi cacar.
Pembahasan disini khusus membahas tentang peranan virus vaccinia sebagai vaksin cacar,
karna tidak diketahui penyabab alami dari infeksi. Karena homolog dari virus ini yang
signifikan dengan pox virus yang lain, virus vaccinia tidak hanya berfungsi untuk mencegah
cacar tetapi juga mencegah penyakit-penyakit yang disebabkan ortopox virus seperti monkey
pox, camel pox, dan cow pox.
EPIDEMIOLOGI
Pemberatasan cacar dapat dimulai dari melihat perjalanan penyakit dengan vaksinasi primer
dan kontak sekunder. Bekangan diketahui kasus infeksi alami merupakan salah satu jenis dari
variola minor terjadi di Somalia pada tahun 1977. Kasus yang paling terakhir infeksi terjadi

pada tahun 1978, dan WHO mengumumkan tentang pemberantasan cacar pada tahun 1980.
Vaksinasi rutin pada warga sipil tidak dilanjutkan di Amerika Serikat dan diseluruh dunia
pada tahun 1980an., vaksinasi dari anggota militer Amerika Serikat telah berhenti pada tahun
1990.
Vaksinasi memungkinkan untuk pemberantasan cacar, tetapi yang diberikan adalah vaksinia
yang merupakan virus hidup, yang menimbulkan efek yang merugikan. Efek yang timbul
dapat terjadi pada segala usia, tetapi bayi baru lahir dan anak anak dengan umur lebih dari 5
tahun berisiko lebih besar. Efek yang timbul 10 kali lebih sering terjadi pada vaksinasi
primer dibandingakan vaksinasi ulang. Penderita dengan dermatitis atopic dapat
menunjukkan gejala berupa erupsi yang parah, vaksinatum eczema, lebih sering dari para
penderita yang mendapat vaksinasi langsung.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Vaksinasi cacar meliputi masuknya virus vaccinia ke lapisan luar dari kulit yang utuh. Vaksin
yang saat ini resmi digunakan di Amerika Serikat adalah vaksin yang bersifat lipofilik, vaksin
calflymph (dryvax, wyeth laboratories, Marietta, PA) yang di produksi dari New York City
Board of Health. Setelah vaksin di injeksikan kedalam kulit dengan jarum, virus secara cepat
akan membelah diri secara local di kelenjar getah bening regional. Penularan virus vaccinia
di tandai dengan munculnya ruam kulit sampai timbul krusta dan krusta terlepas dari kulit.
Infeksi sembuh dengan meninggalkan bekas luka atau skar pada lokasi suntikan. Hal ini
biasanya dipengaruhi oleh respon dari host dengan peningkatan antibody dan sel-sel yang
meningkatkan imun. Efek yang merugikan dan komplikasi terjadi ketika virus menyebar
diluar area local bisa juga dengan penularan atau respon imun host yang tidak adekuat.
TEMUAN KLINIS
Sejarah

Rasa sakit biasanya dirasakan pada daerah bekas vaksinasi. Gejala sistemik dapat terjadi dan
merupakan reaksi yang normal. Yang termasuk dalam gejala sistemik adalah demam (diatas
37,7oC, paling banyak pada anak-anak, menggigil, sakit kepala, mialgia, dan malaise. Gejala
ini umumnya mencapai puncak pada hari ke 8-10 dan berakhir dalam 1-3 hari. Sekitar 30%
dari penderita yang di vaksin merasa tidak mampu untuk beraktivitas normal.
Lesi Kutan
Reaksi kulit normal setelah mendapatkan vaksinasi mulai dari 3-5 hari setelah muncul papul
yang berkembang menjadi vesikel (Gennerian Vesikel) kemudia diikuti terbentuknya pustule
sekitar hari ke 7-9. Munculnya krusta pada hari ke 10-14, krusta terlepas dari dari kulit pada
hari ke 17-21 dan meninggalkan bekas luka. Reaksi local berdiameter 10 cm atau lebih,
terjadi pada 2 16 % penderita yang di vaksinasi pertama kali. Hal ini dapat membuat
kekeliruan dengan menduga itu adalah selulitis bakterialis, tetapi reaksi karena vaksinasi
vaccinia terjadi 8-10 hari setelah vaksinasi dan biasanya system imunnya meningkat tanpa
terapi antibiotic dalam 24-72 jam. Sebaliknya infeksi bakteri sekunder biasanya terjadi dalam
5 hari pertama atau 30 hari setelah vaksinasi.
Penderita yang telah di vaksinasi sebelumnya biasanya timbul reaksi yang ringan pada waktu
tertentu. Penderita yang dengan system imun yg lemah menunjukkan gejala eritema pada saat
diberi vaksinasi ulang. Reaksi local minor yang dapat terjadi didekat ruam utama termasuk di
dekat lesi satelit yang berlangsung pada waktu yang sama, limfadenopati-limfangitis dan
mengelilingi eritema atau edema. Vaccinia dapat berinokulasi menjadi bentuk yang lain dan
reaksi sekunder seperti multiform eritema dapat terjadi.
Reaksi Yang Merugikan
Reaksi kulit yang merugikan yang berhubungan dengan vaksinasi cacar dapat terlokalisasi
atau generalisata. Infeksi bakteri sekunder, biasanya yang di sebabkan sthaphylococcus dan
streptococcus grup A, dapat terjadi pada ruam primer. Vaccinia adalah auto inokulasi dari

virus vaccinia dari bagian yang di vaksinasi di area yang lain. Hal ini merupakan reaksi yang
paling tidak diinginkan dan terhitung setengah dari semua kejadian. Bagian yang paling
sering terkena adalah kelopak mata, hidung, mulut dan genitalia. Lesi terlihat pada area
tersebut 7-10 hari setelah vaksinasi, dan biasanya diikuti penyebaran dari ruam primer yang
asli. Ruam mungkin lebih sedikit jika auto inokulasi terjadi lebih dari 5 hari setelah vaksinasi
saat respon imun dari pejamu meningkat. Inokulasi accidental ke mata dapat menyebabkan
konjungtivitis, keratitis atau iritis. Erupsi yang genarilisata biasanya nonspesifik, reaksi imun,
termasuk ruam mobiliform dan ruam seperti roseola. Reaksi hipersensitivitas seperti eritema
multiform dapat terbentuk. Ruam ini akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Pada kasus
yang jarang sindrom stevan jhonson dapat timbul dan penderita harus dirawat serta diberikan
terapi suportif. Vaksinasi dapat juga menyebabkan vaccinia generalisata yang mana lesi
macula, papul, atau vesikel dapat menyebar ke kulit yang normal tanpa adanya auto
inokulasi. Vaccinia generalisata dapat terjadi dibagian tubuh manapun. Hal ini disebabkan
karna penyebaran virus vaccinia melalui aliran darah dan biasanya terjadi 6-9 hari setelah
vaksinasi primer. Ruam berkembang menjadi ruam vaccinia. Kondisi ini dapat sembuh
sendiri tergantung system imun penderita tetapi seringkali lebih parah pada imunodefisiensi.
Eczema vaccinatum penyebaran virus vaccinia yang lokalisata atau generalisata pada
penderita dengan dermatitis atopic atau dermatitis kronik lainnya. Penderita biasanya merasa
demam, malaise dan terdapat limfadenopati. Hal ini dapat terjadi pada vaksinasi primer yang
timbul pada waktu yang sama atau dikemudian hari setelah ruam dari lokasi vaksinasi
muncul. Papul, pustule atau vesikel dapat muncul dibagian tubuh manapun tetapi terdapat
daerah predileksi dengan ruam utama dermatitis atopic sebelumnya. Ruam berkisar beberapa
ratus, kasus yang paling serius yaitu adalah kehilangan barier kulit. Tingkat keparahan dari
eczema vaccinatum tergantung dari tingkat keparahan atau aktivitas dari dermatitis atopic
atau penyakit kulit yang lainnya. Hal ini juga didapatkan melalui penularan sekunder,

biasanya anak-anak yang kontak dengan anggota keluarga yang baru saja di vaksinasi.
Penderita yang di vaksinasi dengan perbaikan system imun yang buruk dapat menyebabkan
vaccinia yang progresif disebut juga vaccinia nekrosa dan vaccinia gangrenosa. Pada
penderita ini ruam primer pada daerah suntikan tidak menyembuh tetapi semakin bertambah
lebar dan dapat berkembang menjadi ulkus dengan rasa sakit yang minimal dengan terdapat
nekrosis di bagian tengah. Replikasi virus tidak berhenti dan viremia tetap terjadi dengan
perkembangan dari ruam yang sama yang bermetastasis pada daerah kulit yang jauh, tulang,
atau viscera kulit. Kebanyakan kasus yang terjadi pada penderita dengan sel-sel imun yang
buruk. Tingkat perbaikan system imun dapat dihubungkan dengan perkembangan dari
progesifitas dari vaccinia, tetapi tingkat perlindungan yang tepat masih tidak diketahui.

Anda mungkin juga menyukai